Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam sendi kehidupan sosial
ekonomi masyarakat Indonesia. Posisi komoditas beras bagi sebagian besar penduduk
Indonesia adalah sebagai makanan pokok karena hampir seluruh penduduk Indonesia
membutuhkan beras sebagai bahan makanan utamanya disamping merupakan sumber
nutrisi penting dalam struktur pangan, sehingga aspek penyediaan menjadi hal yang
sangat penting mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar. Pengenalan
komoditi beras kepada masyarakat bukan pengkonsumsi nasi telah mengakibatkan
permintaan beras mengalami peningkatan sepanjang tahun. Masyarakat Papua yang
sebelumnya adalah pengkonsumsi sagu sebagai makanan utama, saat ini telah terbiasa
dengan konsumsi nasi dalam keseharian mereka, begitu juga dengan masyarakat Maluku,
Sulawesi Utara, Madura dan sebagainya.
Beras adalah makanan pokok berpati yang banyak dikonsumsi oleh penduduk
Indonesia. Lebih dari 50 persen jumlah kalori dan hampir 50 persen jumlah konsumsi
protein berasal dari beras. Dengan meningkatnya pendapatan dapat diperkirakan bahwa
peranan beras sebagai sumber energi bagi tubuh manusia dimasa mendatang akan
semakin besar, oleh karena itu sejak REPELITA III pemerintah memberikan prioritas
pada kebijakan pangan yang mengutamakan makanan pokok berpati lainnya untuk
mengisi kekurangan beras. Mengingat pentingnya beras untuk rata-rata orang Indonesia
akan mengakibatkan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan, jika hal itu terjadi
akan menimbulkan pengaruh yang tidak stabil pada harga-harga serta dapat menimbulkan
reaksi politik dan sosial yang tidak dikehendaki yang cenderung menghambat kegiatan
pembanguan ekonomi secara keseluruhan.
Bagi para produsen beras, kenaikan pendapatan mereka berasal dari kenaikan harga
beras. Apabila harga barang-barang lain tidak naik, akan memungkinkan mereka untuk
membeli kebutuhan non beras dengan menjual beras yang lebih sedikit daripada
sebelumnya, sehingga lebih banyak beras yang disisihkan untuk konsumsi keluarga
mereka. Bagi golongan non produsen, jika pendapatannya tidak mengalami kenaikan,

1
penurunan pendapatan riil karena kenaikan harga beras menyebabkan mereka mengurangi
konsumsi berasnya untuk membatasi pengurangan kebutuhan non beras.
Elastisitas harga terhadap permintaan beras menunjukkan persentase perubahan
banyaknya beras yang akan dibeli oleh para konsumen sebagai responnya terhadap
perubahan harga relatif beras terhadap barang-barang subtitusinya. Elastisitas harga
terhadap permintaan mencakup subtitusi dan pendapatan yang sulit dibedakan. Pengaruh
dari yang pertama, menerangkan penurunan konsumsi apabila harga beras naik, akan
terjadi pensubtitusian untuk mempertahankan tingkat konsumsi kalori tertentu, misalnya
ke beras yang harganya lebih murah atau ke bahan makanan lain yang lebih murah.
Pengaruh dari yang kedua berbeda antara produsen beras dengan konsumennya.
Kenaikan harga beras sebenarnya sudah menjadi hal yang biasa terjadi. Namun,
kenaikan harga yang ekstrem dalam waktu relatif singkat menjadi tanda tanya besar.
Tidak hanya faktor alam, faktor perlakuan pasca panen juga turut berpotensi
mempengaruhi masalah ini. Setidaknya ada empat hal yang diduga menjadi penyebab
sulitnya mengontrol kenaikan harga beras saat ini antara lain :
1. Keterlambatan musim panen, saat ini merupakan periode transisi antara musim
paceklil dan panen raya.
2. Soal operasi pasar (OP) yang dilakukan Perum Bulog namun cara ini tak efektif
meredam harga beras, justru muncul praktik pengoplosan.
3. Berkurangnya stok beras di Bulog hal ini tentunya berpengaruh kepada permintaan
beras yang melonjak signifikan.
4. Ada pemain tunggal di dalam perdagangan beras yang mengakibatkan harga beras
naik.
Komoditas beras memiliki peran yang sangat strategis dalam memantapkan
ketahanan pangan, ketahanan ekonomi, dan stabilitas politik di Indonesia. Hal ini
ditunjukan dari usaha pemerintah yang selalu berusaha menjaga stok beras dalam negeri
agar tetap mengalami surplus. Dengan terjaganya stok beras maka harga dipasaran akan
lebih stabil. Terjadinya praktek penimbunan beras menyebabkan harga naik yang
tentunya akan sangat memberatkan masyarakat. Khususnya untuk kalangan
masyarakat ekonomi menengah kebawah. Kurang tegasnya kebijakan pemerintah dalam
menindak pelaku penimbunan beras menyebabkan mereka tidak jera untuk melakukannya
lagi. Demikian permintaan beras yang terus meningkat akan membuat harga semakin
naik, namunpun demikian mau tidak mau masyarakat akan tetap membeli untuk

