Anda di halaman 1dari 6

3.

3 Kondisi setelah diberlakukannya kebijakan Harga pangan dilihat dari kestabilan


ekonomi makro
Menurut Ellis (1992), salah satu tujuan kebijakan harga pertanian adalah menstabilkan
harga pertanian agar mengurangi ketidakpastian usahatani, serta menjamin harga pangan yang
stabil bagi konsumen dan stabilitas harga di tingkat makro. Selanjutnya dikatakan, kebijakan
harga pertanian dapat dilakukan melalui berbagai instrumen, yaitu kebijakan perdagangan,
kebijakan nilai tukar, pajak dan subsidi, serta intervensi langsung. Secara tidak langsung
stabilisasi harga dapat juga dilakukan melalui kebijakan pemasaran output dan kebijakan input.
Kebijakan input antara lain berupa subsidi harga sarana produksi yang diberlakukan pemerintah
terhadap pupuk, benih, pestisida, dan kredit.
Berdasarkan penyebabnya, kebijakan stabilisasi harga atau stabilisasi harga dapat
dilakukan dengan melakukan kebijakan harga pangan, yaitu kebijakan harga dasar (floor price)
dan kebijakan harga tertinggi (ceiling price). Kebijakan ini menyebabkan ketidakseimbangan
pasar sehingga diperlukan kebijakan pendukung, yaitu melakukan stok atau ekspor saat
kebijakan harga dasar ditetapkan dan melakukan operasi pasar saat kebijakan harga atap
ditetapkan (Sugiarto et al. 2002). Dari berbagai bentuk kebijakan yang ada, konsep kebijakann
harga yang digunakan dalam penelitian ini adalah kebijakan harga input-ouput yang terdiri dari
subsidi harga input, subsidi kredit pengadaan input, subsidi pengadaan pangan, dan subsidi kredit
pengadaan pangan. Ukuran yang digunakan adalah jumlah dana (milyar rupiah) yang digunakan
pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Menurut Gunawan (1991), ketatnya pengaturan harga pangan di Indonesia menyebabkan
berkurangnya ketidakstabilan ekonomi makro. Hal yang sama terjadi di beberapa negara, seperti
yang disitir maupun yang dihasilkan dari studi Kannapiran (2000) menunjukkan skim stabilitas
harga komoditas dapat mengurangi instabilitas ekonomi makro, tetapi pada beberapa hasil
penelitian ada yang menciptakan sedikit fluktuasi, khususnya pada balance of payment dan
stabilitas moneter. Hal itu disebabkan kebijakan stabilitas harga tidak memberikan kontribusi
yang baik terhadap manajemen ekonomi makro. Penelitian Sugiyono (2005), Mulyana (1998),
dan Rahardjo (1993) menunjukkan bahwa laju inflasi dipengaruhi oleh harga riil beras eceran.
Menurut Sugiyono (2005), peningkatan harga dasar gabah lebih menguntungkan petani padi,
konsumen beras tetap diuntungkan (ketahanan pangan meningkat), dan stabilitas ekonomi makro
terjaga (pertumbuhan ekonomi meningkat, pengangguran berkurang dan inflasi mengalami
penurunan), serta partai politik dan pemerintah diuntungkan karena faktor politik (ketahanan
nasional) mengalami penguatan, sedangkan peningkatan subsidi pupuk berdampak positif
meningkatkan penggunaan pupuk, produktivitas padi, produksi dan penawaran beras, pendapatan
usahatani dan konsumsi beras, serta berdampak positif terhadap stabilitas ekonomi makro dan
stabilitas politik.
Secara global, harga pangan dunia memang tampaknya masih dalam batas wajar,
setidaknya hingga Maret 2020. Berdasarkan data yang dihimpun dari Food and Agricultural
Organization (FAO), harga pangan dunia secara nominal dan riil, memang mulai terjadi tren
peningkatan sejak Oktober 2019 hingga Januari 2020, kemudian mulai menurun tipis pada bulan
selanjutnya (Februari dan Maret 2020) (lihat Gambar 3). Namun jika ditelaah lebih spesifik,
berdasarkan data FAO Rice Price Index, komoditas pangan utama, seperti beras, sudah mulai
mengalami peningkatan sebesar 3 persen dalam tiga (3) bulan terakhir (Januari-Maret 2020). Di
Indonesia sendiri, jika melihat dari data inflasi bulanan (month on month (mom)), inflasi barang
bergejolak (volatile food inflation) yang didominasi bahan pangan, juga menunjukkan tren yang
serupa (lihat Gambar 4). Meskipun begitu, pemerintah perlu tetap mewaspadai kemungkinan
kenaikan harga bahan pangan, khususnya menjelang hari Raya Idul Fitri pada bulan Mei 2020
nanti. Data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional saja telah
menunjukkan peningkatan rata-rata harga beras sebesar 0,8 persen selama periode Januari-Maret
2020. Maka dari itu, sebagai langkah antisipatif kenaikan harga pangan di Indonesia, pemerintah
perlu menjalankan strategi kebijakan pangan di semua lini, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, secara simultan.
