Iwan Hermawan
Abstract
The objectives of this essay are to describe Indonesia’s rice policy under different regimes and to analyse ASEAN
food solidarity in supporting the country’s rice availability. Methodology applied in this study is a descriptive analysis
and simple calculation such as rice self-sufficiency ratio and trade flow. Secondary data used is from Comtrade, IMF,
FAO, IRRI, BPS, Ministry of Agriculture, and Bulog. Its result indicates that rice policies in Indonesia dynamically
developed through different regime. Further, rice stabilization becomes a major issue in order to secure inflation
rate. When rice availability through self-sufficiency hard to achieve, food ASEAN cooperation becomes an option to
support the country’s rice policy, especially to support price stability.
Keywords: rice policy, food solidarity, Indonesia, ASEAN.
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan perkembangan kebijakan perberasan di Indonesia dan
mengkaji soliditas pangan ASEAN dalam mendukung ketersediaan beras di Indonesia. Metodologi yang
digunakan adalah analisis deskriptif dan perhitungan sederhana, seperti tingkat rasio swasembada beras
dan arus perdagangan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diterbitkan Comtrade, IMF, FAO,
IRRI, BPS, Kementerian Pertanian, dan Bulog. Hasil kajian menunjukkan bahwa kebijakan perberasan
mengalami perubahan secara dinamis mulai dari rezim Orla hingga saat ini. Kebijakan stabilisasi harga padi/
beras menjadi kebijakan yang utama, namun cenderung ditujukan untuk menjaga inflasi atau kepentingan
konsumen. Ketika ketersediaan beras melalui swasembada beras sulit diwujudkan, kerja sama pangan
ASEAN menjadi opsi untuk mendukung kebijakan perberasan di Indonesia, khususnya dalam rangka
mendukung stabilisasi harga.
Kata kunci: kebijakan perberasan, solidaritas pangan, Indonesia, ASEAN.
Iwan Hermawan: Kebijakan Perberasan Indonesia dan Solidaritas Pangan ASEAN 103
Di sisi lain, perubahan lingkungan beras, fluktu
asi produksi akibat berbagai hal
yang cepat dan lebih terbuka (liberalisasi) (iklim dan hama), sumber ketersediaan beras,
menyebabkan pengelolaan perberasan nasional dan sumber pemasaran beras dalam rangka
tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi internal, memperkuat ketahanan pangan domestik.
tetapi juga eksternal. Krisis pangan global
pada tahun 2007/2008 menjadi pelajaran yang B. Rumusan Masalah
sangat berharga bagi negara-negara di kawasan Kebijakan perberasan Indonesia
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) berkembang sangat dinamis selama lebih dari
untuk bekerja sama di bidang ketahanan pangan. empat dekade. Berbagai kebijakan perberasan
Pada ASEAN Summit tahun 2008 disusun tersebut pada dasarnya ditujukan untuk
kerangka ASEAN Integrated Food Security mendorong pemenuhan kebutuhan konsumen
(AIFS) dan Strategic Plan of Action on Food beras dan peningkatan kesejahteraan petani
Security (SPA-FS) di wilayah ASEAN hingga padi di dalam negeri. Namun demikian,
tahun 2020. Tujuan umumnya adalah untuk konsistensi tujuannya berhubungan erat
memastikan ketahanan pangan dalam jangka dengan rezim pemerintahan yang sedang
panjang dan meningkatkan kesejahteraan berkuasa. Orientasi pembangunan ekonomi
petani di wilayah ASEAN. Komitmen yang yang akan diwujudkan oleh pemerintah
tinggi tersebut ditegaskan kembali pada berdampak pada berbagai kebijakan dan
ASEAN Summit keempat belas tahun 2009, di program kerja di bidang perberasan. Contohnya
mana “food security as permanent and high policy pada era Pemerintahan Soeharto, setelah
priority”. tahun 1984, kebijakan industri substitusi
Apabila dibandingkan dengan negara- impor mulai menjadi arus utama kebijakan
negara lain, khususnya ASEAN, pada tahun nasional. Kondisi ini banyak memengaruhi
2015 ketahanan pangan Indonesia menempati perkembangan perberasan, misalnya dimulainya
urutan ke 16 dibandingkan negara-negara liberalisasi produksi tanaman (beras) sehingga
yang ada di kawasan Asia Pasifik. Rangking program panca usahatani mulai ditinggalkan.
tersebut menurun jika dibandingkan dengan Efek domino berikutnya, produksi padi/
tahun 2014 yang menempati ranking ke 15.7 beras menurun sehingga impor beras yang
Oleh sebab itu, kerja sama tersebut membuka seringkali menimbulkan ‘kegaduhan’ menjadi
peluang bagi Indonesia untuk mendukung rutin dilakukan oleh pemerintah. Saat ini,
capaian ketahanan pangannya (beras), baik era Pemerintahan Jokowi Widodo mulai
melalui penguatan ketersediaan beras maupun mengembalikan peran pertanian dan pangan
peningkatan akses masyarakat terhadap tersebut sebagai sektor prioritas seperti yang
beras dengan harga yang lebih kompetitif. disampaikan dalam program Nawa Cita.
