PRODI S1 ILMU GIZI INSTITUT TEKHNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA KENDARI 2022 1. Pengaruh Kenikan Harga Pangan Terhadap Daya Beli Masyarakat Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) melaporkan bahwa sesuai hasil penelitiannya kenaikan harga sejumlah komoditas pangan di dalam negeri berpengaruh pada daya beli masyarakat. Kestabilan harga bukan lagi menjadi satu-satunya yang menentukan keterjangkauan masyarakat terhadap komoditas pangan. Pemerintah perlu memperhatikan daya beli yang menurun akibat pandemi Covid-19. Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kemiskinan periode September 2021 mengalami perbaikan dengan adanya penurunan sebesar 9,71 persen setelah setahun sebelumnya (September 2020) mencapai 10,19 persen. Namun pencapaian positif ini berpotensi menurun karena tingginya harga komoditas pangan. Pangan merupakan komponen bernilai signifikan dalam konsumsi rumah tangga, terlebih pada masyarakat berpenghasilan rendah, yang dapat mencapai 50 persen. Indeks Bulanan Rumah Tangga (Bu RT) dari CIPS menunjukkan, harga minyak goreng di Jakarta pada Maret naik 32,18 persen menjadi Rp 18.505 per liter dari Rp 14.000 per liter pada Februari, atau setara dengan kenaikan sebesar 39,69 persen dari Rp 13.247 per liter dibandingkan Maret tahun 2019 lalu. Belum lagi pemerintah yang menetapkan pelarangan ekspor crude palm oil (CPO) serta produk turunannya termasuk minyak goreng, setelah sebelumnya memberlakukan kenaikan besaran Domestic Market Obligation (DMO), Domestic Price Obligation (DPO) dan Harga Eceran Tertinggi (HET). Harga daging sapi juga naik sejak awal tahun. Data Indeks Bulanan Rumah Tangga menunjukkan, harga daging sapi pada Maret 2022 naik 9,27 persen dari Februari menjadi Rp 153.700 per kilogram. Ada juga peningkatan 2,28 persen dari periode yang sama tahun 2019. Karena suplai daging sapi Indonesia masih didominasi impor, yaitu sebesar 30 persen berdasarkan data Kementerian Pertanian 2020, kenaikan harga daging sapi internasional juga berdampak pada kenaikan harga domestik. Berdasarkan data BPS, impor daging sapi Indonesia tahun 2020 didominasi Australia (47 persen), India (34,18 persen), Amerika Serikat (8,74 persen), Selandia Baru (6,46 persen), dan lainnya (3,62 persen). Dalam jangka panjang, hal ini dapat memengaruhi konsumsi nutrisi. Masyarakat cenderung memilih makanan yang mengenyangkan dengan harga yang lebih murah, tapi belum tentu mencukupi kebutuhan nutrisi yang diperlukan tubuh. Proses dan prosedur perdagangan perlu ditingkatkan efisiensinya sehingga tidak memakan biaya dan waktu. Selain itu kebijakan perdagangan harus dibarengi dengan kebijakan pertanian yang fokus pada peningkatan daya saing produsen dalam negeri. 2. Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Inplasi Harga Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi, yakni penurunan harga barang secara umum dan terus menerus. 1. Tingginya Permintaan Kenaikan harga-harga (inflasi) ini disebabkan karena ketersediaan barang yang tidak sepadan dengan tingginya permintaan. Biasanya karena stok barang menipis dan permintaan sangat tinggi, maka stok barang tersedia mengalami kenaikan harga. Begitupun di bidang jasa, jika ada pembatasan kuota penggunaan jasa maka akan terjadi kenaikan harga. 2. Meningkatnya Biaya Produksi (cost pust inflation) Apabila sektor produksi naik seperti bahan baku atau upah pegawai, maka produsen akan menaikan harga supaya pendapatan keuntungan dan kegiatan produksi bisa berlanjut terus dalam jangka panjang. 3. Jumlah Uang yang Beredar Peredaran uang yang tinggi di masyarakat juga bisa menyebabkan terjadinya inflasi. Hal ini dikarenakan ketika jumlah uang di masyarakat meningkat, maka harga barang akan ikut mengalami kenaikan. Semakin meningkat daya beli masyarakat saat stok barang menipis, maka harga barang otomatis akan ikut naik. 3. Pengaruh Kenaikan Harga comunity Beras Terhadap Permintaan Konsumen Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusianuntuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air) menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Permintaan pangan (beras) bersifat in-elastis, yang mengimplikasikan bahwa