Anda di halaman 1dari 8

Kelompok 1

1. Afriandi :1910511015
2. Arrigo Azna :1910512019
3. Ayunissa Maharani :1910511008
4. Lodias Elwod :1910519001
5. Saddiq Maifa Mateus :1910511028
6. Zahra Sri Latifah :1910512024

Mata Kuliah : Ekonomi Pembangunan Pertanian/E

Artikel 1

Judul Pengalih Fungsian Lahan Pertanian Ke Non Pertanian Di Kabupaten Tegal

Jurnal Jurnal Pengalih Fungsian Lahan Pertanian Ke Non Pertanian

Volume dan Vol. 4 No. 4


Nomor

Tahun 2017

Penulis Laeli Nurchamidah, Djauhari

Reviewer Afriandi, Arrigo Azna, Ayunissa Maharani, Lodias Elwod, Saddiq Maifa
Mateus, Zahra Sri Latifah

Tanggal 05 Mei 2022


Akses

Latar Konversi lahan atau alih fungsi lahan pertanian sebenarnya bukanlah
Belakang masalah baru. Pertumbuhan penduduk serta pertumbuhan perekonomian
yang menuntut agar pembangunan infrastruktur baik berupa jalan,
bangunan industri serta permukiman. Hal tersebut tentu saja harus
didukung dengan ketersediaan lahan. Konversi lahan pertanian biasa
dilakukan secara langsung oleh pemilik lahan maupun secara tidak
langsung oleh pihak lain yang sebelumnya terlebih dahulu diawali dengan
transaksi jual beli lahan pertanian. Banyak faktor yang mempengaruhi
pemilik lahan mengkonversi lahan atau menjual lahan pertaniannya,
diantaranya adalah karena harga lahan, proporsi pendapatan, luas lahan,
produktifitas lahan, status lahan serta kebijakan-kebijakan pemerintah.
Pengalih fungsian lahan pertanian menjadi non pertanian khususnya di
Kabupaten Tegal mengalami peningkatan, pada awalnya tujuan utama dari
perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian yaitu untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta perekonomian bangsa.
Namun pada pelaksanaannya dapat mengancam kepastian penyediaan
pangan apabila tidak terkendali. Bahkan dalam jangka waktu panjang
perubahan tersebut dapat mengakibatkan kerugian sosial. Managemen
pertanahan dalam pengendalian perubahan penggunaan tanah pertanian ke
non pertanian perlu dioptimalkan dengan sejumlah pertimbangan. Di
Indonesia alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian angkanya memang
sangatlah mencengangkan. Luas Konversi lahan pertanian yang ditujukan
guna pembangunan non pertanian seperti kawasan perumahan, industri,
perkantoran, jalan serta sarana publik lainnya rata-rata sebesar 60.000
sampai 100.000 hektar pertahun. Di Kabupaten Tegal tercatat memiliki
luas lahan pertanian pada tahun 2016 seluas 50.696 Hektar.8 Dan dari luas
lahan pertanian tersebut setiap tahunnya menyusut. Setiap tahun 2 hektar
lahan pertanian produktif di Kabupaten Tegal hilang, akibat terjadinya
konversi lahan atau alih fungsi lahan pertanian. pengalihfungsian tersebut
yang terbesar diakibatkan oleh pembangunan pemukiman atau komplek
perumahan oleh para pengembang atau pembuatan tanah kavling siap
bangun, bahkan ada juga sebagian yang dipergunakan untuk industry
pertambangan.

Tujuan Tujuan penelitian untuk meneliti faktor-faktor yang melatarbelakangi


pengalih fungsian lahan pertanian ke Non pertanian di Kabupaten Tegal,
prosedur untuk pengajuan pengalih fungsian lahan pertanian ke Non
pertanian di Kabupaten Tegal dan dampak dari terjadinya pengalih
fungsian lahan pertanian ke Nonpertanian di Kabupaten Tegal.

Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris atau Sosio Legal
Research. Sehubungan dengan metode penelitian yang digunakan tersebut
Penulis melakukan dengan cara meneliti perundangundangan, peraturan-
peraturan, teori-teori hokum dan pendapat-pendapat para sarjana hokum
terkemuka yang merupakan data sekunder yang kemudian dikaitkan
dengan keadaan yang sebenarnya, serta terkait dengan masalah-masalah
yang ditemukan dilapangan terkait dengan pengalihfungsian lahan
pertanian ke Non pertanian di Kabupaten Tegal.