Stabilitas ekonomi makro dapat dilihat dari pengaruh guncangan kebijakan harga pangan
atau variabel ekonomi makro lainnya terhadap variabel kunci indikator ekonomi makro. Jika
suatu guncangan menimbulkan fluktuasi yang besar pada variabel ekonomi makro, maka dapat
dikatakan stabilitas ekonomi makro rentan terhadap guncangan tersebut. Sebaliknya, jika
dampaknya menimbulkan fluktuasi yang kecil, maka dapat dikatakan stabilitas ekonomi makro
stabil. Ukuran yang digunakan dalam mengukur stabilitas dalam studi ini adalah dampak
guncangan/shock terhadap: (1) perbedaan nilai awal dan akhir variabel endogen, (2) besarnya
variasi yang dilihat dari amplitudo fluktuasi variabel endogen, dan (3) panjangnya waktu
fluktuasi variabel endogen untuk mencapai pada keseimbangan baru, serta (4) koefisien variasi.
Suatu guncangan dapat menyebabkan keseimbangan baru, kondisinya meningkat, tetap, atau
menurun dari kondisi keseimbangan saat awal guncangan.
Guncangan kebijakan harga pangan dapat berupa impor pangan dan input produksi
pertanian. Akibatnya BOT yang masih surplus USD 9,9 juta pada saat terjadi guncangan pada
triwulan pertama menjadi defisit USD 51,8 juta. Defisit terus membesar hingga triwulan ke 16
yaitu sebesar USD. Meningkatnya kebijakan harga pada triwulan pertama menyebabkan PDB
mengalami ekspansi. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penawaran uang akibat kebijakan
harga sehingga merangsang aktivitas ekonomi. Namun, karena sebagian dana kebijakan harga
pangan tersebut digunakan untuk impor, maka pada triwulan 2–4 PDB mengalami kontraksi
mencapai angka terendah pada triwulan ke-4 yaitu –0,99 persen. Selanjutnya PDB cenderung
mengalami ekspansi dan mulai stabil pada triwulan ke-13 hingga dalam jangka panjang
pertumbuhan PDB stabil pada -0,84 persen.
Kontraksinya aktivitas ekonomi menyebabkan penerimaan pemerintah menjadi menurun,
sehingga sejak dilakukan guncangan kebijakan harga pangan, maka pertumbuhan dana yang
digunakan untuk mendukung kebijakan tersebut cenderung menurun, dari 27,95 persen pada
awal kebijakan mengalami pertumbuhan terendah menjadi 16,42 persen pada triwulan ke-13.
Pertumbuhan mulai stabil pada triwulan ke-18 dan dalam jangka panjang stabil kembali pada
pertumbuhan 17,47 persen. Di pasar uang, kebijakan harga pangan pada triwulan pertama
meningkatkan penawaran uang 1,47 persen karena dana kebijakan harga sebagian berasal dari
dana segar KLBI. Peningkatan penawaran uang diikuti oleh peningkatan inflasi sebesar 0,11
persen. Dugaan terjadinya inflasi akibat kebijakan harga diantisipasi pihak Bank Indonesia
dengan melakukan sterilisasi sehingga penawaran uang menurun mencapai titik terendah hingga
0,54 persen triwulan ke-6 yang diikuti dengan penurunan inflasi. Sterilisasi yang dilakukan
hingga triwulan ke-6 ternyata terlalu berlebihan sehingga menyebabkan PDB kontraksi hingga
triwulan ke-4.
