Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

EKONOMI PANGAN DAN GIZI

OLEH :

SUCI INDAHSARI
2109200413211016

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN


PRODI S1 ILMU GIZI
INSTITUT TEKHNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA
KENDARI
2022
1. Pengaruh Kenikan Harga Pangan Terhadap Daya Beli Masyarakat
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) melaporkan bahwa sesuai
hasil penelitiannya kenaikan harga sejumlah komoditas pangan di dalam negeri
berpengaruh pada daya beli masyarakat. Kestabilan harga bukan lagi menjadi
satu-satunya yang menentukan keterjangkauan masyarakat terhadap komoditas
pangan. Pemerintah perlu memperhatikan daya beli yang menurun akibat
pandemi Covid-19.
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kemiskinan periode
September 2021 mengalami perbaikan dengan adanya penurunan sebesar 9,71
persen setelah setahun sebelumnya (September 2020) mencapai 10,19 persen.
Namun pencapaian positif ini berpotensi menurun karena tingginya harga
komoditas pangan. Pangan merupakan komponen bernilai signifikan dalam
konsumsi rumah tangga, terlebih pada masyarakat berpenghasilan rendah, yang
dapat mencapai 50 persen.
Indeks Bulanan Rumah Tangga (Bu RT) dari CIPS menunjukkan, harga
minyak goreng di Jakarta pada Maret naik 32,18 persen menjadi Rp 18.505 per
liter dari Rp 14.000 per liter pada Februari, atau setara dengan kenaikan
sebesar 39,69 persen dari Rp 13.247 per liter dibandingkan Maret tahun 2019
lalu. Belum lagi pemerintah yang menetapkan pelarangan ekspor crude palm
oil (CPO) serta produk turunannya termasuk minyak goreng, setelah
sebelumnya memberlakukan kenaikan besaran Domestic Market Obligation
(DMO), Domestic Price Obligation (DPO) dan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Harga daging sapi juga naik sejak awal tahun. Data Indeks Bulanan Rumah
Tangga menunjukkan, harga daging sapi pada Maret 2022 naik 9,27 persen
dari Februari menjadi Rp 153.700 per kilogram. Ada juga peningkatan 2,28
persen dari periode yang sama tahun 2019. Karena suplai daging sapi Indonesia
masih didominasi impor, yaitu sebesar 30 persen berdasarkan data
Kementerian Pertanian 2020, kenaikan harga daging sapi internasional juga
berdampak pada kenaikan harga domestik. Berdasarkan data BPS, impor
daging sapi Indonesia  tahun 2020 didominasi Australia (47 persen), India
(34,18 persen), Amerika Serikat (8,74 persen), Selandia Baru (6,46 persen),
dan lainnya (3,62 persen).
Dalam jangka panjang, hal ini dapat memengaruhi konsumsi nutrisi.
Masyarakat cenderung memilih makanan yang mengenyangkan dengan harga
yang lebih murah, tapi belum tentu mencukupi kebutuhan nutrisi yang
diperlukan tubuh.
Proses dan prosedur perdagangan perlu ditingkatkan efisiensinya
sehingga tidak memakan biaya dan waktu. Selain itu kebijakan perdagangan
harus dibarengi dengan kebijakan pertanian yang fokus pada peningkatan daya
saing produsen dalam negeri.
2. Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Inplasi Harga
Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara
umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Deflasi merupakan
kebalikan dari inflasi, yakni penurunan harga barang secara umum dan terus
menerus.
1. Tingginya Permintaan
Kenaikan harga-harga (inflasi) ini disebabkan karena ketersediaan barang
yang tidak sepadan dengan tingginya permintaan. Biasanya karena stok
barang menipis dan permintaan sangat tinggi, maka stok barang tersedia
mengalami kenaikan harga. Begitupun di bidang jasa, jika ada pembatasan
kuota penggunaan jasa maka akan terjadi kenaikan harga.
2. Meningkatnya Biaya Produksi (cost pust inflation)
Apabila sektor produksi naik seperti bahan baku atau upah pegawai, maka
produsen akan menaikan harga supaya pendapatan keuntungan dan kegiatan
produksi bisa berlanjut terus dalam jangka panjang.
