Anda di halaman 1dari 9

Tema : Fenomena Kemiskinan dalam Masyarakat dilihat dari Ketersediaan Sumber Daya Alam

dan Keadaan Penduduk

“PARADOKS EKONOMI INDONESIA : SEKTOR PERIKANAN MALUKU”

Dibuat Oleh :

SYAHID

NIM 041245117

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS TERBUKA

2019
PENDAHULUAN

Sejak memasuki Era Reformasi untuk pertama kalinya angka kemiskinan di Indonesia
mencapai 1 digit yaitu sebesar 9,82 persen pada bulan Maret 2018 dan kemudian turun lagi pada
bulan Maret 2019 menjadi sebesar 9,41 persen atau sebesar 25,14 juta penduduk menurut
laporan Badan pusat Statistik (BPS). Angka kemiskinan di Indonesia memang secara umum
terus mengalami penurunan sejak 2002 walaupun sempat mengalami kenaikan yang dipicu oleh
kenaikan harga bahan bakar.

Secara nasional angka kemiskinan memang mengalami penurunan, akan tetapi penurunan
tersebut tidak dialami oleh seluruh daerah di Indonesia. Penurunan tingkat kemiskinan hanya
terjadi di 28 provinsi saja. Sementara enam provinsi lainnya mengalami kenaikan tingkat
kemiskinan. Salah satunya adalah Provinsi Maluku Utara yang mengalami kenaikan sebesar 0,15
persen menjadi 6,77 persen pada bulan maret 2019. Angka tersebut memang masih lebih rendah
dari rata-rata nasional akan tetapi kenaikan yang terjadi adalah persentase yang paling tinggi dari
6 daerah lainnya.

Fenomena kemiskinan di Indonesia menarik untuk dikaji sebab dikatakan sebuah


paradoks karena kemiskinan yang tinggi terjadi di negara dengan sumber daya alam yang
melimpah. Provinsi Maluku sendiri merupakan penghasil ikan terbesar di Indonesia, wilayahnya
tersebar di tiga wilayah besar dalam Wilayah Pengelolah Perikanan (WPP) antara lain;WPP 715
meliputi laut Seram Bagian Timur (SBT) ,WPP 714 laut Banda, dan laut Arafuru dengan WPP
718. Total hasil laut dari tiga WPP ini mencapai 3,05 juta ton pertahun. Keunggulannya di sektor
kelautan dan perikanan menjadikan daearah ini disebut sebagai lumbung ikan.

Potensi yang besar tersebut faktanya tidak dimanfaatkan secara optimal, pada tahun 2016
tercatat kurang dari 18,5 persen masyarakat Maluku yang memanfaatkan potensi di sektor
perikanan. Hal tersebut menjadi alasan mengapa wilayah yang memiliki kontribusi hasil laut
besar tetapi kondisi masyarakatnya kontradiktif dengan kekayaan sumber daya alam yang
dimilikinya. Masih banyak nelayan di wilayah ini yang masuk dalam kategori pra sejahtera
akibat kurangnya prasarana yang dibangun oleh pemerintah.

Indonesia dianugerahi sumber daya alam baik terbarukan maupun tidak terbarukan yang
realtif potensial. Jika sumber daya alam ini dimanfaatkan dengan benar dan bijak, tidak
diragukan ekonomi Indonesia akan maju dan dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
selama setengah abad lebih kemerdekaan Indonesia, kita telah menjalankan misguided policy
terhadap sumber daya alam kita. Akibatnya, bukan hanya ekonomi kita relatif tertinggal
dibanding dengan negara-negara Asia lainnya, namun juga kerusakan sumber daya alam dan
lingkungan telah membawa bencana yang merugikan triliunan rupiah bagi ekonomi Indonesia.
misalnya untuk sektor perikanan ini adalah overfishing oleh nelayan kita maupun Illegal Fishing
oleh kapal-kapal asing yang masuk keperairan Indonesia untuk menangkap ikan secara ilegal.
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsepsi Kemiskinan