fluktuasi harga tidak akan mengakibatkan perubahan yang besar pada permintaan. Permintaan cenderung konstan antarwaktu. Dalam jangka panjang, permintaan meningkat, terutama karena pertumbuhan populasi. Sementara itu, ketersediaan pangan penuh dengan ketidakpastian. Besarnya sumbangan harga beras dalam garis kemiskinan akan mengakibatkan jumlah individu yang sebelumnya di atas garis kemiskinan menjadi berada di bawah garis kemiskinan apabila terjadi kenaikan harga beras yang cukup tinggi. Harga komoditi beras di pasar tanpa adanya gangguan yang disebabkan oleh kekuatan permintaan (demand) atau kekuatan pasokan (supply) tentunya tidak akan sebegitu fluktuatif. Hal ini beralasan secara teori, mengingat karakter elastisitas harga dari komoditi strategik ini yang inelastis. Artinya seberapapun besar kenaikan tingkat harga beras di pasar, pengaruhnya tidak akan diikuti oleh persentase kenaikan yang linier (dalam jumlah yang sama) dari volume pembelian beras yang dilakukan oleh kalangan konsumen rumah tangga. 1. Pertama, 61,3% atau 46 petani sebelum adanya kenaikan harga beras keadaan perekonomiannya cukup, tetapi ketika terjadi kenaikan harga beras keadaan perekonomian petani beras menjadi kurang baik yaitu dengan presentase 66,6% atau 50 orang. Kenaikan harga beras tersebut menyebabkan petani beras mencari penghasilan dari usaha lain untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Usaha lain yang dijalani sebagian besar petani tersebut antara lain berdagang dan beternak lele. Namun lain, bagi petani pemilik lahan yang mempunyai pekerjaan lain, mereka mengolah lahan pertanian sebagai penghasilan tambahan. 2. Kedua adanya kenaikan harga beras, juga berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani. Sebagian petani penggarap lahan menyatakan bahwa pendapatan mereka bertambah yaitu hanya 7 orang petani dengan presentase 9,3%. Kemudian bagi pemilik lahan pendapatan mereka rata-rata berkurang dengan presentase 56%, sisanya 34,6% penghasilan mereka tetap atau stabil. Ternyata Kenaikan harga beras tidak cukup berpengaruh terhadap pendapatan pemilik lahan pertanian, tetapi memang sebagian besar pemilik lahan pendapatannya menurun pada saat terjadi kenaikan harga beras hal ini juga dikarenakan adanya hama tanaman (hama putih dan hama wereng cokelat) yang menyerang padi mereka. Hama ini menyebabkan kualitas padi menurun, kualitas padi yang menurun menyebabkan pendapatan mereka ikut menurun. Selain hama, benih unggul untuk tanaman padi harganya tinggi, sehingga bagi sebagian petani menggunakan benih unggul hanyalah untuk petani besar yang memiliki lahan yang luas. Mereka yang memiliki lahan pas-pasan menggunakan benih hasil produksi padi yang telah dipanen pada musim panen sebelumnya, atau membeli bibit yang harganya cukup. Namun, menurut sebagian petani, bibit yang mereka beli, kadang-kadang membuahkan hasil biasa, mereka mengira bahwa bibit tersebut telah dioplos atau dipalsukan oleh para pedagang. 3. Ketiga, kenaikan harga beras juga berdampak negatif terhadap harga kebutuhan pertanian (pupuk, intektisida maupun pestisida) dengan presentase 84% atau 63 orang. Muhamad Zaril Gapari Volume 3, Nomor 1, April 2021 25 Padahal obat pemberantas hama sangat dibutuhkan petani untuk membrantas hama putih dan hama wereng. Selain obat pemberantas hama juga harga pupuk, yang bagi banyak petani terlalu mahal. Harga pupuk yang mahal tidak terlalu disebabkan oleh volume produksi atau suplai pupuk (termasuk pupuk impor) di dalam negeri yang terbatas, tetapi oleh adanya distorsi di dalam sistem pendistribusiannya. Harga pupuk yang mahal bisa juga salah satu instrumen pemerintah untuk mengalihkan surplus di sektor pertanian ke sektor industri. Tingginya harga input untuk pertanian (misalnya pupuk) dikarenakan pemerintah menerapkan tarif impor untuk melindungi industri pupuk dalam negeri. Selain itu , belakangan ini naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik juga mempunyai suatu kontribusi yang besar terhadap peningkatan biaya produksi petani. 