Salah satu instrumen yag dapat digunakan Namun, kebijakan untuk tidak melakukan
oleh Pemerintah Indonesia adalah ASEAN impor pada awal pemeritahannya telah menjadi
Plus Three Emergency Rice Reserve Agreement titik tolak kenaikan harga beras domestik yang
(APTERR), di samping penghapusan tarif beras membuat masyarakat resah.
secara gradual. Meskipun awalnya APTERR Di sisi lain, kawasan ASEAN merupakan
digunakan sebagai sarana menyalurkan bantuan sentra penghasil beras utama di dunia. Hal ini
beras, namun lambat laun fungsinya mulai dapat menjadi opsi bagi Pemerintah Indonesia
dikembangkan untuk mendukung efisiensi sebagai sumber ketersediaan beras dan
pasar beras. APTERR dapat menjadi sarana mendorong efisiensi pengelolaan perberasan
mengatasi kekurangan ataupun kelebihan nasional. Namun demikian, beras juga menjadi
7
The Economist Intelligence Unit, Global Food Security bahan pangan pokok bagi sebagian besar
Index 2014, An Annual Measure of the State of global Food masyarakat di negara-negara anggota ASEAN.
Security, (London, New York, Hong Kong, and Geneva: Oleh sebab itu, pencapaian swasembada
The Economist Intelligence Unit, 2014 and 2015).
Iwan Hermawan: Kebijakan Perberasan Indonesia dan Solidaritas Pangan ASEAN 105
komitmen politik untuk mengurangi kemiskinan subsidinya relatif besar. Di sisi lain membangun
menjadi kunci sukses Orde Baru (Orba). koalisi untuk pertumbuhan ekonomi akan
Namun terdapat paradoks mengapa autocratic membutuhkan waktu lama dan sangat
dari regim Soeharto mendukung pertumbuhan tergantung pada tata kelola ekonomi, stabilitas
ekonomi dan ketahanan pangan, sedangkan politik, hukum, kontrol terhadap korupsi, dan
pemerintahan demokrasi yang baru tidak?. sebagainya. Oleh sebab itu, langkah nyata
Beberapa prediksi dari alasan logis menjelaskan dalam jangka pendek (3-5 tahun) adalah
bahwa komitmen Presiden Soeharto berasal tetap melakukan transfer fiskal langsung ke
dari tingginya dukungan politik terhadap masyarakat miskin, sedangkan dalam jangka
ketahanan pangan. Oleh sebab itu, peningkatan panjang dilakukan dengan mempertahankan
produktivitas sektor pertanian menjadi faktor ketahanan pangan melalui pertumbuhan
utama pertumbuhan ekonomi yang pro-poor ekonomi yang pro-poor.13
sehingga pangan (beras) tersedia cukup pada
level rumah tangga hingga negara. Di samping E. Metode Penelitian
itu, pada rezim Pemerintahan Orba terdapat Untuk menjawab tujuan penelitian maka
dua konstituen penting, yaitu yang mem-back digunakan pendekatan analisis deskriptif dan
up program pertumbuhan ekonomi dan yang perhitungan sederhana. Analisis deskriptif
fokus pada isu kemiskinan.11 Retorika politik digunakan untuk memaparkan gambaran dan
saat ini menunjukkan jika upaya pengurangan analisis dari kebijakan perberasan nasional
kemiskinan tidak lagi berhubungan dengan dan regional ASEAN. Sedangkan perhitungan
pertumbuhan ekonomi. sederhana digunakan untuk mengkalkulasi
Berbeda dengan di Amerika Serikat, di (a) rice self-suffiency ratio dari negara-negara
mana Bulog membangun koalisi politik untuk anggota ASEAN berdasarkan metode dari
mendukung Food Stamps di Kongres Amerika Food and Agriculture Organization (FAO) dan
Serikat. Dukungan berasal dari conservative (b) ekspor-impor beras intra dan inter-negara-
rural legislators yang mempunyai keinginan negara anggota ASEAN.
untuk memperluas pasar pangan dari kawasan Data yang digunakan merupakan data
pertanian konstituennya dan dari urban liberals sekunder dari (a) tahun 1969-2015 untuk data
yang memiliki banyak masyarakat miskin harga beras nasional dan dunia serta (b) tahun
pengguna Food Stamps sebagai sumber utama 2008-2012 untuk data perdagangan, produksi,
pendapatan mereka. Analogi dengan hal itu, dan konsumsi beras regional ASEAN. Sumber
Bulog di Indonesia melakukan pengadaan data berasal dari Comtrade, International
beras untuk melindungi kepentingan petani Monetary Fund (IMF), FAO, Badan Pusat
padi/beras dan kepentingan konsumen melalui Statistik (BPS), Kementerian Pertanian, dan
Operasi Pasar Khusus (OPK)12. Namun Bulog, serta sumber pustaka lainnya.
demikian, menurut Stephen Mink dari World
Bank bahwa ternyata tidak ada Anggota DPR II. HASIL DAN PEMBAHASAN
RI yang terlibat di kedua dimensi program A. Kebijakan Perberasan pada Berbagai
beras tersebut (kemiskinan dan pertumbuhan Rezim di Indonesia
ekonomi) secara simultan, padahal anggaran
Pada dasarnya, intervensi pemerintah
11
Ibid., C. Peter Timmer, pp. 20-22. merupakan pilihan yang di dalamnya
12
OPK kemudian diubah menjadi beras untuk rumah mengandung trade off. Dari berbagai sudut
tangga miskin (raskin) sejak tahun 2002, raskin diperluas
pandang yang ada, pilihan kebijakan beras
fungsinya tidak hanya menjadi program darurat (social
safety net) melainkan sebagai bagian dari program sering diletakkan pada dilema apakah bias
perlindungan sosial masyarakat, informasi lebih lanjut pada produsen atau konsumen atau dua-
dapat dilihat di http://www.bulog.co.id/sekilas_raskin.
php.
