Anda di halaman 1dari 12

Instrumen Pengendalian Harga Beras di Indonesia:

Waktu Efektif yang Dibutuhkan


Rice Price Control Instrument in Indonesia:
Effective Time Required
Desi Aryani
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya
Jalan Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Indralaya 30662, Sumatera Selatan, Indonesia
Email: desiaryaniz@yahoo.com
Diterima: 8 Maret 2021 Revisi: 16 Juni 2021 Disetujui: 3 Agustus 2021
ABSTRAK
Beras merupakan salah satu komoditas utama penyumbang inflasi. Stabilitas harga beras selalu
berusaha dijaga pemerintah supaya berada sampai batas tertentu yang menguntungkan petani dan
konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis selang waktu efektif yang dibutuhkan untuk
pengendalian harga beras di Indonesia serta mengkaji kebijakan stabilisasi harga beras dengan pendekatan
Tinbergen Framework. Penelitian menggunakan data sekunder Time Series dengan alat analisis distributed
lag model. Hasil analisis menunjukkan pada variabel HPP beras tidak diperlukan selang waktu, HPP beras
pada periode t sudah efektif berpengaruh secara langsung pada harga beras konsumen. Variabel operasi
pasar tidak efektif pada lag berapapun. Variabel impor beras akan berpengaruh menurunkan harga beras
konsumen pada lag 6. Pemetaan berdasarkan Tinbergen Framework, exogenous variables terdiri dari:
policy instruments (HPP Beras, Operasi Pasar, Impor Beras); constraints (ketepatan waktu pelaksanaan,
ketepatan volume, kualitas beras, perilaku anti persaingan dari pedagang beras); dan factors beyond control
(cuaca ekstrem, infrastruktur rusak). Endogenous variables berupa: goals for target variables (stabilitas harga
beras konsumen); dan side effects (menekan inflasi, stabilitas harga di tingkat produsen, terpenuhinya stok
sebagai CBP di gudang BULOG, konsumen mendapatkan beras yang berkualitas dengan harga sesuai).
kata kunci: stabilitas harga beras; Tinbergen Framework; HPP beras; operasi pasar; impor beras.

ABSTRACT
Rice is one of the main commodities contributing to inflation. The government always tries to maintain
rice price stability at a certain level that benefits both farmers and consumers. This study aimed to analyze
the effective time lag needed to control rice prices in Indonesia and to examine rice price stabilization
policies with the Tinbergen Framework approach. The study used time series secondary data with
distributed lag model analysis tools. The results showed that there was no time lag for the rice HPP variable
affecting consumer price. Rice HPP in period t had been effective in influencing consumer’s rice price
directly. The market operation variable was not effective at any lag. Rice import variable would reduce
consumer rice prices at lag 6. Mapping based on Tinbergen Framework, exogenous variables consisted of
policy instruments (Rice HPP, Market Operation, Rice Import); constraints (timeliness of implementation,
volume accuracy, rice quality, anti-competitive behavior of rice traders); and factors beyond control (extreme
weather, damaged infrastructure). Endogenous variables included goals for target variables (stability of
consumer rice prices); and side effects (suppressing inflation, stability of producer prices, the fulfillment of
stocks as CBP in BULOG’s warehouses, consumers acquaire a good quality rice at appropriate prices).
keywords: rice price stability; Tinbergen Framework; rice HPP; market operations; rice imports

I. PENDAHULUAN Ketersediaan bahan pangan pokok terutama

S
beras dipengaruhi oleh besarnya produksi
tabilitas dan tingkat harga beras akan
padi atau beras di suatu daerah. Di Indonesia,
memengaruhi aksesibilitas masyarakat
produksi beras terus meningkat dari tahun ke
terhadap pangan beras. Bahan pangan perlu
tahun. Berdasarkan data BPS, tahun 2020
selalu tersedia dalam jumlah yang cukup, mutu
produksi padi Indonesia mencapai 54,65 juta ton
yang layak dan secara medis aman dikonsumsi.

Instrumen Pengendalian Harga Beras di Indonesia: Waktu Efektif yang Dibutuhkan 75


Desi Aryani
gabah kering giling (GKG) atau setara dengan dan insentif berproduksi pada petani dan
31,33 juta ton beras (BPS, 2021). sekaligus menjaga kelangsungan daya beli
konsumen (Dawe dan Timmer, 2012; Hariadi
Hampir seluruh daerah di Indonesia
dan Yamin, 2014).
menghasilkan beras, tetapi tidak semua daerah
mengalami surplus karena hasil produksi yang Pemerintah seharusnya membuat
rendah tidak mampu mencukupi kebutuhan kebijakan yang netral di mana harga beras
konsumsinya. Indonesia menjadi negara domestik tidak memiliki rentang yang jauh
konsumen beras terbesar di Asia Tenggara. dengan tingkat harga beras dunia dalam jangka
Hal ini salah satunya disebabkan oleh budaya panjang. Hal ini akan memberikan sinyal kepada
masyarakat Indonesia yang masih menganggap petani mengalokasikan sumberdayanya untuk
beras sebagai makanan pokok yang harus memproduksi beras serta menjamin masyarakat
dikonsumsi setiap hari (Yustiningsih, 2012). terutama masyarakat miskin agar tidak dirugikan
Berdasarkan data OECD-FAO, 2018, konsumsi dengan harga beras yang tinggi (McCulloch,
beras per kapita per tahun di Indonesia masih 2008).
melebihi 100 kg. Angka ini jauh lebih tinggi
Beras merupakan salah satu komoditas
dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya
utama pembentuk inflasi. Berbagai kebijakan
seperti Thailand dan Malaysia yang masing-
stabilitas harga beras dibuat pemerintah supaya
masing hanya 99 kg dan 81 kg (Patunru dan
harga beras berada sampai batas tertentu
Ilman, 2019).
yang menguntungkan petani dan konsumen.
Untuk menjaga keamanan pasokan beras, Pemerintah harus menghadapi dilema
Indonesia terus mengimpor beras setiap harga pangan di mana pada satu sisi petani
tahun. Rata-rata impor beras Indonesia selama menginginkan harga beras tinggi, dan di sisi lain
periode tahun 1997 sampai dengan tahun konsumen menginginkan sebaliknya (Timmer,
2017 mencapai lebih dari 1,2 juta ton setiap Falcon dan Pearson, 1983 dalam Dorosh, 2008).
tahunnya. Selain itu, perbedaan harga yang
Kebijakan perberasan di Indonesia terbagi
signifikan antara harga beras dalam negeri dan
menjadi empat yaitu kebijakan produksi,
harga internasional juga menjadi salah satu
kebijakan harga, kebijakan distribusi, dan
faktor penyebab terjadinya impor. Dibandingkan
kebijakan impor (Firdaus, dkk., 2008). Tiga
harga beras di pasar internasional, harga beras
tujuan pokok kebijakan perberasan nasional
Indonesia cenderung lebih tinggi (Patunru dan
adalah menjamin ketersediaan beras nasional,
Ilman, 2019).
kestabilan harga, dan melindungi tingkat
Ketidakstabilan harga beras di Indonesia pendapatan petani (Suryana, dkk., 2014).
terlihat dari semakin besarnya disparitas
Berdasarkan beberapa hasil penelitian
harga antara harga beras Indonesia dengan
sebelumnya, yaitu penelitian oleh Puska Daglu
harga beras internasional. Berdasarkan data
BP2KP Kemendag (2015); Puska PDN BP2KP
periode tahun 2009 sampai dengan tahun
Kemendag (2015); dan Aryani, dkk. (2017),
2018 menunjukkan tren harga beras Indonesia
diketahui bahwa terdapat beberapa faktor
terus naik dari tahun ke tahun. Sedangkan
instrumen kebijakan stabilisasi harga yang
mulai pertengahan tahun 2013 harga beras
berpengaruh signifikan terhadap harga beras
internasional cenderung mengalami penurunan
konsumen yaitu Harga Pembelian Pemerintah
(Aryani, dkk., 2017; Patunru dan Ilman, 2019).
(HPP) beras, operasi pasar dan impor beras.
Tingkat fluktuasi harga beras di Indonesia cukup
Variabel operasi pasar dan impor beras tidak
tinggi setiap tahunnya, hal ini berarti harga beras
efektif dalam menstabilkan harga beras karena
cenderung tidak stabil terutama harga beras di
kurang tepatnya waktu dan kuantitas dalam
pulau-pulau yang defisit beras seperti Pulau
pelaksanaan kebijakan. Kebijakan operasi
Maluku dan Papua. Harga yang tidak stabil
pasar dan impor beras tidak serta merta dapat
akan merugikan baik di tingkat petani maupun
menurunkan harga beras pada periode yang
konsumen. Harga yang relatif stabil dan dijaga
sama. Kebijakan ini akan efektif berpengaruh
kewajarannya bagi produsen dan konsumen,
pada harga beras setelah beberapa periode
akan lebih memberikan kepastian penghasilan