Menurut ADB (dalam Heri 2012) Arti kemiskinan manusia secara umum adalah “
kurangnya kemampuan esensial manusia terutama dalam hal “ ke-melak-huruf-an
(kemampuan membaca; literacy) serta tingkat kesehatan dan gizi”. Selain itu diartikan
pula sebagai kurangnya pendapatan sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan
konsumsi minimum. Defenisi atau pengertian kemiskinan perlu pula dibedakan antara
kemiskinan absolut (absolute poverty) dan kemiskinan relatif (relatif poverty).
Kemiskinan absolut diidikasikan dengan suatu tingkat kemiskinan yang di bawah itu
kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat dipenuhi. Sedangkan kemiskinan
relatif adalah suatu tingkat kemiskinan dalam hubungannya dengan suatu rasio garis
kemiskinan absolut atau proporsi distribusi pendapatan (kesejahteraan) yang timpang
(tidak merata).1

2.2 Sumber Daya Alam


M. Suparmoko (2014) mendefiniskan sumber daya alam sebagai segala sesuatu
yang berada di bawah maupun di atas bumi termasuk tanah itu sendiri. Artinya adalah
sesuatu yang masih terdapat di dalam maupun di luar bumi yang sifatnya masih potensial
dan belum dilibatkan dalam proses produksi untuk meningkatkan tersedianya barang dan
jasa dalam perekonomian. Sedangkan yang dimaksud dengan barang sumber daya adalah
sumber daya alam yang sudah diambil dari dalam atau dan atas bumi dan siap digunakan
serta dikombinasikan dengan faktor-faktor produksi lain sehingga dapat dihasilkan luaran
baru yang berupa barang dan jasa bagi konsumen maupun produsen. Oleh karena itu, bila
kita membicarakan mengenai fungsi produksi, yang kita maksud dengan sumber daya
alam adalah barang sumber daya itu. Jumlah dan kualitas barang sumber daya yang
dipakai dalam proses produksi dapat meningkatkan produksi barang dan jasa bila
dikombinasikan dengan faktor produksi lain.2