13
Loc.Cit., C. Peter Timmer, pp. 20-22.
Iwan Hermawan: Kebijakan Perberasan Indonesia dan Solidaritas Pangan ASEAN 107
lumbung padi dan justru meminta masyarakat ini membuat peran Bulog berkurang dalam
melakukan diversifikasi pangan dengan jagung. mengintervensi pasar, termasuk mengimpor beras.
Di sisi lain, kondisi perekonomian yang sulit Rezim pasar bebas terjadi pada periode
dan kemarau panjang pada tahun 1966-1967 tahun 1998-1999. Bersamaan dengan
semakin memperparah kondisi tersebut sehingga berakhirnya pemerintahan Orba, terjadi krisis
melahirkan krisis pangan dan selanjutnya multidimensi yang berpengaruh terhadap
menstimulasi krisis politik pasca G30S/PKI. kebijakan perberasan nasional. Bulog sebagai
Rezim Orba atau isolasi pasar beras dimulai pada lembaga pelaksana kebijakan stabilisasi harga
periode tahun 1969-1997. Pengalaman mengelola beras tidak lagi mendapat fasilitas pendukung
pangan (beras) pada rezim sebelumnya menjadi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, seperti
pelajaran berharga bagi pemerintahan Soeharto. dicabutnya monopoli impor beras melalui SK
Paradigma pembangunan sektor pertanian dan Memperindag No. 439 tentang Bea Masuk yang
pangan bergeser dari redistribusi lahan kepada ditentukan sebesar nol persen, kredit likuiditas
kebijakan pertumbuhan ekonomi yang pro-poor Bank Indonesia (KLBI) tidak lagi diberikan
dan munculnya eksistensi para teknokrat ekonomi. kepada Bulog, dan subsidi bagi petani juga tidak
Hal ini sejalan dengan kondisi struktural ekonomi diberikan. Saat itu, harga beras dunia cenderung
Indonesia yang masih didominasi oleh sektor lebih rendah dari harga beras di dalam negeri.
pertanian. Kesejahteraan petani (khususnya padi) Sedangkan rezim pasar terbuka-terkendali
dan pembangunan wilayah perdesaan menjadi terjadi pada periode tahun 2000-sekarang. Era
kunci dasar untuk mengurangi kemiskinan tersebut. reformasi menstimulasi pemerintah memilih
Berbagai kebijakan perberasan diterapkan secara untuk lebih pluralisme dalam bentuk demokrasi.
holistik, mulai subsidi pupuk dan benih, program Kuota impor beras dilakukan kembali, di mana
panca usahatani dan penyuluhan, stabilisasi harga untuk beras kualitas medium dimonopoli oleh
gabah/padi oleh Bulog, dan dukungan pembiayaan/ Bulog dan kuota impor beras premium (misalnya
pemodalan melalui bank dan Koperasi Unit Desa beras Basmati) dilakukan oleh swasta (importir
(KUD). terdaftar). Kebijakan perberasan yang dilakukan
Pada awal pemerintahan Orba, peran Bulog masih ditujukan untuk membantu masyarakat
telah bergeser, yaitu dari penunjang peningkatan miskin. Bentuknya berupa kebijakan stabilisasi
produksi pangan menjadi buffer stock holder dan harga padi/beras melalui Bulog, pemberian
distribusi untuk golongan anggaran. Selama rezim subsidi (pupuk, benih, dan kredit bunga), serta
Orba, stabilisasi harga beras yang dilakukan Bulog pendistribusian rastra. Selain itu, kebijakan-
ternyata tidak selalu berhasil, baik harga dasar kebijakan lain yang tidak terkait langsung dengan
maupun harga atap. Begitu pula dengan impor beras juga diberikan melalui transfer fiskal langsung
beras, meskipun pemerintah berhasil merangsang ke target masyarakat yang berhak mendapatkan,
peningkatan produksi beras dalam negeri dan pernah bantuan pendidikan, dan kesehatan. Di era
mencapai swasembada beras tahun 1984, Bulog pemerintahan Presiden Susilo Bambang
tetap melakukan impor beras untuk memperkuat Yudhoyono (SBY), swasembada beras tercapai
stok beras. Ketika Indonesia melakukan perjanjian pada tahun 2008 tanpa diikuti impor beras seperti
dengan IMF guna menanggulangi dampak krisis yang terjadi pada tahun 1984.20 Namun demikian,
ekonomi tahun 1997/1998, salah satu butir dari beberapa pihak menduga jika pencapaian tersebut
Letter of lntent (LoI) menyepakati pengurangan semu karena menjelang pemilu tahun 2009.21
monopoli impor oleh Bulog dan pengawasan harga
terhadap produk pertanian, seperti beras, gula,
20
“Setelah Swasembada Beras, Lalu Apa Lagi?”, (http://nasional.
kompas.com/read/2008/12/16/09544795/setelahswasembada.
dan cengkeh.19 Konsekuensi dari kesepakatan beras.lalu.apa.lagi, diakses 01 November 2015).