76 PANGAN, Vol. 30 No. 2 Agustus 2021 : 75 – 86


berikutnya. Hal ini berarti bahwa instrumen Indonesia; dan (ii) mengkaji kebijakan stabilisasi
kebijakan tersebut membutuhkan selang waktu harga beras dengan pendekatan Tinbergen
untuk dapat berpengaruh terhadap harga yang Framework.
berlaku (Puska Daglu BP2KP Kemendag, 2015;
II. METODOLOGI
Aryani, dkk., 2017).
Penelitian ini merupakan penelitian
Penerapan instrumen kebijakan tentunya
kuantitatif. Secara spesifik metode yang
akan menimbulkan efek samping, baik untuk
digunakan dalam penelitian ini adalah metode
produsen maupun konsumen. Dalam penerapan
empiris yang menggunakan alat analisis statistik
instrumen kebijakan, terdapat kendala-kendala
dan ekonometrik dalam klasifikasi Time series
yang dapat menjadi faktor penghambat
models (Ethridge, 2004).
tercapainya tujuan diterapkannya kebijakan.
Beberapa penelitian terdahulu memetakan Pengumpulan data dilakukan dengan
hal-hal tersebut melalui pendekatan Tinbergen metode dokumentasi. Data yang digunakan untuk
framework of policy analysis (Thorbecke dan Hall, analisis merupakan data sekunder bulanan dari
1982 dalam Ellis, 1992). Penerapan kebijakan Januari 2010 sampai dengan Desember 2019.
perberasan yang efektif akan menghasilkan Tahun 2010 dijadikan periode awal analisis
tercapainya tujuan dibuatnya kebijakan tersebut. dengan pertimbangan tahun 2010 dianggap
Pemerintah menerapkan kebijakan perberasan lebih stabil dibandingkan tahun sebelumnya
untuk mengatur ekonomi perberasan yang akan setelah ada lonjakan harga pangan dunia pada
berdampak pada kesejahteraan produsen dan tahun 2007/2008. Data sekunder tersebut yaitu
konsumen (Sembiring, dkk., 2010). data harga beras konsumen (kualitas medium
banyak beredar), HPP beras, operasi pasar,
Berdasarkan hal tersebut maka tujuan dari
dan impor beras nasional (yang dilakukan oleh
penelitian ini adalah: (i) menganalisis selang
BULOG dan swasta). Data dikumpulkan dari
waktu (lag) yang dibutuhkan untuk efektivitas
beberapa instansi yaitu: Badan Pusat Statistik
instrumen pengendalian harga beras di
untuk data harga beras konsumen, HPP, impor

Gambar 1. Analisis Kebijakan Stabilisasi Harga Beras dengan Tinbergen Framework


Sumber: Diadopsi dari Thorbecke dan Hall (1982) dalam Ellis (1992)

Instrumen Pengendalian Harga Beras di Indonesia: Waktu Efektif yang Dibutuhkan 77