2
kebutuhan hidup. Hal ini merupakan salah satu alasan pemerintah berupaya bagaimana
menstabilkan harga agar tetap dapat di konsumsi masyarakat. Ketidakseimbangan
antara kuantitas penawaran dan kuantitas permintaan yang dibutuhkan konsumen
merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi harga. Penawaran beras
yang dilakukan oleh produsen tidak terjadi sepanjang tahun karena berkaitan dengan
musim tanam. Sedangkan permintaan oleh konsumen akan berlangsung sepanjang tahun
karena konsumsi beras dilakukan sepanjang tahun mengingat beras merupakan kebutuhan
pangan pokok masyarakat.
Ketidakstabilan harga beras juga dipengaruhi oleh trend dan musiman. Harga beras
mengikuti pola musiman dan pola trendyang terjadi. Harga akan jatuh pada musim panen
raya dan meningkat tajam pada musim paceklik. Ketidakstabilan ini dapat merugikan
petani pada saat musim panen dan memberatkan konsumen pada musim paceklik.
Kebijakan tentang harga beras merupakan dilema bagi masyarakat baik produsen maupun
konsumen. Perubahan harga beras tiba-tiba melonjak tanpa bisa dikendalikan. Situasi ini
mendorong pemerintah melalui Perusahaan Umum Badan Logistik (Perum Bulog)
menggelar Operasi Pasar (OP) di seluruh Indonesia. Pemerintah akan melakukan Operasi
Pasar untuk menstabilkan harga dan meredam inflasi. Salah satu komoditas yang akan
dikendalikan adalah beras karena kenaikan harga komoditas ini berdampak sangat besar.
Operasi Pasar bertujuan untuk menurunkan harga beras umum. Dengan demikian peneliti
akan mengkaji mengenai operasi pasar yang dilakukan oleh pemerintah agar terjadi
kestabilan harga beras di pasaran.

I.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana kenaikan harga bahan baku gabah pada produsen beras?
2. Bagaimana pengaruh kenaikan harga bahan baku terhadap suatu produksi?
3. Bagaimana solusi penanganan kenaikan harga gabah pada suatu produksi beras ?

I.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk menjelaskan kenaikan harga bahan baku gabah pada produksi beras.
2. Untuk menjelaskan pengaruh kenaikan harga bahan baku terhadap suatu
produksi.
3. Untuk menjelaskan solusi penanganan kenaikan harga beras pada suatu
produksi.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

II.1 Definisi Produksi


Menurut Sofyan Assauri produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan
menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa, untuk kegiatan mana dibutuhkan
faktor-faktor produksi dalam ilmu ekonomi berupa tanah, tenaga kerja, dan skill
(organization, managerial, dan skills). Sedangkan ahli lain mendefiniskan produksi
sebagai berikut : “Produksi adalah segala kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan
atau menambah guna atas suatu benda, atau segala kegiatan yang ditujukan untuk
memuaskan orang lain melalui pertukaran.
Menurut Murti Sumarti dan Jhon Soeprihanto produksi adalah semua kegiatan dalam
menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa, dimana untuk kegiatan tersebut
diperlukan faktor-faktor produksi.”
Menurut Reksohadiprodjo dan Gitosudarmo produksi adalah penciptaan atau
penambah faedah bentuk, waktu dan tempat atas faktor-faktor produksi.
Menurut Drs. Mohamad Hatta Produksi adalah segala pekerjaan yang menimbulkan
guna, memperbesar guna yang ada dan membagikan guna itu diantara orang banyak.
Menurut Drs. Eko Harsono produksi adalah setiap usaha manusia / kegiatan yang
membawa benda ke dalam suatu keadaan sehingga dapat dipergunakan untuk kebutuhan
manusia dengan lebih baik.
Menurut Assauri produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah
kegunaan barang dan jasa.
Menurut Assauri produksi merupakan suatu kegiatan atau proses yang
mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output).
Menurut Magfuri produksi adalah mengubah barang agar mempunyai kegunaan
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Produksi merupakan segala kegiatan untuk
menciptakan atau menambah guna atas suatu benda yang ditunjukkan untuk memuaskan
orang lain melalui pertukaran.
Menurut Hatta produksi adalah segala pekerjaan yang menimbulkan guna,
memperbesar guna yang ada dan membagikan guna itu di antara orang banyak.
Menurut Heizer dan Render produksi adalah proses penciptaan barang dan jasa.

4
Menurut Harsono produksi adalah setiap usaha manusia atau kegiatan yang
membawa benda ke dalam suatu keadaan sehingga dapat dipergunakan untuk kebutuhan
manusia dengan lebih baik.
Menurut Ahyari produksi adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah
kegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada.