21
“Komoditas Beras dan Garam Harus Swasembada”, (http://
19
T. Pranolo, LoI-IMF dan Implikasinya terhadap Peranan
www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2014/12/14/308401/
Bulog. Kumpulan Naskah dalam Rangka Menyambut 35
komoditas-beras-dan-garam-harus-swasembada, diakses
Tahun Bulog. Bulog: Pergulatan dalam Pemantapan Peranan
05 Februari 2016).
dan Penyesuaian Kelembagaan, (Bogor: IPB Press, 2002).
Iwan Hermawan: Kebijakan Perberasan Indonesia dan Solidaritas Pangan ASEAN 109
rencana impor beras perlu dilihat sebagai alternatif Untuk melihat efektivitas peran Bulog
terakhir dan bukan sebagai rutinitas kebijakan.29 tersebut, dapat dilihat dari perkembangan
1. Eksistensi Badan Urusan Logistik harga pembelian pemerintah (HPP) padi/beras.
Menurut hasil penelitian Suparmin32, tingkat
Kebijakan perberasan di Indonesia tidak
stabilisasi HPP padi pada rezim pasar terbuka
dapat dipisahkan dari peran Bulog sebagai
terkendali relatif lebih stabil dibandingkan
lembaga pangan pemerintah. Perannya
dengan rezim Orba dan rezim pasar bebas.
mencakup operasionalisasi kebijakan
Sedangkan tingkat stabilisasi HPP beras pada
perberasan yang ditetapkan oleh pemerintah,
rezim Orba relatif lebih stabil dibandingkan
khususnya berhubungan dengan (a) stabilisasi
rezim lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
harga melalui kebijakan harga dasar (floor
pengendalian harga padi/beras domestik
price) untuk melindungi kepentingan produsen
terhadap harga beras internasional memberikan
padi/beras dan harga atap (ceiling price) untuk
manfaat bagi stabilitas HPP padi/beras. Namun
melindungi kepentingan konsumen beras, serta
demikian, sayangnya selama ini, kebijakan
(b) buffer stock beras untuk kegiatan public
stabilisasi harga lebih difokuskan pada upaya
service obligation (PSO) berupa penyaluran rasta
menjaga stabilitas harga beras di tingkat
dan operasi pasar (OP).
konsumen sebagai instrumen dari pengendali
Semenjak adanya kesepakatan dengan IMF
inflasi. Oleh sebab itu untuk menjaga
pada tahun 1997, peran Bulog dalam monopoli
kepentingan produsen dan konsumen beras,
beras berkurang dan peran swasta melalui quota
kebijakan stabilisasi harga di masa mendatang
impor justru semakin meningkat. Akibatnya
seharusnya berimbang antara kepentingan
terjadi kekacauan manajemen pangan karena
produsen dan konsumen. Harapan ini akan
semuanya diserahkan kepada sektor swasta.
mendapat tantangan ketika pemerintah daerah
Walaupun belum ada bukti secara ilmiah bahwa
juga berperan dalam menjaga stok beras dan
mengecilnya peran Bulog pada pasca krisis
mempertahankan ketahanan pangan lokalnya.
ekonomi menjadi penyebab utama lemahnya
Kebijakan beras saat ini tidak lagi sentralistik,
ketahanan pangan di Indonesia, namun dapat
namun menjadi desentralistik seiring
dipastikan bahwa reformasi Bulog tersebut
berjalannya era otonomi daerah.
juga turut berperan.30 Di sisi lain, pertengahan
Pada Gambar 2 disajikan perkembangan
tahun 2003 pemerintah mengembalikan
harga gabah kering panen dan beras dengan
fungsi Bulog sebagai state trading enterprise31
HPP pada periode tahun 2010-2015. Kebijakan
yang secara sentralistik mengendalikan impor
harga dasar gabah yang berada di bawah
beras dan harga beras, namun perannya sudah
harga gabah di pasaran berarti menunjukkan
jauh berkurang dibandingkan sebelum tahun
efektivitasnya kebijakan untuk meningkatkan
1997/1998.
kesejahteraan petani padi, bahkan kondisi ini
29
Bustanul Arifin, “Soal Impor Beras 1,5 Juta Ton”, mengindikasikan padi petani cenderung lebih
(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015
banyak diserap oleh pasar. Dampaknya stok
/10/03/152421026/Soal.Impor.Beras.1.5.Juta.Ton, diakses
12 Oktober 2015). beras Bulog akan berkurang karena petani
30
Tulus Tambunan, “Ketahanan Pangan di Indonesia cenderung menjualnya ke tengkulak atau
Inti Permasalahan dan Alternatif Solusinya”, Makalah pengepul dibandingkan ke Bulog. Oleh sebab
untuk Kongres ISEI, Mataram, 2008, (http://
itu, untuk memenuhi stok beras hingga 4 juta
www.kadin-indonesia.or.id/enm/images/dokumen/
KADIN-98-2918-10062008.pdf, diakses 12 Oktober ton diperlukan sumber-sumber pengadaan
2015). beras lainnya.
31
State trading enterprise untuk pangan juga dibentuk
di negara-negara berkembang dan maju, antara lain
Malaysia memiliki Bernas, Filipina memiliki National 32
Suparmin, “Analisis Ekonomi Perberasan Nasional: Peran
Food Authority, Cina memiliki COFCO, Mesir memiliki Bulog dalam Stabilisasi Harga Beras di Pasar Domestik”,
GASC, Jepang memiliki Food Agency, dan Peru memiliki Disertasi, Bogor: Ilmu Ekonomi Pertanian, Institut
ENSACA. Pertanian Bogor, 2005, hal. 205-207.
