KESEJAHTERAAN
Departemen Kajian dan Aksi Strategis
BEM FEM IPB University 2022
PENDAHULUAN
Tahun 2022 diharapkan menjadi momentum kebangkitan perekonomian nasional
pasca gejolak pandemi Covid-19. Namun tak disangka setelah diterpa badai pandemi,
Indonesia kembali dihantui masalah yang cukup serius karena merupakan sektor paling
esensial dalam kehidupan manusia, yakni sektor pangan. Sejak awal tahun, ekonomi
pangan global menghadapi fenomena yang cukup dahsyat karena kenaikan harga pangan.
Hal ini tidak terlepas dari adanya konflik antara Rusia dan Ukraina yang membuat
lonjakan harga energi terutama gas dan minyak bumi yang dimana keduanya merupakan
penopang utama sistem logistik perdagangan internasional serta gas yang merupakan
salah satu bahan baku produksi pupuk urea yang merupakan salah satu input penting bagi
usahatani dan sistem produksi pangan( Hendra, 2022).
Di tengah kondisi geopolitik pangan, sejatinya Indonesia dikarunia kondisi
geografis dan sumber daya alam yang kaya dan melimpah. Namun Indonesia masih kerap
kali menghadapi permasalahan terkait ketahanan pangan dan impor dalam skala makro.
Pada tahun 2021 sampai dengan awal 2022 Indonesia dilanda krisis pasokan kedelai yang
menyebabkan harga bahan pangan olahan kedelai seperti tahu dan tempe melejit
(Kompas. 2022). Kemudian pada bulan Mei-Agustus Indonesia juga dihadapkan pada
kenaikan harga gandum global yang juga menyebabkan gejolak dan kekhawatiran
meningkatnya harga sejumlah komoditas turunan gandum. Pun juga kasus santer
kelangkaan minyak goreng di negeri penghasil CPO terbesar di dunia yang membuat
kepanikan di konsumen dan pasar domestik.
Grafik 1.1 Harga Komoditas Pangan
Sumber: PIHPS (2022), diolah
PEMBAHASAN
Adanya efek ARCH pada data harga pangan yang dianalisis menunjukkan
bahwa volatilitas dari komoditas tersebut bervariasi antar waktu, yang dapat
dilihat dari nilai obs*R-squared dari pengujian dengan LM test. Oleh karena itu,
analisis variabel harga pangan tersebut akan dilanjutkan dengan mengaplikasikan
model ARCH-GARCH.
Gejolak Harga Beberapa Komoditas di Indonesia
Beberapa komoditas memiliki andil yang besar terhadap inflasi volatile food di
Indonesia. Berdasarkan PIHPS (Pusat Informasi Harga Pangan Nasional), terdapat
sepuluh komoditas yang menyumbang angka inflasi pangan tertinggi. Komoditas-
komoditas ini meliputi beras, bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai rawit,
daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, gula pasir, dan minyak goreng. Pada
Semester I tahun 2022, Bank Indonesia mencatat komoditas dengan penyumbang inflasi
pangan terbesar yaitu minyak goreng, bawang merah, bawang putih, dan cabai merah.
Grafik 2.1 Kontribusi Komoditas Pangan Strategis Terhadap Inflasi Semester I 2022
Sumber: Publikasi Bank Indonesia (2022)
Komoditas Cabai Merah
Cabai merah, sebagai salah satu komoditas pangan strategis, mengalami gejolak
harga yang cukup tinggi. Berdasarkan perhitungan dengan analisis cv, nilai coefficient
variance dari harga cabai merah adalah 23,35 %. Angka ini lebih tinggi dari dua tahun
sebelumnya namun tidak lebih tinggi dari tahun 2019. Hal ini dapat diinterpretasikan
bahwa fluktuasi harga pada tahun 2022 relatif lebih tinggi.
Harga cabai merah juga mencapai titik tertingginya pada periode Juli 2022 selama
empat tahun terakhir. Sebagai komoditas pangan strategis, cabai merah memiliki andil
yang besar pada inflasi. Menurut data Bank Indonesia, cabai merah menjadi penyumbang
inflasi gejolak makanan terbesar kedua setelah minyak goreng pada Semester I tahun
2022. Adapun volatilitas harga cabai merah dapat ditunjukkan melalui hasil analisis
ARCH/GARCH pada grafik sebagai berikut.