II.2 Pengertian Tentang Variabel


Kenaikan harga beras seperti sekarang ini, adalah masalah yang sering sekali terjadi
di daerah Trimurjo, dimana kebutuhan akan beras terus meningkat dan persediaan beras
semakin menipis. Kenaikan harga beras dapat disebabkan oleh beberapa faktor dan
hampir setiap tahunnya permasalahan tentang kenaikan harga beras ini menjadi salah satu
topik yang paling sering dibicarakan karena akibat kenaikan harga beras banyak sekali
komentar-komentar dari berbagai pihak.

Dari analisis yang telah dilakukan dapat kita ketahui jika penyebab kenaikan harga
beras pada masa sebelum panen raya adalah:

1. Faktor Penyebab Kenaikan Harga Beras:

i. Hukum Permintaan dan Penawaran

Salah satu hal yang menyebabkan harga barang terus merangkak naik adalah
prinsip ” supply dan demand ”. Seperti salah satu hukum ekonomi yang mengatakan
bahwa apabila permintaan meningkat dan barang tidak ada maka akan cenderung
terjadi kenaikan harga barang.

Saat ini harga beras terus melonjak naik hal ini disebabkan banyak petani beras
yang gagal panen. Gagal panen ini menyebabkan jumlah beras di pasar menurun
sedangkan permintaan tetap atau mungkin meningkat.

ii. Harga Melambung Akibat Ekonomi yang Buruk

Harga yang terus menerus mengalami kenaikan menjadi masalah di tatanan


masyarakat, karena kenaikan harga tidak sesuai dengan pendapatan yang di hasilkan
masyarakat. Hal ini di sebabkan karena perekonomian yang sangat buruk.

Apabila penghasilan masyarakat sesuai kenaikan harga-harga, mungkin kenaikan

5
harga bukan menjadi masalah bagi masyarakat. Tetapi perekonomian yang buruk ini
tidak mungkin mewujudkan pendapatan masyarakat sesuai. Masyarakat (rakyat
miskin) adalah kelompok masyarakat yang paling merasakan kesengsaraan apabila
terjadi kenaikan harga.

iii. Peranan Pemerintah dalam Pengendalian Ekonomi Pasar.

Ada beberapa hal yang membuat kenaikkan harga-harga bahan pokok di pasar, antara
lain:

a. Permainan di tingkat tengkulak, distributor yang melenyapkan suplai barang


dipasaran.

b. Sistem permintaan dan penawaran sangat bebas, tidak ada adab/perilaku yang
berpijak pada akhlak mulia yang mengutamakan masyarakat sebagai pihak yang
dipenuhi kebutuhannya alias terlalu kapitalis.

c. Pemerintah/penguasa sebagai pihak pengatur tidak berperanan penting dalam


mengendalikan ekonomi rakyat, yang seharusnya berkuasa penuh dalam memberikan

d. jaminan akan kebutuhan dasar rakyatnya. Seperti sembako sehingga harga-harga


terlalu bebas diserahkan oleh pasar sebagai pengendali utama, kalaupun ada operasi
pasar sifatnya sebagai shock therapy saja.

Secara umum, Kenaikan harga dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu


negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat
spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca
pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Produsen merupakan salah satu pihak yang mendapat kesulitan atau kerugian jika
terjadi kenaikan harga. Bagi perusahaan atau pabrik pengolah bahan mentah atau bahan
setengah jadi menjadi barang bernilai ekonomi, maka masalah kenaikan harga tersebut
berkaitan dengan bahan baku. Seperti yang kita tahu bahwa bahan baku adalah hal
terpenting dalam proses produksi, tanpa bahan baku maka tak ada yang dapat diolah
ataupun diproduksi. Mahalnya bahan baku membuat produsen harus berfikit ulang
tentang biaya produksi dan laba yang akan didapatkan. Semakin tinggi harga bahan baku
makan semakin melunjak pula biaya produksi. Dengan kondisi seperti ini produsen harus

6
mencari inisiatif untuk menekan harga produksi. Banyak dari para produsen yang
akhirnya memilih untuk menaikkan harga jual barang dagangannya, tetapi hal ini dapat
berdampak menurunnya tingkat penjualan karena konsumen enggan membeli barang
dengan harga tinggi, apalagi di Negara berkembang seperti Indonesia yang warganya
memiliki tingkat konsumtif tinggi namun kemapuan membeli yang rendah, dengan kata
lain masyarakat akan cenderung mencari barang yang sama dengan harga serendah
mungkin dan menomor dua kan kualitas.