Oleh karena itu, Bank Indonesia meningkatkan kembali jumlah penawaran uang ke posisi
hampir sama dengan posisi awal yang mulai stabil pada triwulan ke-25 dan dalam jangka
panjang stabil pada 1,14 persen. Naiknya penawaran uang sejak triwulan ketujuh menyebabkan
PDB mengalami sedikit ekspansi. Jadi, terlihat jelas adanya hubungan antara penawaran uang,
inflasi, dan PDB. Pada triwulan pertama, naiknya penawaran uang dan inflasi menyebabkan suku
bunga riil meningkat pada triwulan pertama. Tetapi, ketika inflasi meningkat mencapai nilai
tertinggi pada triwulan ke-5 yaitu 1,52 persen, maka suku bunga riil menjadi turun mencapai titik
terendah pada triwulan ke-3 yaitu –0,43 persen. Turunnya suku bunga tidak direspon oleh
investor, apalagi saat suku bunga naik kembali mencapai titik tertinggi pada triwulan ke-8 yaitu
0,14 persen.
Suku bunga tersebut kemudian turun kembali dan mulai stabil pada triwulan ke-21 dan
dalam jangka panjang stabil pada tingkat -0,05 persen Kenaikan suku bunga riil ini disebabkan
karena menurunnya inflasi dan mulai stabil pada triwulan ke-9 kemudian dalam jangka panjang
stabil pada tingkat 1,04 persen. Kenaikan suku bunga menyebabkan investasi mengalami
penurunan dan mencapai titik terendah pada triwulan ke-6 yaitu –7,43 persen. Penurunan
investasi ini menyebabkan PDB kontraksi. Jadi penurunan PDB disebabkan oleh dua hal yaitu
menurunnya investasi dan neraca perdagangan. Ternyata guncangan kebijakan harga pangan
dalam jangka panjang tidak berpengaruh terhadap suku bunga. Kondisi suku bunga yang
fluktuatif dan kembali stabil pada kondisi semula ini mungkin yang menyebabkan investor tidak
perlu meresponnya.
Baik jangka pendek maupun jangka panjang, kebijakan harga pangan yang merupakan
kebijakan harga input-output menyebabkan PDB kontraksi dan inflasi, namun tidak
menyebabkan naiknya tingkat pengangguran. Walaupun menyebabkan kontraksi ekonomi dan
inflasi, kebijakan harga pangan secara relatif tidak menyebabkan instabilitas ekonomi makro.
Kontraksi PDB dan inflasi (stagflasi) yang terjadi akibat guncangan kebijakan harga pangan
karena kebijakan ini menggunakan dana KLBI dan masih didukung dengan pengadaan pangan
impor. Akibatnya, neraca perdagangan defisit, PDB kontraksi, dan inflasi meningkat. Oleh
karena itu, di masa yang akan datang sebaiknya kebijakan harga pangan dilakukan dengan
dukungan produksi pangan dalam negeri. Namun demikian, kebijakan impor pangan masih tetap
diperlukan pada batas-batas tertentu, misalnya pada saat produksi dan stok pangan tidak
mencukupi, serta untuk menghindari munculnya spekulasi yang melakukan penimbunan stok
pangan.
3.4 Analisis kebijakan penindakan covid 19 terhadap pemulihan ekonomi Indonesia
Pemulihan Ekonomi serta Ketahanan Nasionalialah rangkaian kegiatan yang bertujuan
mengurangi efekCovid-19 terhadap perekonomian. Selain menangani masalahkrisis
kesehatan, Pemerintah tentunya melakukankegiatan Pemulihan Ekonomi untuk itu setiap
negara perlu melakukan Tindakan pemulihan Ekonomi, untuk keberlangsungan negaranya.
Berbagai cara pemerintah melakukan pemulihan ekonomi. Perekonomian suatu negara tidak
bebas dari keikutsertaan pemerintah karena pemerintahlah yang menata segalanya,
mengenai semua kebijaksanaan yang mengarah pada keberlangsungan kebijaksanaan
negara itu sendiri. Masing-masing rezim yang mengetahui suatu negara mempunyai
kebijaksanaan ekonomi yang dapat diharapkan untuk menjamin perekonomian yang positif dan
normal untuk tercapainya kejayaan dan ketenteraman, sebab ialah peranan penguasa untuk
menjaga perekonomian untuk tercapainya kehidupan yang aman dan sentosa untuk rakyatnya.
Instruksi Presiden Nomor 4/2020 mengatur tambahan anggaran untuk program
perlindungan sosial dan penanggulangan dampak pandemi terhadap perekonomian nasional.