3. Jumlah Uang yang Beredar
Peredaran uang yang tinggi di masyarakat juga bisa menyebabkan terjadinya
inflasi. Hal ini dikarenakan ketika jumlah uang di masyarakat meningkat,
maka harga barang akan ikut mengalami kenaikan. Semakin meningkat
daya beli masyarakat saat stok barang menipis, maka harga barang otomatis
akan ikut naik.
3. Pengaruh Kenaikan Harga comunity Beras Terhadap Permintaan
Konsumen
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi
manusianuntuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Pangan sebagai sumber
zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air) menjadi
landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan
sepanjang siklus kehidupan.
Permintaan pangan (beras) bersifat in-elastis, yang mengimplikasikan
bahwa fluktuasi harga tidak akan mengakibatkan perubahan yang besar pada
permintaan. Permintaan cenderung konstan antarwaktu. Dalam jangka panjang,
permintaan meningkat, terutama karena pertumbuhan populasi. Sementara itu,
ketersediaan pangan penuh dengan ketidakpastian.
Besarnya sumbangan harga beras dalam garis kemiskinan akan
mengakibatkan jumlah individu yang sebelumnya di atas garis kemiskinan
menjadi berada di bawah garis kemiskinan apabila terjadi kenaikan harga beras
yang cukup tinggi. Harga komoditi beras di pasar tanpa adanya gangguan yang
disebabkan oleh kekuatan permintaan (demand) atau kekuatan pasokan
(supply) tentunya tidak akan sebegitu fluktuatif. Hal ini beralasan secara teori,
mengingat karakter elastisitas harga dari komoditi strategik ini yang inelastis.
Artinya seberapapun besar kenaikan tingkat harga beras di pasar, pengaruhnya
tidak akan diikuti oleh persentase kenaikan yang linier (dalam jumlah yang
sama) dari volume pembelian beras yang dilakukan oleh kalangan konsumen
rumah tangga.
1. Pertama, 61,3% atau 46 petani sebelum adanya kenaikan harga beras
keadaan perekonomiannya cukup, tetapi ketika terjadi kenaikan harga beras
keadaan perekonomian petani beras menjadi kurang baik yaitu dengan
presentase 66,6% atau 50 orang. Kenaikan harga beras tersebut
menyebabkan petani beras mencari penghasilan dari usaha lain untuk
mencukupi kebutuhan rumah tangga. Usaha lain yang dijalani sebagian
besar petani tersebut antara lain berdagang dan beternak lele. Namun lain,
bagi petani pemilik lahan yang mempunyai pekerjaan lain, mereka
mengolah lahan pertanian sebagai penghasilan tambahan.
2. Kedua adanya kenaikan harga beras, juga berpengaruh terhadap tingkat
pendapatan petani. Sebagian petani penggarap lahan menyatakan bahwa
pendapatan mereka bertambah yaitu hanya 7 orang petani dengan presentase
9,3%. Kemudian bagi pemilik lahan pendapatan mereka rata-rata berkurang
dengan presentase 56%, sisanya 34,6% penghasilan mereka tetap atau stabil.
Ternyata Kenaikan harga beras tidak cukup berpengaruh terhadap
pendapatan pemilik lahan pertanian, tetapi memang sebagian besar pemilik
lahan pendapatannya menurun pada saat terjadi kenaikan harga beras hal ini
juga dikarenakan adanya hama tanaman (hama putih dan hama wereng
cokelat) yang menyerang padi mereka. Hama ini menyebabkan kualitas padi
menurun, kualitas padi yang menurun menyebabkan pendapatan mereka
ikut menurun. Selain hama, benih unggul untuk tanaman padi harganya
tinggi, sehingga bagi sebagian petani menggunakan benih unggul hanyalah
untuk petani besar yang memiliki lahan yang luas. Mereka yang memiliki
lahan pas-pasan menggunakan benih hasil produksi padi yang telah dipanen
pada musim panen sebelumnya, atau membeli bibit yang harganya cukup.