Hasil Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke


Penelitian non pertanian di Kabupaten Tegal antara lain:

a. Faktor demografi atau Pertumbuhan Penduduk yang Sangat Cepat


b. Faktor ekonomi
c. Perubahan Pola Pikir dan Perilaku
d. Proses poduksi pertanian yang tidak seimbang dengan hasil yang
didapatkan
Prosedur pengajuan pengalih fungsian lahanpertanian ke non pertanian di
Kabupaten Tegal pada prinsipnya harus mendapatkan ijin dari instansi
terkait. Dalam hal melaksanakan konversi lahan tersebut, sebelumnya
pemilik lahan memang harus memperoleh Ijin Perubahan Penggunaan
Tanah (IPPT), dengan maksud ijin perubahan penggunaan tanah dari tanah
pertanian ke non pertanian. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
(BPNRI) berwenang mengeluarkan pertimbangan teknis pertanahan dalam
rangka penerbitan IPPT tersebut. Namun kondisi yang berlaku di tiap-tiap
daerah berbeda-beda, ada IPPT yang dikeluarkan oleh Bupati/Walikota,
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah, ada pula IPPT yang
dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan yang berupa Risalah
Pertimbangan Teknis Pertanahan. Namun apabila lahan tersebut merupkan
lahan basah atau berada di jalur hijau maka harus mendapatkan ijin
peruntukan lahan terlebih dahulu dari Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Tegal. Berkurangnya lahan pertanian
akibat alih fungsi lahan di Kabupaten Tegal berdampak pada berkurangnya
produksi beras. Hal ini tentunya akan berdampak pada menurunnya
ketahanan pangan. Hal ini dibutuhkan keseriusan Pemerintah Kabupaten
Tegal untuk mengantisipasi semakin menurunnya jumlah produksi padi
sebagai dampak alih fungsi lahan. Dampak sosial budaya juga mulai
nampak pada masyarakat Kabupaten Tegal dengan meningkatnya alih
fungsi lahan dari tahun ke tahun. Dampak social tersebut yaitu bergesernya
pola kehidupan masyarakat Kabupaten Tegal, khususnya wilayah porensi
pertanian yang sebelumnya masyarakat setempat merupakan masyarakat
agraris dan masyarakat pedagang mulai beralih menjadi masyarakat
industri.

Saran Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian sudah sangat memprihatinkan,
untuk itu perlu perhatian yang sangat serius dari pemerintah Kabupaten
Tegal khususnya dalam mencegah terjadinya alih fingsi lahan pertanian ke
non pertanian, seperti pengetatan perizinan alih fungsi lahan. Hal ini
memerlukan komitmen yang sungguhsungguh dari seluruh elemen
masyarakat.

Kelebihan Kelebihan artikel ini sangat informatif dan menarik karena penyampaian
informasi secara jelas dan cukup padat sehingga tidak membuat pembaca
kebingungan karena tulisan artikel yang panjang dan rumit

Kekurangan Kekurangan dalam jurnal ini adalah tidak mempunyai tabel penyajian data.
Dan data yang disajikan dalam artikel ini bisa dibilang sudah lama atau
bukan yang terbaru.