Desi Aryani
beras nasional; dan BULOG untuk data operasi dependen dikatakan efektif. Analisis dilakukan
pasar. dengan tidak menggunakan lag, menggunakan
lag 1 dan seterusnya sampai memperoleh nilai
Dalam penelitian ini digunakan tiga
lag yang memberikan arah sesuai harapan.
variabel instrumen pengendalian harga beras
di Indonesia yaitu HPP beras, operasi pasar, Untuk memperjelas kinerja dari instrumen
dan impor beras. Harga beras konsumen (HBK) kebijakan stabilisasi harga beras yang
merupakan fungsi dari HPP beras (HPP), telah dilakukan pemerintah maka dilakukan
operasi pasar murni (OPM), dan impor beras pendekatan dengan Tinbergen framework of
(IM). Secara matematis dibuat fungsi sebagai policy analysis (Thorbecke & Hall, 1982 dalam
berikut: Ellis, 1992). Pendekatan ini dilakukan dengan
memetakan exogenous variables, relationship
HBKt =f(HPPt, OPMt, IMt)………….....………..(1)
between variation “The Model”, endogenous
Untuk menganalisis selang waktu (lag) variables, dan ultimate goal. Tinbergen
yang dibutuhkan untuk efektivitas instrumen framework of policy analysis dalam penelitian
pengendalian harga beras di Indonesia maka ini dirangkum dalam Gambar 1. Berdasarkan
fungsi harga beras konsumen pada persamaan Gambar 1 dapat dilihat keterkaitan antar
1 diubah ke dalam persamaan dalam bentuk variabel, di mana exogenous variables yang
distributed lag model seperti persamaan 2 terdiri dari policy instrument, constraints, dan
(Enders, 1995: Koutsoyiannis, 1978). factors beyond control secara langsung maupun
HBKt =α + β0HPPt + β1HPPt-i + β2OPMt + β3OPMt-i tidak langsung akan memengaruhi endogenous
+ β4IMt + β5IMt-i + et.........................................(2) variables. Selanjutnya endogenous variables
yang terdiri dari goals for target variables dan
Tanda dan parameter yang diharapkan dalam side effect akan memengaruhi hasil akhir yaitu
persamaan tersebut adalah: ultimate goal berupa social welfare.
β0, β1 > 0 ; β2, β3, β4, β5 < 0 III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Keterangan : 3.1. Kebijakan Stabilisasi Harga Beras
HBKt = Harga beras konsumen periode t Galtier (2009), berdasarkan studinya
(Rp/kg) tentang manajemen instabilitas harga bahan
HPPt = HPP Beras periode t (Rp/kg) pangan di negara berkembang, mengemukakan
OPMt = Operasi pasar periode t (ton/bln) usaha stabilisasi harga dapat ditempuh melalui
IMt = Impor beras periode t (ton/bln) beberapa pendekatan kebijakan. Pertama
HPPt-i = HPP Beras periode t-i (Rp/kg) melalui kebijakan dengan tujuan menghilangkan
hambatan yang bersifat spasial dan sementara
OPMt-i = Operasi pasar periode t-i (ton/bln)
yang dilakukan oleh pelaku pasar (produsen,
IMt-i = Impor beras periode t-i (ton/bln) konsumen dan pedagang), kebijakan ini
e = Variabel pengganggu dilakukan dengan perbaikan infrastruktur. Kedua
α = Konstanta melalui kebijakan dengan tujuan mencegah
β = Koefisien regresi instabilitas harga yang menyebabkan instabilitas
pendapatan, contoh implementasi kebijakan
i = Periode waktu sebelum periode t
(1,2,3,dst.) ini antara lain melalui kontrak berjangka dan
asuransi pertanian. Ketiga melalui kebijakan
Untuk mengukur efektivitas kebijakan dengan tujuan untuk memastikan harga tidak
digunakan nilai dan tingkat signifikansi variabel melampaui batas tertentu, beberapa alternatif
independen terhadap variabel dependen dari kebijakan ini dapat berbentuk harga dasar, harga
pendekatan analisis ekonometrika (Sanim, 1998 atap atau batasan harga tergantung komoditinya.
dan Simatupang, 2002 dalam Puska Daglu Kebijakan berfokus pada pengendalian produksi
BP2KP Kemendag, 2015). Jika pengaruhnya dan pengelolaan stok. Di Indonesia kebijakan
signifikan dengan arah sesuai harapan, maka seperti ini adalah kebijakan yang paling banyak
pengaruh variabel independen terhadap variabel diterapkan untuk mengatasi fluktuasi harga

78 PANGAN, Vol. 30 No. 2 Agustus 2021 : 75 – 86


bahan pangan pokok. Keempat yaitu alat Di negara-negara miskin, stabilnya harga
intervensi pemerintah melalui penerapan makanan pokok membantu mencegah petani
instrumen kebijakan dengan tujuan untuk miskin dan konsumen jatuh ke dalam perangkap
membantu pendapatan rumah tangga pada kemiskinan. Selain itu juga akan mendorong
saat harga mengalami kenaikan. Salah satu investasi di tingkat pertanian dan mendorong
bentuk penerapan kebijakan ini adalah bantuan investasi bidang ekonomi secara keseluruhan
langsung untuk masyarakat miskin yang menjadi dengan mengurangi gangguan pada harga
target kebijakan ini. barang lain dan dengan mendorong stabilitas
sosial dan politik. Karena manfaat ini, stabilisasi
Stabilisasi harga pangan pokok menjadi
harga beras dalam negeri telah menjadi bagian
fokus kebijakan pemerintah karena harga
integral dari visi pembangunan di Asia (Dawe
komoditas pangan pokok akan memengaruhi
dan Timmer, 2012).
tingkat kesejahteraan masyarakat (Nuryati, dkk.,
2011). Harga riil beras di Indonesia setelah krisis Kebijakan adalah suatu peraturan yang telah
keuangan setidaknya 30 persen lebih tinggi ditetapkan dan disahkan untuk diimplementasikan
dari tren stabilnya pada 1975–1996. Selama yang bertujuan memengaruhi suatu keadaan.
periode 21 tahun, harga beras domestik sangat Kebijakan bermanfaat sebagai cara intervensi
stabil, meskipun harga merespons dengan tepat pemerintah untuk memengaruhi perubahan
surplus lokal dan defisit. Harga beras yang tinggi sektoral di masyarakat. Berdasarkan perspektif
ternyata tidak membawa dampak terhadap dasar, kebijakan perberasan di Indonesia
peningkatan produktivitas petani. Harga beras dapat dikelompokkan menjadi tiga rezim yaitu:
yang lebih tinggi ternyata menghasilkan “zero (i) Rezim Kebijakan Suportif dan Stabilisasi
sum outcomes”. Hal ini disebabkan setiap (1971–1997), pada periode ini harga, impor,
peningkatan pendapatan petani padi akan hilang dan penyaluran beras dalam negeri mutlak
karena sebagai konsumen beras, petani juga dikendalikan pemerintah melalui BULOG; (ii)
harus membayar harga beras lebih tinggi. Tidak Rezim Kebijakan Liberalisasi (1998–2000), di
ada “spread effect” atau “multiplier effect” tanpa mana impor beras dibiarkan bebas dengan bea
adanya peningkatan produktivitas (Timmer, masuk nol persen; dan (iii) Rezim Kebijakan
2004). Proteksi dan Promosi (2001–sekarang), di mana
pengendalian impor beras dilakukan dengan
Harga gabah dan beras antar waktu tanam
mekanisme tarif dan non tarif (Puska Daglu
dan panen masih terus berfluktuasi. Pada
BP2KP Kemendag, 2015; Hermawan, 2016).
kondisi ini dilema yang dihadapi petani adalah
mereka kesulitan membeli beras ketika harga Kebijakan harga produk pertanian yang
tinggi, di lain waktu mereka merasa dirugikan ditetapkan pemerintah akan memengaruhi
dengan harga gabah yang jatuh ketika musim harga yang diterima oleh petani maupun
panen. Hal ini disebabkan karena petani juga harga yang dibayar oleh konsumen. Harga
adalah konsumen beras, 60 persen konsumen produk pertanian memiliki tiga fungsi dalam
beras adalah petani dan keluarganya (Suryana, sistem ekonomi, yaitu: (i) mengalokasikan
2001). Jika terjadi peningkatan harga di tingkat sumberdaya pertanian; (ii) mendistribusikan
produsen maka daya beli masyarakat (petani dan pendapatan; dan (iii) sebagai faktor pendorong
konsumen) akan menurun (Firdaus, dkk., 2008). atau penghambat pembentukan investasi dan
Peningkatan harga beras memiliki dampak modal dalam pertanian. Ketiga fungsi ini juga
yang sangat nyata pada masyarakat miskin, merupakan sinyal, insentif, dan instrumen untuk
banyak orang miskin adalah petani. Mengingat alokasi sumberdaya dan pendapatan. Beberapa
besarnya komposisi beras dalam pengeluaran instrumen kebijakan harga yaitu: instrumen
makanan orang miskin di Asia, peningkatan kebijakan perdagangan, kebijakan nilai
harga beras yang tajam dapat mengurangi daya tukar, pajak dan subsidi, intervensi langsung
beli masyarakat miskin, mungkin mendorong contohnya penetapan harga dasar dan harga
mereka ke dalam kemiskinan atau mengancam atap (Ellis, 1992).
ketahanan pangannya (McCulloch, 2008; Ivanic
Salah satu kebijakan harga produk pertanian
dan Martin, 2014; Patunru dan Ilman, 2019).
yang mendapat perhatian khusus adalah

