Anda di halaman 1dari 18

DAMPAK KEBIJAKAN TARIF IMPOR BERAS

TERHADAP SURPLUS PRODUSEN DAN


KONSUMEN
Akhmad
Dosen Koper s Wil.IX Sulawesi
Dipekerjakan pada STIE-YPUP Makassar dan Alumni S3 Ilmu Eknomi Pertanian PPs-IPB
(Email: akhmad09@yahoo.co.id)

Abstrak

P eneli an ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan


tarif impor beras terhadap kesejahteraan produsen dan
konsumen. Data yang digunakan dalam peneli an ini adalah data
sekunder yang berasal dari berbagai sumber yaitu; Badan Pusat
Sta s k (BPS), Bulog, Kementerian Perdagangan, Keuangan dan
Pertanian, yang mencakup harga beras domes k, harga beras
dunia (CIF), konsumsi, produksi, impor, dan tarif impor beras.
Data tahun 2010, dijadikan sebagai data dasar dalam analisis.
Hasil analisis menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan beras
(pembebasan tarif) memberikan surplus ekonomi nasional yang
makin besar, hal tersebut berar ekonomi nasional makin efisien.
Namun dari segi distribusi, produsen menerima surplus yang
semakin kecil daripada konsumen, yang berar aspek pemerataan
manfaat dari kebijakan pemerintah dak terwujud. Oleh
karena petani padi pada umumnya miskin, maka keberpihakan
pemerintah kepada petani sangat diperlukan untuk mengentaskan
mereka dari kemiskinan. Dengan alasan tersebut, dan penyediaan lapangan kerja serta pembangunan perdesaan, maka
kebijakan yang bersifat protek f sangat diperlukan, baik dengan pengenaan tarif impor beras, pengaturan, pengawasan,
dan pembatasan impor beras.

Kata Kunci: Tarif Impor Beras, Surplus Produsen dan Konsumen

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Indonesia adalah negara konsumen beras terbesar


ke ga di dunia setelah RRC dan India. Di samping faktor
besarnya jumlah penduduk, hal ini juga disebabkan oleh
Komodi beras merupakan bahan pangan utama
bagi masyarakat Indonesia sehingga komodi ini menjadi
komodi pen ng dalam pembangunan nasional. Ar
kenyataan bahwa 95 persen penduduk Indonesia masih pen ng beras dilihat dari dua sisi yaitu : Pertama, sebagai
menggantungkan konsumsi utama pangannya pada beras. pangan utama beras harus tersedia dalam jumlah
Tingginya ketergantungan penduduk Indonesia terhadap yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
beras mengakibatkan komodi ini dak hanya memiliki Kedua, sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja
nilai strategis secara ekonomi tetapi juga secara sosial dan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia terutama
poli k (Simbolon, 2005). masyarakat pedesaan. (Sapuan, 2000)

14
| EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014
Konsumsi beras masyarakat Indonesia dapat dengan mencabut monopoli impor yang dipegang oleh
dikatakan nggi karena se ap orang di Indonesia Bulog dan menetapkan tarif bea masuk beras sebesar
mengkonsumsi beras se ap tahun sebesar 139,5 kg. nol persen. Pada periode pasca krisis (2000-2004),
Konsumsi beras Indonesia lebih besar dua kali lipat dari pemerintah kembali menerapkan kebijakan harga
konsumsi beras dunia pada angka 60 kg per tahun (EOCD; dasar pembelian gabah oleh pemerintah (HDPP), dan
2013; Chris anto, E., 2013) kebijakan tarif impor beras sejak 7 Januari 2004 sampai
dengan saat ini.
Begitu pen ngnya beras, maka negara-negara
berkembang terutama Indonesia telah menjadikan Peningkatan jumlah penduduk dan ngkat konsumsi
swasembada beras sebagai tujuan kebijakan nasional. rata-rata per kapita beras mengakibatkan konsumsi
Dalam sejarah, Indonesia pernah menjadi pelopor dalam beras sering kali melebihi produksi. Sampai saat ini
revolusi hijau yang mendorong peningkatan produksi swasembada beras masih tetap diupayakan dan menjadi
pangan terutama padi pada tahun 1960-an. Mulai saat itu salah satu prioritas kebijakan pemerintah meskipun
ngkat kesejahteraan penduduk meningkat dan penduduk konsepsi swasembada telah berubah dengan membuka
miskin berkurang secara signifikan. Tingkat ketahanan kemungkinan impor sampai batas tertentu yaitu terutama
pangan pun terus meningkat yang dicirikan dengan pada saat kekeringan, dan melakukan ekspor pada saat
terjadinya surplus beras sehingga negara mencapai surplus.
swasembada pangan pada tahun 1984 (Riyadi, 2002;)
Adanya kecenderungan melakukan impor beras
Garis kebijakan perberasan Indonesia adalah pada saat konsumsi beras lebih besar dibanding produksi,
mengupayakan pemenuhan kebutuhan beras domes k perlu mendapat perha an dari pemerintah agar supply
dari produksi dalam negeri atau swasembada. Dengan garis beras dalam negeri dak meningkat yang akan berakibat
kebijakan tersebut, kebijakan impor ditempatkan sebagai pada penurunan harga beras yang dapat menurunkan
residual atau menutupi defisit kebutuhan beras dalam pendapatan petani. Oleh karena itu pemerintah perlu
negeri (Irawan, 2001). Oleh karena itu, pen ng untuk mengeluarkan kebijakan tarif impor beras untuk
diketahui posisi neraca beras nasional. Sebagai komoditas melindungi produsen beras dalam hal ini petani.
yang strategis, produksi beras domes k yang tersedia
untuk dikonsumsi merupakan tolak ukur bagi ketersediaan Murahnya harga beras akan menguntungkan
bahan pangan pokok bagi masyarakat Indonesia. konsumen akan tetapi sebaliknya produsen (petani) akan
dirugikan. Oleh karena itu pemerintah telah mengeluarkan
Untuk memberikan dukungan bagi peningkatan kebijakan bea masuk impor beras untuk melindungi
produksi padi dan pendapatan petani, pemerintah telah produsen (petani) dari gejolak pasar dunia. Tarif bea masuk
mengimplementasikan berbagai kebijakan perberasan. berdasarkan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 180/
Pada periode sebelum krisis (1970-1996), pemerintah PMK.011/2007 sebesar Rp 450per kg.
telah mengimplementasikan kebijakan harga dasar
gabah (HDG), kebijakan subsidi benih, kebijakan Ketersediaan beras sangat pen ng bagi penduduk
subsidi pupuk, kebijakan subsidi kredit usaha tani padi, Indonesia, karena beras merupakan makanan pokok
manajemen stok dan monopoli impor oleh bulog, penduduk Indonesia. Dikalangan masyarakat ada is lah
penyediaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk yang berkembang bahwa belum makan kalau belum makan
pengadaan gabah oleh Bulog, subsidi untuk Bulog dalam nasi (beras), hal ini membuk kan betapa pen ngnya beras
melakukan operasi pasar yaitu pada saat harga beras bagi penduduk Indonesia. Dengan semakin meningkatnya
nggi Bulog harus menjual dengan harga murah, dan jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan
kebijakan tarif impor beras. Pada periode krisis (1997- terhadap beras. Permasalahan mbul dengan terjadinya
1999), pemerintah menerapkan kebijakan transisi yaitu peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang dak diiku
menghapus semua kebijakan kecuali kebijakan harga dengan peningkatan produksi beras di Indonesia.
dasar gabah dan melakukan liberalisasi impor beras

EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014

| 15
Tabel 1. menunjukkan bahwa dalam beberapa terutama mengandalkan kemampuan produksi domes k
tahun terakhir produksi beras mengalami peningkatan, (Amrullah, S. 2005).
hal disebabkan antara lain karena ngkat produk vitas
lahan akibat menggunakan teknologi produksi yang Bagi Indonesia, rumusan di atas merupakan definisi
semakin membaik. Akan tetapi peningkatan produksi ketahanan pangan yang diformulasikan dalam Undang-
beras tersebut, belum dapat memenuhi kebutuhan akan undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Untuk
konsumsi beras masyarakat yang juga semakin meningkat implementasinya, GBHN 1999-2004 mengarahkan agar
disebabkan karena pertambahan jumlah penduduk. Oleh ketahanan pangan ini dicapai dengan memanfaatkan
karena itu impor beras diperlukan untuk memenuhi sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal; serta
kebutuhan konsumsi dalam negeri. memperha kan kesejahteraan para produsennya, yang
Tabel 1. Data Produksi, Konsumsi, dan Impor Beras Indonesia Tahun 2001 sampai 2010

Tahun Produksi Beras Indonesia Konsumsi Beras Indonesia Impor Beras Indonesia
2001 30.283.326 32.771.264 649.488
2002 30.586.159 33.073.152 1.811.988
2003 30.892.021 33.372.463 1.437.472
2004 31.200.941 33.669.384 246.256
2005 31.669.630 34.297.000 189.617
2006 34.306.610 35.438.000 438.108
2007 35.940.591 36.350.000 1.300.000
2008 36.061.545 37.100.000 289.000
2009 36.702.237 38.000.000 250.473
2010 37.854.537 38.550.000 687.581
Sumber : BPS, 2002-2012