Grafik 2.3. Volatilitas Harga Cabai Merah
Sumber: PIHPS (2022), diolah
Berdasarkan grafik sebelumnya, harga cabai merah memiliki volatilitas yang beragam.
Volatilitas harga cabai merah melonjak di atas rata-ratanya pada sekitar bulan Desember-
Februari pada peralihan tahun baru 2021, Juni-Agustus 2019, Desember-Februari
peralihan tahun baru 2020, dan Desember-April peralihan tahun baru 2018. Volatilitas
harga di bawah rata-rata pada saat April-Oktober 2021 dan April-November 2020. Hal
ini menunjukkan adanya pola musiman (seasonal) dimana ada titik-titik tertentu dalam
satu tahun yang pola volatilitasnya sama. Akan tetapi, terdapat beberapa anomali di
periode tertentu. Pada Semester I tahun 2022, volatilitas konsisten berada di atas rata-rata.
Fenomena ini mengindikasikan adanya peningkatan volatilitas pada tahun 2022.
Harga cabai merah dibentuk melalui mekanisme permintaan dan penawaran
(Anwarudin dkk., 2015). Dari sisi penawaran, Indonesia mengalami tren kenaikan tingkat
produksi setiap tahunnya. Peningkatan produksi menunjukkan adanya upaya setiap tahun
dalam mendorong produktivitas cabai merah. Di sisi lain, dari sisi permintaan, konsumsi
cabai merah cukup stabil setiap tahunnya. Kestabilan permintaan tiap tahunnya disertai
dengan peningkatan produksi cabai merah mampu menekan angka impor cabai merah.
Angka impor terus menurun selama satu dekade terakhir.
Tabel 2.4 Produksi, Konsumsi, dan Neraca Dagang Cabai Merah
Pola distribusi merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi harga selain
dari mekanisme permintaan dan penawaran. Biaya distribusi turut berkontribusi dalam
pembentukan harga ditingkat konsumen khususnya dan memiliki pengaruh terbesar
(Kustiari dkk., 2018). Berdasarkan publikasi Badan Pusat Statistik (2020), pola utama
distribusi cabai merah meliputi petani, pedagang pengepul, pedagang eceran, dan
konsumen. Besarnya biaya distribusi dapat ditunjukkan melalui nilai MPP (Margin
Perdagangan dan Pengangkutan). Nilai MPP cabai merah tahun 2018 sampai 2020
mengalami fluktuasi, tetapi cenderung meningkat di tahun 2020.
Tabel 2.5 Nilai Margin Perdagangan dan Pengangkutan Cabai Merah
Grafik 2.4 Perbandingan Harga Produsen, Grosir, dan Ritel Cabai Merah
Sumber: PIHPS (2022), diolah
Kedua, kebijakan teknis untuk mengatur permintaan dan penawaran antar musim
dan antar daerah. Mekanisme masa tanam di luar musim akan menekan gejolak suplai
dan harga. Hanya saja kebijakan ini perlu disertai dengan adanya RnD karena tantangan
yang dihadapi petani akan lebih tinggi. Upaya mendorong sentra cabai baru di luar
kawasan sentra saat ini juga akan membantu menekan gejolak dan disparitas harga antar
daerah. Sentra produksi cabai besar termasuk cabai merah adalah Jawa Timur, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara yang secara kumulatif telah memberikan kontribusi
60,07 persen terhadap total produksi (BPS, 2021). Dalam data ini ditunjukkan bahwa
sentra produksi cabai merah masih terfokus pada Indonesia bagian barat. Di sisi timur,
Sulawesi Selatan menjadi daerah dengan produksi terbesar. Berikut adalah data disparitas
harga rata-rata cabai merah selama 2019-2022 (per September) yang menunjukkan bahwa
harga rata-rata di Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, hampir seluruh provinsi di
Kalimantan, dan Kepulauan Papua (Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat)
berada di atas harga rata-rata seluruh provinsi.
.
Grafik 2.5 Disparitas Harga Rata-Rata Cabai Merah 34 Provinsi Periode 2019-2022
Sumber: PIHPS (2022), diolah
Adanya fluktuasi bawang merah yang tinggi setiap tahunnya membuat komoditas
ini memiliki tren sendiri, kemendag mencatat bahwa pada september hingga desember
harga bawang merah menyentuh titik terendah nya, yakni pada bulan november 2021.