Instrumen Pengendalian Harga Beras di Indonesia: Waktu Efektif yang Dibutuhkan 79


Desi Aryani
kebijakan harga beras dan gabah. Kebijakan premium dengan pembagian HET menjadi
ini dimulai tahun 1970–an yaitu kebijakan harga beberapa daerah regional (kepulauan). Terdapat
dasar gabah dan beras. Kebijakan ini dilakukan tiga HET yang ditetapkan untuk delapan wilayah
untuk melindungi petani ketika musim panen tiba. kepulauan. HET terendah adalah Rp9.450,00
Selain itu juga ditetapkan kebijakan harga atap per kilogram (beras medium) dan Rp12.800,00
atau harga eceran tertinggi untuk memberikan per kilogram (beras premium) untuk wilayah
perlindungan pada konsumen terutama pada Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan; Bali
saat musim paceklik. Kebijakan harga dasar dan Nusa Tenggara; Sulawesi. HET tertinggi
gabah dan beras pertama kali dimuat dalam yaitu sebesar Rp10.250,00 per kilogram (beras
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 tahun 1973 medium) dan Rp13.600,00 per kilogram (beras
tentang Pembelian Beras dalam Negeri untuk premium) untuk wilayah Maluku dan Papua
Tahun 1973/1974 yang dikeluarkan pada 14 (Kementerian Perdagangan, 2017).
Maret 1973. Dalam perkembangannya kebijakan
Kebijakan pengadaan gabah/beras dan
harga dasar dan harga atap ini dihilangkan
penyaluran beras oleh pemerintah diatur
dan berganti dengan harga dasar pembelian
dalam beberapa Inpres dan Permen, salah
pemerintah (HDPP) yang selanjutnya menjadi
satunya tercantum dalam Inpres Nomor 5
harga pembelian pemerintah (HPP) (Amang
Tahun 2015. Kebijakan ini diatur dalam rangka
dan Sawit, 2001).
stabilisasi ekonomi nasional, melindungi tingkat
HDPP merupakan kebijakan pengganti pendapatan petani, stabilisasi harga beras,
kebijakan harga dasar dan harga atap, pertama pengamanan Cadangan Beras Pemerintah
kali ditetapkan pada tahun 2002 melalui Inpres (CBP), dan penyaluran beras untuk keperluan
Nomor 9 Tahun 2002, ketetapan ini mulai berlaku yang ditetapkan pemerintah. Pengadaan beras
pada Januari 2003. Selanjutnya istilah HDPP melalui impor dilakukan jika ketersediaan
berubah menjadi HPP, pertama kali ditetapkan beras dalam negeri tidak mencukupi, untuk
pada Inpres Nomor 2 tahun 2005. Sampai kepentingan memenuhi kebutuhan stok dan
tahun 2020, kebijakan HPP gabah/beras sudah CBP, atau untuk menjaga stabilitas harga dalam
beberapa kali ditetapkan. Hal ini dilakukan negeri. Kebijakan pengadaan beras impor
seiring dengan perubahan situasi perberasan dilakukan oleh BULOG dengan tetap menjaga
dalam negeri, terutama akibat perkembangan kepentingan petani dan konsumen. Berdasarkan
harga yang terus mengalami peningkatan dari Permendag Nomor 1 Tahun 2018, impor untuk
tahun ke tahun. Penetapan HPP gabah/beras keperluan umum hanya dapat dilakukan oleh
terbaru ditetapkan pada Maret 2020 melalui BULOG, impor beras dapat dilakukan oleh
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) pihak swasta jika dipergunakan untuk keperluan
Nomor 24 Tahun 2020 tentang penetapan harga bahan baku industri. Pemberlakuan kebijakan
pembelian pemerintah untuk gabah atau beras. ini merupakan salah satu cara untuk melindungi
Permendag ini merevisi besaran HPP dalam petani lokal (Patunru dan Ilman, 2019).
Inpres Nomor 5 Tahun 2015. Berdasarkan
Kebijakan lain yang dilakukan pemerintah
data dari BULOG tahun 2016, selama periode
dalam rangka stabilisasi harga beras adalah
penetapan HPP 2002 sampai 2015, besaran
melalui kebijakan operasi pasar. Sekarang
HPP Gabah Kering Panen (GKP) naik rata-rata
kebijakan operasi pasar dikenal dengan istilah
sekitar 15,00 persen per tahun, HPP Gabah
Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga
Kering Giling (GKG) naik rata-rata sekitar 13,34
(KPSH). Pada awalnya kebijakan operasi pasar
persen per tahun, dan HPP beras naik rata-rata
terdiri dari Operasi Pasar Murni (OPM) dan
sekitar 15,90 persen per tahun (Sawit, 2008;
Operasi Pasar Khusus (OPK). OPM merupakan
Suryana, dkk., 2014).
bagian dari general price subsidy yang
Tahun 2017 pemerintah mengeluarkan digunakan pada saat harga beras terlalu tinggi
kebijakan perberasan yaitu Penetapan Harga akibat adanya kelebihan permintaan di pasar.
Eceran Tertinggi Beras (HET) yang tertuang OPM dilaksanakan BULOG melalui penyaluran
dalam Permendag Nomor 57 Tahun 2017. CBP sesuai dengan permintaan dari daerah.
Kebijakan ini membagi beras medium dan Sedangkan OPK adalah implementasi dari