Namun, menurut sebagian petani, bibit yang mereka beli, kadang-kadang
membuahkan hasil biasa, mereka mengira bahwa bibit tersebut telah dioplos
atau dipalsukan oleh para pedagang.
3. Ketiga, kenaikan harga beras juga berdampak negatif terhadap harga
kebutuhan pertanian (pupuk, intektisida maupun pestisida) dengan
presentase 84% atau 63 orang. Muhamad Zaril Gapari Volume 3, Nomor 1,
April 2021 25 Padahal obat pemberantas hama sangat dibutuhkan petani
untuk membrantas hama putih dan hama wereng. Selain obat pemberantas
hama juga harga pupuk, yang bagi banyak petani terlalu mahal. Harga
pupuk yang mahal tidak terlalu disebabkan oleh volume produksi atau
suplai pupuk (termasuk pupuk impor) di dalam negeri yang terbatas, tetapi
oleh adanya distorsi di dalam sistem pendistribusiannya. Harga pupuk yang
mahal bisa juga salah satu instrumen pemerintah untuk mengalihkan surplus
di sektor pertanian ke sektor industri. Tingginya harga input untuk pertanian
(misalnya pupuk) dikarenakan pemerintah menerapkan tarif impor untuk
melindungi industri pupuk dalam negeri. Selain itu , belakangan ini naiknya
harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik juga mempunyai suatu
kontribusi yang besar terhadap peningkatan biaya produksi petani.
4. Keempat, kenaikan harga beras tidak menyebabkan pola konsumsi
masyarakat petani menurun, mereka menyatakan karena beras merupakan
kebutuhan pokok yang tidak dapat ditunda-tunda dan harus dipenuhi
secepatnya. Adapun persentase yaitu 69,3% petani tidak mengurangi atau
menambah pola konsumsinya. Artinya, kenaikan harga beras tidak
berpengaruh terhadap polakonsumsi dan hanya berpengaruh terhadap
tingkat pendapatan sebagian besar petani saja. Namun 24% petani
mengurangi konsumsi terhadap beras dan menjadikan makanan lain yang
mengandung karbohidrat sebagai makanan pengganti . Mereka menyatakan
harga beras yang terlalu mahal (kondisi ‘abnormal’), menyebabkan
perubahan dalam pola konsumsi masyarakat: orang akan mensubstitusikan
beras dengan bahan makanan lainnya, misalnya singkong atau kentang.
Sama halnya dengan bensin. Dalam keadaan normal, permintaan terhadap
bensin hanya ditentukan oleh jumlah kendaraan bermotor dan pendapatan
masyarakat (pemilik). Pada umumnya orang tidak membeli bensin untuk
maksud spekulasi. Namun, jika harga premium, misalnya, mencapai Rp.
7500 dan cenderung akan naik terus, besar kemungkinan akan terjadi
spekulasi antara bensin dengan gas, diesel, solar, listrik, atau alkohol. Hal
ini dikarenakan pendapatan mereka yang turun, pendapatan yang turun
mengakibatkan sebagian petani menurunkan pola konsumsinya untuk
menyeimbangkan kebutuhan lain selain konsumsi (uang saku anak,
kebutuhan sekolah dan lain-lain).
4. Pengaruh Fungsi Permintaan Terhadap Stabilitas Harga Pangan di
Masyarakat
Stabilitas pangan mengacu pada kemampuan suatu individu dalam
mendapatkan bahan pangan sepanjang waktu tertentu. Kerawanan pangan
dapat berlangsung secara transisi, musiman, ataupun kronis (permanen). Pada
ketahanan pangan transisi, pangan kemungkinan tidak tersedia pada suatu
periode waktu tertentu.
Inflasi atau kenaikan harga yang tinggi akan membuat masyarakat
mengalami penurunan daya beli. Inflasi juga bisa menyebabkan inefisiensi
sumber daya akibat perubahan permintaan atau penawaran barang dan jasa
secara umum. Pemerintah harus mampu menciptakan stabilitas harga demi
keberlangsungan ekonomi secara makro.