Fluktuasi harga bawang merah tersebut mengindikasikan bahwa bawang merah adalah
komoditas yang volatil. Jika dilihat lebih lanjut pada Grafik 2.6 terkait tren harga bawang
merah menunjukkan bahwa fenomena volatilitas kerap terjadi pada rentang tahun 2018
sampai 2022 sekarang. Dapat dilihat dalam grafik yang disajikan melalui pemodelan
ARCH/GARCH menunjukkan gejolak yang cukup beragam, volatilitas harga bawang
merah mencapai titik tertingginya pada juli 2020 dan Juli 2021, dan dapat dilihat bahwa
bawang merah memiliki tren gejolak yang sama yakni pada rentang mei sampai juli pada
tiap tahunnya selalu menunjukkan adanya kenaikan harga, hal ini menunjukkan bukti
bahwa bawang merah memiliki gejolak harga yang cukup beragam.
Hal ini justru menjadi tanda tanya besar adanya tren volatilitas harga dan
disparitas harga antara petani dan penjual ternyata berbanding terbalik jika dilihat dari
sisi perkembangan produksi bawang merah. Pasalnya produksi bawang merah yang dapat
dilihat pada grafik 2.9 memiliki tren yang meningkat pada rentang waktu 2015 hingga
tahun 2021, angka tersebut relatif lebih baik karena dapat menutupi permintaan dalam
negeri hal ini juga dibuktikan bahwa sejak tahun 2016 pemerintah berhasil menghentikan
impor bawang merah, dan sampai saat ini tetap mencatatkan diri sebagai pengekspor
bawang merah, hal ini justru membuka lembar pertanyaan terkait faktor pelaku besar dari
adanya fluktuasi harga bawang merah di Indonesia.
Perbedaan harga pada tiap tiap daerah berkaitan erat dengan kondisi fisik
Indonesia, Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kelemahan terhadap distribusi
pangan yang meluas. Adanya perbedaan jarak antara pasar konsumen dengan daerah
produksinya menyebabkan ongkos produksi dari distribusi semakin membesar ditambah
lagi jika ada perbedaan dari produksi dan juga jumlah konsumsi yang membuat tingginya
biaya perdagangan dan menurunnya integrasi komoditas pangan.
Volatilitas harga bawang merah pasti berkaitan erat dengan dengan penentuan
harga melalui permintaan konsumen dan juga ketersedian barang atau yang sering dikenal
dengan penawaran. Sukimo (2005) menyatakan bahwa harga produk pertanian
menunjukkan adanya fluktuasi dari musim ke musim, ketidakstabilan ini disebabkan oleh
fluktuasi penawaran dan permintaan. Jika dilihat pada tabel volatilitas harga bawang
merah bahwa fluktuasi kerap terjadi pada bulan april sampai juni hal ini biasanya pada
bulan bulan menjelang Idul Fitri dimana akan terjadi defisit pasokan dan juga perkiraan
yang menjadi tidak pasti.
Adapun faktor lain yang mempengaruhi gejolak harga bawang merah yakni
dimulai dari ketersediaan yang terbatas terkait input produksi seperti bibit, hal ini bisa
dilihat pada kejadian yang terjadi pada juni 2022 dimana bawang merah menyentuk pada
angka Rp 50 ribu dimana angka yang drastis ini didukung oleh adanya kelangkaan bibit
pada petani dan harga bibit yang melejit di angkat Rp 65 ribu per kilogram. Bibit bawang
merah menjadi penting karena berhubungan langsung pada produksi, mutu bibit yang
baik pastinya akan meningkatkan kualitas produksi dan juga kuantitas produk dari
bawang merah tersebut (Syam’um elkawakib, 2017).
selanjutnya faktor cuaca yang tidak menentu dan adanya pergeseran musim
berakibat pada banyaknya petani yang merubah lahan komoditas bawang menjadi ke
komoditas lain seperti komoditas padi. Adanya pergeseran alih fungsi lahan antar
komoditas menyebabkan lahan tanam budidaya bawang merah berkurang dari tahun 2019
menuju tahun 2022 dan menuju pada penurunan produktivitas dalam negeri, hal ini juga
masih berhubungan erat dengan kelangkaan bibit tadi, seperti yang dikutip dari
financedetik.com petani bawang merah di Brebes beralih ke komoditas lain akibat
kelangkaan bibit sejak April dan ketersediaan lahan yang berkurang akibat musim hujan
yang tidak menentu, akhirnya banyak petani mengalihfungsikan lahan mereka pada
komoditas yang lebih terjangkau.
faktor besar lainnya dalam fenomena ini adalah karakteristik dari petani, harga
komoditas yang tinggi menjadikan petani sebagai produsen tidak menyisihkan hasil
panennya untuk benih sehingga semua hasil panen habis untuk dijual, hal ini
mengakibatkan adanya kelangkaan benih pada kelompok petani ditambah lagi sejak 2014
pemerintah telah berhenti untuk impor kebutuhan benih bawang merah, hal ini akhirnya
bermuara pada kelangkaan benih, dan harga benih relatif mahal di pasaran.