80 PANGAN, Vol. 30 No. 2 Agustus 2021 : 75 – 86


targeted price subsidy. Pada awal diterapkan, operasi pasar dan impor beras baru akan
OPK bertujuan menyalurkan bantuan pangan berdampak beberapa waktu setelah kebijakan
pada masyarakat miskin yang rawan pangan diterapkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa
setelah terjadinya krisis tahun 1998. Sejak tahun variabel operasi pasar dan impor beras
2002 OPK dengan target masyarakat miskin berpengaruh signifikan tetapi koefisien hasil
diubah namanya menjadi Raskin (beras untuk analisis tidak sesuai dengan tanda harapan,
keluarga miskin) (Firdaus, dkk., 2008). dimana koefisien hasil analisis menunjukkan
nilai positif yang seharusnya bernilai negatif.
Sejak tahun 2015 Program Raskin berubah
Diperlukan ketepatan waktu dalam pelaksanaan
nama menjadi Program Rastra (beras untuk
kebijakan supaya instrumen tersebut efektif
keluarga sejahtera). Mulai tahun anggaran
berpengaruh. Tabel 1 menampilkan hasil
2017 penyaluran Rastra ditransformasi menjadi
estimasi distributed lag model. Lag yang
Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
digunakan untuk variabel operasi pasar dan
Rastra dan BPNT merupakan instrumen
impor beras adalah lag 1 sampai dengan 6.
untuk penanggulangan kemiskinan, yang
harus dilaksanakan secara terpadu dengan
mempertimbangkan daerah surplus dan defisit Tabel 1. Hasil Estimasi Distributed Lag Model
beras (Rachman, dkk., 2018). Instrumen Pengendalian Harga Beras
di Indonesia
Pada 3 Mei 2017 pemerintah membuat
instrumen kebijakan baru yang disebut sebagai
instrumen penegakan hukum. Instrumen ini
diberi nama Satgas Pangan dengan salah satu
tujuannya adalah untuk stabilisasi harga pangan.
Beberapa tugas Satgas Pangan yaitu memantau
harga pangan, memastikan ketersediaan
stok, kelancaran distribusi, mengawasi rantai
pasok, memastikan konsumen mendapatkan
harga yang adil, dan melakukan penegakan
hukum di bidang pangan. Satgas Pangan terdiri
dari unsur Polri, Kementerian Dalam Negeri,
Perum BULOG, Kementerian Perdagangan,
Kementerian Pertanian, dan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) (Khudori, 2019).
Selanjutnya Khudori (2019), menjelaskan
salah satu tugas Satgas Pangan adalah
memantau kualitas beras yang diperdagangkan
di pasar. Berdasarkan Permendag Nomor 59
Tahun 2018 tentang Kewajiban Pencantuman Berdasarkan hasil estimasi distributed
Label Kemasan Beras, pedagang diwajibkan lag model pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa
untuk memberikan label beras terkait merek dan variabel HPP beras berpengaruh signifikan dan
jenis beras. Aturan ini berlaku untuk beras yang efektif berpengaruh pada periode t atau periode
dijual dalam kemasan dengan jenis medium, sekarang. Variabel impor beras berpengaruh
premium, dan khusus. Sedangkan untuk beras signifikan dan efektif berpengaruh pada periode
curah yang dijual langsung ke konsumen tidak t-6 (lag 6). Sedangkan variabel operasi pasar
diperlukan pencantuman label. berpengaruh signifikan tapi tidak efektif pada
3.2. Instrumen Pengendalian Harga Beras periode berapapun. Hal ini dapat dilihat dari
nilai signifikansi dan tanda koefisien regresi
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu (nilai Beta). Apabila nilai signifikansi lebih kecil
(Firdaus, dkk., 2008; Puska PDN BP2KP dari nilai α 0,05 berarti variabel berpengaruh
Kemendag, 2015; Puska Daglu BP2KP signifikan dan tanda koefisien regresi
Kemendag, 2015) diketahui bahwa kebijakan sesuai tanda harapan berarti variabel efektif

Instrumen Pengendalian Harga Beras di Indonesia: Waktu Efektif yang Dibutuhkan 81


