I. PENDAHULUAN
Alih fungsi lahan pertanian di Indonesia menjadi lahan non pertanian
telah mencapai taraf yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data Ditjen
Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) Kementerian Pertanian pada Tahun 2005
sekitar 187.720 Ha/tahun sawah beralih fungsi ke penggunaan non pertanian,
terutama di Pulau Jawa (Ditjen PLA, 2005). Konversi lahan sawah tidak hanya
terjadi di Jawa, tapi juga di pulau-pulau besar lainnya. Provinsi Jambi
misalnya, kehilangan lahan sawah sekitar 18.900 Ha pada tahun 2012
(Lampost.co., 2012).
Alih fungsi lahan pertanian ini sangat disayangkan karena dalam rencana tata
ruang setiap daerah telah ditentukan alokasi wilayah yang berfungsi sebagai
kawasan konservasi dan budidaya. Namun seringkali rencana tata ruang
tersebut tidak dipatuhi karena kuatnya kepentingan pihak-pihak tertentu
yang memaksakan perubahan terhadap rencana tataruang awal.
Penataan ruang merupakan suatu perubahan yang disengaja dan bagian dari
proses pembangunan. Rustiadi et al (2011) menjelaskan bahwa penataan
ruang merupakan upaya aktif manusia untuk mengubah pola dan struktur
pemanfaatan ruang dari satu keseimbangan menuju kepada suatu
keseimbangan baru yang lebih baik.
Mengacu kepada Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, Penataan ruang merupakan proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Terdapat lima
alasan mengapa penataan ruang perlu dilakukan, yaitu: (1) Optimasi
pemanfaatan sumber daya untuk mencapai efisiensi dan produktifitas; (2) alat
dan wujud distribusi sumberdaya guna terpenuhinya prinsip pemerataan,
keberimbangan dan keadilan; (3) menjaga keberlanjutan (sustainability)
pembangunan; (4) menciptakan rasa aman; dan (5) kenyamanan ruang
(Rustiadi et al , 2011).
Menurut Tomić dan Rastislav ( 2010), tata ruang dapat digunakan sebagai
alat untuk mengkoordinasikan pembangunan sosial ekonomi melalui
pencegahan munculnya masalah lingkungan dan secara simultan melindungi
lingkungan alami dan budaya. Tantangan dalam tata ruang adalah
bagaimana menjamin penggunaan lahan yang terbatas secara efisien dan
menjamin keseimbangan pembangunan bisnis regional dan penggunaan
sumber daya termasuk sumberdaya alam dan lanskap, tanah, air dan udara.
Tata ruang memiliki karakter jangka panjang sehingga tata ruang juga
menyangkut prinsip-prinsip keberlanjutan. Karena itu penataan ruang dan
pembangunan berkelanjutan bukanlah hal yang saling bertentangan, tetapi
saling menguatkan diantara keduanya. Selanjutnya, semua program
pembangunan dapat dilakukan secara sendiri-sendiri di area tertentu namun
sangat penting untuk mengintegrasikannya melalui penataan ruang agar
pembangunan berkelanjutan dapat diterapkan dengan baik pada suatu
teritori (Tomić dan Rastislav, 2010).
Banyak daerah juga melakukan revisi rencana taat ruang (RTRW) hanya
untuk mengakomodasi kepentingan pihak-pihak tertentu. Menurut Agung
(tanpa tahun), kondisi politik-ekonomi memegang peranan penting dalam
proses alokasi dan distribusi manfaat sumberdaya. Ketika RTRW tidak
mampu mengarahkan dan mengontrol pemanfaatan sumberdaya (lack of
enforcement), akan terjadi suatu kondisi dimana interaksi aktor atau jaringan
(network), politik atau kepentingan, pelaksana kebijakan dan pelaku usaha
lebih dominan (web of power) dan menjadi kontrol ”terselubung” dalam
distribusi manfaat sumberdaya hutan atau lahan.
Kelemahan lainnya adalah tidak diterapkannya instrumen pengendalian tata
ruang dengan baik. Menurut Rustiadi et al (2011), terdapat tiga instrumen
pengendali tata ruang yaitu peraturan perundang-undangan, ekonomi
insentif dan dis-insentif serta peningkatan kesadaran masyarakat. Untuk
kasus alih fungsi lahan pertanian, insentif yang diberikan kepada petani
sawah sangat kurang sehingga mendorong mereka untuk mengalihkan
lahannya untuk penggunaan lain yang menjanjikan keuntungan ekonomi
yang tinggi. Menurut Lu et al ( 2010), pemberian subsidi juga dilakukan di
luar negeri seperti kepada petani sawah di China untuk mencegah alih fungsi
lahan tanaman pangan (beras) menjadi lahan tanaman buah-buahan.
Sedangkan pelanggaran tata ruang disebabkan lemah dan tidak
konsistennnya penerapan sanksi sehingga memicu terjadinya pelanggaran
kembali rencana tata ruang (http://www1.pu.go.id).
Selain itu penataan ruang harus dilakukan secara berjenjang sehingga saling
melengkapi (complimentary) antara tata ruang nasional, provinsi dan
kabupaten/kota. Terkait dengan upaya pengendalian alih fungsi lahan,
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional,
menetapkan kawasan pertanian masuk ke dalam kategori kawasan budi daya,
yang mencakup kawasan budi daya tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan/atau tanaman industri.
Menurut Nurlinda (2011), dalam menetapkan kawasan peruntukan pertanian
harus diperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut :
4.1. Kesimpulan
Pengembangan tata ruang untuk mengendalikan alih fungsi lahan di
Indonesia saat ini mengalami kendala berupa banyaknya kabupaten/kota
yang belum menetapkan rencana tata ruang. Daerah lain yang memiliki
rencana tata ruang sering tergoda untuk melakukan revisi karena adanya
kepentingan ekonomi yang kuat sehingga kawasan yang dulunya merupakan
kawasan pertanian sawah beralih fungsinya menjadi kawasan pertanian non
pangan, perumahan, jalan dan infrastruktur lainnya.
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Agung P. tanpa tahun. Rencana Tata Ruang Wilayah dan Distribusi Manfaat
Sumberdaya Hutan, diakses tanggal 3 Juni 2014, tersedia
pada http://www.worldagroforestry.org/sea/publications/files/magazine/ma0068-
11.pdf
Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) Kementerian Pertanian. 2005.
Strategi dan Kebijakan Pengelolaan Lahan
Indonesia Tanah Air Beta….Tanah Petani Yang Mana ?, 2013, diakses tanggal
19 Mei 2014, tersedia pada http://psp.deptan.go.id/index.php/page/ newsdetail/18,
Lompost.co. 2013. Alih Fungsi Lahan Jambi Hanya 10 Persen, diakses tanggal
7 Oktober 2013, tersedia pada http://lampost.co,.
Lu H, Bai Y, Ren H and Daniel C. 2010. Integrated emergy, energy and
economic evaluation of rice and vegetable production systems in alluvial
paddy fields: Implications for agricultural policy in China. Journal of
Environmental Management Vol. 91 (12)
Nurlinda I. 2011. Penataan Ruang Yang Mendukung Pengendalian Alih
Fungsi Lahan Pertanian , diakses tanggal 3 Juni 2014, tersedia
pada https://www.academia.edu
Penataan Ruang Masih Hadapi Tantangan, diakses tanggal 3 Juni 2014,
tersedia pada http://www1.pu.go.id/uploads/berita/ppw100107rnd.htm/
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
The World Bank (1990): The World Bank and the Environment. Fisrt Annual
Report.