Faktor faktor diatas dapat dirangkum pada konsep umum penawaran bawang
merah dan juga permintaan dari konsumen, harga yang cenderung stabil atau lebih murah
terjadi karena adanya kelebihan ataupun excess padan penawaran, ketersediaan yang
melebihi permintaan domestik menyebabkan para pedagang merespon dengan
menurunkan harga agar menuju keseimbangan pasar. Keseimgangan ini terjadi karena
harga naik dan berdampak pada kenaikan permintaan dan menuju keseimbangan yang
sama dengan jumlah penawaran, keadaan surplus ini dapat dialokasikan pada
penambahan devisa akibat kapabilitas dalam mengekspor bawang merah. Sedang
kenaikan harga bawang merah dapat terjadi karena adanya kelebihan permintaan, namun
penawaran tidak merespon hal yang sama hal ini kerap terjadi karena adanya penurunan
luas panen, jumlah penawaran lebih kecil dari permintaan, sehingga mendorong harga
naik menuju keseimbangan.
Adanya kenaikan harga pada tingkat konsumen bukan semata mata memberikan
keuntungan pada para petani atau produsen, adanya permainan oleh pedagang sering kali
terjadi yang menyebabkan petani tertindas, rantai pasok yang panjang dan tidak efisien
menjadi faktor besar dalam kenaikan harga konsumen, sehingga kenaikan harga
konsumen tidak diikuti pada kenaikan keuntungan pada para petani, penelitian dari
Maghfiroh, dkk (2017) membuktikan bawah fluktuasi tinggi harga pada tingkat
konsumen tidak sebanding pada harga di tingkat produsen yang relatif stabil.
Perbedaan margin pemasaran juga jelas menguntungkan para pedagang namun
hasil yang didapatkan petani relatif stabil akibat keterbatasan informasi pasar yang
didapat petani, nasib petani juga semakin buruk akibat posisi petani yang bersifat
penerima harga atau price taker dari para pelaku pasar.
Volatilitas komoditas bawang merah menjadi tanggung jawab besar bagi
pemerintah selaku pemangku jabatan dan produsen dari produk produk hukum yang
mengarah pada kesejahteraan bersama, pemerintah perlu dan harus melakukan stok
penyangga dalam mengatur pola tanam komoditas pangan pokok hal ini agar membantu
dalam penyimpanan komoditas komoditas strategis Indonesia, agar komoditas yang
sudah ada dapat disimpan dan tidak terpengaruh dari gonjang ganjing cuaca Indonesia.
Produksi besar bawang merah juga bukan menjadi satu pencapaian mutlak dalam hal ini,
adanya surplus ketersedian tidak menjamin harga dapat stabil baik dari segi konsumen
dan juga dari petani, pemerintah harus selalu melihat fenomena dari adanya excess
permintaan yang menyebabkan harga berangsur naik, adanya kenaikan harga ini juga
menjadi fokus pemerintah akibat terdapat perbedaan antara harga ditingkat konsumen
yang lebih tinggi dari harga di tingkat produsen, menyebabkan petani petani kecil tersiksa
dalam memenuhi pasokan bawang merah Indonesia.
Komoditas Minyak Goreng
Sebagai negara penghasil crude palm oil (CPO) terbesar di Dunia, Indonesia juga
masih harus berkutat dengan volatilitas harga minyak goreng beberapa waktu belakangan.
Mengacu pada grafik coefficient variance dapat dilihat bahwa pada tahun 2021 dan tahun
2022 angka CV meningkat drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang masih
berada di bawah 2% namun meningkat drastis hampir menyentuh angka 10% pada dua
tahun berikutnya. Hal ini tentu berkaitan dengan fenomena krisis minyak goreng di dalam
negeri yang terjadi pada tahun 2021 sampai dengan awal 2022. Fluktuasi harga minyak
goreng ini menjadi penyumbang angka inflasi volatile food terbesar Indonesia tahun 2022
Semester I.