Desi Aryani
berpengaruh. Ringkasan hasil analisis regresi Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan
linier berganda dan penggunaan lag 6 untuk Rahmasuciana, dkk. (2015) mendapatkan
hasil bahwa kuantitas operasi pasar murni
Tabel 2. Ringkasan Analisis Estimasi Distributed
(OPM) berpengaruh tidak signifikan terhadap
Lag Model Instrumen Pengendalian
harga beras dalam negeri. Khudori (2019)
Harga Beras di Indonesia
mengemukakan bahwa kebijakan harga
tunggal yang berlaku menyulitkan pemerintah
dalam intervensi harga melalui operasi pasar.
Implementasi operasi pasar yang dilakukan
hanya dengan satu jenis kualitas apalagi stok
beras untuk operasi pasar biasanya adalah
stok lama, akan sulit untuk dapat menghambat
gejolak harga pada semua jenis beras yang
variabel operasi pasar dan impor beras dapat ada di pasar. Operasi pasar sebagai salah satu
dilihat pada Tabel 2. instrumen pengendalian harga beras hanya
dilakukan BULOG ketika ada permintaan dari
Tabel 2 menunjukkan hasil analisis
pemerintah daerah. Secara makro operasi
didapatkan nilai R2 sebesar 0,813. Hal ini
pasar tidak berpengaruh terhadap harga beras
berarti bahwa 81,3 persen variasi yang ada
dalam negeri di tingkat nasional, operasi pasar
dapat dijelaskan oleh model sedangkan sisanya
hanya berpengaruh parsial pada daerah-daerah
dijelaskan oleh variabel lain yang belum
tertentu yang melakukan operasi pasar saja.
dimasukkan dalam model. Hasil Uji F menunjukkan
bahwa secara bersama-sama variabel bebas Berdasarkan hasil penelitian Puska PDN
(HPP beras, lag 6 volume operasi pasar, dan lag BP2KP Kemendag (2015), kebijakan operasi
6 volume impor beras) berpengaruh signifikan pasar dilakukan ketika harga beras mengalami
terhadap variabel terikat (harga beras konsumen). kenaikan di tingkat pengecer pada waktu-waktu
Hal ini dapat dilihat dari nilai Uji F sebesar 168,308 tertentu. Dampak operasi pasar beras akan
dengan tingkat signifikansi 0,000. Secara parsial terlihat dalam satu periode waktu berikutnya.
melalui uji t diketahui bahwa ketiga variabel bebas Dibandingkan daerah surplus, maka pada
yaitu HPP beras, lag 6 volume operasi pasar, daerah defisit memerlukan volume beras lebih
dan lag 6 volume impor beras secara statistik besar untuk didistribusikan pada operasi pasar.
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Waktu intervensi pasar yang efektif yaitu pada
musim paceklik dan Hari Besar Keagamaan
Variabel HPP beras dalam analisis ini
Nasional (HBKN), sekitar bulan Desember
tidak membutuhkan lag dikarenakan variabel
dan Januari, Juni sampai Agustus. Yang perlu
HPP beras sudah berpengaruh signifikan dan
ditingkatkan dalam pelaksanaan operasi pasar
bertanda positif sesuai dengan tanda harapan.
beras adalah waktu dan jumlah beras yang
Hal ini berarti bahwa variabel HPP dengan nilai
didistribusikan. Hal ini berarti dampak operasi
pada periode t (periode sekarang) sudah efektif
pasar sangat bergantung pada kuantitas dan
berpengaruh secara langsung pada harga beras
waktu pelaksanaan operasi pasar.
konsumen.
Variabel lag volume impor beras sudah
Tanda dan nilai koefisien variabel lag volume
menunjukkan tanda yang sesuai dengan
operasi pasar adalah positif. Hal ini masih tidak
harapan yaitu negatif. Impor beras akan
sesuai dengan harapan dimana tanda yang
berpengaruh signifikan dan efektif menurunkan
diharapkan adalah negatif dan berpengaruh
harga beras konsumen pada lag 6 yang berarti
signifikan. Tanda yang tidak sesuai hipotesis ini
bahwa pengaruh impor beras akan terlihat
dapat disebabkan oleh kurang tepatnya waktu
pada enam bulan ke depan. Hal ini berarti
dan kuantitas beras yang disalurkan, operasi
pemerintah sebaiknya melakukan perencanaan
pasar dilakukan ketika harga sudah mengalami
impor sebelum harga diperkirakan akan naik.
kenaikan sehingga pengaruh adanya operasi
Harus ada early warning dari manajemen data
pasar menjadi positif (Aryani, dkk., 2017).
penawaran dan permintaan beras untuk bisa

82 PANGAN, Vol. 30 No. 2 Agustus 2021 : 75 – 86


mengestimasi kapan waktu harga beras akan operasi pasar dan impor beras di tingkat saluran
bergerak naik. pemasaran. Pemerintah selalu berusaha untuk
menjaga harga beras berada pada tingkat yang
Impor justru akan membuat harga semakin
menguntungkan petani dan konsumen. Di
tidak terkendali jika tidak direncanakan dengan
Indonesia dua kondisi ini sulit untuk dicapai,
tepat tentang kapan waktu untuk melakukan
contohnya pada kebijakan HPP beras yang
impor, bahkan pada 2018 impor dilakukan
dirasakan tidak berpihak kepada petani
saat panen raya. Hal ini terjadi karena kurang
karena penentuan HPP lebih didasarkan pada
tepatnya waktu menetapkan keputusan impor
tingkat inflasi bukan pada biaya produksi
beras pada tahun 2017 dimana pelaksanaan
yang dikeluarkan petani. Penentuan HPP oleh
jatah impor 2017 dilakukan tahun 2018 (Khudori,
pemerintah diharapkan dapat membantu petani
2019). Impor lebih efektif jika dilakukan sebelum
dalam menstabilkan harga dan memenuhi
harga merambat naik. Selama ini yang sering
persediaan beras mereka di musim paceklik.
terjadi adalah impor dilakukan terlambat pada
Pada kenyataannya kesejahteraan petani tidak
saat harga sudah terlanjur meningkat (Puska
mengalami peningkatan, petani dirugikan oleh
Daglu BP2KP Kemendag, 2015).
kebijakan tersebut (Sawit dan Halid, 2010).
3.3. Analisis Kebijakan Stabilisasi Harga
HPP yang ditetapkan pemerintah selalu
Beras dengan Pendekatan Tinbergen
berada di bawah harga riil, bahkan HPP
Framework
cenderung tidak merespon perubahan harga yang
Untuk memperjelas kinerja dari instrumen terjadi di pasar. HPP baik gabah maupun beras
kebijakan stabilisasi harga beras yang tidak mengalami perubahan selama periode
telah dilakukan pemerintah maka dilakukan 2010–2011, 2012–2014, dan 2015–2019, tidak
pendekatan dengan Tinbergen framework dinamis mengikuti perubahan harga di pasar
of policy analysis. Rujukan kebijakan dalam yang terus meningkat. Harga riil gabah dan beras
penelitian ini adalah Inpres Nomor 5 Tahun 2015 yang berada jauh di atas HPP menyebabkan
tentang kebijakan pengadaan gabah/beras dan BULOG kesulitan dalam menyerap gabah dan
penyaluran beras oleh pemerintah, kebijakan beras petani. Hal ini menyebabkan BULOG
ini secara langsung dan tidak langsung akan melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan
terkait dengan kebijakan stabilisasi harga beras. CBP. Mekanisme menaikkan HPP gabah dan
Instrumen kebijakan yang digunakan adalah beras sebaiknya dilakukan pemerintah setiap
HPP beras, operasi pasar, dan impor beras. tahun untuk menyerap gabah dan beras petani
Dalam memilih instrumen kebijakan terdapat yang diperlukan untuk CBP. HPP multikualitas
lima pertanyaan yang harus diperhatikan (Ellis, sebaiknya diterapkan pemerintah sebagai
1992) yaitu: (i) apakah instrumen kebijakan jaminan harga sehingga menjadi kepastian
sesuai untuk mencapai efisiensi dan keadilan; petani untuk melakukan produksi sesuai kualitas
(ii) apakah instrumen kebijakan diaplikasikan (Maulana, 2012).
pada level petani atau pada level saluran
Implementasi kebijakan akan menghadapi
pemasaran. (iii) apakah instrumen kebijakan
kendala, dalam pemetaan kendala terbagi
adalah instrumen harga atau instrumen lembaga
menjadi 2 klasifikasi yaitu: (i) kendala spesifik,
atau instrumen teknologi; (iv) apakah instrumen
instrumen yang digunakan langsung mengarah
kebijakan diberlakukan untuk komoditas spesifik
pada perubahan teknis; dan (ii) kendala umum,
atau berlaku secara umum; dan (v) apakah
membuat instrumen yang dapat menyelesaikan
instrumen kebijakan adalah kebijakan pasar
kendala tersebut. Kendala bersifat relatif dan
komoditas atau kebijakan perdagangan atau
absolut, bersifat relatif misalnya keterbatasan
kebijakan makro ekonomi.
anggaran. Kendala bersifat absolut misalnya
Instrumen kebijakan yang dianalisis disini iklim, bagaimana antisipasi kebijakan untuk
adalah instrumen harga yang diterapkan untuk menghindari dampak negatifnya. Hanya dapat
komoditas spesifik beras yang merupakan dilakukan pencarian strategi untuk menghindari
kebijakan pasar komoditas. HPP beras faktor-faktor di luar kendali manusia. Ada empat
diberlakukan di tingkat petani, sedangkan kendala yang dihadapi dalam implementasi