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka pada umumnya adalah para petani, peternak dan nelayan
maka peneli an ini bertujuan untuk menganalisis dampak kecil.
kebijakan tarif impor beras terhadap kesejahteraan
produsen (petani), konsumen, pemerintah dan Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dan
perekonomian secara keseluruhan. pengembangan ekonomi pedesaan, pemerintah telah
menetapkan kebijakan perberasan melalui Inpres Nomor
9 tahun 2002. Inpres tersebut sebenarnya merupakan
TINJAUAN PUSTAKA penyempurnaan dari Inpres Nomor 9 tahun 2001,
yang mengatur tentang kebijakan perberasan secara
Kebijakan Perberasan Indonesia komprehensif. Perubahan pada Inpres Nomor 9 Tahun
Terpenuhinya pangan yang cukup, baik dalam 2002 dan terakhir adalah Inpres No.13/2005 yang berlaku
jumlah maupun mutu, aman, merata, dan terjangkau oleh 1 Januari 2006.
seluruh rumah tangga merupakan sasaran utama dalam
pembangunan ekonomi se ap negara di dunia, apakah itu Salah satu ketentuan yang diatur di sana adalah
negara produsen dan net ekspor r maupun pengimpor penetapan impor dan ekspor beras dalam kerangka
pangan. Bagi negara industri yang miskin sumber daya menjaga kepen ngan petani dan konsumen; serta
pertanian seper Singapura, sasaran tersebut dapat impor manakala ketersediaan beras dalam negeri dak
dipenuhi dengan meningkatkan daya beli rakyat dan mencukupi. Ketentuan ini bermakna bahwa, perlindungan
kemampuan ekonomi negaranya. Bagi sebagian besar terhadap petani diutamakan. Rasionalnya adalah karena
negara berkembang, pemenuhan kebutuhan pangan itu harga beras murah di pasar dunia dak merefleksikan

16
| EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014
ngkat efisiensi, namun telah terdistorsi oleh berbagai melindungi produsen maupun konsumen domes k
bantuan dan subsidi. Hasil peneli an Husein Sawit dan berupa kebijakan tarif, kuota dan monopoli impor untuk
Rusastra (2005) memperlihatkan bahwa hampir 80% kasus negara pengimpor dalam upaya melindungi atau
pendapatan petani padi di negara kaya kelompok OECD subsidi ekspor untuk Negara pengekspor. Kebijakan ini
misalnya, berasal dari bantuan pemerintah. Oleh karena umumnya berdampak terhadap konsumen, produsen dan
itu, adalah dak adil buat petani padi/beras, yang pemerintah. Dampak yang di mbulkan dapat diketahui
sebagian besar petani dengan lahan yang sempit untuk dengan menggunakan pendekatan teori ekonomi
bersaing dalam dunia perdagangan yang amat dak adil kesejahteraan (welfare economics), yaitu dengan konsep
itu. pengukuran surplus konsumen (consumer surplus) dan
surplus produsen (producer’s surplus).
Perlindungan dari serbuan impor, dak terkecuali
beras dapat ditempuh dengan dua cara yaitu hambatan Surplus konsumen didefinisikan sebagai perbedaan
tarif (tariff Barrier; TB) dan hambatan bukan tarif (non antara jumlah maksimum yang ingin dibayar oleh
tariff Barrier; NTB). Instrumen yang paling primi f dalam konsumen terhadap jumlah tertentu dari produksi.
NTB adalah pelarangan impor atau pelarangan ekspor. Sedangkan surplus produsen adalah perbedaan antara
Namun, ada juga yang menempuh kebijakan monopoli jumlah uang yang benar-benar diterima produsen dengan
dan penetapan kuota impor untuk mengelola impor/ jumlah uang minimum yang diinginkan oleh produsen
ekspor suatu produk. tersebut (Tweeten, L. 1989; Pindiyck, R.S., dan D.L.
Rubinfeld. 2007).
Hambatan tarif dianggap paling transparan,
sehingga semua hambatan non tarif wajib dihapus dan Terdapat ga dasar postulat yang pen ng dalam
dikonversikan ke dalam hambatan tarif sesuai dengan penggunaan surplus konsumen dan surplus produsen
ketentuan perdagangan mul lateral World Trade untuk mengukur kesejahteraan yaitu: pertama permintaan
Organiza on (WTO). Indonesia telah meno fikasikan merupakan refleksi dari keinginan untuk membayar,
tarif beras di WTO sebesar 180% dan diturunkan menjadi kedua penawaran merupakan refleksi dari biaya marginal
160% untuk 2004, membuka pasar minimum (minimum (marginal cost), dan ke ga perubahan pada pendapatan
market access) sebesar 70 ribu ton/tahun dengan ngkat individu bersifat penambahan (addi ve) (Krugman, P.R.,
tarif dalam kuota (in-quota tariff) 90%. and M. Obs eld. 2002; Pindiyck, R.S., dan D.L. Rubinfeld.
2007 ).
Mulai Januari 2000, pemerintah menetapkan tarif
spesifik sebesar Rp 430/kg atau setara dengan 30% ad
valorem. Impor dikontrol ketat, misalnya harus melalui
Dampak Kebijakan Tarif Impor Beras
jalur merah guna mencegah penyelundupan, dan terakhir
adalah tarif bea masuk berdasarkan atas Peraturan Menurut Nopirin (1990), kebijakan tarif maupun
Menteri Keuangan No. 93/PMK.011/2007 sebesar Rp 450 non-tarif mempunyai dampak pada perubahan surplus
per kg. konsumen dan surplus produsen. Pemberlakuan tarif
impor akan menguntungkan produsen domes k karena
dengan adanya tarif impor maka harga impor komodi
Konsep Surplus Produsen dan Surplus sejenis cenderung lebih mahal dengan harga domes k.
Pemberlakuan tarif impor akan menyebabkan kenaikan
Konsumen
harga produk di negara impor r, penurunan konsumsi,
Kebijakan harga dasar (floor price) dilakukan peningkatan produksi, penurunan volume impor dan
untuk melindungi produsen pada saat panen raya dan adanya penerimaan pemerintah yang berasal dari
kebijakan harga ter nggi (ceiling price) dilakukan untuk tarif impor tersebut. Gambar 2. menunjukkan dampak
melindungi konsumen pada saat paceklik. Sementara kebijakan tarif impor terhadap surplus konsumen dan
itu dalam hal perdagangan dunia, pemerintah dapat surplus produsen.

EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014

| 17
dari sentra produsen terhambat mengalir ke wilayah
P S konsumen, terutama ke perkotaan, (Ir anta, 2004).

a DATA DAN METODE ANALISIS


Pd b
c d Data yang digunakan peneli an ini adalah data
Pt
e f g h i tahun 2010 berasal dari berbagai sumber di antaranya
Pw
j adalah Badan Pusat Sta s k (BPS) Bulog dan Kementerian
D keuangan, perdagangan, dan pertanian, berupa harga
beras dunia (CIF), konsumsi beras, produksi beras, jumlah
Q
Q1 Q2 Q0 Q3 Q4 impor beras, dan tarif impor beras. Data tahun 2010 akan
dijadikan sebagai data dasar dalam analisis. Selain itu
dalam melakukan analisis terhadap dampak kebijakan
Sumber: Ellis, 1992. tarif impor beras, penulis menggunakan angka elas sitas
permintaan dan penawaran beras dari peneli an
Gambar 2. Dampak Kebijakan Tarif impor terhadap terdahulu yaitu Hadi dan Wiryanto (2005).
Surplus Produsen dan Konsumen
Analisis dampak kebijakan tarif impor beras
Ti k keseimbangan pada pasar domes k adalah Pd dilakukan dengan menghitung distribusi manfaat (gains)
dan Qo. Pada kondisi sebelum tarif ditetapkan, surplus dan kerugian (losses) yang diperoleh produsen, konsumen,
konsumen sebesar a,b,c.d.e,f,g,h, dan i, sementara surplus pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Adapun
produsen j. Di mana Pw, merupakan harga beras dunia. teknik perhitungan yang digunakan untuk menganalisis
Sedangkan setelah diberlakukannya tarif impor sebesar dampak kebijakan tarif impor beras terhadap produsen,
t, maka surplus konsumen berkurang menjadi a,b,c,d, konsumen, pemerintah dan masyarakat secara
sementara surplus produsen meningkat menjadi j dan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 2.
e. Pemerintah melakukan impor sebesar Q3-Q2 untuk
mencukupi kebutuhan dalam negeri. Besarnya tarif impor Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pengukuran pada
adalah Pt-Pw sehingga memberikan penerimaan pemerintah Tabel 3 diantaranya sebagai berikut :
sebesar g dan h. Namun perekonomian secara keseluruhan 1. Harga CIF beras adalah harga dunia (Rupiah per kg)
mengalami kerugian sosial (dead weight loss) sebesar f dan i. ditambah dengan biaya transportasi dan asuransi
sebesar 7,5%
Husain Sawit (2007) mengatakan pada saat 2. Angka elas sitas permintaan dan penawaran beras
Indonesia menerapkan ngkat tarif moderat terhadap didasarkan pada hasil peneli an Hadi dan Budi (2005)
beras, ternyata kurang efek f, dan penyelundupan masing-masing sebesar -0.14589 dan 0.15607
bertambah. Pada periode 2000-2003 misalnya, ditaksir 3. Tarif bea masuk berdasarkan atas Peraturan Menteri
dak kurang dari 50 persen beras yang masuk ke Indonesia Keuangan Nomor. 93/PMK.011/2007 sebesar Rp
melalui berbagai pelabuhan, terbanyak melalui Selat 450 per kg.
Malaka adalah illegal (Tabor, 2002). Akibatnya adalah pola 4. Efek kesejahteraan bersih menunjukkan
pergerakan harga gabah yang musiman menjadi porak kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan
poranda. Karena kekurangan beras di kantong-kantong selain diukur seper pada Tabel 4, juga dapat
konsumen sebagian besar diisi oleh beras impor. Harga diukur dengan menjumlahkan perubahan surplus
gabah ngkat produsen di musim panen raya dalam konsumen (SK), perubahan surplus produsen (SP)
beberapa tahun malah lebih nggi dari musim paceklik dan penerimaan pemerintah (PP) atau dituliskan
atau musim panen padi gadu. Akibatnya perdagangan sebagai berikut : SK + SP + PP.
antar pulau dan antar wilayah dak bergairah, beras