Grafik 2.11 Tren Harga dan Nilai CV Minyak Goreng 2019-2022
Sumber: PIHPS (2022), diolah
Menurut Abdulah dkk. (2022), dalam policy brief INDEF (Institute for
Development of Economics and Finance), penyebab kenaikan harga CPO dikarenakan
empat hal. Pertama, penurunan produksi CPO oleh produsen besar dunia seperti Malaysia
dan Indonesia. Indonesia mengalami penurunan produksi sebesar 0,31 persen pada tahun
2021 secara year on year. Kedua, kenaikan permintaan baik pasar domestik maupun pasar
ekspor. Pasar domestik mengalami peningkatan permintaan sebesar 6 persen pada tahun
2021 secara year on year sedangkan pasar ekspor disebabkan oleh penurunan tarif impor
oleh negara mitra.
Pada bulan Februari 2022 juga terjadi penurunan yang cukup drastis dari bulan
sebelumnya yakni sebesar 9 persen. Memasuki Mei 2022 tercatat produksi sebesar 3,4
juta ton. Jumlah itu turun 19,7% dari 4,2 juta ton pada April 2022. Rinciannya, produksi
crude palm oil (CPO) pada Mei 2022 sebesar 3,1 juta ton, turun 19,8% dari bulan
sebelumnya yang sebesar 3,8 juta ton
Selain faktor supply dan demand ternyata ada faktor lain yang menyebabkan krisis
minyak goreng di dalam negeri, yakni mafia dan permainan pasar yang tidak sehat.
Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi menyebut ada mafia-mafia yang mengambil
keuntungan pribadi sehingga berbagai kebijakan yang dilakukan Kementerian
Perdagangan tidak bisa menurunkan harga minyak goreng di pasaran. Kementerian
perdagangan mengaku memiliki keterbatasan wewenang dalam undang-undang untuk
mengusut tuntas masalah mafia dan spekulan minyak goreng.
Pemerintah pun melakukan serangkaian langkah untuk mengatasi krisis minyak
goreng, salah satunya adalah dengan penetapan harga eceran tertinggi (HET). Per tanggal
19 Januari 2022, Kementerian Perdagangan Indonesia telah menetapkan kebijakan yang
mewajibkan perusahaan ritel dan pedagang sembako untuk menjual minyak goreng
dengan HET sebesar Rp.14.000,-. per liter. Pembelian minyak goreng dengan harga
spesial ini dibarengi dengan ketentuan lainnya, yakni setiap orang hanya dapat membeli
minyak goreng kemasan satu liter sebanyak dua bungkus dengan total sebanyak dua liter
per orang. Namun ternyata kebijakan ini belum mampu mengatasi masalah secara optimal
karena justru setelah diterapkannya kebijakan ini, stok minyak goreng tetaplah
langka.Sebaliknya setelah kebijakan ini dicabut, minyak goreng mulai nampak kembali
di pasar dan ritel (CNBC, 2022)
Selain kebijakan HET, Pemerintah juga menetapkan larangan ekspor CPO namun
sama seperti kebijakan HET, larangan ini tidak bertahan lama karena larangan ekspor ini
berpengaruh negatif terhadap sektor hulu sawit. Petani sawit mengalami kerugian besar
dengan anjloknya harga jual tandan buah segar (TBS) sawit di bawah harga pokok
produksi. Penurunan harga TBS sawit petani mencapai 40-70% dari harga penetapan
Dinas Perkebunan di sejumlah daerah penghasil sawit. Di Riau, penetapan harga TBS
sawit periode 11-18 Mei 2022 turun sebesar Rp972,29/kg menjadi Rp2.947,58/ kg untuk
sawit umur 10-20 tahun. Sebelumnya, periode 27 April-10 Mei 2022, harga TBS sawit
ditetapkan sebesar Rp3.919,87/kg. Di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, harga TBS
sawit petani pada 13-14 Mei 2022 turun sebesar ±Rp150,00/kg. Sehari sebelumnya harga
turun Rp100,00- 400,00/kg (jppn.com, 2022). Di Kabupaten Simeulue, Kalimantan Barat,
harga TBS sawit petani sebesar Rp1.100,00/kg, sebelumnya Rp2.700,00/kg
(Suarakalbar.id2022).Sebagai respon dari turunnya harga TBS sawit, ±25% dari 1.118
pabrik sawit menghentikan pembelian TBS sawit petani (Bisnis.com 2022)
Volatilitas harga bawang putih beberapa bulan belakangan memang tidak terlalu
tinggi, bahkan sejak bulan Juni-Agustus 2022, harga bawang putih relatif stabil dan
berada dibawah mean. Hal ini dikarenakan adanya jaminan stok bawang putih yang telah
diamankan oleh pemerintah serta periode tanam yang sudah memasuki masa panen di
sejumlah wilayah sentra bawang putih di dalam negeri (DataIndonesia.id, 2022). Namun
pada triwulan awal 2019 harga bawang putih sempat bergejolak dikarenakan
keterlambatan masuknya impor bawang putih dari China(Finance.Detik,2019).