Artikel 2

Judul Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian


Jurnal Jurnal Pengabdian Nasional
Tahun 2016
Penulis Iwan Isa
Reviewer Afriandi, Arrigo Azna, Ayunissa Maharani, Lodias Elwod, Saddiq Maifa
Mateus, Zahra Sri Latifah
Tanggal 05 Mai 2022
Akses
Latar Sebagai salah satu bangsa agraris terbesar di dunia, Indonesia memiliki
Belakang persentase sawah terkecil yakni kurang dari 5% dari total luas daratannya.
Persentase inipun cenderung menyusut dari waktu ke waktu. Penyusutan
ini justru terjadi di tengah maraknya berbagai himbauan dan larangan
konversi sawah. Diperkirakan terdapat tiga determinan utama penyebab
konversi tersebut, yakni: transformasi strutrur ekonomi, pembangunan
infrasturtur perhubungan, dan otonomi daerah. Terdapat pula indikasi kuat
bahwa konversi sawah irigasi telah direncanakan terjadi dari sejak awal,
yakni melalui mekanisme Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi/
kabupaten. Apabila fonemena ini tidak dapat dicegah, maka upaya untuk
mewujudkan ketahanan pangan akan menjadi mimpi yang tak pernah
selesai.
Tujuan Tujuan penelitian dimaksudkan untuk mendiskusikan fenomena dan
mengkaji perubahan lahan pertanian khususnya sawah, serta strategi
pengendaliannya. Konversi lahan sawah di Jawa dalam kurun waktu 1979-
1999 mencapai sekitar 1.002.005 ha atau 50.100 ha per tahun, sedangkan
di luar Jawa mencapai sekitar 625.459 ha atau 31.273 ha per tahun.
Pembangunan pertanian dalam memasuki era globalisasi memerlukan
perhatian yang serius untuk membangun masyarakat petani itu sendiri.
Metode Untuk pemecahan masalah dilakukan dengan 3 tahap yaitu tahap pertama
dilakukan penyuluhan mengenai konsep sistem pemasaran, penanganan
dan pengemasan produk pertanian serta pemasaran secara online produk
pertanian. Tahap selanjutnya setelah penyampaian materi adalah sesi
diskusi yang dilkukan dengan cara tanya jawab. Tahap terakhir adalah
melakukan evaluasi terhadap perhatian, antusiasme, dan ketertarikan
masyarakat terhadap penyampaian materi yang diberikan.
Hasil Sektor pertanian masih tetap memberikan kontribusi yang signifikan dalam
Penelitian pertumbuhan perekonomian Indonesia. Namun demikian, secara
keseluruhan kinerja sektor pertanian dihadapkan pada berbagai masalah.
masalah itu adalah:
 Cepatnya konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian
 Semakin terbatasnya sumber daya tanah yang cocok untuk
dikembangkan bagi kegiatan pertanian
 Sempitnya tanah pertanian per kapita penduduk Indonesia (900 m2
/kapita)
 Makin banyaknya petani gurem dengan luas lahan garapan kurang
dari 0,5 ha/keluarga
 Rentannya status penguasaan tanah pertanian.
Cepatnya konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian dapat
mempengaruhi kinerja sektor pertanian. Pertama, konversi ini secara
langsung menurunkan luas lahan untuk kegiatan produksi pangan sehingga
sangat berpengaruh terhadap penyediaan pangan lokal maupun nasional.
Konversi lahanpertanian subur ini amat fenomenal di Pantai Utara Pulau
Jawa. Di sisi lain, kehilangan tanah pertanian cenderung diikuti dengan
hilangnya mata pencaharianpetani yang dapat menimbulkan pengangguran,
dan pada akhirnya memicumasalah sosial.

Beberapa peraturan perundang-undangan yang di dalamnya memuat


Ketentuan pencegahan alih fungsi lahan pertanian antara lain:
1. Undang-undang nomor 56 Prp tahun 1960 tentang Penetapan Luas
Lahan Pertanian, mengatur batas maksimum dan minimum pemilikan
lahan Pertanian dalam satu keluarga sebagai berikut:
• Luas maksimum sawah 10 ha, lahan kering 20 ha; luas maksimum
ini Tergantung pada kepadatan penduduk, tersedianya lahan yang
dapat Dibagi di wilayah tersebut dan faktor lainnya.
• Luas minimum ditetapkan 2 ha, baik sawah maupun lahan kering,
dengan Tujuan menghindari pemecahan (fragmentasi) pemilikan
lahan pertanian. Untuk itu diadakan pembatasan pemindahan lahan
pertanian yang Menimbulkan pemilikan di bawah 2 ha, terkecuali
dalam hal warisan.
2.Undang-undang nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman, Mengatur bahwa perubahan rencana tata ruang yang
mengakibatkan Perubahan peruntukan budidaya tanaman guna keperluan
lain (non-pertanian) Dilakukan dengan memperhatikan rencana produksi
budidaya tanaman secara Nasional, seperti swasembada pangan.
3.Undang-undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang mengatur
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah yang akan membagi habis
wilayah Administratif menurut fungsi (peruntukan) kawasan, termasuk di
dalamnya Kawasan lahan pertanian basah dan lahan pertanian kering
dengan ketentuan Pengaturan tertentu.