Iwan Hermawan: Kebijakan Perberasan Indonesia dan Solidaritas Pangan ASEAN 111
data produksi beras yang cenderung overestimate. Oleh sebab itu, data produksi tersebut perlu
Kondisi tersebut pada akhirnya menghasilkan dikalibrasi dengan data konsumsi atau data
simpulan semu bahwa Indonesia sebagai negara hasil audit lahan sawah dan hasil pendataan
net exporter beras walaupun dalam kenyataannya industri penggilingan padi, walaupun surveinya
adalah negara net importer beras.38 tidak dilakukan setiap tahun. Pada tahun 2014,
Pada awal Juli 2015, berdasarkan angka berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional
ramalan pertama BPS, produksi padi mencapai bahwa konsumsi beras menurun menjadi
75,55 juta juta ton GKG atau meningkat 6,65 85,04 kg per kapita dari 90,10 kg per kapita
persen dibandingkan produksi padi pada tahun dibandingkan tahun 2011. Di sisi lain, konsumsi
2014 yang mencapai 70,8 juta ton atau setara 41 beras oleh rumah makan dan industri makanan-
juta ton beras. Jika konsumsi beras sebesar 114,12 minuman juga menurun menjadi 19,32 kg per
kg per kapita per tahun dan total konsumsi beras kapita dari 20,51 kg per kapita dibandingkan
untuk 253 juta penduduk diperkirakan 30 juta tahun 2011. Jadi rata-rata tingkat konsumsi
ton, maka seharusnya Indonesia mengalami beras sebesar 114,13 kg per kapita pada tahun
surplus beras lebih dari 10 juta ton. Apabila 2014 dan angka ini dianggap lebih realistis
menggunakan metode estimasi yang sama, dibandingkan dengan 139,15 kg per kapita
pada tahun 2014 Indonesia seharusnya surplus yang selama ini digunakan oleh pemerintah.40
beras sebesar 8,8 juta ton dan sebesar 9,5 juta Pada akhirnya, dengan akurasi data produksi
ton pada tahun 2013. Seandainya perhitungan dan konsumsi beras tersebut akan membantu
surplus beras itu tersebut benar, stok beras yang untuk menentukan kebijakan perberasan yang
dikuasai Perum Bulog, yang beredar di tengah sesuai, termasuk menetukan jumlah stok beras
masyarakat, dan yang dijadikan stok tahun yang diperlukan dalam mendukung stabilisasi
berjalan (carry-over stock) menjadi sangat besar. harga beras di dalam negeri. Menurut Menteri
Namun kenyataannya perhitungan estimasi Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution,
data produksi padi berasal dari perkalian data bahwa manfaat lain dari data stok beras yang
produktivitas (ton per hektar) dengan luas riil dan akurat akan mempersempit munculnya
panen (hektar). Sedangkan data produktivitas spekulasi beras, khususnya kartel impor beras.41
padi merupakan aproksimasi sampel lahan
petani 2,5 meter x 2,5 meter (ubinan) yang C. Solidaritas Pangan (Beras) Negara-
dilakukan petugas lapangan BPS bekerja sama Negara ASEAN
dengan kantor cabang dinas pertanian tanaman Volatilitas harga beras sebagai resultan
pangan atau dengan penyuluh pertanian lapang. dari pergerakan penawaran dan permintaan
Untuk data luas panen diperoleh dari metode disebabkan juga oleh kebijakan yang diambil
kira-kira sejauh mata memandang (eye estimate) negara-negara eksportir dan produser beras,
menggunakan sistem blok pengairan dan lain- khususnya di wilayah Asia Tenggara (price setter).
lain, bukan dari pengukuran riil. Oleh sebab itu, Pilihan kebijakan tersebut sangat dipengaruhi
bias data dapat terjadi pada metode ubinan yang pertimbangan politik di masing-masing negara.
tidak bebas dari sampling error dan non-sampling Kawasan Asia Tenggara, khususnya ASEAN,
error ataupun pada metode eye estimate yang merupakan daerah penghasil dan pengkonsumi
tidak lepas dari kepentingan tertentu (politik dan padi/beras terbesar di dunia, setelah Cina dan
birokrasi). Kondisi ini semakin diperparah apalagi India. Dua dari negara produsen dan eksportir
sistem pelaporan data dari lapangan melibatkan beras di dunia dikuasai oleh Thailand dan
petugas yang tidak memiliki kompetensi khusus Vietnam, sedangkan Indonesia dan Filipina
pengukuran variabel produksi pangan.39
40
Ibid., Bustanul Arifin, “Soal Impor Beras 1,5 Juta Ton”.
41
Artika Rachmi Farmita, “Ini Strategi Darmin Hadapi
38
Loc.Cit., Bustanul Arifin, “Soal Impor Beras 1,5 Juta Kartel Pangan”, (http://bisnis.tempo.co/read/news
Ton”. /2015/08/24/090694486/ini-strategi-darmin-hadapi-
39
Ibid., Bustanul Arifin, “Soal Impor Beras 1,5 Juta Ton”. kartel-pangan, diakses 26 September 2015).
Kontrol Harga/
Kurangi Pajak/
Cash Transfers
Pangan untuk
(buffer stock)
Subsidi thd.
