Anda di halaman 1dari 3

EKOPOL KENAIKAN PANGAN NASIONAL

Indonesia merupakan salah satu dari lima besar dunia produsen beras. Meski begitu,
harga beras tidak stabil dan terus naik hingga pekan ketiga Februari
2024. Berdasarkan penelusuran RRI, Jumat (23/2/2024) berikut beberapa penyebab
yang berkontribusi membuat harga beras naik:
1. Penurunan surplus produksi beras nasional pada Maret 2024 dibandingkan dengan
Maret 2023. Pada Maret 2023, puncak panen mencapai 5,13 juta ton, sementara pada Maret
2024, potensi panen diperkirakan hanya 3,51 juta ton. Hal itu dikatakan Deputi Bidang
Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini yang dilansir Media online
Kumparan.com.
2. Kondisi cuaca ekstrem El Nino yang menyebabkan musim kemarau berkepanjangan
sehingga pasokan atau suplai beras berkurang. Hal itu disampaikan Presiden Republik
Indonesia Joko Widodo seperti dilansir Media Republika Online. Hal senada juga
disampaikan oleh peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi yang
dilansir Tempo.
3. Faktor permintaan yang meningkat. Masih menurut peneliti CIPS Azizah Fauzi, Faktor
permintaan beras meningkat di tengah masa kampanye pemilu 2024. Ia mengungkapkan
beras kerap masuk dalam program tebus murah paket sembako pada tahun politik ini.
Pengamat ekonomi sekaligus akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Jaenal
Effendi juga mengungkapkan pemicu utama dari sisi ilmu ekonomi kenaikan harga beras
kalau terjadi excess demand (permintaan yang melebihi jumlah pasokan) (nu.online).
4. Tingginya ongkos produksi mulai dari tanam sampai panen, salah satunya disebabkan
oleh mahalnya harga pupuk. Hal ini dikemukakan oleh Pengamat ekonomi sekaligus
akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Jaenal Effendi yang dilansir nu online.
Ia mengatakan salah satu contoh pemicu tingginya ongkos produksi disebabkan oleh
mahalnya harga pupuk. Terlebih, Indonesia masih bergantung kepada negara lain dalam hal
ketersediaan pupuk. Sementara itu, negara penyedia pupuk seperti Ukraina dan Rusia saat
ini tengah dilanda konflik yang berakibat pada terhambatnya ekspor dan distribusi pupuk
ke negara lain.
5. Puluhan negara menahan untuk tidak mengekspor beras, sehingga negara-negara yang
mengalami defisit terjadi lonjakan harga. Masih menurut Pengamat Ekonomi sekaligus
akademisi IPB, Jaenal Effendi mengungkapkan bahwa kenaikan harga beras dalam negeri
dipicu oleh banyaknya negara yang membatasi kegiatan ekspor beras sehingga Indonesia
mengalami hambatan pada proses impor beras demi menjaga kestabilan harga beras. (*)
1. Impor Beras Bukan Solusi
Berdasarkan UU No.18 tahun 2012 yang menjelaskan bahwa penyelenggarakan pangan
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri, menyediakan
pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan keamanan dan mutu dengan harga
yang wajar dan terjangkau. Hal ini justru bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah yang
berupaya mengimpor beras secara besar besaran yang dapat merugikan para petani. Mau tidak
mau Ketika beras impor dari luar negeri dan dijual dengan harga yang murah, maka para petani
akan ditekan untuk menjual harga gabah yang lebih murah untuk menstabilkan harga
beras.Tetapi Ketika harga gabah juga naik justru para petani tetap dirugikan dengan pupuk
subsidi yang langka dan harus membeli pupuk non subsidi . Nah dari sini kita harus kritisi
temen’’siapa dalang yang menyesengsarakan para petani, pasti ada oknum’’ oligarki yang bekerja
dibalik layar
2. Melanggengkan Proyek Food Estate

Di tengah ramai kenaikan harga beras, muncul juga kekhawatiran isu ini jadi alasan
pemerintah untuk melancarkan proyek pengembangan pangan skala besar (food
estate) yang mereka klaim untuk mengantisipasi krisis pangan.