2.3 Keterkaitan SDA dan Kemiskinan


Ahmad Fauzi (2008) menyebutkan ada beberapa teori yang selama ini dianaut
dalam menjelaskan keterkaitan antara kelimpahan sumber daya alam dengan rendahnya
pertumbuhan ekonomi di negara berkembang, yakni teori Dutch Desease dan Resource
Course, Teori Frontier Expansion Hypothesis (FEH), dan Teori Nonconvexity dari
sumber daya alam. Teori Dutch Desease dan Resource Course didasarkan pada sintesis
bahwa peningkatan penerimaan dari sumber daya alam (mineral) akan menyebabkan
terjadinya “deindustrialisasi” (deagriculturisasi) dengan meningkatnya nilai tukar
sehingga industry manufaktur (atau pertanian) menjadi tidak kompetitif. Sintesis ini
kemudian diperkuat oleh tulisan Richard Auty pada tahun 1993 tentang Sustaining
1
Wahyudi, H. (2012). Pariwisata, Pengentasan Kemiskinan dan MDGs Jakarta :. Universitas Terbuka
2
Suparmoko, M. (2014). Ekonomi Sumber daya Alam dan lingkungan. Jakarta : Universitas Terbuka
Development in mineral Economic: The Resource Curse Thesis. Tesis Resource Curse
(kutukan sumber daya alam) mencoba menjelaskan fenomena mengapa negara dengan
kekayaan sumber daya alam yang melimpah tidak mempu memanfaatkan kekayaan
terseut unuk meningkatkan kemakmuran ekonominya sehingga mengalami pertumbuhan
ekonomi ekonomi yang lebih rendah daripada negera-negara dengan sumber daya alam
yang sedikit. Tesis ini kemudia semakin menguat setelah keluarnya studi oleh ekonom
terkemuka Jeffrey Sachs dan Andrew Warner pada tahun 1995 yang menunjukkan
adanya korelasi negative antara kelimpahan sumber daya alam dengan pertumbuhan
ekonomi. Hipotesis ini memang sepintas sulit dimungkiri karena data negara-negara
penghasil minyak (OPEC) pada periode 1965-1998 misalnya menunjukkan bahwa
pertumbuhan ekonomi per kapita mereka turun rata-rata 1,3%, sementara negara-negara
berkembang non-OPEC menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif rata-rata 2,2%.
Teori lain adalah FEH dan Nonconvexity sering luput dari perhatian, padahal di
sinilah sering yang menjadi masalah di negara berkembang. Teori FEH berbasis pada dua
Stylized Fact yang terjadi pada negara berkembang dengan kebergantungan yang tinggi
pada sumber daya alam yakni perambahan lahan-lahan yang sebelumnya tak terjamah
(Frontier Land), serta konsentrasi penduduk miskin pada daerah—daerah yang rawan
(Fragiel). Pada kebanyakan negara berkembang, ekspansi lahan-lahan Frontier dilakukan
untuk menyerap tenaga kerja miskin di perdesaan. Di sisi lain, kegagalan kebijakan dan
kegagalan pasar dalam sektor sumber daya alam seperti perilaku pemburu rente, korupsi,
atau eksploitasi dengan akses terbuka (open access) memicu migrasi kaum miskin ke
lahan-lahan Frontier dan memicu konversi lahan. Konsekuensi dari semua ini adalah
terjadinya ketidakcukupan reinvestasi pada sektor produktif di bidang sumber daya alam
dan berujung pada pertumbuhan yang tidak berkelanjutan.
Keberadaan nonconvexity berimplikasi penting dalam konteks ekonomi sumber
daya alam dan lingkungan. Nonconvexity dapat timbul karena beberapa hal antara lain
sebagai berikut.
1) Increasing returns pada faktor produksi
2) Increasing returns to scale (IRS)
3) Efek sinergis pada sumber daya alam (efek umpan balik)
4) Efek ambang batas threshold

Eksistensi nonconvexity juga berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat melalui


mekanisme alam (nature pathway). Ketika perikanan telah mengalami overfishing dan
sumber daya alam lainnya rusak karena dipicu oleh kebijakan yang keliru maka
penduduk maka penduduk yang tinggal di pedesaan yang sering menderita. Berbeda
dengan masyarakat kaya, penduduk pedesaan tidak memiliki alternative sumber
penghasilan lainnya. Masyarakat miskin ini mebgalami nonconvexity yang tidak dimiliki
oleh masyarakat kaya karena threshold kritis sumber daya alam mereka sudah tersentuh.
Nonconvexity merupakan cerminan ketidakberdayaan mereka untuk mencari pengganti
dari sumber daya alam yang telah terkuras.3

2.4 Sektor Perikanan

Menurut Daryanto (2007), sumber daya pada sektor perikanan merupakan salah
satu sumber daya yang penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi
dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Hal ini didasari
pada kenyataan bahwa pertama, Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar
baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Kedua, Industri di sektor perikanan
memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. Ketiga, Industri perikanan berbasis
sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah national resources based industries, dan
keempat Indonesia memiliki keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor
perikanan sebagimana dicerminkan dari potensi sumber daya yang ada.4

Sumber daya perikanan dibedakan menjadi perikanan budidaya dan perikanan


tangkap. Perikanan budidaya adalah proses pembibitan pengembangbiakan ikan baik di
daratan maupun kawasan pessisr. Sedangkan Perikanan tangkap (Monintja, 2001) adalah
kegiatan ekonomi yang mencakup penangkapan/ pengumpulan hewan dan tanaman air
yang hidup di laut/perairan umum secara bebas. Perikanan tangkap merupakan suatu
sistem yang terdiri dari beberapa elemen atau subsistem yang saling berkaitan dan
mempengaruhi satu dengan lainnya : (1) Sarana Produksi, (2) Usaha Penangkapan, (3)
Prasarana (Pelabuhan), (4) Unit Pengolahan, (5) Unit Pemasaran dan (6) Unit
Pembinaan.5