Tingkatkan
Konsumen
Makanan
Stimulasi
Produksi
Restriksi
Program
Bantuan
Pekerja
Pangan
Negara
Ekspor
Bergizi
Suplai
Tarif
CAM - - - - - - -
INO - - - - - -
LAO - - - - -
PHI - - - - - - -
THA - - - - -
VIE - - - - - - -
MAL* - - - - - -
MYA* - - - - - - - -
SIN* - - - - - - -
Sumber: ADB, (2011: 17).
Keterangan: CAM: Kamboja, INO: Indonesia, LAO: Laos, PHI: Filipina, THA: Thailand, VIE: Vietnam,
MAL: Malaysia, MYA: Myanmar, dan SIN: Singapura.
*: data dari ADB, (2008: 31).
menjadi negara konsumen dan importir beras kebutuhan beras kepada negara-negara anggota
dengan kontribusi terbesar di dunia. Bahkan ASEAN.
Myanmar sebagai salah satu negara Cambodia, Pada Tabel 1 disajikan respon kebijakan
Laos, Myanmar, dan Vietnam (CLMV), negara-negara anggota ASEAN ketika terjadi
diprediksikan akan menjadi negara eksportir beras krisis pangan global dan strategi yang dipilihnya.
terbesar di dunia.42 Berdasarkan hasil perhitungan Respon kebijakan pangan tersebut dapat dianggap
self-suffiency ratio43 beras pada negara-negara merepresentasikan kebijakan perberasan karena
kontinental, seperti Thailand dan negara-negara beras masih mendominasi dalam menu makanan
CLMV memiliki nilai self-suffiency ratio relatif sehari-hari dan banyak negara ASEAN berusaha
lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara memastikan agar fluktuasi harga beras dalam
kepulauan, seperti Indonesia dan Filipina. Hal jangka pendek tidak memengaruhi masyarakat
ini karena negara-negara kontinental memiliki miskin dari kekurangan gizi.44 Pada umumnya
dukungan sumber daya alam (air dan delta sungai) negara-negara anggota ASEAN mengambil
yang lebih memadai untuk melakukan budidaya kebijakan menstimulasi produksi (padi/beras) di
padi dibandingkan negara-negara kepulauan. dalam negeri atau berswasembada pangan (beras)
Di sisi lain, ketika era Masyarakat Ekonomi dan cenderung menutup diri dari pasar beras
ASEAN bergulir, paradigma perdagangan beras internasional. Menurut Demeke, et al.45, negara-
dituntut untuk menjadi lebih terbuka (food
self-reliance). Hal ini tentu saja akan menjadi 44
Alexander C. Chandra and Lucky A. Lontoh, “Regional
pertimbangan bagi negara-negara importir, Food Security and Trade Policy in Southeast Asia: The
Role of ASEAN”, Series on Trade and Food Security-
termasuk Indonesia, untuk menggantungkan
Policy Brief 3, Trade Knowledge Network, 2010, p. 2.
42
V. Bruce J. Tolentino, “ASEAN Cooperation: Crucial 45
Mulat Demeke, Guendalina Pangrazio, and Materne Maetz,
to Global Food Security”, (http://irri.org/blogs/ bruce- “Country Responses to the Food Security Crisis: Nature
tolentino-s-blog/asean-cooperation-crucial-to-global- and Preliminary Implications of the Policies Pursued-
food-security, diakses 06 November 2015). Initiative on Soaring Food Prices”, Food and Agriculture
43
Formulasi Self Suffiency Ratio diadposi dari FAO. Organization of the United Nations, 2009, pp. 24-28.
Iwan Hermawan: Kebijakan Perberasan Indonesia dan Solidaritas Pangan ASEAN 113
negara eksportir pangan justru mengisolasi negara-negara net eksportir beras ASEAN
harga pangan (beras) domestiknya dari harga terhadap negara-negara lain di kawasan
dunia untuk melindungi konsumennya. ASEAN. Berbagai motif melatarbelakanginya,
Sedangkan negara-negara importir pangan, antara lain untuk menjaga status swasembada
seperti Indonesia dan Filipina, mengedepankan pangannya guna mencapai ketahanan pangan
upaya swasembada pangan untuk melindungi masing-masing negara dan juga aksi profit
produsen dan konsumennya. Oleh sebab taking dari kenaikan harga beras internasional
itu, tidak mengherankan apabila beras yang di saat terjadi krisis pangan global. Contohnya
diperdagangkan di pasar dunia menjadi relatif Pemerintah Kamboja awalnya melakukan
tipis.46 restriksi ekspor beras pada akhir Maret 2008,
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa lalu memutuskan merelaksasi kebijakan
solidaritas pangan (beras) ASEAN relatif ekspornya untuk memperoleh keuntungan dari
rendah karena masing-masing negara berusaha harga beras dunia yang tinggi.
melidungi kepentingan konsumen dan Kondisi tersebut menginisiasi kerja sama
produsen beras, khususnya saat krisis pangan pangan antara negara-negara anggota ASEAN.
terjadi. Pada Gambar 3 disajikan kalkulasi data Pada ASEAN Summit tahun 2008 disusun
yang memperkuat pernyataan tersebut melalui kerangka ASEAN Integrated Food Security
perkembangan ekspor dan impor beras yang (AIFS) dan Strategic Plan of Action on Food
dilakukan secara intra atau antarnegara-negara Security (SPA-FS) untuk tahun 2009-201347
di Asia Tenggara. Ketika terjadi krisis pangan dan direvisi hingga periode tahun 2015-2020.
