Anda di halaman 1dari 4

Mosi 5 Pemerintah seharusnya Membatasi Impor Bahan Pokok

Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam
perekonomian Indonesia. Potensi sumberdaya yang besar dan beragam yang dimiliki sektor
pertanian mampu menjadi salah satu penggerak sistem perekonomian nasional hal tersebut
terlihat dari kontribusi nyata dari sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), berdasarkan harga yang berlaku pada periode
2009-2012, rata-rata pertumbuhan PDB tanaman pangan meningkat dari tahun 2009-2012
(11.14%) atau dari Rp419,194.80 miliar menjadi Rp574,916.30 miliar. Selain karena beras
sebagai bahan pokok kebutuhan pangan penduduk Indonesia, peningkatan konsumsi beras
juga diakibatkan oleh adanya peningkatan jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya,
dimana peningkatan rata–rata jumlah penduduk adalah 220,135 ribu jiwa pertahun (FAO
STAT, 2013). Rata – rata pertumbuhan konsumsi total periode 1995–2010 telah mengalami
peningkatan 0.74%. Laju peningkatan produksi beras Indonesia per tahun selama kurun
waktu 15 tahun rata – rata sekitar 1.57%. Meskipun produksi mengalami peningkatan, namun
demikian, sampai pada tahun 2010 produksi beras domestik hanya mampu memenuhi sekitar
98.57% konsumsi beras di Indonesia yang mencapai 36.00 juta ton (USDA, 2013).
Sumber pemenuhan beras melalui impor menjadi salah satu solusi atas defisit produksi
beras yang terjadi di Indonesia. Trend jumlah impor beras dari tahun 2006-2010 mengalami
penurunan. Data terakhir tahun 2010, jumlah impor mengalami penurunan mencapai 17.39%
(0.2 juta ton) dari tahun 2009 ke 2010. Kondisi ini telah mendorong pemerintah untuk
mengeluarkan serangkaian kebijakan guna mengurangi ketergantungan impor beras dari
negara pengekspor beras di dunia dengan menerapkan kebijakan tarif impor beras
[FAO. 2012. Fluktuatif Komoditi Impor di Indonesia. http://faostat.fao.org/, Diakses Tanggal 18
Januari 2013; USDA. 2014. World Agricultural Production.
http://www.usda.gov/wps/portal/usda/usdahome, Diakses 24 Januari 2014.]

Bahan Pokok:
 Sembako: Beras; Gula pasir; Minyak goreng dan mentega; Daging sapi dan ayam;
Telur ayam; Susu; Jagung; Minyak tanah.
 Produk yang dibatasi: Beras, gula, garam, produk hortikultura, hewan dan produk
hewan, hingga produk kemasan kedap udara.

PRO KONTRA
Melindungi Produsen dalam negeri Kebutuhan masyarakat yang tinggi
Pemerintah melakukan pengaturan dan
pembatasan impor beras dan pangan
lainnya. Kebijakan impor ini bertujuan untuk
stabilisasi harga pangan, melindungi petani
agar menerima harga layak dan sekaligus
melindungi konsumen agar dapat membeli
pangan dengan harga terjangkau. Inilah
esensi kebijakan stabilisasi harga yang
diterapkan pemerintah dan pengaturan /
pembatasan impor sebagai salah satu
instrumen yang dipakai. Khusus untuk
beras, kebijakan stabilisasi harga tidak
hanya dengan pengaturan impor tetapi juga
dengan penerapan HPP (Harga Pembelian
Pemerintah), pengelolaan cadangan beras
pemerintah, cadangan beras untuk raskin
dan operasi pasar. Sementara untuk pangan
lain pemerintah lebih mengandalkan
kebijakan pengaturan dan pembatasan
impor.
Kontrol Dominasi Produk: Distribusi, Stabilisasi harga pasar dengan pajak
Stabilisasi Harga, self-interest masyarakat Penyeimbangan dengan konsumen