Sementara pada semester awal 2020 harga bawang putih kembali meroket dan
volatilitasnya jauh berada diatas mean, hal ini disinyalir karena adanya pembatasan impor
dari China terkait dengan merebaknya kasus pandemi Covid-19 (CNN, 2020).
Grafik 2.17 Volatilitas Bawang Putih
Stok komoditas bawang putih di dalam negeri mayoritas masih disupply melalui
impor karena keterbatasan produksi dalam negeri yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan setiap tahunnya. Pada tahun 2017 bahkan produksi dalam negeri hanya mampu
memenuhi 3,4% kebutuhan nasional, angka produksi mulai meningkat di tahun 2018
dimana Indonesia mampu memproduksi bawang putih sebanyak 39.302 ton dan kembali
meningkat 225% di tahun 2019 yakni sebanyak 88.816 ton, namun di tahun 2020 jumlah
produksi dalam negeri kembali menurun ke angka 81.805 ton dan kemudian di tahun 2021
merosot lebih tajam lagi ke angka 45,091 ton dengan nilai penurunan produksi sebesar
45% (BPS, 2022). Pemerintah kerap kali menggalakkan program swasembada bawang
putih melalui serangkaian program yang dilakukan, namun nampaknya program tersebut
masih belum mampu mendongkrak produksi bawang putih dalam negeri.
Grafik 2.18 Produksi dan Impor Bawang Putih
Peningkatan produksi bawang putih menjadi salah satu hal yang perlu
diperhatikan, apabila Indonesia ingin mencapai swasembada. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan mempelajari kesuksesan negara lain yang telah mampu
mencapai swasembada bawang putih, seperti China. Saat ini, China merupakan salah satu
negara pengekspor bawang putih terbesar untuk pasar dunia dengan pangsa produksi pada
tahun 2021 sebesar 73.83 persen (Tridge, 2022). Terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan produksi bawang putih di China tinggi. Pertama, China berhasil berinovasi
dengan menghasilkan bawang putih yang mampu memproduksi biji untuk budidayanya.
Sedangkan kondisi yang berbeda terjadi di Indonesia, dimana budidaya bawang putih
masih menggunakan umbi yang lebih rentan terkena penyakit, sehingga masih sulit untuk
mendapatkan varietas unggul baru secara generatif.
Kedua, pemerintah China menyediakan infrastruktur jalan yang memadai untuk
mempermudah pengangkutan hasil panen bawang putih. Ketiga, pemerintah China juga
telah menyediakan coldstorages modern yang mampu membuat bawang putih China
tetap segar selama dua tahun. Sedangkan di Indonesia, penyimpanan masih dilakukan
secara tradisional. Keempat, terdapat program asuransi bersubsidi bagi petani bawang
putih untuk selalu menjaga keberlanjutan budidaya bawang putih di China. Hal-hal
tersebut, yang mampu menjadikan China sebagai produsen bawang putih terbesar di
dunia.( Ayuningtyas, 2021).
Grafik 2.19 Disparitas Harga Rata-Rata Bawang Putih 34 Provinsi Periode
2019-2022
Sumber: PIHPS, diolah
Grafik 2.20 Perbandingan Harga Produsen, Grosir, dan Ritel Bawang Putih
Sumber: PHIPS (2022), diolah
Dilema Kesejahteraan Petani
Petani sebagai tonggak terpenting dalam pemenuhan kebutuhan pangan orang
banyak seharusnya menjadi sebuah marwah atas jasa dan pemenuhan hal esensial dalam
kebutuhan manusia yakni pangan, namun dalam permasalahan gonjang ganjing pangan
kerap kali petani yang dirugikan yakni dengan pendapatan mereka yang kecil. Adapun
permasalahan kenaikan harga pangan bukan menjadi penentu bahwa petani mendapatkan
untung lebih dari kenaikan harga pangan namun petani malah merugi karena harga yang
harus dibayar melebihi harga yang diterima oleh petani.