Instrumen Pengendalian Harga Beras di Indonesia: Waktu Efektif yang Dibutuhkan 83


Desi Aryani
kebijakan stabilisasi harga yaitu ketepatan penentu angka inflasi baik dalam jangka pendek
waktu pelaksanaan, ketepatan volume, kualitas maupun jangka panjang. Penerapan HPP yang
beras, dan adanya perilaku anti persaingan efektif akan berdampak pada kemampuan
dari pedagang beras. Sedangkan faktor-faktor BULOG untuk menyerap gabah dan beras dari
di luar kendali yaitu cuaca ekstrem (perubahan petani sehingga stok sebagai CBP di gudang
iklim), infrastruktur yang rusak karena iklim dan BULOG dapat terpenuhi (Malian, dkk., 2004;
bencana sehingga menghambat implementasi Maulana, 2012).
kebijakan. Adanya kendala dan faktor di luar kendali
Ketepatan waktu pelaksanaan dan volume sebagai tantangan bagi implementasi instrumen
dalam penerapan kebijakan dapat diatasi dengan kebijakan akan menimbulkan efek samping
cara melakukan estimasi kapan harga akan jika kebijakan berhasil diterapkan yaitu: (i)
naik dan volume diperkirakan sesuai dengan menekan inflasi; (ii) harga yang stabil di
kebutuhan. Eksekusi kebijakan dilaksanakan tingkat konsumen berdampak pada stabilnya
pada saat harga belum mengalami kenaikan, harga di tingkat produsen; (iii) terpenuhinya
karena kebijakan membutuhkan selang waktu stok sebagai CBP di gudang BULOG; dan (iv)
untuk efektif mengendalikan harga (Firdaus, konsumen mendapatkan beras yang berkualitas
dkk., 2008; Puska PDN BP2KP Kemendag, dengan harga sesuai. Efek samping akan
2015; Puska Daglu BP2KP Kemendag, 2015). terjadi selaras dengan tercapainya tujuan akhir
Kualitas beras dan adanya perilaku anti yaitu kesejahteraan sosial berupa terjadinya
persaingan dari pedagang beras dapat dipantau peningkatan kesejahteraan masyarakat.
melalui tugas Satgas Pangan. Jika terjadi IV. KESIMPULAN DAN SARAN
kenaikan harga maka Satgas Pangan akan
melakukan penyelidikan penyebab kenaikan Waktu yang dibutuhkan untuk efektivitas
harga. Pelaku usaha terutama yang menjadi instrumen pengendalian harga beras di
penguasa pasar akan diawasi dengan ketat Indonesia berbeda-beda antar variabel yaitu
untuk menghindari adanya kecurangan dalam dari periode t sampai periode t-6 (lag 6). Variabel
pasar. Satgas Pangan akan mengecek stok HPP beras tidak diperlukan selang waktu.
di gudang distributor, mekanisme ditribusi, Variabel HPP beras dengan nilai pada periode
dan menyelidiki pelaku pasar dari produsen, t (periode sekarang) sudah efektif berpengaruh
distributor, dan pedagang (Khudori, 2019). pada harga beras konsumen. Variabel operasi
pasar tidak efektif pada lag berapapun. Variabel
Tujuan utama dari instrumen kebijakan impor beras akan berpengaruh menurunkan
stabilisasi harga beras (HPP beras, operasi harga beras konsumen pada lag 6.
pasar, dan impor beras) adalah stabilitas
harga beras konsumen. Penerapan kebijakan Empat kendala yang dihadapi dalam
tersebut diharapkan dapat mengendalikan implementasi kebijakan stabilisasi harga yaitu
harga beras di tingkat konsumen. Terdapat dua ketepatan waktu pelaksanaan, ketepatan
macam tujuan dalam merumuskan kebijakan volume, kualitas beras, dan adanya perilaku anti
yaitu efisiensi dan keadilan. Efisiensi kebijakan persaingan dari pedagang beras. Sedangkan
tercapai jika dapat diperoleh hasil maksimum faktor-faktor di luar kendali yaitu cuaca ekstrem
dari penggunaan sumber daya tertentu. Tujuan (perubahan iklim), infrastruktur yang rusak
pencapaian kebijakan biasanya mengarah karena iklim dan bencana sehingga menghambat
pada pertumbuhan ekonomi, tujuan ini pada implementasi kebijakan. Variabel endogen
dasarnya bersifat objektif. Tujuan keadilan dalam analisis ini adalah tujuan yaitu stabilitas
mengacu kepada pendistribusian output yang harga beras konsumen. Efek samping yang
dihasilkan dalam perekonomian kepada individu akan timbul jika kebijakan berhasil diterapkan
atau kelompok tersebut. Tujuan pencapaiannya adalah: (i) menekan inflasi; (ii) harga yang stabil
sering disebut distribusi pendapatan, tujuan di tingkat konsumen berdampak pada stabilnya
keadilan ini bersifat subjektif (Ellis, 1992). harga di tingkat produsen; (iii) terpenuhinya
stok sebagai CBP di gudang BULOG; dan (iv)
Harga beras yang terkendali akan menekan konsumen mendapatkan beras yang berkualitas
inflasi karena beras merupakan salah satu faktor dengan harga sesuai. Tujuan akhir dari