Multidimensi di masyarakat Menjaga mitra dagang

Data Pendukung

 Peringkat Ketahanan Pangan

 Negara yang ketergantungan impornya relatif tinggi, seperti Singapore dan Malaysia,
ternyata bisa mempunyai indeks ketahanan pangan yang lebih tinggi, artinya
mempunyai ketahanan pangan nasional yang lebih tinggi. Situasi ini menyiratkan
bahwa ketahanan pangan yang lebih tinggi dapat dicapai jika pangan mudah didapat
dan terjangkau oleh masyarakat, tidak harus diproduksi sendiri di dalam negeri. Yang
penting pemerintah, lewat kebijakan dan program-programnya, dapat menjamin
pangan selalu tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau oleh konsumen
secara luas, bisa berasal dari produksi dalam negeri maupun impor. [Erwidodo, 2015,
Kebijakan Impor, Cadangan Pangan, Stabilisasi Harga Dan Ketahanan Pangan
Nasional Berkemandirian, Artikel Memperkuat Swasemba Pangan]
 Namun demikian, situasi yang dihadapi oleh ketiga negara ASEAN tersebut tidak
dapat dan tidak perlu sepenuhnya dijadikan acuan Indonesia. Namun demikian, situasi
yang dihadapi oleh ketiga negara ASEAN tersebut tidak dapat dan tidak perlu
sepenuhnya dijadikan acuan Indonesia. Menggantungkan kebutuhan pangan dari
impor bukanlah keputusan yang tepat bagi negara berpenduduk lebih dari 250 juta
jiwa seperti Indonesia (Erwidodo, 2015). Permintaan pangan dalam jumlah besar dari
Indonesia akan memicu lonjakan harga pangan di pasar dunia. Hal ini akan sangat
membebani Indonesia manakala impor pangan terpaksa harus dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri, sebagaimana terjadi pada tahun 1974
dan 2007-2008. Oleh karena itu, tekad dan upaya pemerintah untuk meningkatkan
kapasitas produksi pangan nasional merupakan keputusan tepat yang perlu didukung.
Permintaan pangan dalam jumlah besar dari Indonesia akan memicu lonjakan harga
pangan di pasar dunia. Hal ini akan sangat membebani Indonesia manakala impor
pangan terpaksa harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri,
sebagaimana terjadi pada tahun 1974 dan 2007-2008. Oleh karena itu, tekad dan
upaya pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi pangan nasional
merupakan keputusan tepat yang perlu didukung.
 Harga pangan, khususnya beras, memberi kontribusi cukup besar terhadap laju inflasi.
Kenaikan harga beras pada Nov-Des 2014 dan januari 2015 telah memberikan
sumbangan terhadap inflasi masing-masing sebesar 0,06, 0,17 dan 0,7, jauh lebih
besar dibandingkan sumbangan untuk bulan-bulan sebelumnya (Mei-Oktober) yang
berkisar antara 0,01-0,03. Sumbangan inflasi yang nyata dari harga beras terjadi pada
musim paceklik, yakni Desember dan Januari, dimana harga eceran beras biasanya
melonjak. Pada periode ini, terjadi kelangkaan pasokan beras karena musim panen
raya belum tiba sementara permintaan beras meningkat menjelang hari raya Natal dan
tahun baru. Keberadaan cadangan yang cukup, baik cadangan swasta dan CBP,
menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya lonjakan harga beras dan laju
inflasi. (BPS, 2015)
 Tujuan nasional untuk mencapai kemandirian dan ketahanan pangan yang
berkemandirian merupakan ‘legitimate objective’ yang perlu didukung oleh segenap
komponen bangsa. Tujuan ini tidak mungkin dapat dicapai secara instan hanya
dengan kebijakan membatasi atau melarang impor. Ketahanan pangan yang
berkemandirian hanya dapat dicapai melalui kebijakan dan program nasional
peningkatan produktivitas, efisiensi dan daya saing produk pangan (Erwidodo, 2015).
 Impor perlu tetap menjadi alternatif manakala terjadi situasi kelangkaan pasokan di
dalam negeri, misalnya akibat kegagalan panen. Untuk tujuan stabilisasi harga,
pemerintah perlu untuk mengatur atau membatasi impor, namun tidak untuk melarang.
Dalam kondisi target pengadaan beras di dalam negeri tidak tercapai, maka Impor