3
Akhmad Fauzi. 2008. Membangun Kembali Ekonomi Indonesia berbasis Sumber Daya Alam dan Lingkungan :
Analisis nonconvexity. Bogor : IPB Press
4
Daryanto, Arief. 2007. Dari Klaster Menuju Peningkatan Daya Saing Industri Perikanan. Buletin Craby & Starky,
Edisi Januari 2007.
5
Monintja, D., & Yusfiandayani, R. O. Z. A. (2001). Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dalam Bidang Perikanan
Tangkap. Bogor, 29 Oktober-3 November 2001, 56.
PEMBAHASAN

3.1 Profil wilayah


Maluku merupakan wilayah kepulauan dengan luas wilayah sebesar 581.376
km2, yang terdiri dari 90% lautan dengan luas 527.191 km2 dan 10% daratan dengan
luas 54.185 km2. Provinsi Maluku merupakan salah satu provinsi di Indonesia
dengan potensi sumber daya laut yang begitu baik, Sehingga dengan berbagai
keanekaragaman sumber daya hayati yang di miliki. Sektor kelautan dan perikanan di
Maluku sangatlah berperan penting dalam memberikan kontribusi bagi pendapatan asli
daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada daerah tersebut.
Berdasarkan data BPS & BAPPEDA Provinsi Maluku 2016 pada periode 2000-
2015, jika dilihat peningkatan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Maluku selama 15 tahun
terakhir terus meningkat sebesar Rp.52.089.847.000–Rp.425.256.463.895. Sementara di
sisi lain juga sektor perikanan tangkap juga meningkat dengan nilai produksi setiap
tahunya yaitu sebesar 361.112 -538.121 ton, diikuti dengan transpotasi laut yang terdiri
dari jumlah perahu dan kapal motor sebesar 36.629-53.543 buah, dan sektor perdagangan
dengan jumlah sebesar Rp 278.336.000–Rp.2.113.760.000. Dari data tersebut dapat di
katakan bahwa pendapatan asli daerah meningkat seiring dengan meningkatnya sektor
perikanan tangkap, transportasi laut dan sektor perdagangan, yang mana hal ini
membuktikan bahwa secara strategis sektor kelautan dan perikanan memiliki peran yang
sangat penting. Meskipun dengan keterbatasan secara sarana dan prasarana yang belum
maksimal dalam mengelola.

3.2 Penyebab Kemiskinan


Pada masa pemerintahan era Orde Baru, pernah pemimpin daerah malu-malu
bahkan menyembunyikan data kemiskinan di wilayahnya, sebab kata kemiskinan menjadi
buah bibir ketika diangkat menjadi isu nasional. Namun setelah dicanangkanya bantuan
bagi rakyat miskin oleh presiden, para pemimpin daerah berlomba-lomba
mengungkapkan data penduduk miskin di daerahnya. Di akhir masa pemerintahan orde
baru tingkat kemiskinan disinyalir makin bertambah, tidak terkecuali sektor perikanan.
Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku Utara mencatat, peningkatan angka
kemiskinan di daerah ini terjadi karena perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK)
sebesar 1,25 persen, atau 135,01 menjadi 136,70 persen pada Desember 2018. Kemudian
terjadi peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP), khususnya pada subsektor peternakan dan
perikanan selama periode Maret - September 2018. Untuk subsektor peternakan, pada
September 2018 meningkat 1,20 poin menjadi 110,84. Angka ini meningkat jika
dibandingkan pada Maret 2018, yakni 109,64. Sementara, NTP subsektor perikanan pada
Maret 2018 meningkat sebesar 1,18 poin dari 106,74. Namun memasuki periode
September 2018, menjadi 107,92. Penyebab lainnya adalah rata-rata pengeluaran per
kapita untuk wilayah pedesaan mengalami peningkatan. 
 