18
| EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014
Tabel 2. Pengukuran Dampak Kebijakan Peningkatan Skenario Kebijakan Tarif Impor Beras
Tarif Impor Beras Tulisan ini menganalisis dampak kebijakan tarif impor
beras dengan menggunakan dua skenario kebijakan
Variabel Notasi dan Formula
sebagai berikut:
Harga CIF (Rp/kg) P 1. Skenario 1 dengan tarif impor beras diturunkan
dari Rp. 450 per kg menjadi Rp. 200 per kg.
Tarif impor (Rp/kg) T
2. Skenario 2 dengan peningkatan tarif impor beras
Harga beras (Rp/kg) P’ dari Rp. 450 per kg menjadi Rp. 700 per kg.

Konsumsi beras (Ribu ton) Qc


HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi beras (Ribu ton) Qp
Analisis Kebijakan Tarif Impor Beras
Impor beras (Ribu ton) Qc - Qp
Terdapat beberapa instrumen kebijakan yang dapat
Elas sitas permintaan Ed digunakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan
impor. Salah satu kebijakan perdagangan tersebut di
Elas sitas penawaran Es
antaranya adalah tarif. Ada beberapa tujuan yang dapat
Peningkatan harga beras dengan P’ - P dicapai dengan dikeluarkannya kebijakan tarif di antaranya
tarif baru (Rp/kg) adalah sebagai sumber penerimaan pemerintah dan
untuk melindungi sektor-sektor tertentu dalam negeri
Penambahan produksi (Ribu ton) ∆ Qp = Es Qp (P’ - P)/P
(Krugman and Obs eld, 2000).
Kehilangan konsumsi (Ribu ton) ∆ Qc = Ed Qc(P’ - P)/P
Dalam kebijakan perdagangan, tarif pada dasarnya
Produksi setelah tarif impor (Ribu Qp’ = Qp + ∆ QP
adalah sejenis pajak yang sifatnya diskrimina f yang
ton)
dikenakan hanya pada barang yang memasuki daerah
Konsumsi setelah tarif impor Qc’ = Qc + ∆ Qc pabean tertentu (custom area). Pada umumnya tarif
(Ribu ton) dikenakan terhadap barang-barang yang diimpor dan
jarang digunakan untuk barang ekspor karena akan
Impor setelah tarif impor (Ribu Qc’- Qp’
ton) menghambat ekspor.

Perubahan surplus konsumen Qc (P’ - P) - 0.5 (P’ - P) (Qc’ - Qc) Kebijakan tarif impor yang dikeluarkan oleh
(Rp)
pemerintah akan berdampak pada kesejahteraan
Perubahan surplus produsen (Rp Qp(P’ - P) + 0.5 (P’ - P) ( Qp’- Qp) produsen, konsumen, penerimaan pemerintah, dan
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Pada
Penerimaan pemerintah dari T (Qc’ – Qp’) bagian ini akan dianalisis dampak kebijakan peningkatan
tarif (Rp)
tarif impor beras terhadap surplus; produsen, konsumen,
Efek kesejahteraan bersih (Rp) 0.5(P’- P)(Qp’-Qp)+ 0.5 (P’ - P) penerimaan pemerintah, dan kesejahteraan masyarakat
(Qc-Qc’) secara keseluruhan, dengan dua skenario kebijakan yaitu
(skenario 1) dengan menurunkan tarif impor beras dari Rp.
Sumber : Tweeten, L. (1989) 450 menjadi Rp 200 per kg, (skenario 2) dengan menaikkan
tarif impor beras dari Rp 450 per kg menjadi Rp 700 per kg.
Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data beras
tahun 2010.

Dampak kebijakan tarif impor beras dapat dilihat pada


Tabel 3.

EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014

| 19
Tabel 3. Analisis Dampak Kebijakan Peningkatan Tarif Impor Beras
Variabel Dasar Skenario 1 Skenario 2
Harga CIF (Rp/kg) 5.512 5.512 5.512
Tarif Impor Beras (Rp/kg) 450 200 700
Harga Beras di ngkat Produsen (Rp/kg) 5.708 5.458 5.958
Produksi beras (000 kg) 37.854.537 37.854.537 37.854.537
Konsumsi Beras (000 kg) 38.550.000 38.550.000 38.550.000
Impor beras (000 kg) 695.463 695.463 695.463
Elas sitas permintaan (Ed) -0,14589 -0,14589 -0,14589
Elas sitas penawaran (Es) 0,15607 0,15607 0,15607
Peningkatan harga beras dengan tarif baru (Rp/kg) 0 -154 195,6
Penambahan produksi ( 000 kg) 0 -154.234 122.667
Produksi beras setelah tarif (000 kg) 37.854.537 37.700.303 37.977.204
Perubahan konsumsi (000 kg) 0 137.543 -104.659
Konsumsi beras setelah tarif (000 kg) 38.550.000 38.687.543 38.445.341
Impor beras setelah tarif (000 kg) 695.463 833.006 468.137
Perubahan surplus produsen (Rp.000) - -5.832.455.874 7.416.723.429
Perubahan surplus konsumen (Rp.000) - 6.124.775.452 -7.530.529.370
Penerimaan pemerintah dari tarif (Rp.000) 312.958.350 166.601.200 327.696.208
Efek kesejahteraan bersih (Rp.000) 312.958.350 458.920.778 213.890.267

Keterangan :
1. Skenario 1: Kebijakan menurunkan tarif impor beras dari Rp. 450 per kg menjadi Rp 200 per kg
2. Skenario 2: Kebijakan menaikkan tarif impor beras dari Rp. 450 per kg menjadi Rp 700 per kg

Dampak Kebijakan Tarif Impor Beras


terhadap Kesejahteraan Produsen
Secara teori s, penurunan tarif impor beras akan Apabila elas sitas penawaran beras sebesar
menurunkan harga eceran beras di pasar domes k, dan 0,15607 maka skenario kebijakan penurunan tarif impor
sebaliknya meningkatkan tarif impor akan menaikkan beras dari Rp. 450 menjadi Rp 200 per kg (skenario 1)
harga eceran beras di pasar domes k . Penurunan dan mengakibatkan produksi beras domes k turun menjadi
peningkatan harga eceran beras di pasar domes k sebesar 37.700.303 ton atau turun sebesar 0,41 persen.
selanjutnya akan berdampak pada harga jual gabah di Akibat turunnya tarif impor beras juga akan berpengaruh
ngkat petani. Pada tahun 2010 produksi beras dalam terhadap surplus produsen. Kebijakan tarif impor sebesar
negeri sebesar 37.854.537 ton sementara konsumsi beras Rp 200 per kg menyebabkan surplus produsen turun
dalam negeri sebesar 38.550.000 ton. Untuk memenuhi sebesar Rp 5.832.455.874 .000,-.
kebutuhan konsumsi masyarakat atau kebutuhan nasional
akan beras, maka pemerintah melakukan impor beras Sebaliknya apabila pemerintah menaikkan tarif
sebesar 695.463 ton. Adanya kebijakan impor beras impor beras dari Rp 450 per kg menjadi Rp. 700 per kg
tersebut, maka untuk melindungi produsen dalam negeri (skenario 2), maka akan menyebabkan produksi beras
(petani), memaksa pemerintah untuk mengeluarkan domes k naik dari 37.854.537 ton menjadi 37.977.204
kebijakan tarif impor beras. Tarif impor beras yang ton atau naik sebesar 0,32 persen. Dengan tarif impor
ditetapkan berdaskan Peraturan Menteri Keuangan No. beras ini, juga menaikkan surplus produsen menjadi Rp.
93/PMK.011/2007 yaitu sebesar Rp 450 per kg. 7.416.723.429.000,-.