beras sangat diperlukan untuk mengembalikan stok/cadangan beras pemerintah ke
tingkat normal. Keberadaan (Cadangan beras pemerintah) CBP dalam jumlah yang
cukup sangat diperlukan untuk mencegah melonjaknya harga pada saat musim
paceklik. Menjaga ketersediaan pangan, menjamin harga pangan terjangkau
masyarakat luas, dan menjamin kualitas dan keamanan pangan adalah beberapa
tugas utama pemerintah dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional yang
berkemandirian (Erwidodo, 2015).
 Peningkatan tarif impor beras mengakibatkan rata-rata surplus produsen meningkat
sebesar 17.32%. Pembatasan impor beras oleh pemerintah dengan cara peningkatan
tarif impor beras mampu meningkatkan harga beras impor. Hal ini menyebabkan
permintaan impor beras menurun dan konsumen beralih untuk mengkonsumsi beras
domestik yang harganya relatif lebih murah. Banyaknya permintaan konsumsi beras
ini mendorong produsen untuk meningkatkan produksi beras. Hal ini berarti bahwa
keputusan pemerintah untuk meningkatkan tarif impor beras mampu meningkatkan
surplus produsen yang nantinya memberikan insentif bagi petani. [Habitat Volume
XXV, No. 2, Bulan Agustus 2014 ISSN: 0853-5167 Dampak Kebijakan Tarif Impor
Beras Terhadap Kinerja Ekonomi Beras Di Indonesia, Wiwit Widyawati¹ ), Syafrial² ),
dan Moch. Muslich Mustadjab²)]
 Ketahanan pangan harus mencakup faktor ketersediaan, distribusi, dan konsumsi.
Faktor ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi
kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan
keamanannya. Distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan
efisien untuk menjamin agar masyarakat dapat memperoleh pangan dalam jumlah,
kualitas dan keberlanjutan yang cukup dengan harga yang terjangkau. Sedangkan
Faktor konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara
nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan
kehalalannya. Situasi ketahanan pangan di negara kita masih lemah. Hal ini
ditunjukkan antara lain oleh: (a) jumlah penduduk rawan pangan (tingkat konsumsi <
90% dari rekomendasi 2.000 kkal/kap/hari) dan sangat rawan pangan (tingkat
konsumsi
 Berdasarkan uraian dan hasil studi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk
menjamin keberlanjutan ketahanan pangan melalui peningkatan ketersediaan pangan
nasional, terutama beras sekaligus peningkatan kesejahteraan petani diperlukan
kebijakan jangka panjang dan jangka pendek. Untuk jangka pendek masih diperlukan
kebijakan perlindungan petani dengan pembatasan impor produk pertanian namun
hendaknya didukung pula dengan kebijakan yang mendorong peningkatan produksi
domestik melalui upaya peningkatan produktivitas produk pertanian nasional. Selain
itu pula untuk daerah penghasil pertanian lainnya perlu dilakukan peningkatan
produktivitas dan luas panen, baik dengan perluasan lahan maupun peningkatan
intensitas tanam per tahun dengan jaminan ketersediaan irigasi dan input pertanian.
Untuk jangka panjang kebijakan pembatasan impor tersebut dapat dikurangi secara
bertahap namun kebijakan peningkatan produksi domestik masih diperlukan yang
disertai pula dengan peningkatan Ketahanan Pangan Domestik/Lokal.
Pengembangan teknologi pertanian juga di harapkan mampu meningkatkan dan
mengefisienkan sektor pertanian. Diversifikasi Produksi Pangan dengan cara
penganeka-ragaman konsumsi atau pangan dapat mengurangi tekanan pada
ketersediaan satu macam produk pangan, terutama beras. Konsekuensinya,
keanekaragaman ketersediaan bahan pangan perlu ditingkatkan pula dengan
didukung agroindustri pengolahan pangan non-beras yang berbasis produk dalam
negeri agar dapat tersedia dan mudah diperoleh dimana saja dan di tunjang dengan
pola konsumsi masyarakat,

Anda mungkin juga menyukai