global tahun 2007/2008 dan tahun 2011/2012, Tujuan umumnya adalah untuk memastikan
tampak apabila secara umum ekspor beras ke ketahanan pangan dalam jangka panjang dan
wilayah ASEAN dari negara-negara produsen/ meningkatkan kesejahteraan petani di wilayah
eksportir beras ASEAN justru menurun. ASEAN. Momentum ini diperjelaskan melalui
Hal ini menunjukkan rentannya solidaritas ASEAN Summit keempat belas pada tahun
46
Eric J. Wailes and Eddie C. Chavez, “ASEAN and Global
Rice Situation and Outlook”, ADB Sustainable Development 47
ADB, “Food Security in Asia: The 2007-2008 Food Price
Working Paper Series No. 22, Asian Development Bank, Crisis”, (http://www.adb.org/features/has-world-learned-
Manila, 2012, p. 1.7. 2007-2008-food-price-crisis, diakses 21 Mei 2014).
(AFCC)
(AFSIS)
Iwan Hermawan: Kebijakan Perberasan Indonesia dan Solidaritas Pangan ASEAN 115
negara anggota ASEAN, dialogue partners, dan mewujudkannya, contoh melalui perbaikan
donor agencies.50 Sedangkan tujuan pembentukan jaringan irigasi, penggunaan bibit bersertifikat,
SPA-FS adalah untuk mengamankan pasokan bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan), dan
pangan di kawasan ASEAN melalui peningkatan menggalakkan kembali penyuluhan pertanian.
produksi pangan, pengurangan kegagalan panen, Namun demikian, menurut Dawe,52 kondisi
peningkatan perdagangan, serta penciptakan pasar geografi Indonesia tidak mendukung hal tersebut.
yang kondusif, di mana seluruhnya digunakan Oleh sebab itu, kebijakan food self-reliance dengan
untuk menjamin stabilitas pangan di kawasan dan opsi impor beras menjadi opsi yang lebih realistis
untuk mengoperasionalkan pengaturan mengenai dan sekaligus dapat menjamin efektivitas kebijakan
darurat pangan kawasan. Selain beras, cakupan stabilisasi harga padi/beras di dalam negeri. Di
komoditas pangan lain adalah jagung, kedelai, sisi lain, trade off ketika hanya fokus pada upaya
gula, dan singkong. ASEAN Ministerial Meeting on memproduksi beras di dalam negeri maka subsektor
Agriculture and Forestry (AMAF), yang didukung lainnya akan terbengkelai. Hal ini terindikasi
oleh ASEAN Secretariat (ASEC) menjadi badan dengan adanya peningkatan pertumbuhan impor
yang bertanggung jawab terhadap implementasi pangan non-biji-bijian, seperti susu, mentega, telur,
SPA-FS tersebut. buah-buahan, sayuran, sapi, dan sebagainya.
Oleh sebab itu, kerja sama pangan antara
D. Hubungan Kebijakan Perberasan negara-negara anggota ASEAN melalui AIFS
Indonesia dengan Solidaritas Pangan dan SPA-FS dapat menjadi sarana untuk
(Beras) ASEAN meningkatkan ketahanan pangan (beras) di
Evaluasi kebijakan perberasan Indonesia dalam negeri. Di antara kelima komponen AIFS,
dapat dilihat dari capaian ketahanan pangannya. komponen pertama sangat relevan dengan krisis
Berdasarkan laporan The Economist Intelligence pangan global dan pembentukan cadangan
Unit51 tahun 2015, bahwa ketahanan pangan pangan (beras) regional. Pemikiran tentang
Indonesia menduduki rangking ke 74 dari 109 cadangan beras regional telah lama digulirkan,
negara, atau rangking ke 15 dari 22 negara di yaitu saat Agreement on the ASEAN Food Security
kawasan Asia Pasifik, di bawah Singapura, Reserve yang ditandatangani di New York pada 4
Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Oktober 1979, di mana mengatur dan menetapkan
Rangking tersebut menurun dari tahun 2014 yang jumlah total bahan pangan dasar, khususnya
menduduki ke 72. Hal ini menunjukkan apabila beras, dari masing-masing negara ASEAN sebagai
tingkat ketahanan pangan Indonesia relatif rendah, bagian kebijakan nasionalnya, termasuk jumlah
baik dalam kaitannya dengan keterjangkauan, komitmen dari beras yang dicadangkan masing-
ketersediaan, dan kualitas serta keamanan pangan. masing negara anggota ASEAN dan digunakan
Terminologi pangan di sini mencakup pula dalam situasi krisis (ASEAN Emergency Rice
beras dan di Indonesia pengeluaran untuk beras Reserve (AERR)). Perkembangan selanjutnya
masih relatif besar sehingga ketahanan pangan muncul pilot project berupa East Asia Emergency
tersebut dapat pula menjadi proksi dari ketahanan Rice Reserve (EAERR)53 dari pertemuan ASEAN
beras. Pemerintah Indonesia saat ini fokus
pada upaya penyediaan beras dari dalam negeri 52
Loc.Cit., David Dawe, p. 115.
