Salah satu masalah kurangnya kemampuan petani Indonesia dalam menghasilkan beras
dan bahan makanan lainnya untuk memenuhi kebutuhan penduduk ialah kurangnya lahan
bagi pertanian rakyat produsen bahan makanan, rendahnya produktivitas tenaga kerja,
sempitnya luas usaha tani, keterbatasan modal dan tekhnologi, tingginya persentase penduduk
yang hidup dari pertanian.
Kebijakan pertanian khususnya penanganan produksi beras oleh pemerintah di
Indonesia, turut menentukan identitas Indonesia. Pemerintah bertujuan untuk mencapai
swasembada produksi makanan pokok pilihan. Makanan pokok tersebut antara lain, beras,
jagung kedelai, gula, dan daging sapi. Pemerintah ingin menjamin harga pangan terjangkau
oleh konsumen dan terdistribusi secara merata ke seluruh wilayah Indonesia.
Kebijakan berupa penerapan harga pembelian minimum untuk beras, pengalokasian
anggaran substansial untuk input, dan kompensasi untuk penyediaan jasa bidang pertanian
umumnya, dan secara khusus untuk irigasi, penelitian dan pengembangan, pemasaran dan
promosi. Berbagai subsidi input untuk pupuk, benih dan kredit dipakai untuk mendukung
para produsen pertanian. Pada gilirannya, RASKIN, suatu program dengan target "beras
untuk kaum miskin" didasarkan pada distribusi beras dengan harga murah untuk menunjang
konsumen miskin, termasuk penduduk daerah pedesaan yang memberi pemerintah
fleksibilitas untuk memperbolehkan kenaikan yang konsisten untuk para produsen beras,
yang lalu dibebankan pada pengeluaran anggaran untuk pembiayaannya. BULOG (Badan
Logistik Nasional Indonesia), suatu badan publik, wajib membeli beras dengan harga
minimum yang dijamin oleh pemerintah, untuk menstabilkan harga beras domestik melalui
operasi pasar, untuk mengelola cadangan beras pemerintah, dan untuk mendistribusikan beras
kepada konsumen melalui RASKIN (OECD 2012).
Untuk meningkatkan efektifitas kebijakan harga pembelian minimum untuk beras,
maka perlu disertai kebijakan pembatasan impor. Kebijakan impor beras bertujuan untuk
mencegah beras murah masuk ke Indonesia. Hal yang sangat fatal akan terjadi apabila impor
beras tidak dibatasi, terutama ketiga harga beras dunia anjlok. Dengan menggunakan cara ini,
banjir beras impor beras dapat ditangani sehingga harga beras domestik tidak turun dan
petani memperoleh keuntungan yang memadai.
Selanjutnya, tarif spesifik. Pada model spesifik, bea masuk dikenakan dengan
menentukan besaran bea masuk setiap satuan barang yang diimpor. Pada beras dikenakan bea
masuk sebesar Rp. 550,- per kilogram. Maka untuk mengetahui berapa bea masuk yang harus
dibayar, cukup mengalikan besarnya tarif per satuan barang dengan jumlah satuan barang.
Secara konsepsional, alasan utama suatu barang dikenakan tarif spesifik adalah untuk
memudahkan penghitungan pungutan pabeannya, dengan pertimbangan harga barang yang
dikenakan tarif spesifik ini tidak akan berubah signifikan dalam waktu yang relatif lama.
(Pusdiklat BC, oleh Mohamad Jafar (Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai)).
Adanya kebijakan impor beras tersebut, maka untuk melindungi produsen dalam
negeri (petani), memaksa pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan tarif impor beras. Tarif
impor beras yang ditetapkan berdaskan Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.011/2007
yaitu sebesar Rp 450 per kg.
Titik keseimbangan pada pasar domestik adalah P0 dan Q0. Pada kondisi sebelum
tarif ditetapkan, surplus konsumen sebesar P1HA dan surplus produsen adalah P1CB, dimana
P1 merupakan harga beras dunia. Sedangkan setelah diberlakukannya tarif impor sebesar t,
maka surplus konsumen berkurang menjadi P2FA sedangkan surplus produsen meningkat
menjadi P2DB. Pemerintah melakukan impor sebesar Q3-Q2 untuk mencukupi kebutuhan
dalam negeri sebesar Q4. Besarnya tarif impor adalah P1-P2, sehingga memberikan
penerimaan pemerintah sebesar DEFG. Namun perekonomian secara keseluruhan mengalami
kehilangan sosial (dead weight loss) sebesar CDE dan FGH.
Penurunan tarif impor pada beras mnjadi 0% akan menyebabkan membanjirnya beras
impor di Indonesia sehingga harga beras domestik pun akan turun. Hal ini akan
mempengaruhi keputusan petani apakah tetap menanam beras pada musim selajutnya atau
tidak. Menurut Bambang Sayaka (2007). Penurunan tarif impor dari 30 menjadi 0% akan
mengakibatkan peurunan harga beras domestik sehingga akan mengurangi produksi beras
domestik (-2,1%) dan kenaikan jumlah beras domestik (+1,8%). Akibat lainnya, petani akan
mengubah komoditas pertaniannya menjadi kedelai sehingga produksi kedelai meningkat 6%.