Kebijakan moneter harus terkoordinasi dengan baik dan didukung oleh
kebijakan reformasi struktural untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi
pasar agar stabilitas harga tercapai. Nilai tukar akan relatif stabil apabila inflasi
cukup rendah.
Stabilitas harga barang kebutuhan pokok sulit dikendalikan oleh
pemerintah pada hari-hari besar seperti Idul Fitri dan natal. Jika inflasi hanya
terjadi periodik atau pada masa tertentu maka masyarakat yang menjadi
konsumen mungkin tidak akan merugi, tetapi jika inflasi terjadi secara terus
menerus tentu saja sangat meresahkan. Pemerintah bersama instansi terkait
harus melakukan identifikasi akan ketersediaan stok barang menjelang hari-
hari besar sehingga penyumbatan di beberapa sektor penyaluran barang kepada
konsumen bisa dicegah. Pemerintah juga penting memantau harga secara
nasional di setiap daerah secara berkala.  Selain itu, pemerintah juga harus
meningkatkan pengawasan terhadap barang-barang yang beredar di kalangan
masyarakat.
Pengamanan situasi juga penting untuk dilakukan oleh pemerintah untuk
menjaga kestabilan harga barang di putaran ekonomi nasional. Banyaknya
barang-barang illegal juga dapat mengganggu kestabilan harga barang terutama
barang-barang impor di lapak pasar nasional. Pemerintah juga harus
membentuk tim untuk melakukan survei secara berkala ke pasar-pasar.
5. Pengaruh Fungsi Penawaran Terhadap Daya Beli Masyarakat
Penawaran adalah sejumlah barang yang dijual atau ditawarkan pada
suatu harga dan waktu tertentu. Sedangkan pelaku penawaran adalah penjual
atau produsen. Ketika terjadi transaksi antara pembeli dan penjual, maka
keduanya akan sepakat sehingga terjadilah transaksi pada harga tertentu hasil
dari proses tawar-menawar.
1. Adanya sumber daya yang tersedia
Penawaran dapat terjadi jika ketersediaan barang mencukupi. Jika barang
atau jasa yang ditawarkan terbatas, atau langka, hal ini berpotensi membuat
harga naik. Kelangkaan barang atau jasa, berpengaruh langsung pada
elastisitas penawaran.
2. Faktor penjual atau produsen
Banyaknya jumlah produsen yang memproduksi suatu barang, berbanding
lurus dengan ketersediaan barang. Maka, produsen atau penjual, memiliki
sebuah keyakinan untuk melakukan penawaran, karena ketersediaan barang
mendukung adanya proses penawaran.
3. Harga
Harga merupakan faktor pendukung pertama dalam suatu penawaran. Jika
tidak ada harga, penjual atau produsen pasti bingung untuk melakukan
penawaran. Begitu juga terhadap calon pembeli, mereka akan mengalami
kebingungan ketika memiliki suatu kebutuhan, namun tidak mengetahui
harga barang yang akan dibelinya.
4. Harga dan ketersediaan barang sejenis sebagai pengganti
Jika suatu barang (utama) mengalami kenaikan harga, maka konsumen akan
mencari alternatif lain, sebagai pengganti pemenuhan kebutuhan akan
barang utama. Konsumen akan melirik barang pengganti, karena biasanya
barang pengganti akan memiliki harga yang relatif lebih murah, dibanding
harga barang utama.
5. Biaya produksi
Untuk melakukan produksi, seorang produsen memerlukan modal untuk
membiayai produksinya. Jika biaya produksi meningkat, maka harga barang
akan menjadi tinggi. Akibatnya, barang yang ditawarkan jumlahnya hanya
sedikit.
6. Waktu produksi
Waktu produksi berpengaruh terhadap ketersediaan barang. Penawaran akan
terjadi, ketika barang yang ditawarkan dapat diprediksi akan tersedia dalam
tenggang waktu tertentu. Ketersediaan barang ini bergantung pada seberapa
lama waktu produksi yang diperlukan.