3.3 Solusi Pengentasan Kemiskinan
Walaupun pendapatan daerah dari sektor perikanan mengalami peningkatan,
namun sektor pertanian Maluku tercatat yang mendompleng turunnya angak kemiskinan
di Maluku, untuk itu sektor ini perlu dioptimalkan dan mengurangi ketergantungan
dengan daerah lain.
Selain perikanan tangkap, sektor ini juga dapat dikembangkan dengan perikanan
Budidaya karena merupakan jenis sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable
resources), yakni melalui budidaya seperti keramba, tambak, dan kolam. Ada beberapa
strategi alternatif dalam pengembangan sektor perikanan. Rais (2017) menyebutkan
pengembangan sektor perikanan antara lain dapat dilakukan dengan : 1) penigkatan
alokasi dana; 2) penanaman modal oleh swasta; 3) pakan ikan mandiri; 4) optimalisasi
pabrik tepung ikan; 5) fasilitasi pemasaran; 6) mempermudah peminjaman modal bagi
ukm; 7) pembangunan berbasis budaya; 8) pemantauan dan pengendalian harga pangan;
dan 9) penyuluhan perikanan.6
Budidaya juga tidak sebatas pada jenis ikan, melainkan juga pada jenis lainnya
seperti crustacea (udang tawar maupun laut), Mollusca (kerang maupun tiram), dan
spesies lainnya seperti rumput laut. Hal inilah yang dimaksud dengan akuakultur atau
budidaya perairan.

6
Muhammad Rais. 2017. Sustainable Development Strategy in East Kotawaringin Based Fisheries Sector. Semarang
: Jurnal Ilmu Sosial
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarakan hasil pembahasan sebelumnya menunjukkan meskipun terjadi


peningkatan pendapatan daerah dari sektor perikanan tetapi angka kemiskinan di daerah
Maluku tetap meningkat. Hal tersebut disebabkan oleh naiknyaa rata-rata pengeluaran per
kapita akibat perubahan Indeks Harga Konsumen. Oleh karenanya sektor perikanan harus
dimanfaatkan secara maksimal. Perlu pengembangan pada sektor ini bukan hanya pada
perikanan tangkap tetapi perikanan budidaya yang lebih cocok bagi masyarakat dengan
modal yang rendah.

Saran

Terhambatnya pengembangan sektor perikanan disebabkan karena minimnya


pembangunan infrastruktur di daerah Maluku. Oleh karena optimalisasi pembangunan
infrastruktur akan memudahkan distribusi hasil sektor perikanan dan meningkatkan
pendapatan daerah. Selain itu pemerintah tetap perlu mewaspadai upaya penangkan ikan
oleh kapal-kapal asing (illegal fishing) yang dapat merugikan negara terutama nelayan
lokal. Penyuluhan perikanan juga perlu dilakukan agar masyarakat nelayan dapat
menggunakan teknologi modern untuk meningkatkan asil tangkapannya.
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Fauzi. 2008. Membangun Kembali Ekonomi Indonesia berbasis Sumber Daya Alam
dan Lingkungan : Analisis nonconvexity. Bogor : IPB Press
Daryanto, Arief. 2007. Dari Klaster Menuju Peningkatan Daya Saing Industri Perikanan. Buletin
Craby & Starky, Edisi Januari 2007.
Monintja, D., & Yusfiandayani, R. O. Z. A. (2001). Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dalam
Bidang Perikanan Tangkap. Bogor, 29 Oktober-3 November 2001, 56

Rais, Muhammad. 2017. Sustainable Development Strategy in East Kotawaringin Based


Fisheries Sector. Semarang : Jurnal Ilmu Sosial.

Suparmoko, M. (2014). Ekonomi Sumber daya Alam dan lingkungan. Jakarta : Universitas
Terbuka

Wahyudi, H. (2012). Pariwisata, Pengentasan Kemiskinan dan MDGs Jakarta :. Universitas


Terbuka

Anda mungkin juga menyukai