4. Keempat, kenaikan harga beras tidak menyebabkan pola konsumsi masyarakat petani menurun, mereka menyatakan karena beras merupakan kebutuhan pokok yang tidak dapat ditunda-tunda dan harus dipenuhi secepatnya. Adapun persentase yaitu 69,3% petani tidak mengurangi atau menambah pola konsumsinya. Artinya, kenaikan harga beras tidak berpengaruh terhadap polakonsumsi dan hanya berpengaruh terhadap tingkat pendapatan sebagian besar petani saja. Namun 24% petani mengurangi konsumsi terhadap beras dan menjadikan makanan lain yang mengandung karbohidrat sebagai makanan pengganti . Mereka menyatakan harga beras yang terlalu mahal (kondisi ‘abnormal’), menyebabkan perubahan dalam pola konsumsi masyarakat: orang akan mensubstitusikan beras dengan bahan makanan lainnya, misalnya singkong atau kentang. Sama halnya dengan bensin. Dalam keadaan normal, permintaan terhadap bensin hanya ditentukan oleh jumlah kendaraan bermotor dan pendapatan masyarakat (pemilik). Pada umumnya orang tidak membeli bensin untuk maksud spekulasi. Namun, jika harga premium, misalnya, mencapai Rp. 7500 dan cenderung akan naik terus, besar kemungkinan akan terjadi spekulasi antara bensin dengan gas, diesel, solar, listrik, atau alkohol. Hal ini dikarenakan pendapatan mereka yang turun, pendapatan yang turun mengakibatkan sebagian petani menurunkan pola konsumsinya untuk menyeimbangkan kebutuhan lain selain konsumsi (uang saku anak, kebutuhan sekolah dan lain-lain). 4. Pengaruh Fungsi Permintaan Terhadap Stabilitas Harga Pangan di Masyarakat Stabilitas pangan mengacu pada kemampuan suatu individu dalam mendapatkan bahan pangan sepanjang waktu tertentu. Kerawanan pangan dapat berlangsung secara transisi, musiman, ataupun kronis (permanen). Pada ketahanan pangan transisi, pangan kemungkinan tidak tersedia pada suatu periode waktu tertentu. Inflasi atau kenaikan harga yang tinggi akan membuat masyarakat mengalami penurunan daya beli. Inflasi juga bisa menyebabkan inefisiensi sumber daya akibat perubahan permintaan atau penawaran barang dan jasa secara umum. Pemerintah harus mampu menciptakan stabilitas harga demi keberlangsungan ekonomi secara makro. Kebijakan moneter harus terkoordinasi dengan baik dan didukung oleh kebijakan reformasi struktural untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi pasar agar stabilitas harga tercapai. Nilai tukar akan relatif stabil apabila inflasi cukup rendah. Stabilitas harga barang kebutuhan pokok sulit dikendalikan oleh pemerintah pada hari-hari besar seperti Idul Fitri dan natal. Jika inflasi hanya terjadi periodik atau pada masa tertentu maka masyarakat yang menjadi konsumen mungkin tidak akan merugi, tetapi jika inflasi terjadi secara terus menerus tentu saja sangat meresahkan. Pemerintah bersama instansi terkait harus melakukan identifikasi akan ketersediaan stok barang menjelang hari- hari besar sehingga penyumbatan di beberapa sektor penyaluran barang kepada konsumen bisa dicegah. Pemerintah juga penting memantau harga secara nasional di setiap daerah secara berkala. Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan pengawasan terhadap barang-barang yang beredar di kalangan masyarakat. Pengamanan situasi juga penting untuk dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga kestabilan harga barang di putaran ekonomi nasional. Banyaknya barang-barang illegal juga dapat mengganggu kestabilan harga barang terutama barang-barang impor di lapak pasar nasional. Pemerintah juga harus membentuk tim untuk melakukan survei secara berkala ke pasar-pasar. 5. Pengaruh Fungsi Penawaran Terhadap Daya Beli Masyarakat Penawaran adalah sejumlah barang yang dijual atau ditawarkan pada suatu harga dan waktu tertentu. Sedangkan pelaku penawaran adalah penjual atau produsen. Ketika terjadi transaksi antara pembeli dan penjual, maka keduanya akan sepakat sehingga terjadilah transaksi pada harga tertentu hasil dari proses tawar-menawar. 1. Adanya sumber daya yang tersedia Penawaran dapat terjadi jika ketersediaan barang mencukupi. Jika barang atau jasa yang ditawarkan terbatas, atau langka, hal ini berpotensi membuat harga naik. Kelangkaan barang atau jasa, berpengaruh langsung pada elastisitas penawaran. 2. Faktor penjual atau produsen Banyaknya jumlah produsen yang memproduksi suatu barang, berbanding lurus dengan ketersediaan barang. Maka, produsen atau penjual, memiliki sebuah keyakinan untuk melakukan penawaran, karena ketersediaan barang mendukung adanya proses penawaran. 