Atas nama atasi ‘krisis pangan’ sebelumnya, pemerintah berencana membuka food
estate di Papua seluas 2, 684 juta lebih hektar. Luasan ini menyebar di Merauke, Mappi,
Boven Digoel, dan Yahukimo.

food estate merupakan ancaman terhadap hutan dam masyarakat adat Papua. Apalagi,
katanya, selama ini proyek-proyek pangan ini pemerintah dan perusahaan rencanakan
sepihak tanpa sepengetahuan masyarakat adat.

Masyarakat Papua sebenarnya tidak punya kebudayaan menanam padi. Beberapa


program tanam padi yang pernah pemerintah canangkan terbukti gagal. Masyarakat
lebih mudah mengembangkan pangan lokal. Makanan-makanan ini tidak perlu lahan
besar dan perawatan minim.

“Hitung hitungan waktu, energi, pengeluaran petani ketika menanam pun itu jauh
dibandingkan kalau kita membudidayakan barang yang bukan punya kita seperti padi.”

2. Mafia Beras

Kenaikan beras terjadi karena beberapa factor yang mana kata presiden Jokowi
disebabkan karena perubahan iklim yang menyebabkan gagal panen. Tetapi jika
memang hal demikian terjadi karena iklim, tiap tahun juga cuaca terus berubah. Saya
yakin disini sahabat’ melihat bahwa ada sebuah kejanggalan yang disembunyikan
dibalik isu yang terus mencuat. Secara Logika Ketika harga beras naik, seharusnya para
petani semakin kaya. Tapi kenyataannya malah sebaliknya para petani semakin tercekik
dan tidak sejahtera. Banyak sekali Tindakan dari spekulan yang menimbun beras dan
menunggu harga naik lalu menjual stok mereka. Hal ini membuat rakyat semakin
tercekik dan Petani menderita.

Kami harapkan Pemerintah melakukan aksi nyata terkait kenaikan ini, karena harga beras sekarang
tidak wajar lagi, jelas ini memberatkan warga, kalau tidak ada perubahan harga sampai Ramadhan
ini kita akan aksi bersama Mahasiswa lainnya,”
Kami menganggap Bansos yang dikeluarkan secara ugal-ugalan dan tidak tersistematis jelas akan
merugikan masyarakat. Pemerintah seharusnya meminimalisir bahkan memperhitungkan
kebutuhan pangan saat momen penting seperti Pemilu.
"Tetapi pemerintah, seakan-akan tidak mempersoalkan hal yang seharusnya menjadi kebutuhan
utama masyarakat, Lagi dan lagi, masyarakat dijadikan korban keputusan politik demi kepentingan
golongan tertentu tanpa mempertimbangkan kebutuhan, keperluan dan kepentingan rakyat. Hal
seperti ini, seharusnya sudah menjadi bahan evaluasi sekaligus pertimbangan pemerintah dalam
mengambil sebuah keputusan maupun kebijakan politik,"
, hasil keputusan tersebut, cukup jelas tidak berpihak kepada rakyat, kelangkaan dan kenaikan
harga pangan ini menjadi sebuah pertanyaan dan catatan besar masyarakat kepada pemerintah
terhadap keputusan yang tidak sesuai dan merugikan Masyarakat
"Hal-hal yang di luar dengan kepentingan masyarakyat, harus dipertimbangkan secara matang dan
penuh perhitungan karena adanya pemerintah merupakan amanah yang dimandatkan oleh seluruh
golongan masyarakat. Menjadi sebuah kekeliruan jika amanah itu jelas bertolak belakang dengan
kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
Kami meminta Pemerintah lebih intens lagi turun ke Lapangan memastikan ketersediaan pasokan
bahan pangan aman dan dapat menekan harga beras secepat mungkin agar warga tak semakin
menjerit.
Kami mengancam keras atas keputusan politik yang menghasilkan kelangkaan dan kenaikan harga
pangan. Seharusnya sebagai pihak pemerintah sudah memperhitungkan dan mempertimbangkan
hasil dari keputusan politik tersebut tidak merugikan pihak manapun atau bahkan meminimalisir
kemungkinan yang mengorbankan kepentingan khalayak umum, maka kami menuntut pemerintah
turunkan harga sembako, serta kenaikan tarif listrik, serta kecurangan dalam sistem perpolitikan
di Indonesia,"

PMII Rayon Ekonomi dan Bisnis Islam


Komisariat UIN SGD Bandung Cabang Kab.Bandung

Anda mungkin juga menyukai