53
Pada pertemuan ASEAN Ministers on Agriculture and
guna mencapai swasembada beras sebagaimana
Forestry dengan negara ASEAN+3 (Jepang, China, dan
dituangkan di dalam Undang-Undang No. 18 Korea Selatan) di Laos pada Oktober 2002, disepakati
Tahun 2012 tentang Pangan. Berbagai kebijakan pilot project berupa East Asia Emergency Rice Reserve
pertanian dan non-pertanian diarahkan untuk (EAERR) berjangka waktu tiga tahun untuk memastikan
ketersediaan pangan saat situasi bencana di kawasan.
50
Ibid., Pham Quang Minh, pp. 11-12. Masa kerja EAERR berakhir pada 28 Februari 2010.
51
The Economist Intelligence Unit, Global Food Security Namun demikian, sesuai dengan hasil pertemuan ke-6
Index 2015, An Annual Measure of the State of Global AMAF+3 di Singapura pada 16 November 2006 per
Food Security, (London, New York, and Hongkong: The temuan merekomendasikan transformasi EAERR menjadi
Economist Intelligence Unit, 2015), p. 10. ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve (APTERR).
Iwan Hermawan: Kebijakan Perberasan Indonesia dan Solidaritas Pangan ASEAN 117
DAFTAR PUSTAKA McCulloch, N. and Timmer, C. P. “Rice Policy
in Indonesia: A Special Issue”. Bulletin of
Indonesian Economic Studies, Vol. 44, No. 1,
2008, pp. 33-44.
Buku Rosner, L. P. and McCulloch, N. “A Note on
Leo, A. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Rice Production, Consumption and Import
Alfabeta, 2008. Data in Indonesia”. Bulletin of Indonesian
Pranolo, T. LoI-IMF dan Implikasinya terhadap Economic Studies, Vol. 44, No. 1, 2008, pp.
Peranan Bulog. Kumpulan Naskah dalam 81-92.
Rangka Menyambut 35 Tahun Bulog. Bulog:
Pergulatan dalam Pemantapan Peranan dan Makalah dan Working Paper
Penyesuaian Kelembagaan. Bogor: IPB Press, Chandra, A. C. and Lontoh, L. A. “Regional
2002. Food Security and Trade Policy in Southeast
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Asia: The Role of ASEAN”. Series on Trade
Buletin Konsumsi Pangan, Vol. 5, No. 1 and Food Security-Policy Brief 3, Trade
Tahun 2014. Jakarta: Sekjen Kementerian Knowledge Network, 2010.
Pertanian, 2014. Demeke, M., Pangrazio, G., and Maetz, M.
Puspoyo, W. Bulog dan Beras: Bias-Bias Cara “Country Responses to the Food Security
Pandang terhadap Peranannya. Kumpulan Crisis: Nature and Preliminary Implications
Naskah dalam Rangka Menyambut 35 Tahun of the Policies Pursued-Initiative on
Bulog. Bulog: Pergulatan dalam Pemantapan Soaring Food Prices”. Food and Agriculture
Peranan dan Penyesuaian Kelembagaan. Organization of the United Nations, 2009.
Bogor: IPB Press, 2002. Desker, B., Caballero-Anthony, M., and Teng,
The Economist Intelligence Unit. Global Food P. “Thought/Issues Paper on ASEAN Food
Security Index, An Annual Measure of the Security: Towards A More Comprehensive
State of Global Food Security. London, Framework”. ERIA Discussion Paper Series
New York, Hong Kong, and Geneva: The 2013-20, October 2013.
Economist Intelligence Unit, 2014 and Minh, P. Q. “ASEAN Integrated Food
2015. Security Framework & SPA-FS 2015-
Wahab, S. A. Analisis Kebijaksanaan dari 2020”. ASEAN Economic Community
Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Departement, ASEAN Secretariat, no year.
Negara. Edisi Kedua. Jakarta: PT Bumi Tambunan, T. “Ketahanan Pangan di Indonesia,
Aksara, 2008. Mengidentifikasi Beberapa Penyebab”.
Pusat Studi Industri dan UKM, Universitas
Jurnal Trisakti, Agustus 2008.
Dawe, D. “Can Indonesia Trust The World Rice Tambunan, T. “Ketahanan Pangan di
Market?”. Bulletin of Indonesian Economic Indonesia Inti Permasalahan dan Alternatif
Studies, Vol. 44, No. 1, 2008, pp. 115-132 Solusinya”. Makalah untuk Kongres
Lihan, I. “Analisis Struktur Pasar Gabah dan ISEI, Mataram, 2008, (http://www.kadin-
Pasar Beras di Indonesia”. Jurnal NeO-Bis, indonesia.or.id/enm/images/dokumen/
Vol. 3, No. 2, Desember 2009, hal. 163- KADIN-98-2918-10062008.pdf, diakses 12
181. Oktober 2015).
Iwan Hermawan: Kebijakan Perberasan Indonesia dan Solidaritas Pangan ASEAN 119
“Setelah Swasembada Beras, Lalu Apa Urbaningrum, A. “Sisi Politik Beras”. (http://
Lagi?”. (http://nasional.kompas. nasional.sindonews.com/read/971262/18/
com/read/2008/12/16/09544795/ sisi-politik-beras-1425354377, diakses 12
setelahswasembada.beras.lalu.apa.lagi, Oktober 2015).
diakses 01 November 2015).
Tolentino, V. B. J. “ASEAN Cooperation:
Crucial to Global Food Security”. (http://
irri.org/blogs/bruce-tolentino-s-blog/
asean-cooperation-crucial-to-global-food-
security, diakses 06 November 2015).