Adanya perbandingan antara nilai yang diterima oleh petani dan nilai yang
dibayarkan oleh petani petani dapat dirangkum dalam Indeks Nilai Tukar Petani (NTP)
Indeks ini adalah perbandingan antara harga yang diterima petani (IT) dan harga yang
dibayarkan petani (IB) dan disajikan dalam bentuk persentase, indeks ini juga secara
langsung dapat melihat kesejahteraan dan kemampuan daya beli petani (Badan Pusat
Statistik 2011).
Menurut Ruauw (2010) ada tiga pengertian dalam nilai tukar petani, yang pertama
jika NTP lebih besar dari 100 dapat diidentifikasi bahwa petani berada pada kondisi
surplus, harga produksi lebih besar dari konsumsinya dengan begitu tingkat kesejahteraan
petani dapat dikatakan lebih baik dari sebelumnya, kedua jika nilai NTP sebesar 100 maka
terjadi kondisi titik impas yang mana adanya kenaikan maupun penurunan harga barang
produksi memiliki persentase yang sama terhadap konsumsinya, dan yang terakhir ketika
NTP lebih kecil dari 100 mengindikasikan petani mengalami defisit yang mana kenaikan
harga barang produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan harga barang
konsumsinya.
1. Pada komoditas bawang merah perlu dilakukan langkah teknis dengan penyediaan
benih yang sesuai terhadap perubahan musim, pemerintah perlu mengatur regulasi
terhadap penyisihan terhadap benih bawang merah dan bawang merah yang siap
dijual.
2. Penyediaan teknologi penyimpanan yang sesuai terhadap pasokan bawang merah
dan bawang putih sehingga komoditas bawang merah dapat relevan terhadap
pergantian musim dan tidak menimbulkan gejolak harga.
3. Pemerintah perlu mengawasi rantai pemasaran terutama alur dari produsen
menuju pasar induk, penguatan sektor distribusi dinilai mutlak untuk dievaluasi
dan dikaji agar petani tetap mengalami keuntungan pada saat kenaikan harga.
4. Untuk komoditas minyak goreng, pemerintah perlu mempertegas peraturan
Domestic Market Obligation dan melakukan pengawasan yang ketat untuk
mencegah kembali terulangnya krisis minyak goreng.
5. Untuk mengurangi ketergantungan pada impor bawang putih, Indonesia harus
membuat strategi tentang perencanaan produksi yang disesuaikan dengan
kebutuhan di pasar dan kondisi geografi, serta merancang skema distribusi/tata
niaga bawang putih dengan baik dan jelas.
REFERENSI
Zheng Y, Kinnucan HW, Thompson H. 2008. News and volatility of food prices. Appl. Econ.
40(13–15)(1629-1635.). doi:https://doi.org/10.1080/00036840600892910.
Andriessa R. 2022. Minyak Goreng Langka? Inilah Penyebabnya. CWTS UGM. [diakses
2022 Sep 18]. Tersedia di https://cwts.ugm.ac.id/2022/03/05/minyak-goreng-
langka-ternyata-inilah-penyebabnya/
Anwarudin MJ, Sayekti L, Aditia MK, Yusdar. 2015. Dinamika produksi dan volatilitas harga
cabai: antisipasi, strategi, dan kebijakan pengembangan. Pengembangan inovasi
pertanian. 8 (1): 33-42.
Anonimus. 2022. Harga TBS Sawit Anjlok Lagi Aduh Bingung. Jpnn.com [diakses pada 19
September 2022]. Tersedia di https://www.jpnn.com/news/harga-tbs-sawit-
anjlok-lagi-cpo-tak-dilelang-aduh-biyung
Anonimus. 2022. Larangan Ekspor Sawit Mulai Berdampak kepada Petani, Harga TBS
Turun Drastis. Suarakalbar.id [diakses pada 19 September 2022]. Tersedia di
https://www.suarakalbar.co.id/2022/05/larangan-ekspor-sawit-mulai-
berdampak-kepada-petani-harga-tbs-turun-drastis/
Anonimus. 2022. Wabah Corona Bikin Harga Bawang Putih Impor Meroket.