20
| EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014
Berdasarkan uraian tersebut, maka jelaslah bahwa akan menerima harga yang lebih nggi dari sebelumnya.
apabila dilihat dari sisi produsen saja, maka semakin
nggi tarif impor yang diterapkan oleh pemerintah akan Uraian di atas menunjukkan bahwa, apabila kita
menyebabkan ngginya harga beras di dalam negeri, yang melihat dari sisi konsumen saja, maka semakin nggi
berdampak terhadap naiknya harga beras di ngkat petani, tarif impor yang dikenakan terhadap komoditas beras,
sehingga memacu produsen/petani untuk meningkatkan akan menyebabkan ngginya harga beras di dalam
produksi beras dalam negeri, sehingga mengakibatkan negeri, sehingga memaksa konsumen untuk mengurangi
kesejahteraan produsen/petani meningkat. konsumsinya, yang tentunya mengakibatkan permintaan
beras dalam negeri berkurang, karenanya kesejahteraan
konsumen turun.
Dampak Kebijakan Tarif Impor Beras
terhadap Kesejahteraan Konsumen
Dampak Kebijakan Tarif Impor Beras
Kebijakan tarif impor beras selain berdampak pada
terhadap Penerimaan Pemerintah
produsen juga berdampak pada konsumen. Apabila
kebijakan tarif impor beras diturunkan dari Rp. 450 Salah satu sumber penerimaan pemerintah antara
menjadi Rp 200 per kg (skenario 1) dengan elas sitas lain berasal dari tarif impor. Pada kajian dengan penerapan
permintaan beras sebesar -0.14589 akan mengakibatkan tarif impor beras sebesar Rp 450 per kg pada ini tahun
konsumsi beras mengalami peningkatan dari 38.550.000 2010. Pemerintah mengimpor beras sebesar 695.463
ton menjadi 38.687.543 ton, naik sebesar 137.543 ton ton, maka tentunya menambah penerimaan pemerintah
atau sebesar 0,36 persen. sebesar Rp. 312.958.350.000, pada tahun 2010,

Selain itu, kebijakan penurunan tarif impor beras Sementara itu, apabila pemerintah menurunkan
dari Rp. 450 menjadi Rp 200 per kg akan menyebabkan tarif impor beras dari Rp. 450 per kg menjadi Rp. 200 per
naiknya kesejahteraan konsumen. Hal tersebut kg (skenario 1), maka penerimaan pemerintah dari tarif
ditunjukkan oleh meningkatnya surplus konsumen impor beras turun dari Rp. 312.958.350.000,- menjadi Rp.
sebesar Rp. 6.124.775. 452.000,-. Peningkatan konsumsi 166.601.200.000,- atau sebesar 46,76 persen. Penurunan
beras dan kesejahteraan konsumen disebabkan karena, penerimaan pemerintah ini disebabkan karena turunnya
dengan turunnya tarif impor beras menyebabkan harga tarif impor beras dari Rp.450 per kg menjadi Rp. 200 per
beras dalam negeri akan lebih murah, sehingga konsumen kilo gram, meskipun volume impor beras meningkat dari
dalam negeri akan menerima harga yang lebih rendah 695.463 ton menjadi 833.006 ton.
dari harga sebelumnya. Sebaliknya apabila pemerintah
menaikkan tarif impor beras dari Rp 450 per kg menjadi Sebaliknya apabila pemerintah menaikkan tarif
Rp. 700 per kg, dengan elas sitas permintaan beras impor beras dari Rp. 450 per kg menjadi Rp. 700 per kg
sebesar -0.14589 akan mengakibatkan konsumsi beras (skenario 2), maka penerimaan pemerintah naik dari
dalam negeri mengalami penurunan dari 38.550.000 ton Rp.312.958.350.000,- menjadi Rp. 327.696.208.000,-.
menjadi 38.445.341 ton, turun sebesar 254.659 ton atau Kenaikan penerimaan pemerintah ini disebabkan karena
0,27 persen. nggi tarif impor beras yang ditetapkan, walaupun impor
dan konsumsi beras dalam negeri menurun sebesar
Selain itu kebijakan menaikkan tarif impor beras 104.659 ton yang disebabkan karena naiknya harga beras
dari Rp 450 menjadi Rp. 700 per kg akan menyebabkan dalam negeri.
turunnya kesejahteraan konsumen. Hal ini ditunjukkan
oleh penurunan surplus konsumen sebesar Rp. Uraian di atas menunjukkan bahwa apabila tujuan
7.530.529.370.000,-. Penurunan konsumsi beras dan pemerintah mengenakan tarif impor beras untuk
kesejahteraan konsumen terjadi karena adanya kenaikan menambah penerimaan negara, maka pemerintah
tarif impor beras, menyebabkan konsumen dalam negeri selayaknya lebih berha -ha , dan memperhitungkan

EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014

| 21
dengan baik khususnya dampak tarif terhadap permintaan Sementara apabila pemerintah menaikkan tarif
dan penawaran beras di dalam negeri. Hasil perhitungan impor beras dari Rp. 450 per kg menjadi Rp 700 per kg
menunjukkan bahwa apabila pemerintah menaikkan akan memberi dampak posi f terhadap peningkatan
tarif impor beras, maka penerimaan pemerintah dari produksi yang disebabkan karena naiknya harga beras
tarif impor beras akan meningkat, disebabkan naiknya dalam negeri, yang berdampak pada peningkatan surplus
tarif impor namun karena permintaan dalam negeri produsen sebesar Rp. 7.416.723.429 .000,-. Akan tetapi
berkurang sebagai akibat kenaikan harga di dalam kebijakan tersebut memberikan pengaruh nega f terhadap
negeri yang memaksa konsumen untuk mengurangi surplus konsumen sebesar Rp. 7.530.529.370.000,- dan
konsumsinya dan produksi beras dalam negeri penerimaan pemerintah juga mengalami kenaikan dari
meningkat, sehingga kenaikan penerimaan pemerintah Rp. 312.958.350.000. menjadi Rp. 327.696.208.000,-.
atas kenaikan tarif tersebut rela f sangat kecil. Sebaliknya Jadi penerapan kebijakan tarif impor beras sebesar Rp
apabila pemerintah menurunkan tarif impor beras, 700 per kg dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat
maka penerimaan pemerintah menurun, disebabkan secara keseluruhan dari Rp. 312.958.350.000,- menjadi
besarnya penurunan tarif impor dak sebanding dengan Rp. 213.890.267.000,-.
peningkatan permintaan beras dan penurunan volume
produksi dalam negeri. Dengan demikian peningkatan Hasil kajian di atas, sejalan temuan Hadi dan
tarif impor dak menjamin penerimaan pemerintah Wiryono (2005) yang mengkaji dampak kebijakan proteksi
meningkat, dan sebaliknya penurunan tarif juga dak terhadap ekonomi beras di Indonesia menemukan bahwa
menjamin turunnya penerimaan pemerintah dari tarif sistem perdagangan yang makin liberal memberikan
impor beras. surplus ekonomi nasional yang makin besar, hal tersebut
berar ekonomi nasional makin efisien. Namun dari segi
distribusi, produsen menerima surplus yang jauh lebih
Dampak Kebijakan Tarif Impor terhadap kecil daripada konsumen, yang berar aspek pemerataan
manfaat dari kebijakan pemerintah dak terwujud.
Kesejahteraan Masyarakat
Mengingat bahwa petani padi pada umumnya miskin,
Dampak kebijakan pemerintah dapat diukur dari maka keberpihakan pemerintah kepada petani sangat
kesejahteraan masyarakat atau perekonomian secara diperlukan untuk mengentaskan mereka dari kemiskinan.
keseluruhan (Total Net Walfare Effect). Ukuran ini Dengan alasan ini dan alasan lain seper penyediaan
sudah memperhitungkan perubahan-perubahan yang lapangan kerja dan pembangunan perdesaan, maka
terjadi pada surplus produsen, surplus konsumen dan kebijakan yang bersifat protek f masih tetap diperlukan,
penerimaan pemerintah. baik dengan pengenaan tarif impor beras, maupun
pengaturan, pengawasan dan pembatasan impor beras.
Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa penerapan
kebijakan penurunan tarif impor beras dari Rp. 450 Sementara temuan Rachman dkk (2008) yang
per kg menjadi Rp 200 per kg memberikan pengaruh mengkaji tentang dampak liberalisasi perdagangan
nega f terhadap peningkatan produksi yang akan terhadap kinerja ketahanan pangan nasional yang
berdampak pada penurunan surplus produsen sebesar mengatakan bahwa peningkatan tarif impor beras yang
Rp. 5.832.455.874.000,-. Akan tetapi kebijakan tersebut disertai dengan nilai tukar yang terdepresiasi rela f nggi,
memberikan dampak posi f terhadap surplus konsumen akan menyebabkan harga beras di ngkat pedagang besar
sebesar Rp. 6.124.775.452.000,-, dan penerimaan dan produsen meningkat, selanjutnya jumlah penawaran
pemerintah turun dari Rp. 312.958.350.000,- menjadi meningkat dan dampaknya terhadap kesejahteraan
Rp. 166.601.200.000,- atau turun 46,77 persen. Dengan produsen bertambah. Liberalisasi perdagangan (tarif
demikian penerapan kebijakan penurunan tarif impor impor dihapuskan) disertai dengan penurunan harga
beras sebesar Rp 200 per kg (skenari 1) dapat meningkatkan beras dunia akan menyebabkan harga beras di ngkat
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dari Rp. pedagang besar dan produsen menurun. Akibatnya
312.958.350.000,- menjadi Rp. 458.920.778.000,-. jumlah penawaran menurun dan dampaknya terhadap