Jika harga beras murah maka konsumsi gandum akan menurun 2,8%.
Jika tarif impor dinaikkan menjadi 50% maka impor beras tidak akan ada lagi. Hal ini
akan mengakibatkan harga beras menjadi mahal sehingga petani lebih tertarik menanam
beras dibandingkan kedelai. Akibatnya produksi kedelai akan turun -2,9% dan konsumsi
gandum akan meningkat 1,6%.
Pengenaan tarif impor beras dilakukan melalui penerbitan peraturan Menteri
Keuangan. Berdasarkan sejarahnya tari impor beras bias bervariasi tergantung kondisi saat
itu, bisa 0 rupiah/kg, 430 rupiah/kg, 450 rupiah/kg maupun 550 rupiah/kg.
Pada saat krisis moneter 1997, tarif impor beras di Indonesia ditetapkan 0 rupiah.
Produksi beras nasional pada saat itu sangat kurang. Bahkan negara Vietnam membantu
Indonesia dalam bentuk hibah beras maupun pinjaman beras. Sejak tahun 1999. Setelah
kondisi Indonesia mulai stabil berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI no:
568/KMK.01/1999 tarif impor beras dinaikkan menjadi 430 rupiah/kg.
Per tanggal 7 Januari 2007 tarif impor beras dinaikkan menjadi 450 rupiah/kg
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan no. 180/PMK.011/2007. Dan sempat diturunkan
lagi menjadi 0 rupiah/kg berdasarkan Peraturan menteri Keuangan no. 241 tahun 2010.
Karena diprotes oleh masyarakat, per tanggal 1 April 2011 tarif impor beras dinaikkan lagi
menjadi 450 rupiah/kg berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan no. 65/PMK.011/2011
dengan pos tarif 1006.30.90.00.Semenjak itu, tidak ada perubahan tarif impor beras di
Indonesia. Di bawah ini adalah ranguman kebijakan tarif impor beras di Indonesia.
2.4 Tarif Impor di Negara besar dan Negara kecil
Kariyasa (2002) menjelaskan tarif akan berbeda dampaknya apabila dikenakan di
“negara besar” atau di “negara kecil”. Manfaat dan biaya atau dampak tarif di masing-masing
negara dikaji pada gambar 1. Tanpa tarif maka harga dunia sebesar Pw. Apabila negara
pengimpor (Domestik) merupakan negara yang dapat mempengaruhi harga dunia, maka
setelah ada tarif sebesar t maka akan mengakibatkan kenaikan harga domestik dari Pw ke Pt
serta menurunkan harga ekspor (Asing) dari Pw ke Pt. Produksi dalam negeri meningkat dari
S1dan S2, Sedangkan konsumsi dalam negeri turun dari D1 ke D2.
Dampak tarif untuk “negarakecil” dimana negara tidak dapat mempengaruhi harga
ekspor berakibat meningkatkan harga barang yang diimpor sebesar tarif, dari Pw kePw+t,
produksi meningkat dari S1dan S2 , sedangkan konsumsi turun dari D1 ke D2. Bedanya
dengan negara besar, kasus penerapan tarif di negara kecil kehilangan Bidang ,yaitu bidang
yang mencerminkan keuntungan nilai tukar perdagangan, dan ini jelas menunjukkan bahwa
tarif menurunkan kesejahteraan. Tarif merusak rangsangan bagi produsen maupun konsumen
dalam mengambil keputusan karena impor menjadi lebih mahal dari pada yang sebenarnya
terjadi jika tiada hambatan perdagangan.
Bea masuk menggunakan tarif spesifik dikenakan atas beberapa jenis barang impor
dengan tujuan untuk membatasi pemasukannya ke dalam daerah pabean. Salah satu jenis
barang impor yang dikenakan tarif spesifik adalah beras. Secara umum beras dikategorikan
menjadi dua, yaitu beras biasa (medium) dan beras kualitas tinggi (premium). Saat ini beras
dikenakan dengan satu jenis tarif bea masuk yang sama yaitu sebesar Rp. 450,- per kilogram.
Dampak dari pengenaan tarif atas beras premium yang relatif rendah menyebabkan
banyaknya beras premium yang masuk dengan harga yang murah sehingga beras lokal
terancam. Pengenaan tarif yang sama untuk seluruh jenis beras menimbulkan dampak
tertekannya produk beras dalam negeri kualitas medium karena beras impor premium dijual
seharga harga beras medium produk dalam negeri. Dengan demikian tujuan pengenaan bea
masuk untuk melindungi produk pertanian khususnya beras tidak tercapai.