84 PANGAN, Vol. 30 No. 2 Agustus 2021 : 75 – 86


penerapan kebijakan yaitu kesejahteraan sosial in Developing Countries. CIRAD, UMR MOISA,
berupa terjadinya peningkatan kesejahteraan Montpellier F-34000. France.
masyarakat. Hariadi, S.S. dan A. Yamin. 2014. Kebijakan
Perberasan dan Nasib Petani Kecil, dalam Buku
Pemerintah sebaiknya menjaga kestabilan Ekonomi Perberasan Indonesia. Perhimpunan
harga beras dengan memperhatikan ketepatan Ekonomi Pertanian Indonesia. Bogor.
waktu dan besaran kenaikan HPP, ketepatan Hermawan, I. 2016. Kebijakan Perberasan Indonesia
waktu dan kuantitas dalam kebijakan operasi dan Solidaritas Pangan ASEAN. Politica,
pasar dan impor beras. Perlu ada metode lain 7(1):102–120.
dari yang selama ini telah dilakukan untuk Ivanic, M. dan W. Martin. 2014. Rice Price Shocks:
mengendalikan harga beras konsumen melalui Impacts on the Poor. Rice In The Shadow Of
operasi pasar. Waktu, jumlah, kualitas dan Skyscrapers - Policy Choices in a Dynamic
saluran operasi pasar perlu dilakukan secara East and Southeast Asian Setting. Food and
tepat. Waktu intervensi pasar yang efektif yaitu Agriculture Organization of the United Nations
pada musim paceklik dan Hari Besar Keagamaan (FAO). Roma.
Nasional. Untuk kebijakan impor pemerintah Kementerian Perdagangan. 2017. Penetapan
sebaiknya melakukan perencanaan impor, Harga Eceran Tertinggi Beras. Kementerian
Perdagangan. Jakarta.
sekitar 6 bulan, sebelum harga diperkirakan akan
naik. Harus ada early warning dari manajemen Khudori, 2019. Kaji Ulang Kebijakan Perberasan.
Pangan, 28(1):57–72. DOI:  https://doi.
data penawaran dan permintaan beras berbasis
org/10.33964/jp.v28i1.421
waktu untuk dapat mengestimasi kapan harga
Koutsoyiannis, A. 1978. Theory of Econometrics.
akan bergerak naik.
Harper & Row Publishers, Inc. Barnes & Noble
DAFTAR PUSTAKA Import Division. New York.
Amang, B. dan M. H. Sawit. 2001. Kebijakan Beras Malian, A.H., S. Mardianto, dan M. Ariani. 2004.
dan Pangan Nasional Pelajaran dari Orde Baru Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi,
dan Orde Reformasi. IPB Press. Bogor.  Konsumsi dan Harga Beras Serta Inflasi Bahan
Makanan. Jurnal Agro Ekonomi, 22 (2):119–146.
Aryani, D., R. S. Natawidjaja, T. I. Noor, dan A.
Mulyana. 2017. The Effectiveness of Rice Price Maulana, M. 2012. Prospek Implementasi
Stabilization Policy In Indonesia. International Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP)
Journal of Science and Research, 6(10):1060– Multikualitas Gabah dan Beras di Indonesia.
1063. Analisis Kebijakan Pertanian, 10 (3):211–223.
BPS. 2021. Berita Resmi Statistik No. 22/03/Th. McCulloch, N. 2008. Rice Prices and Poverty in
XXIV, 1 Maret 2021. Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic
Studies, 44 (1):45–63.
Dawe, D. dan C. P. Timmer. 2012. Why Stable Food
Prices Are a Good Thing: Lesson from Stabilizing Nuryati, Y., Y.H. Nur dan D.W. Prabowo. 2011. Faktor
Rice Prices in Asia. Global Food Security, 1: Penentu Instabilitas Harga Produk Berbasis
127–133. Impor (Kedele dan Gula). Pusat Pengkajian
dan Kebijakan Perdagangan dalam Negeri,
Dorosh, P. A. 2008. Food Price Stabilisation and
Kementerian Perdagangan. Jakarta.
Food Security: International Experience. Bulletin
of Indonesian Economic Studies, 44(1):93–114. Patunru, A. dan A.S. Ilman. 2019. Ekonomi Politik
Kebijakan Beras di Indonesia: Perspektif
Ellis, F. 1992. Agricultural Policies in Developing
Masyarakat Ekonomi ASEAN. Makalah Diskusi
Countries. Cambridge University Press. New York.
No.6. Center for Indonesian Policy Studies.
Enders, W. 1995. Applied Econometric Time Series. Jakarta.
John Wiley. New Jersey.
Pusat Kebijakan Perdagangan dalam Negeri (Puska
Ethridge, D. 2004. Research Methodology in PDN), Badan Pengkajian dan Pengembangan
Applied Economics, Second Edition. Blackwell Kebijakan Perdagangan, Kementerian
Publishing. Iowa. Perdagangan. 2015. Laporan Akhir Analisis
Firdaus, M., L.M. Baga dan P. Pratiwi. 2008. Efektifitas Operasi Pasar Beras. Kementerian
Swasembada Beras dari Masa ke Masa: Telaah Perdagangan. Jakarta.
Efektivitas Kebijakan dan Perumusan Strategi Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (Puska
Nasional. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. Daglu), Badan Pengkajian dan Pengembangan
Galtier, F. 2009. How to Manage Food Price Instability Kebijakan Perdagangan, Kementerian

Instrumen Pengendalian Harga Beras di Indonesia: Waktu Efektif yang Dibutuhkan 85


Desi Aryani
Perdagangan. 2015. Laporan Akhir Kajian
Efektivitas Impor Produk Pangan dalam Rangka
Stabilisasi Harga. Kementerian Perdagangan.
Jakarta.
Rachman, B., A. Agustian, dan Wahyudi. 2018.
Efektivitas dan Perspektif Pelaksanaan Program
Beras Sejahtera (Rastra) dan Bantuan Pangan
Non-Tunai (BPNT). Analisis Kebijakan Pertanian,
16 (1):1–18.

BIODATA PENULIS:
Desi Aryani dilahirkan di Palembang, 22 Desember
1981. Penulis menyelesaikan pendidikan S1
di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya pada tahun 2003, pendidikan
S2 di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009, dan
pendidikan S3 di Program Studi Ilmu Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran pada
tahun 2017.

86 PANGAN, Vol. 30 No. 2 Agustus 2021 : 75 – 86

Anda mungkin juga menyukai