Dalam rangka perlindungan dan pengendalian lahan pertanian secara


menyeluruh dapat ditempuh melalui 3 (tiga) strategi yaitu:
1.Memperkecil peluang terjadinya konversi
Dalam rangka memperkecil peluang terjadinya konversi lahan sawah dapat
Dilihat dari dua sisi yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi
Penawaran dapat berupa insentif kepada pemilik sawah yang berpotensi
untuk Dirubah. Dari sisi permintaan pengendalian sawah dapat ditempuh
melalui:
a.Mengembangkan pajak tanah yang progresif
b. Meningkatkan efisiensi kebutuhan lahan untuk non-pertanian
sehingga tidak ada tanah terlantar
c. Mengembangkan prinsip hemat lahan untuk industri, perumahan
dan perdagangan misalnya pembangunan rumah susun.
2. Mengendalikan kegiatan konversi lahan
a. Membatasi konversi lahan sawah yang memiliki produktivitas
tinggi, menyerap tenaga kerja pertanian tinggi, dan mempunyai
fungsi lingkungan tinggi.
b. Mengarahkan kegiatan konversi lahan pertanian untuk
pembangunan kawasan industri, perdagangan, dan perumahan pada
kawasan yang kurang produktif.
c. Membatasi luas lahan yang dapat dikonversi di setiap kabupaten/
kota yang mengacu pada kemampuan pengadaan pangan mandiri.
d. Menetapkan Kawasan Pangan Abadi yang tidak boleh
dikonversi, dengan pemberian insentif bagi pemilik lahan dan
pemerintah daerah setempat.
3. Instrumen pengendalian konversi lahan
Instrumen yang dapat digunakan untuk perlindungan dan pengendalian
lahan sawah adalah melalui instrumen yuridis dan non-yuridis yaitu:
a. Instrumen yuridis berupa peraturan perundang-undangan yang
mengikat (apabila memungkinkan setingkat undang-undang)
dengan ketentuan sanksi yang memadai.
b. Instrumen insentif dan disinsentif bagi pemilik lahan sawah dan
pemerintah daerah setempat.
c. Pengalokasian dana dekonsentrasi untuk mendorong pemerintah
daerah dalam mengendalikan konversi lahan pertanian terutama
sawah
d. Instrumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan perizinan
lokasi.

impulan dan Kesimpulan : Pengamanan lahan pertanian terutama sawah beririgasi teknis
Saran sudah Merupakan kebijakan pemerintah, dan telah dituangkan dalam
berbagai rumusan Keputusan pemerintah. Badan Pertanahan Nasional,
sebagai lembaga yang Bertanggung jawab dalam mengembangkan dan
menyelenggarakan administrasi Pertanahan nasional memiliki komitmen
tegas untuk melaksakan kebijakan Tersebut. Langkah-langkah tersebut
akan kurang berhasil apabila upaya Pengendalian lahan persawahan tidak
memperoleh dukungun memadai/ tidak Terintegrasi ke dalam upaya
pembangunan sektor pertanian dalam dimensi yang Lebih luas.
Saran : Pembangunan pertanian dalam memasuki era globalisasi
mendatang Memerlukan perhatian yang serius untuk membangun
masyarakat petani itu Sendiri. Visi kebijakan yang akan datang harus
memiliki keberpihakan kepada Peningkatan kesejahteraan petani.
Pembangunan masyarakat pedesaan/ petani Perlu diarahkan kepada
penciptaan sektor pertanian sebagai lapangan usaha yang Menarik,
“prestigous”, sehingga konversi lahan pertanian ke non pertanian dapat
Dicegah secara alamiah. Dengan demikian upaya pencegahan dan
pengendalian alih fungsi lahan pertanian melalui peraturan-peraturan
formal pemerintah akan menjadi lebih bermakna..
Kelebihan Kelebihan dalam jurnal ini adalah penggunaan kalimat yang sederhana
sehingga mudah dipahami dan terdapat kesesuaian antara tujuan jurnal dan
kesimpulan yang didapat.
Kekurangan Kekurangan pada jurnal ini yaitu jurnal ini yaitu terdapat beberapa
ringkasan kata yang tidak mudah dipahami serta beberapa kesalahan dalam
format penulisan.

Anda mungkin juga menyukai