Cnnindonesia.com [diakses pada 20 September 2022]. Tersedia di
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200207081826-92-472488/wabah-
virus-corona-buat-harga-bawang-putih-impor-meroket
Akhmad A. 2022. Dampak Kebijakan CPO, Petani Sawit Ungkap 25 Persen Pabrik Setop
Beli TBS. Tempo.co [diakses pada 19 September 2022]. Tersedia di
htttps://bisnis.tempo.co/read/1592114/dampak-kebijakan-cpo-petani-sawit-
ungkap-25-persen-pabrik-setop-beli-tbs
Arwana G. 2022. Terus Turun Harga Bawang Makin Murah. Datainonesia.id [diakses pada
20 September 2022]. Tersedia di htttps://dataindonesia.id/bursa-
keuangan/detail/terus-turun-harga-bawang-makin-murah-24-agustus-2022
Bourdon MH. 2011. Agricultural Commodity Price Volatility: An Overview. OECD Food,
Agric. Fish. Work. Pap.(52):137–185.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Nilai Produksi dan Biaya Produksi per Hektar Usaha
Bawang Merah dan Cabai Merah. Jakarta (ID): BPS.
[BI] Bank Indonesia. 2022. Analisis Inflasi Juli 2022 Tim Pengendalian Inflasi Pusat Bank
Indonesia. Jakarta (ID): BI.
[CIPS] Center for Indonesian Policy Studies. 2021. Beyond fertilizer and seed subsidies: re
thinking support to incentivize productivity and drive competition in the
agricultur- al input market. Policy Paper No. 43. Jakarta (ID): CIPS.
Cut D. 2022. Sebulan Aturan HET Minyak Goreng Dihapus Harga Belum Turun.
Cnbcindonesia.com [diakses 16 September 2022]. Tersedia di
https://www.cnbcindonesia.com/news/20220518005839-4-339664/sebulan-
aturan-het-minyak-goreng-dihapus-harga-belum-turun
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2022. World Food Situation. Roma (IT): FAO.
FAO. 2010. Food Outlook Global Market Analysis. Food Agric. Organ. [diunduh 2022 Sep
18]. Tersedia pada: https://www.fao.org/3/ai466e/ai466e00.htm
Farandy AR. 2020. Analyzing factors affecting Indonesian food inflation. Jurnal Ekonomi
dan Pembangunan. 28 (1): 65-76.
Jauhara. 2022 Sept 1. Apa Penyebab Harga Kedelai Naik. Kompas.com. [diakses 2022 Sep
18]. Tersedia di https://www.kompas.com/food/read/2022/09/01/123600875/apa-
penyebab-harga-kedelai-naik-
Kustiari R,Sejati WK, Yulmahera R. 2018. Integrasi pasar dan pembentukan harga cabai me
rah di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi. 36 (1): 39-53.
Media Indonesia. 2022. BPS: Tiga Besar Penyumbang PDB Nasional, Pertanian
Berkontribusi 12,98%. Media Indones. [diunduh 2022 Sep 18]. Tersedia pada:
https://mediaindonesia.com/ekonomi/512517/bps-tiga-besar-penyumbang-pdb-
nasional-pertanian-berkontribusi-1298
Sativa M. 2017. Analisis disparitas dan dampak kebijakan pemerintah terhadap pergerakan
harga cabai merah di Indonesia [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ruauw E. 2010. Nilai tukar petani sebagai indikator kesejahteraan petani. J. Penelit. ASE.
6(2):1–8.
Simatupang, Maulana. 2008. Kaji Ulang Konsep dan Pengembangan Nilai Tukar Petani 2003-
2006. J. Ekon. dan Pembang. LIPI.
Timmer C. 2012. Center on Food Security and the Environment and the Prospects for
Agriculture. Stanford Symp. Ser. Glob. Food Policy Food Secur. 21st Century.:1–
39.
Zheng Y, Kinnucan HW, Thompson H. 2008. News and volatility of food prices. Appl. Econ.
40(13–15)(1629-1635.). doi:https://doi.org/10.1080/00036840600892910.
LAMPIRAN
● Bawang Putih
● Cabai Merah
● Minyak Goreng
Lampiran 2 Uji Korelogram
● Bawang Merah
● Bawang Putih
● Cabai Merah
● Minyak Goreng
Lampiran 3 Model Arima Terbaik
● Bawang Merah
ARIMA (4,0,2)
● Bawang Putih
ARIMA (2,0,0)
● Cabai Merah
ARIMA (2,1,2)
● Minyak Goreng
ARIMA (2,1,0)
● Bawang Putih
● Cabai Merah
● Minyak Goreng