7. Kemajuan teknologi
Kemajuan teknologi membantu mempermudah produsen dalam
menyediakan barang maupun jasa. Pemanfaatan teknologi dapat
mempersingkat waktu produksi, meningkatkan kualitas produksi,
meningkatkan kapasitas produksi, dan biaya produksi dapat ditekan.
8. Kebijakan pemerintah
Contoh, kebijakan mengenai peningkatan produksi dalam negeri, guna
mengurangi impor. Hal ini mendorong para petani untuk meningkatkan
jumlah dan kualitas panen (bagi petani) atau meningkatkan jumlah dan
kualitas produksi (produsen barang dan jasa).
9. Pajak dan subsidi
Jika pajak yang ditetapkan terlalu tinggi, maka produsen tidak dapat
melakukan penawaran, sehingga, permintaan pun juga menurun. Sementara
jika pemerintah menyediakan subsidi, maka jumlah produksi akan
meningkat. Begitu juga pada sisi penawaran.
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Barang dan Jasa
1. Harga barang dan jasa
Harga dari suatu produk barang dan jasa menjadi faktor utama yang
Mempengaruhi permintaan dan penawaran. Faktor harga produk yang tinggi
tentunya akan membuat permintaan lebih rasional dan berpikir sebelum
terjadinya transaksi. Sebaliknya, jika harga suatu produk murah dan
terjangkau, umumnya permintaan akan tinggi. Sekalipun kualitas akan
menjadi hal berikutnya yang akan dikaji ulang, namun harga tetap
menentukan impresi pertama konsumen.
Contoh dari faktor yang Mempengaruhi permintaan ini adalah ketika sebuah
produsen alat pembersih rumah menjual sebuah penyedot debu otomatis
dengan spesifikasi yang belum ada di pasaran. Alat penyedot debu ini dijual
dengan harga tinggi. Permintaan belum tentu akan tinggi hanya karena alat
ini memiliki spesifikasi unik, tetapi pasar akan melihat efisiensi produk
terhadap transaksi. Di sisi lain , penawaran terhadap produk alat pembersih
rumah ini akan meningkat seiring efisiensi dan relevansi harganya di
pasaran setelah adanya penyesuaian harga nantinya.
2. Pendapatan
Dalam suatu negara, tingkat pendapatan masyarakat atau calon konsumen
amat berpengaruh terhadap permintaan suatu produk di pasaran. Jika
pendapatan naik, maka kuantitas permintaan cenderung naik. Sebaliknya,
jika pendapatan masyarakat atau penghasilan mereka terhambat maka
permintaan akan turun.
Contoh, di suatu provinsi dengan upah minimum regional sebesar 1,7 juta
rupiah per bulan, maka rerata masyarakatnya akan sulit merespons sebuah
produk yang harganya bisa satu setengah kali hingga tiga kali lipat dari upah
minimal mereka. Meski hal ini mungkin terjadi, tapi permintaan yang ada
tidak akan setinggi permintaan di provinsi dengan upah minimum lebih
tinggi.
3. Harga barang dan jasa terkait (subsitusi dan komplementer)
Keberadaan produk barang atau jasa substitusi (pengganti) atau
komplementer (pelengkap) dalam kondisi tertentu akan berpengaruh
terhadap permintaan dan penawaran suatu produk. Terlebih ketika terjadi
selisih harga antara produk substitusi terhadap produk tertentu dan juga
produk komplementernya. Hal ini akan mendorong konsumen untuk lebih
rasional dalam memilih produk di pasaran. Apabila suatu produk mengalami
kenaikan sedangkan harga produk substitusinya stabil atau justru turun,
maka bisa dipastikan bahwa permintaan pasar terhadap produk tersebut akan
turun. Sebaliknya, jika harga produk substitusinya naik, maka kemungkinan
besar konsumen akan memilih produk tersebut.