3. Harga Harga merupakan faktor pendukung pertama dalam suatu penawaran. Jika tidak ada harga, penjual atau produsen pasti bingung untuk melakukan penawaran. Begitu juga terhadap calon pembeli, mereka akan mengalami kebingungan ketika memiliki suatu kebutuhan, namun tidak mengetahui harga barang yang akan dibelinya. 4. Harga dan ketersediaan barang sejenis sebagai pengganti Jika suatu barang (utama) mengalami kenaikan harga, maka konsumen akan mencari alternatif lain, sebagai pengganti pemenuhan kebutuhan akan barang utama. Konsumen akan melirik barang pengganti, karena biasanya barang pengganti akan memiliki harga yang relatif lebih murah, dibanding harga barang utama. 5. Biaya produksi Untuk melakukan produksi, seorang produsen memerlukan modal untuk membiayai produksinya. Jika biaya produksi meningkat, maka harga barang akan menjadi tinggi. Akibatnya, barang yang ditawarkan jumlahnya hanya sedikit. 6. Waktu produksi Waktu produksi berpengaruh terhadap ketersediaan barang. Penawaran akan terjadi, ketika barang yang ditawarkan dapat diprediksi akan tersedia dalam tenggang waktu tertentu. Ketersediaan barang ini bergantung pada seberapa lama waktu produksi yang diperlukan. 7. Kemajuan teknologi Kemajuan teknologi membantu mempermudah produsen dalam menyediakan barang maupun jasa. Pemanfaatan teknologi dapat mempersingkat waktu produksi, meningkatkan kualitas produksi, meningkatkan kapasitas produksi, dan biaya produksi dapat ditekan. 8. Kebijakan pemerintah Contoh, kebijakan mengenai peningkatan produksi dalam negeri, guna mengurangi impor. Hal ini mendorong para petani untuk meningkatkan jumlah dan kualitas panen (bagi petani) atau meningkatkan jumlah dan kualitas produksi (produsen barang dan jasa). 9. Pajak dan subsidi Jika pajak yang ditetapkan terlalu tinggi, maka produsen tidak dapat melakukan penawaran, sehingga, permintaan pun juga menurun. Sementara jika pemerintah menyediakan subsidi, maka jumlah produksi akan meningkat. Begitu juga pada sisi penawaran. 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Barang dan Jasa 1. Harga barang dan jasa Harga dari suatu produk barang dan jasa menjadi faktor utama yang Mempengaruhi permintaan dan penawaran. Faktor harga produk yang tinggi tentunya akan membuat permintaan lebih rasional dan berpikir sebelum terjadinya transaksi. Sebaliknya, jika harga suatu produk murah dan terjangkau, umumnya permintaan akan tinggi. Sekalipun kualitas akan menjadi hal berikutnya yang akan dikaji ulang, namun harga tetap menentukan impresi pertama konsumen. Contoh dari faktor yang Mempengaruhi permintaan ini adalah ketika sebuah produsen alat pembersih rumah menjual sebuah penyedot debu otomatis dengan spesifikasi yang belum ada di pasaran. Alat penyedot debu ini dijual dengan harga tinggi. Permintaan belum tentu akan tinggi hanya karena alat ini memiliki spesifikasi unik, tetapi pasar akan melihat efisiensi produk terhadap transaksi. Di sisi lain , penawaran terhadap produk alat pembersih rumah ini akan meningkat seiring efisiensi dan relevansi harganya di pasaran setelah adanya penyesuaian harga nantinya. 2. Pendapatan Dalam suatu negara, tingkat pendapatan masyarakat atau calon konsumen amat berpengaruh terhadap permintaan suatu produk di pasaran. Jika pendapatan naik, maka kuantitas permintaan cenderung naik. Sebaliknya, jika pendapatan masyarakat atau penghasilan mereka terhambat maka permintaan akan turun. Contoh, di suatu provinsi dengan upah minimum regional sebesar 1,7 juta rupiah per bulan, maka rerata masyarakatnya akan sulit merespons sebuah produk yang harganya bisa satu setengah kali hingga tiga kali lipat dari upah minimal mereka. Meski hal ini mungkin terjadi, tapi permintaan yang ada tidak akan setinggi permintaan di provinsi dengan upah minimum lebih tinggi. 