Hal ini membuat beberapa produsen menyiasati kenaikan harga ini dengan cara
memperkecil ukuran barang yang diproduksinya. Seperti produsen tempe yang
memperkecil ukuran tempe yang dijualnya atau seorang pengusaha kuliner yang
mengurangi porsi penyajian makanannya sehingga tak perlu menaikkan harga jual barang
yang diproduksinya dan dapat mempertahankan konsumennya. Sekalipun mendapat
protes dari konsumen cara ini tetap menjadi pilihan jitu bagi para produsen untuk
menyiasati kenaikan harga bahan baku produksi

Masalah tersulit justru dialami para produsen penghasil komoditas ekonomi langsung,
seperti produsen beras. Belakangan harga berasi yang tinggi menjadi buah bibir
dikalangan masyarakat yang merupakan konsumen utama. Produsen tidak mungkin
memperkecil ukuran beras ataupun menghasilkan berasi kualitas kedua, karena yang
dihadapkan pada mereka sering kali bukan hanya menganai bahan baku pendukung
produksi seperti padi dll, tapi juga berhadapan langsung dengan cuaca buruk. Tingginya
tingkat bencana alam juga curah hujan yang tak menentu membuat barang-barang
ekonomi yang dihasilakn dari sector pertanian dan perkebunan mengalami kerusakan
besar-besaran yang menyebabkan langkanya barang-barang tersebut. Beberapa produsen
seolah dipaksa untuk menaikkan harga dari barang-barang tersebut, bagai makan buah
simalakama, dengan menakkan harga konsumen akan pergi satu-persatu namun jika tidak
menaikkan harga mereka akan rugi besar. Mereka juga dihadapkan dengan kenyataan
bahwa sayuran ataupun buah yang mereka jual dapat busuk jika tidak segera laku terjual.

Jadi secara garis besar, kenaikan harga (dalam hal ini kenaikan harga bahan baku
produksi) lebih banyak memberikan dampak negatif bagi para produsen karena dengan
kenaikan harga bahan baku produksi, mereka dipaksa untuk melakukan pilihan sulit
seperti menaikkan harga jual produk, pengurangan kuantitas penjualan produk, dan

7
penggunaan bahan baku produksi dengan kualitas yang lebih rendah. Itu semua mereka
lakukan dengan berbagai resiko, seperti menurunnya hasil penjualan produk karena
ditinggalkan konsumen, dan lain-lain. Namun mereka harus tetap melakukan itu untuk
menjaga kelangsungan hidup usaha produksi mereka.

Bagi produsen, kenaikan harga dapat berdampak baik bila pendapatan yang diperoleh
lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan
terdorong untuk melipat gandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar).
Namun, bila kenaikan harga menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya
merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Sehingga
produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak
sanggup mengikuti laju kenaikan harga, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut
(biasanya terjadi pada pengusaha kecil). Oleh karena itu, Solusi Mengatasi Kenaikan
harga beras, antara lain:

1. Memastikan mekanisme pasar dengan keadaan yang sehat dan baik.

Kuncinya adalah penegakan hukum ekonomi Islam dan transaksi khususnya terkait
dengan produksi, distribusi, perdagangan dan transaksi, juga dengan melarang dan
menghilangkan semua distorsi pasar seperti penimbunan, penaikan atau penurunan
harga yang tidak wajar untuk merusak pasar; meminimalkan informasi asimetris
dengan menyediakan dan meng-up-date informasi tentang pasar, stok, perkembangan
harga, dan sebagainya, pelaksanaan fungsi qadhi hisbah (hakim ketertiban publik)
secara aktif dan efektif dalam memonitor transaksi di pasar; dan sebagainya.

2. Menjaga Keseimbangan Supply dan Demand (penawaran dan permintaan)

Jika terjadi ketidakseimbangan supply and demand , yakni harga naik-turun dengan
drastis, negara dalam Islam, melalui lembaga pengendali seperti Bulog, segera
menyeimbangkannya dengan mendatangkan komoditi dari daerah lain.

3. Kebijakan di Sektor Hulu yaitu kebijakan untuk meningkatkan produksi pertanian


melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.

Intensifikasi ditempuh dengan jalan penggunaan sarana produksi pertanian yang


lebih baik.

8
4. Kebijakan di Sektor Industri Pertanian.

Negara hanya akan mendorong berkembangnya sektor riil saja, sedangkan sektor
non riil yang diharamkan seperti bank riba dan pasar modal tidak akan diizinkan
melakukan aktivitas. Sebab sektor non riil hanya membuat masyarakat menyimpan
dananya di bank demi bunga. Akibatnya, uang tidak berputar semestinya,
pertumbuhan barang dan jasa pun menjadi mandek, akhirnya terjadilah inflasi.
Dengan kebijakan ini, maka masyarakat atau para investor akan terpaksa ataupun
atas kesadaran sendiri akan berinvestasi pada sector riil semata, baik industri,
perdagangan ataupun pertanian. Karena itu sektor riil akan tumbuh dan berkembang
secara sehat sehingga akan menggerakkan roda-roda perekonomian.