22
| EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014
kesejahteraan produsen berkurang. Besarnya perubahan umumnya miskin, maka keberpihakan pemerintah kepada
penerimaan pemerintah dak hanya ditentukan oleh petani sangat diperlukan untuk mengentaskan mereka
perubahan tarif, tetapi juga oleh faktor lain, seper dari kemiskinan. Dengan alasan ini dan penyediaan
elas sitas transmisi harga dan elas sitas permintaan dan lapangan kerja serta pembangunan perdesaan, maka
penawaran. kebijakan yang bersifat protek f masih tetap diperlukan,
baik dengan pengenaan tarif impor beras, maupun
pengaturan, pengawasan dan pembatasan impor beras.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Penerapan kebijakan tarif impor beras untuk
melindungi produsen/petani di dalam negeri dan
Kebijakan tarif impor, apabila hanya dilihat dari sisi sekaligus meningkatkan produksi beras dalam negeri perlu
produsen, menunjukkan bahwa semakin nggi tarif impor dipertahankan, namun perlu diiku dengan kebijakan lain
yang diterapkan oleh pemerintah akan menyebabkan yang dapat meringankan beban konsumen, terutama
ngginya harga beras di dalam negeri, yang berdampak konsumen dari kalangan rumah tangga miskin.
terhadap naiknya harga gabah di ngkat petani, sehingga
memacu produsen/petani untuk meningkatkan produksi Untuk tetap mempertahankan kesejahteraan rakyat
beras dalam negeri, sehingga kesejahteraan produsen/ (konsumen) yang telah dirugikan akibat diterapkannya
petani meningkat. kebijakan impor maka sebaiknya pemerintah memberikan
kompensasi kerugian kepada konsumen seper operasi
Kebijakan tarif impor beras, jika hanya dilihat dari pasar dan beras miskin (raskin).
sisi konsumen saja, maka semakin nggi tarif impor yang
dikenakan terhadap komoditas beras, akan menyebabkan Memperha kan ngkat tarif impor beras, yang
ngginya harga beras di dalam negeri, sehingga memaksa dipikul konsumen beras, kiranya bijaksana bila pemerintah
konsumen untuk mengurangi konsumsinya, yang pada tahun-tahun yang akan datang dak menaikkan tarif
tentunya mengakibatkan permintaan beras dalam negeri impor beras lebih dari 15 persen atas harga border untuk
berkurang, dan kesejahteraan konsumen akan menurun. memproteksi petani karena kenaikan tarif dihawa rkan
akan menimbulkan disparitas harga beras dalam negeri
Kebijakan pemerintah menaikkan tarif impor beras, dan harga beras internasional yang dapat memacu
dak menjamin penerimaan pemerintah dari tarif impor maraknya penyelundupan beras.
akan meningkat, dan sebaliknya penurunan tarif impor
juga dak menjamin turunnya penerimaan pemerintah
atas tarif impor beras. Besarnya perubahan penerimaan
pemerintah dak hanya ditentukan oleh perubahan tarif,
tetapi juga oleh faktor lain, seper elas sitas transmisi
harga, serta elas sitas permintaan dan penawaran.

Liberalisasi perdagangan beras (pembebasan tarif)


memberikan surplus ekonomi nasional yang makin
besar, hal tersebut berar ekonomi nasional makin
efisien. Namun dari segi distribusi, produsen menerima
surplus yang makin jauh lebih kecil daripada konsumen,
yang berar aspek pemerataan manfaat dari kebijakan
pemerintah dak terwujud. Oleh karena petani padi pada

EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014

| 23
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, S. 2005. Beras Dalam Dinamika Ekonomi Poli k. Majalah Pangan, 14 (44): 48 – 60.
Chris anto, E., 2013. Faktor Yang Memengaruhi Volume Impor Beras Di Indonesia. Jurnal JIBEKA Volume 7 No 2
Agustus 2013: 38 – 43.
Ellis, F. 1992. Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge University Press, New York.
EOCD. Kebijakan-kebijakan dalam bidang Pertanian: Pemantauan dan Evaluasi 2013 Negara-negara OECD dan
Negara-negara Berkembang. www. oecd.org/publishing/corrigenda
Hadi, P.U. dan B. Wiryono. 2005. Dampak Kebijakan Proteksi Terhadap Ekonomi Beras di Indonesia. Hasil
Peneli an. Pusat Peneli an Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor
Irawan, P.B. 2001. Dimensi Kemiskinan dan Kewaspadaan Pangan. Majalah Pangan. 10 (37): 30 – 36.
Irianta, B. (2004) Analisis dampak kebijakan tarif impor beras terhadap daya saing dan profitabilitas usahatani
padi sawah di Propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan periode 2002-2003. h p://www.digilib.ui.ac.id/
opac/ themes/libri2/detail.jsp?id=90381&lokasi=lokal.
Krugman, P.R., and M. Obs eld. 2002. Interna onal Economics, Theory and Policy. Addi on Westey Publishing
Company, USA.
Mursyid, A. M., Sutomo, dan A. Syaefullah. 1992. Meredam Gejolak Harga. Media Komunikasi dan Informasi
Pangan, Jakarta, 3 (12): 43–54
Nopirin, 1990. Ekonomi Internasional. Edisi Ke ga. Balai Penerbit Fakultas Ekonomi universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Pindiyck, R.S., dan D.L. Rubinfeld. 2007. Microeconomic. Edisi Keenam. Indeks, Jakarta.
Pranolo. T. 2002. LoI - IMF dan Implikasinya Terhadap Peranan Bulog. Dalam Bulog: Pergulatan Dalam Pemantapan
Peranan dan Penyesuaian Kelembagaan. Kumpulan Naskah Dalam Rangka Menyambut 35 Tahun Bulog. Editor: M. H.
Sawit, T. Pranolo, A. Saifullah, B. Djanuardi, dan Sapuan. Ins tut Pertanian Bogor-Press. Bogor.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013. Bule n Analisis Perkembangan Harga Komodi Pertanian. Pusat
Data dan Sistem Informasi Pertanian, Sekretariat Jenderal Kementrian Pertanian. www.pusda n.deptan.go.id
Rachman,H.P.S., S.H. Suhar ni, dan G. S. Hardono. 2008. Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Kenerja
Ketahanan Pangan Nasional. Pusat Peneli an Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor
Riyadi, D. M. M. 2002. Permasalahan dan Agenda Pengembangan Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar: Tekanan
Penduduk, Degradasi Lingkungan dan Ketahanan Pangan. Pusat Studi Pembangunan dan Proyek Koordinasi Kelembagaan
Ketahanan Pangan, Bogor.
Saefullah, A. 1991. Government Interven on and Rice Price Stabiliza on in Indonesia. Indonesian Food Journal,
Jakarta, 2(3): 80 – 102.
Sapuan. 2000. Perjalanan Bulog 35 Tahun: Refleksi Terhadap Pelaksanaan
Tugas Pokoknya. Dalam Bulog: Pergulatan Dalam Pemantapan Peranan dan Penyesuaian Kelembagaan. Kumpulan Naskah
Dalam Rangka Menyambut 35 Tahun Bulog. Editor; M. H. Sawit. T. Pranolo, A. Saifullah, B. Djanuardi,. Ins tut Pertanian
Bogor, Bogor.
Sawit, M.H. 2006. Indonesia dalam Tatanan Perubahan Perdagangan Beras Dunia. h p//www.bulog.co.id./htm. [17
Jun 2008].
Melindungi Industri Padi/Beras: Menerapkan Tarif Kuota dan Menerapkan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian.
Sawit, M H., dan I.W. Rusastra (2005), “Globalisasi dan Ketahanan Pangan di Indonesia”, bagian laporan peneli an
Road Map Memperkuat Ketahanan Pangan, PEM UI, Jakarta
Simbolon, J.S.C. 2005. Analisis Integrasi Pasar Beras Domes k dengan Pasar Beras Dunia. Departemen Ilmu-Ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian, Ins tut Pertanian Bogor. Bogor.
Tabor, S.R. 2002. “State Trading Enterprises and Tarif Quota’s: Issues and Debates”, EMSI Netherland (mimeo).
Tweeten, L.1989. Agricultural Policy Analysis Tools for Economic Development. Westview Press. New York.

24
| EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014
URGENSI REGENERASI SDM PERTANIAN DALAM
UPAYA MENCAPAI KEDAULATAN PANGAN
Muksin
Bustang A.M.
Politeknik Negeri Jember
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

ABSTRAK

K eberlanjutan pertanian dalam rangka menghasilkan pangan akan banyak dipengaruhi oleh SDM pertanian. SDM
pertanian dalam hal ini adalah petani petani akan menggerakkan sejauh apa produk vitas pertanian dalam
meneghasilkan pangan. Secara faktual Indonesia banyak membutuhkan suplai dari Negara lain untuk memenuhi kecukupan
pangan. Apabila kondisi tersebut berlanjut maka keinginan untuk mencapai kedaulatan pangan tentu jauh dari harapan.
Kesenjangan-kesenjangan tersebut memberikan arah dan tujuan
dari kajian yaitu: (a) menguraikan kondisi tantangan global
terhadap ketersediaan pangan dan dinamikanya, (b) menguraikan
karakteris k SDM pertanian saat ini, dan (c) menganalisis
implikasi karakteris k SDM terhadap Kedaulatan pangan.
Metode kajian menggunakan studi pustaka dengan pemaknaan
terhadap data sekunder. Hasil analisis menunjukkan bahwa: (i)
kompleksitas tantangan global memberikan indikasi Indonesia
perlu meningkatkan ketersediaan pangan, (ii), karakteris k SDM
pertaniaan saat ini memiliki kualifikasi daya saing yang rendah dan
(iii) diperlukan upaya sistema s dalam memfasilitasi regenarasi
SDM pertanian dalam menyongsong era persaingan pasar bebas.