3. Harga barang dan jasa terkait (subsitusi dan komplementer) Keberadaan produk barang atau jasa substitusi (pengganti) atau komplementer (pelengkap) dalam kondisi tertentu akan berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran suatu produk. Terlebih ketika terjadi selisih harga antara produk substitusi terhadap produk tertentu dan juga produk komplementernya. Hal ini akan mendorong konsumen untuk lebih rasional dalam memilih produk di pasaran. Apabila suatu produk mengalami kenaikan sedangkan harga produk substitusinya stabil atau justru turun, maka bisa dipastikan bahwa permintaan pasar terhadap produk tersebut akan turun. Sebaliknya, jika harga produk substitusinya naik, maka kemungkinan besar konsumen akan memilih produk tersebut. Contohnya adalah ketika harga sepeda motor mengalami penurunan harga karena pandemi, sedangkan sepeda pancal mengalami peningkatan harga karena kepopulerannya, maka bukan tidak mungkin permintaan terhadap sepeda motor justru akan tinggi dengan rasionalitas nilai investasi yang lebih tinggi pula. Sedangkan untuk barang komplementer sifatnya adalah pelengkap produk utama. Jika produk komplementer mengalami penurunan harga, maka bisa dipastikan harga produk utama juga akan turun. Hal ini berlaku pula sebaliknya. Misalnya, suku cadang sepeda motor A sudah jarang ditemukan dan harganya amat mahal, maka konsumen akan berpikir untuk tidak membeli lagi sepeda motor merek A. 4. Selera atau prefensi Selera masyarakat sebagai calon konsumen menjadi faktor yang Mempengaruhi permintaan dan penawaran dengan memunculkan ragam preferensi terhadap suatu produk. Selera juga dapat dipengaruhi oleh kebiasaan umum masyarakat dalam menggunakan produk tertentu. Jika selera masyarakat terhadap suatu produk meningkat, maka permintaan terhadap produk tersebut akan ikut meningkat. Hal ini amat dipengaruhi oleh preferensi masyarakat terhadap tren yang sedang berkembang atau kebiasaan umum yang stagnan. Misalnya, si A baru masuk kuliah dan mendapati bahwa di kalangannya kawan satu kampusnya sedang tren jaket merek E, bahkan ia dapat menjumpai puluhan kawannya memakai jaket merek tersebut. Selera si A akan terbentuk sedemikian rupa dan tertarik dengan jaket merek E. Dengan begitu permintaan jaket merek E meningkat. 5. Ekspetasi konsumen Harapan konsumen terhadap nilai produk di masa depan. Hal ini berkaitan erat dengan investasi yang diharapkan konsumen terhadap nilai jual produk di masa mendatang. Begitu pula harapan konsumen tentang kemungkinan naiknya harga produk di waktu yang akan datang. Meski terkesan tebak- menebak, namun hal ini amat menentukan permintaan pasar terhadap suatu produk tertentu. Misalnya, seorang konsumen membeli sebuah jam tangan merek A di tahun 1987. Jam tangan itu ia beli dengan harga cukup tinggi waktu itu dan ia berharap jam tangan itu awet. Tak hanya itu, ia juga berekspektasi bahwa merek dan kualitas jam tangan itu terpercaya sehingga nilai jualnya tinggi di masa depan. Setelah tiga puluh tahun berlalu, konsumen tadi menjual jam tangannya dengan status antik dan mendapatkan keuntungan luar biasa dari ekspektasinya tiga puluh tahun silam. Penawaran terhadap produk jam tangan yang turun akan koheren dengan naiknya harga produk saat jumlah barang menjadi sedikit. 6. Jumlah pembeli dipasar Faktor yang Mempengaruhi barang dan jasa paling utama adalah kuantitas jumlah calon konsumen. Hal ini bisa diakumulasi dari jumlah penduduk dalam suatu kawasan. Jika kawasan tersebut berpenduduk padat, maka kemungkinan permintaan produk akan tinggi. Sebaliknya, jika suatu kawasan berpenduduk jarang maka permintaan produk juga akan rendah atau bahkan stagnan. Hal ini misalnya bisa dilihat dari ekspansi produsen- produsen barang elektronik dari Jepang, Korea Selatan, dan China yang membuka pabriknya di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang tinggi menjadi pasar bagi mereka. Pembukaan pabrik di Indonesia juga dapat mengurangi biaya distribusi sekaligus upah tenaga kerja yang kemungkinan besar lebih mahal jika diolah di negara-negara asal mereka. Keberadaan jumlah penduduk yang banyak akan mendukung tingkat permintaan karena faktor kebutuhan, dan kebiasaan masyarakat. Jumlah pembeli yang melimpah berarti sebuah pasar yang besar pula bagi sebuah produsen barang atau jasa untuk meningkatkan permintaan produk mereka. Adapun penawaran atas produk-produk ini pun akan tinggi seiring persaingan harga yang berlangsung di pasaran.