II.3 Jurnal
Bagi pasar yang mendekati persaingan sempurna kenaikan harga akan diikuti dengan
kenaikan yang hampir porposional pada pasar lainnya. Sedang bagi pasar
monopoli/monopsoni kenaikan harga tidak akan diikuti secara proposional dengan harga
pada pasar lainnya. Dalam kaitannya dengan kenaikan harga beras dengan harga gabah di
tingkat petani, keduanya merupakan dua pasar yang saling berkaitan. Apabila pasar di
tingkat petani merupakan pasar persaingan sempurna maka kenaikan harga beras akan
berpengaruh terhadap kenaikan harga gabah secara proposional. Hal ini mengakibatkan
kenaikan harga beras akan meningkatkan pendapatan usaha tani padi. Tetapi apabila
struktur pasarnya mendekati pasar monopsoni maka kenaikan harga beras tidak akan
menaikan harga gabah di tingkat petani secara proposional.

Tabel 1. Persentase Pengeluaran Rumah tangga Untuk Beras Berdasarkan Golongan


Pendapatan Per Kapita Tahun 2003
Golongan Pendapatan Masyarakat Persentase Pengeluaran Keluarga Per
(Rp/Bulan) Bulan
Kurang dari 60.000 30,08
60.000 - 79.999 27,32
80.000 - 99.999 23,11
100.000 - 149.999 18,04
150.000 - 199.999 13,86

9
200.000 - 299.999 10,35
300.000 - 499.999 6,26
Lebih dari 500.000 2,96
Rata - rata 30,08
Sumber (Source : BPS. Statistik Indonesia 2003)

10
Tabel 2. Data Harga Beras dan Harga Gabah Kering Giling yang diambil dari Internet
Dalam Gambar 2 dijelaskan bahwa dalam pasar monopsoni kenaikan harga beras
tidak akan mempengaruhi laba dari usahatani padi. Untuk memberikan gambaran
mengenai harga gabah dan beras di beberapa daerah di Indonesia berikut akan disajikan
daftar harga kedua komoditas tersebut.
No Kabupaten (Region) Tanggal Varietas Harga Gabah Harga Beras
Kualitas Medium
Kering Panen

1 Kab. Tanggamus 1-Jan-07 Ciherang 2.750 4.500


2 Kab. Tapanuli Selatan 1-Jan-07 IR64 2.300 5.000
3 Kab. Grobogan 2-Jan-07 Ciherang 2.400 5.400
4 Kab. Jember 2-Jan-07 Ciherang 2.100 4.300
5 Kab. Kulon Progo 2-Jan-07 IR64 2.300 4.200
6 Kab. Lombok Tengah 2-Jan-07 Ciherang 2.300 4.500
7 Kab. Tanggamus 2-Jan-07 Ciherang 2.750 4.550
8 Kab. Tapanuli Selatan 2-Jan-07 IR64 2.300 5.000
9 Kab. Grobogan 3-Jan-07 Ciherang 2.200 4.950
10 Kab. Jember 3-Jan-07 IR64 2.150 4.300
11 Kab. Kulon Progo 3-Jan-07 IR64 2.300 4.200
12 Kab. Lombok Tengah 3-Jan-07 Ciherang 2.500 4.500
13 Kab. Tanggamus 3-Jan-07 Ciherang 2.750 4.600
14 Kab. Deli Serdang 4-Jan-07 IR64 2.100 4.850
15 Kab. Grobogan 4-Jan-07 Ciherang 2.300 5.200
16 Kab. Lombok Tengah 4-Jan-07 Ciherang 2.500 4.550
17 Kab. Tanggamus 4-Jan-07 IR64 2.800 4.600
18 Kab. Deli Serdang 5-Jan-07 IR64 2.100 4.850
19 Kab. Grobogan 5-Jan-07 Ciherang 2.250 5.000
20 Kab. Lombok Tengah 5-Jan-07 Ciherang 2.500 4.500
21 Kab. Tanggamus 5-Jan-07 IR64 2.800 4.600
22 Kab. Grobogan 6-Jan-07 Ciherang 2.200 4.800
23 Kab. Tanggamus 6-Jan-07 IR64 2.800 4.600

