Anda di halaman 1dari 1

[Sebuah Narasi]

Matinya Nurani Wakil Rakyat, kutuk rakyat jadi batu.

Taukah kalian? Ada sebuah kisah di parlemen edan. Mereka lebih hebat daripada
Bandung Bondowoso. Dalam semalam, maaf dalam beberapa jam saja berhasil
membangun candi kesengsaraan. Menebarkan virus yang lebih kejam daripada Covid-19,
virus penderitaan rakyat. Sudah tak becus urus virus, begitu ganas dan culas di omnibus.
Bahkan kompeni kalah keji, ketahuilah ini batu bertaji dari kepala-kepala penghianat, ini
lidah-lidah bergaram dari sejarah kelam yang tak pernah padam. Kebijakan telah
menjelma menjadi kepentingan, diam-diamnya memangsa sambil melayang. Sadarkah,
ditengah pesta itu undang-undang telah bersalin rupa menjadi uang-uang. Ayat-ayat
berdiri bagai mayat-mayat. Pasal-pasal digubah menjadi lagu kutukan. Mimpi buruk bagi
negeri ini. Rakyat tengah berduka, pertiwi sekarat. Omnibus Law Cilaka merupakan salah
satu bukti ketegasan Negara untuk mengesampingkan rakyat dalam “kesatuan” sebagai
relasi. Pemerintah dan wakil rakyat yang terhormat, kami telah menolak, rakyat sebagai
pemilik demokrasi telah menolak. Apakah wakil rakyat sedang tuli, buta atau bagaimana?
Rupanya sudah mati nuraninya kawan-kawan. RUU Cipta Kerja dengan resmi telah
disahkan menjadi UU Cipta Kerja. Kini dampaknya pun tengah kita rasakan, keterasingan
kita sebagai warga Negara. Inikah penghianat sesungguhnya? Begitu tega mencederai
makna cinta melalui peranti omnibus law.
Omnibus Law Cipta Kerja ialah sekumpulan undang-undang yang dijadikan satu
menumpuk dan menyesak. Berbagai perkara dipulung menjadi sebuah paket lengkap
derita dan bencana. Undang-undang ini bermaksud untuk menyederhanakan dan
mengharmonisasi, antara regulasi dan perizinan demi percepatan investasi dengan
mengesampingkan berbagai dampaknya. Alih-alih ingin membuka lapangan kerja yang
adil seluas dan sebanyak mungkin, negara dalam labirin akalnya ingin menjerumuskan
kita (para pekerja maupun calon pekerja) ke sebuah sistem fleksibilitas: ketidakpastian
upah, cuti, pesangon, honor, jaminan kesehatan, perlindungan hukum dan hak-hak
lainnya. Begitu menggaungkan kalimat “untuk rakyat”. Untuk rakyat yang mana? Yang
berdasikah? Begitu menggaungkan demokrasi, faktanya membungkam demokrasi.
Rekannya saja tidak didengar, bagaimana rakyat? Ada apa dengan negeri ini, hanya
membela para elit. Tak pernahkah terlintas barang sejenak saja, Amanahmu. Rakyat
memilih anda karena percaya bahwa anda akan menjalankan amanah sebaik-baiknya
sebagai wakil rakyat. Lantas apakah makna dari sumpah yang anda ucapkan atas nama
tuhan?

Tetap lawan kawan-kawan, Perjuangan memang tidak mudah. Yakinlah kita bisa
rebut kembali kedaulatan. Jangan biarkan kutukan ini menjadi mimpi buruk yang tak
pernah padam. Kesejahteraan milik kita. Selamatkan bumi pertiwi tercinta. Jegal sampai
batal!

Hidup Mahasiswa
Hidup Rakyat Indonesia
Hidup Perempuan Indonesia
Hidup Buruh Indonesia

Anda mungkin juga menyukai