Alokasi anggaran penanganan dampak Covid-19 sebesar Rp. 695,2 triliun. Jumlah tersebut
terdiri dari anggaran bidang kesehatan sebesar Rp. 97,9 triliun dan anggaran Pemulihan
Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp. 597,3 triliun. Anggaran PEN digunakan untuk
mendorong sisi penawaran sebesar Rp. 297,6 triliun dan untuk mendukung sisi permintaan
sebesar Rp. 299,7 triliun (Abidin, 2021). Dampak yang ditimbulkan dari aspek ekonomi terhadap
penurunan pendapatan masyarakat, maka salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
berupa pemberian perlindungan sosial berupa pemberian Bantuan Langsung Tunai
(BLT) pada masa pandemi Covid-19, BLT diberikan kepada kelompok masyarakat
yang membatasi pandemi Covid-19, meliputi masyarakat miskin, pekerja informal
serta pelaku usaha transportasi pemberani.
Meski niat pemerintah tersebut mendapat sambutan yang sangat baik dari masyarakat
dengan pemberian bantuan ini, namun pada tataran pelaksanaannya pemerintah gagal
melaksanakannya dengan baik, mengingat salah satu bantuan presiden tersebut terkait
dengan masalah korupsi dana bansos. Sedih melihat fakta di lapangan mengingat
niat baik tapi dieksekusi oleh orang yang salah.Kebijakan pemerintah yang dikeluarkan
saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia dinilai cukup efektif, namun kebijakan
tersebut tidak dapat dirasakan langsung oleh semua dampak positifnya, hal ini akan
tergantung pada ketersediaan. Pemerintah merumuskan semua kebijakan yang bertujuan
untuk membuat rakyat merasakan kesejahteraan, kemakmuran, kesehatan dan keadilan.
Sebagai warga negara, kita dapat membantu pemerintah dengan mengikuti
semua kebijakan yang ada untuk memenuhi negara kesejahteraan (Dirkareshza et al,
2021).Ada dua kebijakan yang biasanya diambil oleh pemerintah dalam menangani masalah
ekonomi, yaitu Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter. Kebijakan fiskal adalah langkah
pemerintah untuk melakukan perubahan dalam sistem perpajakan atau anggarannya dengan
tujuan untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang ada, sedangkan kebijakan moneter adalah
kebijakan yang dibuat oleh bank sentral (Bank Indonesia), agar uang bisa diselamatkan.
ebijakan yang diambil untuk mendorong kegiatan ekonomi dalam perekonomian domestik
tahun ini terutama ditopang oleh pengeluaran pemerintah atau government spending.
Dalam menghadapi pandemi Covid, pemerintah harus bekerja keras menginisiasi berbagai
paket kebijakan, baik dari sisi kebijakan pencegahan penyebaran pandemi Covid,
maupun kebijakan dalam hal peningkatan kegiatan ekonomi. Stimulus kebijakan fiskal juga
menjadi hal terpenting dalam mengurangi dampak negatif akibat pandemi terhadap
kegiatan ekonomi, terutama bagi pelaku usaha dan masyarakat yang paling terdampak.
Hubungan Kebijakan Fiskal dengan Perekonomian dan Kebijakan Moneter Selama
masa pandemi Covid-19 yang menyebabkan aktivitas ekonomi melemah, kebijakan
fiskal berfungsi sebagai sumber penerimaan bagi pemerintah untuk melanjutkan
pembangunan. Dengan demikian, pajak memiliki peran penting dalam perekonomian negara.
Berdasarkan hal tersebut, pajak memiliki beberapa fungsi bagi perekonomian negara. Pertama,
fungsi anggaran, yaitu membiayai segala kebutuhan atau kontestasi negara. Seperti biaya
kompensasi pegawai, belanja barang negara, pemeliharaan fasilitas negara, dan lain-
lain. Terkait dengan pembangunan, biaya yang dikeluarkan dari tabungan pemerintah. Uang
abungan diperoleh dari rumus pendapatan domestik dikurangi pengeluaran rutin. Oleh
karena itu, penghematan pemerintah harus ditingkatkan seiring dengan biaya pembangunan
yang terus meningkat. Peningkatan tersebut diperkirakan berasal dari sektor pajak.
Kedua, fungsi regulasi, yaitu pajak dapat digunakan untuk mengatur pertumbuhan
ekonomi. Misalnya, jika ingin lebih banyak investor berinvestasi, pemerintah harus mengambil
keringanan pajak. Di sisi lain, jika pemerintah ingin mempertahankan keberadaan produk
dalam negeri, pemerintah harus memberikan bea masuk yang tinggi untuk barang-
barang impor.Ketiga, fungsinya, pajak menyebabkan pemerintah mengatasi perekonomian agar
tidak terjadi inflasi. Yaitu dengan mengatur peredaran uang sebagai bentuk kebijakan
moneter, memungut pajak, dan menggunakan pajak seefektif mungkin. Terakhir, fungsi
redistribusi pendapatan yaitu pajak akan digunakan untuk kepentingan umum, termasuk
pembangunan yang akan berdampak pada pembukaan lapangan kerja. Dengan demikian,
pendapatan masyarakat juga akan meningkat (Mirani, 2021).