11
24 Kab. Tanggamus 7-Jan-07 IR64 2.800 4.600
25 Kab. Deli Serdang 8-Jan-07 IR64 2.150 4.900
26 Kab. Grobogan 8-Jan-07 Ciherang 2.200 5.000
27 Kab. Lombok Tengah 8-Jan-07 Ciherang 2.500 4.500
28 Kab. Tanggamus 8-Jan-07 Ciherang 2.800 4.600
29 Kab. Deli Serdang 9-Jan-07 IR64 2.100 4.900
30 Kab. Kulon Progo 9-Jan-07 IR64 2.300 4.200
31 Kab. Lombok Tengah 9-Jan-07 Ciherang 2.500 4.500
32 Kab. Tanggamus 9-Jan-07 Ciherang 2.800 4.600
33 Kab. Grobogan 10-Jan-07 Ciherang 2.300 4.800
34 Kab. Kulon Progo 10-Jan-07 IR64 2.300 4.700
35 Kab. Tanggamus 10-Jan-07 IR64 2.800 4.600
36 Kab. Lombok Tengah 11-Jan-07 Ciherang 2.500 4.550
37 Kab. Ngawi 11-Jan-07 IR64 2.200 4.200
38 Kab. Tanggamus 11-Jan-07 IR64 2.800 4.600
39 Kab. Demak 12-Jan-07 IR64 2.300 4.450
40 Kab. Kulon Progo 12-Jan-07 IR64 2.300 4.700
41 Kab. Lombok Tengah 12-Jan-07 Ciherang 2.500 4.550
42 Kab. Tanggamus 12-Jan-07 IR64 2.800 4.650
43 Kab. Tanggamus 13-Jan-07 IR64 2.850 4.700
44 Kab. Tanggamus 14-Jan-07 IR64 2.850 4.700
45 Kab. Grobogan 15-Jan-07 Ciherang 2.200 4.400
46 Kab. Karawang 15-Jan-07 Ciherang 2.850 5.000
47 Kab. Kulon Progo 15-Jan-07 IR64 2.300 4.700
48 Kab. Lombok Tengah 15-Jan-07 Ciherang 2.500 4.500
49 Kab. Tanggamus 15-Jan-07 IR64 2.950 4.750
50 Kab. Demak 16-Jan-07 IR64 2.250 4.450
51 Kab. Grobogan 16-Jan-07 Ciherang 2.200 4.500
52 Kab. Kulon Progo 16-Jan-07 IR64 2.300 4.700

12
53 Kab. Lombok Tengah 16-Jan-07 Ciherang 2.500 4.500
54 Kab. Ngawi 16-Jan-07 IR64 2.200 4.300
55 Kab. Sleman 16-Jan-07 IR64 2.300 4.800
56 Kab. Tanggamus 16-Jan-07 IR64 3.050 4.900
57 Kab. Deli Serdang 17-Jan-07 IR64 2.100 5.000
58 Kab. Grobogan 17-Jan-07 Ciherang 2.250 4.600
59 Kab. Karawang 17-Jan-07 Ciherang 2.700 4.700
60 Kab. Lombok Tengah 17-Jan-07 Ciherang 2.500 4.500
61 Kab. Ngawi 17-Jan-07 IR64 2.200 4.300
62 Kab. Sleman 17-Jan-07 IR64 2.300 4.800
63 Kab. Tanggamus 17-Jan-07 IR64 3.050 4.900
64 Kab. Deli Serdang 18-Jan-07 IR64 2.100 5.000
65 Kab. Demak 18-Jan-07 IR64 2.250 4.450
66 Kab. Grobogan 18-Jan-07 Ciherang 2.300 4.600
67 Kab. Karawang 18-Jan-07 Ciherang 2.750 4.800
68 Kab. Lombok Tengah 18-Jan-07 Ciherang 2.500 4.350
69 Kab. Sleman 18-Jan-07 IR64 2.300 4.800
70 Kab. Tanggamus 18-Jan-07 IR64 3.100 4.900
71 Kab. Tapanuli Selatan 18-Jan-07 IR64 2.450 5.350
72 Kab. Deli Serdang 19-Jan-07 IR64 2.100 5.000
73 Kab. Demak 19-Jan-07 IR64 2.250 4.350
74 Kab. Grobogan 19-Jan-07 Ciherang 2.250 4.600
75 Kab. Karawang 19-Jan-07 Ciherang 2.750 4.800
76 Kab. Lampung Selatan 19-Jan-07 IR64 2.700 5.000
77 Kab. Lombok Tengah 19-Jan-07 Ciherang 2.550 4.450
78 Kab. Sleman 19-Jan-07 IR64 2.300 4.800
79 Kab. Tanggamus 19-Jan-07 IR64 3.100 4.900
80 Kab. Tapanuli Selatan 19-Jan-07 IR64 2.450 5.350
81 Kab. Lampung Selatan 20-Jan-07 IR64 2.700 5.000

13
82 Kab. Tanggamus 20-Jan-07 IR64 3.150 5.000
83 Kab. Tapanuli Selatan 20-Jan-07 IR64 2.450 5.350
84 Kab. Tanggamus 21-Jan-07 IR64 3.150 5.000
85 Kab. Tapanuli Selatan 21-Jan-07 IR64 2.450 5.350
86 Kab. Deli Serdang 22-Jan-07 IR64 1.900 4.900
87 Kab. Demak 22-Jan-07 IR64 2.350 4.400
88 Kab. Grobogan 22-Jan-07 Ciherang 2.250 4.650
89 Kab. Karawang 22-Jan-07 Ciherang 2.800 4.900
90 Kab. Lampung Selatan 22-Jan-07 IR64 2.700 5.000
91 Kab. Lombok Tengah 22-Jan-07 Ciherang 2.550 4.600
92 Kab. Sleman 22-Jan-07 IR64 2.500 4.800
93 Kab. Tanggamus 22-Jan-07 Ciherang 3.100 5.000
94 Kab. Tapanuli Selatan 22-Jan-07 IR64 2.450 5.200
95 Kab. Deli Serdang 23-Jan-07 IR64 2.000 4.900
96 Kab. Grobogan 23-Jan-07 Ciherang 2.250 4.650
97 Kab. Karawang 23-Jan-07 Ciherang 2.900 4.800
98 Kab. Lampung Selatan 23-Jan-07 IR64 2.650 5.000
99 Kab. Lombok Tengah 23-Jan-07 Ciherang 2.550 4.600
100 Kab. Sleman 23-Jan-07 IR64 2.500 4.800
101 Kab. Tanggamus 23-Jan-07 Ciherang 3.150 5.000
102 Kab. Tapanuli Selatan 23-Jan-07 IR64 2.450 5.200
103 Kab. Deli Serdang 24-Jan-07 IR64 2.000 5.000
104 Kab. Demak 24-Jan-07 IR64 2.350 4.400
105 Kab. Grobogan 24-Jan-07 Ciherang 2.200 4.650
106 Kab. Karawang 24-Jan-07 Ciherang 2.850 4.800
107 Kab. Lampung Selatan 24-Jan-07 IR64 2.650 5.000
108 Kab. Lombok Tengah 24-Jan-07 Ciherang 2.600 4.600
109 Kab. Sleman 24-Jan-07 IR64 2.500 4.800
110 Kab. Tanggamus 24-Jan-07 Ciherang 3.150 5.000