Contohnya adalah ketika harga sepeda motor mengalami penurunan harga
karena pandemi, sedangkan sepeda pancal mengalami peningkatan harga
karena kepopulerannya, maka bukan tidak mungkin permintaan terhadap
sepeda motor justru akan tinggi dengan rasionalitas nilai investasi yang
lebih tinggi pula. Sedangkan untuk barang komplementer sifatnya adalah
pelengkap produk utama. Jika produk komplementer mengalami penurunan
harga, maka bisa dipastikan harga produk utama juga akan turun. Hal ini
berlaku pula sebaliknya. Misalnya, suku cadang sepeda motor A sudah
jarang ditemukan dan harganya amat mahal, maka konsumen akan berpikir
untuk tidak membeli lagi sepeda motor merek A.
4. Selera atau prefensi
Selera masyarakat sebagai calon konsumen menjadi faktor yang
Mempengaruhi permintaan dan penawaran dengan memunculkan ragam
preferensi terhadap suatu produk. Selera juga dapat dipengaruhi oleh
kebiasaan umum masyarakat dalam menggunakan produk tertentu. Jika
selera masyarakat terhadap suatu produk meningkat, maka permintaan
terhadap produk tersebut akan ikut meningkat.
Hal ini amat dipengaruhi oleh preferensi masyarakat terhadap tren yang
sedang berkembang atau kebiasaan umum yang stagnan. Misalnya, si A
baru masuk kuliah dan mendapati bahwa di kalangannya kawan satu
kampusnya sedang tren jaket merek E, bahkan ia dapat menjumpai puluhan
kawannya memakai jaket merek tersebut. Selera si A akan terbentuk
sedemikian rupa dan tertarik dengan jaket merek E. Dengan begitu
permintaan jaket merek E meningkat.
5. Ekspetasi konsumen
Harapan konsumen terhadap nilai produk di masa depan. Hal ini berkaitan
erat dengan investasi yang diharapkan konsumen terhadap nilai jual produk
di masa mendatang. Begitu pula harapan konsumen tentang kemungkinan
naiknya harga produk di waktu yang akan datang. Meski terkesan tebak-
menebak, namun hal ini amat menentukan permintaan pasar terhadap suatu
produk tertentu. Misalnya, seorang konsumen membeli sebuah jam tangan
merek A di tahun 1987. Jam tangan itu ia beli dengan harga cukup tinggi
waktu itu dan ia berharap jam tangan itu awet. Tak hanya itu, ia juga
berekspektasi bahwa merek dan kualitas jam tangan itu terpercaya sehingga
nilai jualnya tinggi di masa depan.  Setelah tiga puluh tahun berlalu,
konsumen tadi menjual jam tangannya dengan status antik dan mendapatkan
keuntungan luar biasa dari ekspektasinya tiga puluh tahun silam. Penawaran
terhadap produk jam tangan yang turun akan koheren dengan naiknya harga
produk saat jumlah barang menjadi sedikit.
6. Jumlah pembeli dipasar
Faktor yang Mempengaruhi barang dan jasa paling utama adalah kuantitas
jumlah calon konsumen. Hal ini bisa diakumulasi dari jumlah penduduk
dalam suatu kawasan. Jika kawasan tersebut berpenduduk padat, maka
kemungkinan permintaan produk akan tinggi. Sebaliknya, jika suatu
kawasan berpenduduk jarang maka permintaan produk juga akan rendah
atau bahkan stagnan. Hal ini misalnya bisa dilihat dari ekspansi produsen-
produsen barang elektronik dari Jepang, Korea Selatan, dan China yang
membuka pabriknya di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang tinggi
menjadi pasar bagi mereka. Pembukaan pabrik di Indonesia juga dapat
mengurangi biaya distribusi sekaligus upah tenaga kerja yang kemungkinan
besar lebih mahal jika diolah di negara-negara asal mereka.
Keberadaan jumlah penduduk yang banyak akan mendukung tingkat
permintaan karena faktor kebutuhan, dan kebiasaan masyarakat. Jumlah
pembeli yang melimpah berarti sebuah pasar yang besar pula bagi sebuah
produsen barang atau jasa untuk meningkatkan permintaan produk mereka.
Adapun penawaran atas produk-produk ini pun akan tinggi seiring
persaingan harga yang berlangsung di pasaran.

Anda mungkin juga menyukai