Kata Kunci: Regenerasi, SDM Pertanian, dan Kedaulatan Pangan

PENDAHULUAN Pertanian juga merupakan penyedia mayoritas


dari bahan baku industri kecil dan menengah. Sekitar

P ertanian adalah salah satu sektor vital dalam


kehidupan bangsa Indonesia. Pertanin juga memiliki
peran strategis bagi kehidupan bangsa. Kondisi yang
87% bahan baku dari industry kecil dan menengah
adalah berbasis dari proses pertanian. Pertanian
dengan demikian memberikan potensi bagi dinamika
vital dan dan strategis ini secara keseluruhan dak dapat perekonomian bangsa.
digan kan oleh sector lainnya.
Relevan dengan kondisi tersebut sebagaimana
Pertanian adalah penyedia pangan bagi dinyatakan oleh Kementerian Pertanian (2014) bahwa
penduduk Indonesia. Pertanian adalah pabrik alami pertanian memberikan sumbangan sekitar 14,72%
yang menghasilkan produk-produk pangan yang amat terhadap PDB. Proses dan dinamika pertanian juga mampu
dibutuhkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Sebagai menghasilkan US $ 43,37 M devisa Negara. Kondisi ini
penyedia pangan, maka pertanian memiliki peran yang memberikan gambaran bahwa sector pertanian memiliki
tak tergan ka oleh sector lainnya. peran signifikan dalam perekonomian nasional.

EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014

| 25
Apabila dilihat dari perspek f kepen ngannya pada Kondisi ini didasarkan pada fakta bahwa ketersediaan
jumlah tenaga kerja, maka pertanian menyerap sekiar pangan dan jumlah kebutuhan terhadap pangan daklah
33,32% total tenaga kerja. Kondisi lainnya adalah bahwa sebanding. Dalam konteks ketersediaan pangan aspek-
pada rumah tangga pedesaan bergantung sekitar 70% aspek terhadap kemampuan produksi dianggap lemah,
dari sector pertanian sebagai sumber utama pendapatan. sedangkan kebutuhan pasokan atau permintaan dari
Dalam konteks ketenagakerjaan, maka pertanian memiliki waktu ke waktu terus meningkat.
peran vital dalam menutup lubang pengangguran terbuka
yang semakin besar. Kondisi tersebut memberikan Beberapa kondisi yang kurang menguntungkan
klarifikasi bahwa pertanian menjadi factor penutup bagi memberikan kontribusi signifikan dalam konteks
potensi pengangguran yang besar. Terdapat fakta bahwa kemampuan produksi pertanian. Semakin mengecilnya
pertanian adalah suatu keniscayaan bagi keberlanjutan lahan pertanian, konversi lahan pertanian yang terus
kehidupan manusia, dalam konteks penyediaan pangan berlanjut, kerusakan lingkungan, dan mutu kelembagaan
(Luckey, et al: 2013) petani yang dinilai rendah adalah kondisi-kondisi yang
kurang menguntungkan tersebut. Bila terus berlanjut
Sisi lain dari pertanian adalah sektor ini memiliki kondisi ini tentu berdampak nega ve terhadap
peran yang dak ringan dari upaya mencegah atau kemampuan produksi dalam negeri sekaligus menurunnya
menyelesaikan masalah lingkungan. Sebagai “organisasi” daya saing.
yang bersandar dari proses alamiah, maka pertanian
memiliki peran dalam upaya penurunan emisi gas rumah Daya saing yang lemah tentu akan merugikan
kaca sebesar 8 juta ton (Kementerian pertanian, 2014). Indonesia mengingat pasar terpadu ASEAN sudah di
Peran terhadap upaya menjaga kelestarian amat vital depan mata. Sebagaiman kita kitehui bahwa implementasi
di tengah semakin meningkatnya persoalan-persoalan The ASEAN Economic Community (AEC) akan berlaku pada
lingkungan dewasa ini. tahun 2015. Integrasi pasar dan pintu masuk pasar global
yang dak dian sipasi, tentu akan sangat merugikan
Peran strategis pertanian memberikan sinyal bahwa bangsa Indonesia.
peran-peran pen ng tersebut dak dapat digan kan
oleh sector lainnya. Ketetapan peran-peran strategis Salah satu faktor pen ng bagi upaya melakukan
tersebut, tentu dapat diupayakan apabila kondisi atau proses produksi yang tepat, adalah dengan menyiapkan
factor-faktor penyokong tersebut antara lain adalah SDM SDM yang memenuhi standar kebutuhan sector pertanian.
pertanian sebagai kelompok pengelola dari “organisasi” SDM yang tepat yang dibutuhkan adalah sesuai dengan
pertanian. kebutuhan dalam rangka memenuhi upaya-upaya yan
dapat dilakukan dalam memenuhi ekspektasi daya saing
Peran strategis juga secara linear akan berdampak yang tepat. Dalam konteks ini para pelaku atau SDM yang
terhadap kemampuan menerjemahkan tantangan- tepat sangat diharapkan dapat melaksanakan kegiatan
tantangan dari luar. Tantangan dari luar dalam hal ini pertanian yang sesuai.
adalah lingkungan global yang memberikan potensi untuk
memperbesar peran pertanian dalam mensejahterakan SDM pertanian yang tangguh, akan memberikan
bangsa ataukah sebaliknya. Ar nya peran pertanian yang peran yang sesuai dengan kondisi persaiangan saat
lemah tentu akan memberikan dampak yang kurang ini. SDM yang memliki kompetensi tentu memberikan
menguntungkan pada kondisi ketersediaan pangan kontribusi pada kemajuan usaha tani. Kesiapan, kualifikasi
bangsa dan juga implikasi ketergantungan terhadap dan kompetensi yang memadai sebagai SDM usahatani
Negara lainnya. akan berontribusi dalam produk vitas, daya adaptasi
dan keberlanjutan usahatani. Apabila kondisi atau situasi
Isu-isu terkait pangan pada masa depan akan peran SDM pertanian dapat diselenggarakan, maka
menjadi isu pen ng dan masuk dalam ranah atau berdampak pada signifikan dalam memfasilitasi upaya
kawasan yang berpotensi menjadi sumber konflik. mewujudkan kedaulatan pangan.

26
| EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014
Berdasarkan latar belakang tersebut maka menilai diperoleh. Berdasarkan keseluruhan ak vitas tersebut
kembali bagaimana SDM pertanian dan peran yang peneli melakukan sintesa untuk melakukan pemaknaan
dapat dimainkan adalah upaya vital yang sangat secara dan menyusun implikasi maupun penarikan kesimpulan
potensial dan actual akan memberikan jawaban terhadap dari kajian tersebut. Sintesa memberikan gambaran
persoalan-persolan pertanian, produksi, maupun daya terhadap informasi faktual di lapngan khususnya dalam
saing serta kedaulatan pangan. Kedaulantan pangan telah kehidupan dan dinamika SDM pertanian.
menjadi suatu tahapan sangat vital dalam keberlanjutan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Berfokus pada
pemikiran tersebut maka tujuan dari penulisan ar kel HASIL DAN PEMBAHAAN
ini adalah: (a) menguraikan kondisi tantangan global
terhadap ketersediaan pangan dan dinamikanya, (b) Tantangan Produksi Pertanian
menguraikan karakteris k SDM pertanian saat ini, dan Kedaulatan pangan berhubungan erat dengan
(c) menganalisis implikasi karakteris k SDM terhadap produk vitas pertanian. Produk fitas pertanian
Kedaulatan pangan. memberi gambaran tentang kinerja pertanian dalam
penyelenggaraan usahatani. Kinerja usahatani adalah
hasil yang dicapai dalam bentuk ouput proses produksi.
METODE PENELITIAN Produk vitas pertanian berhubungan erat secara
langsung dengan dengan faktor-faktor sumberdaya.
Metode pengkajian terhadap relevansi Faktor-faktor sumberdaya adalah sumberdaya alam
regenerasi SDM untuk pencapaian kedaulatan pangan termasuk lahan, air, iklim, sumberdaya sarana produksi
menggunakan penelusuran pustaka (studi pustaka) dan sumberdaya manusia sebagai pelaku usahatani.
khususnya yang terkait dengan SDM pertanian Faktor-faktor sumberdaya tersebut saling berinteraksi
terkini. Penelusuran sumber pustaka memanfaatkan dalam menentukan dinamika produk vitas pertanian
hasil peneli an terdahulu baik dari publikasi on line (Muksin, 2014).
maupun referensi dalam bentuk buku, berkala maupun
sumber ilmiah lainnya. Kajian terhadap hasil peneli an Salah satu ukuran produk vitas pertanian dapat
diharapkan dapat memberikan informasi terkini yang dikaitkan dengan kondisi ketersediaan pangan nasional
relevan dengan kondidi SDM petani. dan dinamika untuk memenuhi kebutuhan pangan
tersebut. Kebutuhan dari pangan nasional cukuop besar
Untuk menghasilkan analisis yang relevan, maka dapat diama dari nilai rupiah yang dibelanjakan dari
pengamatan terhadap data utama dilakukan terhadap APBN untuk kebutuhan pangan tersebut. Sebagaimana
hasil data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Sta s hasil kajian beberapa peneli an bahwa pada tahun
(BPS) dan data bersumber dari peneli an lainnya 2009 sekitar 5 persen dari APBN atau sekitar 50 triliun
atau peneli an terdahulu. Peneli an terdahulu yang digelontorkan untuk menyediakan atau membeli enam
dimaksud adalah peneli an yang dilakukan oleh peneli komoditas pangan, yaitu kedelai, gandum, daging, sapi,
maupun karya peneli lainnya. Peneli berupaya unutk susu dan gula, termasuk garam. Kondisi ini menunjukkan
melakukan proses pembandingan terhadap data dari betapa besarnya ketergantungan pangan kita kepada
hasil penelusuran pustaka, dan melakukan analisi untuk negara lain.
keperluan menjawab pertanyaan peneli an.
Bersamaan dengan hal tersebut di banyak belahan
Selanjutnya dari hasil komparasi dan analisis data dunia yang lain kondisi kekurangan ketersediaan pangan
tersebut tersebut peneli melakukan review terhadap juga terjadi. Selain persoalan iklim yang dak menentu
kajian-kajian yang memiliki substansi dan ruang sebagai akibat kehidupan modern yang “ dak terkendali”
lingkup masalah yang relevan. Berdasarkan review dan dak ramah terhadap lingkungan, maka pesoalan
tersebut peneli melakukan sintesa untuk memberikan pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat
pemahaman dan pemaknaan atas informasi yang menjadi penyebab utama akan ketersediaan pangan yang