14
111 Kab. Tapanuli Selatan 24-Jan-07 IR64 2.450 5.200
112 Kab. Deli Serdang 25-Jan-07 IR64 2.000 5.000
113 Kab. Demak 25-Jan-07 IR64 2.350 4.400
114 Kab. Grobogan 25-Jan-07 Ciherang 2.300 4.650
115 Kab. Lampung Selatan 25-Jan-07 IR64 2.650 5.000
116 Kab. Lombok Tengah 25-Jan-07 Ciherang 2.600 4.600
117 Kab. Sleman 25-Jan-07 IR64 2.500 4.800
118 Kab. Tanggamus 25-Jan-07 IR64 3.200 5.000
119 Kab. Tapanuli Selatan 25-Jan-07 IR64 2.450 5.350
120 Kab. Deli Serdang 26-Jan-07 IR64 2.100 5.000
121 Kab. Demak 26-Jan-07 IR64 2.400 4.450
122 Kab. Grobogan 26-Jan-07 Ciherang 2.200 4.600
123 Kab. Jember 26-Jan-07 IR64 2.300 4.550
124 Kab. Lamongan 26-Jan-07 IR64 2.400 4.650
125 Kab. Lombok Tengah 26-Jan-07 Ciherang 2.600 4.600
126 Kab. Sleman 26-Jan-07 IR64 2.500 4.800
127 Kab. Tapanuli Selatan 26-Jan-07 IR64 2.450 5.350

15
BAB III
HASIL PEMBAHASAN

III.1 Bagaimana kenaikan harga bahan baku gabah pada produsen beras
Kenaikan harga adalah masalah rumit yang sering kali terjadi di dalam dunia
ekonomi, dan tidak dapat disanksikan lagi kenaikan harga membawa pengaruh bagi
setiap elemen masyarakat yang terlibat didalamnya, tak terkecuali bagi produsen.
Produsen adalah pihak yang melakukan kegiatan produksi atau pihak pihak
penghasil komoditas ekonomi. Produsen sebagai pihak yang melakukan kegiatan
produksi maksudnya adalah produsen biasanya sekumpulan pihak yang saling
bekerja sama untuk menciptakan suatu bahan mentah ataupun bahan setengah jadi
menjadi barang bernilai ekonomi/dapat menghasilkan keuntungan bagi pihak
tersebut, misalnya pengrajin rotan, atau produsen baju, dll. Disebut pula penghasil
komoditas ekonomi jika produsen tersebut mengolah sesatu yang dimilikinya
sehingga menghasilkan sesuatu benilai ekonomi.
Produsen merupakan salah satu pihak yang mendapat kesulitan atau
kerugian jika terjadi kenaikan harga. Bagi perusahaan atau pabrik pengolah bahan
mentah atau bahan setengah jadi menjadi barang bernilai ekonomi, maka masalah
kenaikan harga berhubungan dengan bahan baku. Seperti yang kita tahu bahwa
bahan baku adalah hal terpenting dalam proses produksi , tanpa bahan baku maka tak
ada yang dapat diolah ataupun diproduksi. Mahalnya bahan baku membuat produsen
harus berfikir ulang tentang biaya produksi dan laba yang akan didapatkan. Semakin
tinggi harga bahan baku makan semakin melunjak pula biaya produksi. Dengan
kondisi seperti ini produsen harus mencari inisiatif untuk menekan harga produksi.
Banyak dari para produsen yang akhirnya memilih untuk menaikkan harga jual
barang dagangannya, tetapi hal ini dapat berdampak menurunnya tingkat penjualan
karena konsumen enggan membeli barang dengan harga tinggi, apalagi di Negara
berkembang seperti Indonesia yang warganya memiliki tingkat konsumtif tinggi

16
namun kemapuan membeli yang rendah, dengan kata lain masyarakat akan
cenderung mencari barang yang sama dengan harga serendah mungkin dan menomor
dua kan kualitas.