Situasi yang dialami masyarakat akibat pandemi Covid-19 telah memberikan
dampak ekonomi. Dampak ekonomi dapat dialami oleh para pekerja. dapat menimbulkan
kerugian ekonomi dan mengurangi tenaga kerja Salah satu upaya pemulihan ekonomi pasca
bencana yang dapat dilakukan melalui peningkatan perekonomian tenaga kerja Upaya ini
dicapai melalui pemerintah untuk memperkuat sumber daya manusia di bidang
ekonomiProgram Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bertujuan untuk melindungi, menjaga,
dan meningkatkan kemampuan pelaku usaha dalam menjalankan usahanya di masa pandemi
Covid-19. Selain itu, program PEN membantu meningkatkan daya beli
masyarakat dan laporan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Program PEN
menyasar rumah tangga dan sektor usaha paling rentan (UMKM, Korporasi, dan BUMN).
Dengan adanya program PEN diharapkan roda perekonomian dapat berputar dan
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam Pemulihan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, pastinya perlu planning atau
perencanaanyang terstruktur dan matang. Karena efek yang ditimbulkan akibat pandemi covid-
19 sungguh luar biasa bagi ekonomi selama hampir 2 tahun belakangan ini. Supaya program
pemulihan ekonomi ini dapat terealisasi sesuai tujuan, kita perlunya peranan Stakeholder dan
masyarakat agar program ini berjalan baik.Selain itu, tujuan dari Planning adalah menentukan
tujuan organisasi, menentukan strategi, prosedur, anggaran, hingga menghasilkan output yang
telah ditetapkan. (Planning No Name, 2020)Untuk itu pemerintah banyak membuat dan
mengambil keputusan yang mendukung program ini. Salah satunya bentuk dukungan di
sektor manufaktur dengan kebijakan penghapusan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM) yang sempat berhasil untuk meningkatkan Demand kendaraan bermobil. Yang
beberapa tahun ini sangat terpengaruh akibat pandemi covid-19, masyakarat menahan
untuk melakukan pembelian kendaraan bermobil karena ketidakpastian virus ini akan
selesai.Kondisi penurunan tingkat pajak tersebut menciptakan kenaikan permintaan (Demand)
terhadap produk otomotif dipasar Indonesia. (A. F. Dharma et al., 2019).
Kemudian untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional, pemerintah membuat
program yang tujuan nya mempertahankan dan mensejahterakan pelaku usaha UMKM di masa
Pandemiini. Dengan beberapa macam cara pemerintah memberi modal bagi UMKM, yaitu
pemberian kredit modal/pinjaman bank. Karena dalam kedudukan nya, peranan UMKM bisa
membangun Kesejahteraan Masyarakat sekitar, sehingga masyarakat memiliki lapangan kerja
dari pemberdayaan UMKM, hingga pada akhirnya berkurangnya pengangguran dan
kemiskinan akibat pandemi Covid-19.(Jannah, 2020)Modal pemberdayaan Pemulihan
Ekonomi Nasional berasal dari APBN yang digunakan untuk subsidi bunga UMKM melalui
Lembaga keuangan, penjaminan untuk kredit modal usaha, penyertaan Modal Negara untuk
BUMN yang permodalannya mengalami imbas covid-19 dan instruksi khusus, serta yang
terakhir modal Pemulihan Ekonomi berasal dari Investasi pemerintah.

Hirawan, Fajar B., and Akita A. Verselita. Kebijakan pangan di masa pandemi Covid-19.
CSIS Indonesia, 2020.
Ilham, Nyak, and Hermanto Siregar. "Dampak Kebijakan Harga Pangan dan Kebijakan
Moneter terhadap Stabilitas Ekonomi Makro." (2007).
Afni, Nur. "Kebijakan Ekonomi Di Masa Pandemi Covid-19." Madika: Jurnal Politik
dan Governance 1.2 (2021): 134-145.
Saputra, Farhan, and Hapzi Ali. "PENERAPAN MANAJEMEN POAC: PEMULIHAN
EKONOMI SERTA KETAHANAN NASIONAL PADA MASA PANDEMI
COVID-19 (LITERATURE REVIEW MANAJEMEN POAC)." Jurnal Ilmu
Manajemen Terapan 3.3 (2022): 316-328.

Anda mungkin juga menyukai