70
70 ED
DIISI
SI 01 • TTA
AH N X
XXX • MEEII 20 4 EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014

| 27
terus menuruan. Data beberapa peneli an menyebutkan dapat dijadika sebagai alat tukar. Negara-negra yang
bahwa secara ideal angka pasokan pangan atas kebutuhan memiliki kecukupan atas pangan sangat mungkin akan
jumlah penduduk, saat ini dinilai berada pada angka dapat “mendikte” atau bahkan mengontrol terhadap
ketersediaan 30-40persen dari jumlah keseluruhan. Negara-negara yang membutuhkan pangan. Dalam
Kondisi tersebut secara factual tentu mempriha nkan dan konteks ini maka interaksi dalam perdagangan pangan
banyak memunculkan banyak kekhawa ran. dapat menjadi alat tukar poli k atas suatu kepen ngan
tertentu dari suatu Negara.
Semakin meningkatnya permintaan pangan,
sementara pasokan terhadap pangan dak sebanding Produksi pangan berasal dari proses produksi
mengakibatkan terjadinya kecenderungan peningkatan pertanian. Sementara produksi dan perdagangan yang
harga terhadap pangan. Kecenderungan harga pangan terkait langsung dengan sarana produksi hanya dikuasai
tersebut misalnya terjadi pada gandum, padi, dan jagung atau dikontrol oleh hanya lima Mul na onal Corpora on
serta beberapa komodi lainnya khususnya komodi (MNC), sehingga petani hanya memiliki peran kecil dalam
yang dapat digunakan sebagai bahan pangan dan bahan kontribusi terhadap perdagangan. Dengan demikian krisis
baku energi. Kelangkaan pangan selain factor-faktor pangan dan ancaman terhadap ketersediaan pangan
tersebut, juga dipicu oleh “alih fungsi” beberapa komodi disejajarkan dengan konsepsi ancaman tradisional dan
pertanian yang pada awalnya dimanfaatkan untuk bahan non tradisional pada keamanan nasional. Krisis terhadap
baku pangan, pada saat ini juga diupayakan sebagai bahan keberlanjutan pertanian adalah konsekuensi logis dari
baku untuk menghasilkan energy. kondisi saat ini. Sebagaimana tela diuraikan bahwa
produk vitas pertanian terus mengalami penurunan.
Beberapa materi dan tanaman, seper kelapa Produk vitas yang menurun memberikan ancaman serius
sawit, jagung, ubi kayu, tebu, tanaman jarak, kemiri terhadap kedaulatan pangan. Bahkan ancaman terhadap
sunan dan kotoran ternak dapat diolah menjadi sumber krisis pangan dimasukkan sebagai ancaman serius
energi. Permintaan energi final masa mendatang terhadap ketahanan dan kemanan Negara (Bappenas,
akan naik hampir ga kali lipat tahun 2030, dan BBM 2009).
masih mendominasi dengan porsi sebesar 31,1 persen.
“Perebutan” peruntukan bahan baku tersebut berimbas
terhadap ketersediaan pangan (Kementan, 2014).
KarakterisƟk Petani
Indonesia sampai saat ini adalah Negara pengimpor Sebagaimana data Badan Pusat Sta s k (BPS)
bahan pangan seper gandum, beras, dan kedelai dan bahwa hampir 67 persen angkatan kerja menggantungkan
beberapa komoditas lainnya. Jumlah impor tersebut hidupnya di sektor pertanian. Kondisi ini memberikan
memiliki konsekuensi ketergantungan Indonesia terhadap gambaran bahwa peran pertanian cukup ngggi. Sektor
beberapa Negara untuk memenuhi kebtuhan pangan. pertanian dengan demikian masih menjadi salah satu
Semakin besar jumlah kebutuhan pangan, semakin besar media dalam menutupi potensi pengangguran terbuka.
ketergantungan Indonesia terhadap Negara-negara
penyedia pangan. Bila kondisi tersebut berlanjut maka Apabila dilihat dari penguasaan lahan pertanian,
krisis pangan akan benar-benar terjadi. Kecenderungan petani memiliki lahan pertanian yang semakin menurun
semakin meningkatnya impor beberapa komoditas oleh dari tahun ke tahun. Sebagaimana ditunjukkan dalam hasil
Indonesia, dinilai sebagai kondisi yang membahayakan. sensus pertanian tahun 1993 menunjukkan penguasaan
Indonesia dinilai sudah masuk dalam jebakan pangan lahan oleh keluarga petani adalah sekitar 0,48 ha.
(food trap) (Wibowo, 2014). Selanjutnya pada hasil sensus pertanian tahun 2003
penguasaan lahan pertanian oleh petani sekitar 0,3 ha per
Terdapat penilaian yang dikemukakan oleh ahli keluarga, sementara hasil sensus pertahian tahun 2013
sosiopoli k bahwa dinamika ketersediaan pangan bagi menunjukkan penguasaan lahan yang dikelola keluarga
penyuplai dan bagi Negara-negara yang membutuhkan petani sekitar 0,2 ha. Kondisi tersebut menunjukkan

28
| EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014
terjadi penurunan ditandai dengan menyempitnya lahan Ar nya petani baru yang masuk menjadi petani jumlahnya
pertanian. Kepemilikan lahan oleh petani semakin rendah sangat dak signifikan dibanding dengan yang keluar dari
secara signifikan. profesi sebagai petani.

Beberapa masalah lain yang terkait dengan Selain jumlah secara kuan tas, faktor umur petani
sumberdaya alam dan lingkungan adalah masalah lain juga kurang menggembirakan. Apabila dilihat dari umur
iklim yang dak menentu, rusak atau adanya jaringan produk f, saat ini mayoritas petani adalah kelompok
irigasi sebagai akibat langsung dari adanya konversi lahan, menjeleng usia senja yang masih bekerja. Berdasarkan SP
kecenderungan rusaknya lahan pertanian sebagai akibat 2013 sebagian besar petani berumur diatas 45 tahun atau
laju peningkatan pelaksanaan intensifikasi pertanian, 50-an tahun. Kategori umur tersebut mengindikasikan
indikasi meningkatnya serangan organisme pengganggu fase memasuki masa pensiun dalam pelaksanaan
tanaman (OPT) sebagai akibat ke dakseimbangan pekerjannya. Apabila dianggap umur produk f sampai
ekologis (muksin, 2002), meningkatnya persaingan produk 55 tahun, maka kelompok petani yang ada saat ini adalah
pertanian khususnya tanaman pangan dan hor kultura kelompok yang hanya menyisakan beberapa tahun saja
yang berasal dari luar negeri, dan produk vitas untuk pensiuan. Ar nya pada tahap ini, petani kurang
Sumberdaya Manusia (Wibowo, 2014). Faktor sumberdaya memiliki kemampuan secara fisik untuk melakukan
manusia bahkan dianggap yang paling menonjol apabila pekerjaan-pekerjaan usaha tani.
dilihat dari karakteris k petani dan potensi persaingan
yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia. Pada aspek ngkat pendidikan, mayoritas petani juga
memperiha nkan. Para generasi tua petani berpendidikan
Secara sta s k karakteris k petani Indonesia Sekolah dasar (SD). Petani yang berpendidikan Sekolah
kurang menggembirakan. Masih berdasarkan hasil Menengah Atas (SMA) sederajat jumlahnya cukup kecil
sensus tahun 2003 jumlah petani gurem (keluarga petani yaitu sekitar 5 persen. Tingkat pendidikan formal memiliki
yang menguasai lahan kurang dari 0,5 ha) sekitar 31,17 pengaruh langsung dalam kemampuan berpikir dan
juta. Jumlah tersebut menurun bila dibandingkan hasil ketanggapan merespon dinamikan lingkungan usahatani
sensus tahun 2013 sebesar 26,13 juta. Kondisi tersebut dan penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi petani
menunukkan terjadi penyusutan sebasar 5,04 juta petani digolongkan hanya mengaplikasikan teknologi tradisional.
guem yang umumnya adalah petani tanaman pangan atau Selain itu kemampuan petani dalam menerjemahkan
hampir berjumlah 75 persen. tantangan dinamika lingkungan saat ini juga belum
memenuhi harapan yang diinginkan (Muksin, 2007).
Kehilangan atau adanya jumlah petani sebanyak
5 juta orang adalah jumlah yang signifikan apabila Selain faktor tersebut, factor mo vasi para petani
dikornversi sebagai sumberdaya yang menghasilkan umumnya rendah. Indikasi dari hal tersebut adalah adanya
output pangan. Semakin menurunnya jumlah petani alasan bertani. Sebagian besar alasan menjalankan
tentu berkorelasi langsung dengan jumlah output pangan usaha karena dak memiliki kemampuan lain. Para
yang dihasilkan, dengan sumsi bahwa petani yang hilang petani menganggap sebenarnya usahatani dinilai dak
tersebut adalah sebagian besar adalah petani tanaman menguntungkan secara signifikan (Muksin, 2007).
pangan. Apabila dijumpai petani yang saat ini mengusahakan
lahannya, umumnya karena dak ada yang melanjutkan
Berdasarkan peneli an hilangnya 5,04 juta petani pekerjaan sebagai petani. Selain itu persepsi yang
tersebut diindikasikan sebagai meningkatnya jumlah nega v terhadap pertanian dikaitkan dengan belum
petani yang kehilangan lahan. Ar nya petani gurem op malnya peran penyuluhan dan kebijakan pemerintah
melepaskan kepemilikan lahan kepada orang lain. Petani dalam memfasilitasi peran pemuda dalam pertanian
gurem tersebut dimungkinkan berpindah profesi sebagai (Muksin, 2007). Sementara penyuluhan semakin
tenaga kasar dan buruh tani sebagai pekerja informal. kehilangan perannya karena lemahnya anggapan ngkat
Selain itu regenerasi petani berjalan sangat lambat. kepen ngannya, lemahnya dukungan poli k terhadap

EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014

| 29
penyelenggaran penyuluhan, dan kesulitan menghitung lantas merugikan Negara bersangkutan, akan tetapi lebih
secara kuan ta f kontribusi atau keuntungan secara banyak kepada Negara tersebut.
ekonomis atas penyelenggaraan (Milburn et al., 2010).
Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa
Petani adalah manajer dari usahataninya. Petani produk vitas SDM petani yang menurun berkaitan
adalah SDM yang dengan segala keterbatasan atau dengan jumlahnya, umur, kemampuan, dan mo vasi
kelebihannya akan melaksanakan usaha tani. Petani melaksanakan usaha. Kondisi produk vitas petani yang
sebagai pengelola adalah Sumber Daya Manusia (SDM) menurun, mengindikasikan adanya kebutuhan regenerasi
yang menyelenggarakan proses usaha. SDM dalam dari pelaku usahatani. Apabila kondisi rendahnya SDM tak
usahatani akan menentukan bagaimana produk vitas tergan kan, maka krisis pangan dan kedaulatan bangsa ini
usahatani melalui kemampuan menjalankan usaha tentu dipertaruhkan.
dan proses pengambilan keputusan. Kemampuan yang
dimaksud adalah bagaimana petani melaksanakan Regenerasi akan diharapkan memebrikan “energi’
teknis budidaya, pemanenan, pengelolaan pasca baru baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Bersifat fisik
panen, dan pemasaran, serta kemampuan merespon terkait dengan kebutuhan umur produk f yang secara
dinamika lingkungan yang terkait dengan usahatani. jasmaniah mampu menopang kerja-kerja fisik dalam
Kemampuan merespon adalah kemampuan petani usahatani. Bersifat non fisik terkait dengan kemampuan
dalam menerjemahkan kebutuhan dalam menjalankan belajar untuk selanjutnya melakukan adopsi inovasi dalam
usahataninya, menyikapi dan menerjemahkan tantangan- menjalankan usaha tani. Kemampuan belajar terus-
tantangan termasuk ancaman-ancaman terhadap usaha menerus dan penguasaan terhadap teknologi khususnya
taninya. Kemampuan petani akan mengarahkan petani dalam pemanfaatan teknologi informasi akan berdampak
dalam menjalankan usahataninya secara efisien dan posi f bagai peningkatan daya saing petani.
efek f dalam mencapai tujuan.
Regenerasi adalah pergan an SDM baik dalam makna
Secara faktual ngkat kemampuan kemampuan sebagai pelaku pertanian maupun sebagai pergan an
petani yang menopang produk vitas usahatani masih paradigma berpikir tentang pertanian. Regenerasi adalah
dinilai rendah. Indikator lemahnya kemampuan petani pergan an pelaku usahatani yang memiliki kemampuan
antara lain jumlah petani yang semakin berkurang. memadai dalam menjalankan usahatani untuk merespon
Indikator lainnya adalah melemahnya kemampuan fisik dinamika lingkungan. Pergan an dan keberlanjutan
dan non fisik yang terkait langsung dengan umur petani, generasi dalam melanjutkan usahatani, bermakna
dan melemahnya mo vasi petani dalam menjalankan melanjutkan kon nyuitas proses produksi pertanian dan
usaha tani (Muksin, 2014). menjaga kesinambungan ketersediaan pangan, serta
keberlanjutan pertanian dalam jangka panjang. Dengan
potensi yang besar pada SDM pemuda, maka adanya
permasalahan usahatani di Indonesia amat mungkin
Kesimpulan dan Implikasi
diatasi.
Kemampuan menghasilkan produk pertanian
dipengaruhi oleh luas lahan, mutu lahan, dinamika Pergan an paradigma berpikir adalah konsekuensi
lingkungan dan iklim, input teknologi dan jumlah maupun logis yang diharapkan terbentuk bagi penggan pelaku
mutu dari SDM petani. Apabila lahan dan dinamika iklim dalam usahatani dalam memandang usahatani. Pergan an
adalah sesuatu yang memerlukan kebijakan eksternal dan paradigma dalam hal ini termasuk cara memandang
kolabora f seluruh pelaku pertanian di dunia, maka SDM usahatani, pemanfaatan teknologi, pemasaran hasil
petani dalam konteks ini akan lebih banyak bertumpu pertanian, amupun pengorganisasian usahatani.
pada kemampuan petani dan kebjujakan internal dari Perubahan paradigma diharapkan dapat memberikan
Negara masing-masing. Ke dakmampuan SDM petani kekuatan baru bagi bangsa ini untuk menciptakan dan
atau rendahnya SDM petani dari suatu Negara, dak akan menguatkan daya saing pertanian di kancah internasional.

30
| EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014
Regenerasi menjadi kebutuhan untuk memfasilitasi Mewujudkan upaya regenerasi yang tepat,
produk vitas SDM pelaku usahatani. SDM usahatani menjadi keharusan semua pihak. Pihak-pihak dimaksud
yang dak memiliki daya saing atau kompetensi dalam adalah pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Ke ga
mengupayakan usahatani dan agribisnis pada hakekatnya komponen bangsa ini seharusnya melakukan upaya
adalah ancaman seja terhadap kedaulatan pangan. Perlu sistema s untuk memfasilitasi terintegrasinya rencana,
upaya serius dalam menata dan membuat roadmaph implementasi, dan evaluasi dalam memberdayakan SDM
regenerasi SDM petani dan kemampuan memproduksi pertanian khususnya pola regenerasi yang dikembangkan.
pangan. Kedaulatan pangan menjadi terminology final Kebutuhan mendesak terhadap regenerasi, kebutuhan
untuk memberdayakan Indonesia sebagai bangsa. Kondisi terhadap peningkatan kompetensi petani berikutnya
tersebut memberikan alasan logis keperluan regenerasi seharusnya sudah menjadi salahsatu blueprint yang
pertanian. Regenerasi pelaku usaha tani adalah diketahui oleh semua pihak atau komponen bangsa.
keberlanjutan usahatani untuk menyediakan pangan bagi
bangsa. Bangsa yang dak dapat menyediakan pangan,
adalah bangsa yang lemah. Regenerasi menjadi kewajiban
bersama untuk merespon kondisi kebutuhan pangan
dalam negeri, dan merespon persaingan di lingkungan
global.

DAFTAR PUSTAKA
Bappenas, 2009. Grand Strategi Keamanan Nasional. Bppenas, Jakarta.
BPS. 2003a. Sta s k Pemuda Indonesia 2003. BPS, Jakarta
____. 2003b. Sensus Pertanian 2003 Angka Nasional hasil Penda aran Rumah Tangga (Angka Sementara). BPS,
Jakarta.
____. 2003c. Sensus Pertanian 2003 Hasil Penda aran Rumah Tangga Propinsi Jawa Timur. BPS, Jakarta.
Luckey, AN., TP. Murphrey, RL. Cummins. 2013. Assessing Youth Percep ons and Knowledge of Agriculture: The
Impact of Par cipa ng in an AgVenture Program. Journal of Exten on (JoE). Volume 51, Number 3: 2. Diakses pada 2
Maret 2014) dari www.joe.org
Milburn, LS., SJ. Mulley, and C. Kline, 2010. The End of the Beginning and the Beginning of the End: The Decline
of Public Agricultural Extension in Ontario. Journal of Exten on (JoE). Volume 48, Number 6: 5-6. (Diakses pada 2 Maret
2014) dari www.joe.org
Muksin. 2007. Kompetensi Pemuda Tani yang Perlu dikembangkan di Jawa Timur. IPB, Bogor, Hal 154-161.
.2014. Implikasi Minat Dan Kompetensi Agribisnis Pemuda Pedesaan Terhadap Kedaulatan Pangan.
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional UNS, 24 April 2014.
Rosset P., 2011. Food Sovereignty and Alterna ve Paradigms to Confront Land Grabbing and the Food and Climate
Crises. Development. Volume 54, Number 1: 21-30. (Diakses pada 7 Maret 2014) dari www.search.proquest.com
Suswono. 2014. Kebijakan Pembangunan Pertanian Untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan dan Energi dalam
Menyongsong Era Asia. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional UNS, 24 April 2014
Wibowo, R., 2014. Masalah Tantangan Indonesia dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan. Seminar Nasional
Ketahanan Pangan (15 Maret 2014). Polije, Jember, Hal 5-6.

EDISI 01 • TAHUN XX • MEI 2014

| 31

Anda mungkin juga menyukai