III.2 Bagaimana pengaruh kenaikan harga bahan baku terhadap suatu produksi
Kenyataan semacam ini membuat beberapa produsen menyiasati kenaikan harga
ini dengan cara memperkecil ukuran barang yang diproduksinya. Seperti produsen
kue yang memperkecil ukuran kue yang dijualnya sehingga tak perlu menaikkan
harga jual kue tersebut dan dapat mempertahankan konsumen nya. Sekalipun
mendapat protes dari konsumen cara ini tetap menjadi pilihan jitu bagi para produsen
untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku produksi.
Tetapi tidak semua produsen dapat menggunakan cara tersebut, ambil contoh
seorang produsen pakaian, mustahil baginya untuk memperkecil ukuran baju atau
hanya menjual pakaian yang berukuran kecil saja. Sama halnya dengan produsen
mebel , tak mungkin juga baginya memproduksi mebel,misal memperkecil ukuran
kursi yang diproduksinya. Produsen-produsen barang semacam ini kebanyakan
memilih untuk menggunakan bahan baku dengan kualitas “nomor dua” dimana
biasanya bahan baku seperti ini memiliki harga yang lebih rendah. Sehingga para
konsumen yang tidak mungkin membeli dengan harga mahal mau tidak mau akan
membeli barang produksinya sekalipun barang tersebut berkualitas rendah.
Masalah tersulit justru dialami para produsen penghasil komoditas ekonomi
langsung, seperti produsen cabai. Belakangan harga cabai yang tinggi menjadi buah
bibir dikalangan masyarakat yang merupakan konsumen utama. Produsen tidak
mungkin memperkecil ukuran cabai ataupun menghasilkan cabai kualitas kedua,
karena yang dihadapkan pada mereka sering kali bukan hanya menganai bahan baku
pendukung produksi seperti pupuk dll, tapi juga berhadapan langsung dengan cuaca
buruk. Tingginya tingkat bencana alam juga curah hujan yang tak menentu membuat
barang-barang ekonomi yang dihasilakn dari sector pertanian dan perkebunan

17
mengalami kerusakan besar-besaran yang menyebabkan langka nya barang-barang
tersebut. Beberapa produsen seolah dipaksa untuk menaikkan harga dari barang-
barang tersebut, bagai makan buah simalakama, dengan menakkan harga konsumen
akan pergi satu-persatu namun jika tidak menaikkan harga mereka akan rugi besar.
Mereka juga dihadapkan dengan kenyataan bahwa sayuran ataupun buah yang
mereka jual dapat busuk jika tidak segera laku terjual.

III.3 Bagaimana solusi penanganan kenaikan harga gabah pada suatu produksi
beras
Bagi produsen, kenaikan harga dapat berdampak baik bila pendapatan yang
diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen
akan terdorong untuk melipat gandakan produksinya (biasanya terjadi pada
pengusaha besar). Namun, bila kenaikan harga menyebabkan naiknya biaya produksi
hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk
meneruskan produksinya. Sehingga produsen bisa menghentikan produksinya untuk
sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju kenaikan harga, usaha
produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).

Kesimpulan
Berdasakan hasil penelitian disimpulkan bahwa memang kenaikan harga beras
akan mempengaruhi kenaikan harga gabah di tingkat petani, tetapi kenaikannya tidak
proposional. Dalam hal ini kenaikan harga beras yang dinikmati di tingkat petani
hanya 33 persen, sedangkan 67 persen dinikmati oleh lembaga-lembaga tataniaga
beras mulai dari pedagang pengumpul padi, penglah padi, pedagang beras, dan
pedagang besar beras lain sebagainya. Dengan demikian asumsi bahwa harga beras
yang tinggi akan menolong kehidupan petani padi patut dikaji ulang kembali.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/60879/Chapter%20I.pdf?
sequence=5&isAllowed=y
Sadono sukirno, Mikro Ekonomi , (Jakarta:PT.Rajagrafindo Persada, 2008),hlm.231-233.

http://www.pendidikanekonomi.com/2013/04/studi-kasus-permintaan-dan-
penawaran.html
http://www.muslimdaily.net/opini/solusi-islam-atasi-krisis-beras.html#
http://ratidwi.blogspot.com/2011/04/dampak-kenaikan-harga-bagi-produsen.html?m1
http://heomicha.blogspot.com/2011/03/dampak-kenaikan-harga-bagi-produsen.html
http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-produksi-luas-menurut-para.html
http://jurnalapapun.blogspot.com/2015/02/pengertian-produksi-menurut-para-ahli.html
http://digilib.unila.ac.id/722/10/BAB%20II.pdf
Zanias, G.P. "Testing For Integration In European Commodity Agricultural Product
Markets." Journal of Agricultural Economics 44(1993): 418-27

19

Anda mungkin juga menyukai