Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PENGANTAR ILMU PERTANIAN

VISI DAN MISI PERTANIAN DI MASA DEPAN

Dosen Pengampu :

1. Dian Hafizah, SP. MSi,

2. Prof.Dr.Ir. Aswaldi Anwar. MS

Nama : Sandy Miranda Pranata

NIM : 2110241006

Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Pertanian Dhar A


Abstrak
Indonesia adalah negara agraris tapi sektor pertanian justru menjadikan para petani
sebagai buruh di lahan sendiri. Saat ini petani menjadi pekerjaan yang dipandang sebelah mata
dan profesi kelas dua di masyarakat Indonesia. Kondisi tersebut berakibat pada semakin
ditinggalkannya sektor pertanian oleh angkatan kerja karena memiliki masa depan kurang
menguntungkan.

Masalah pertanian di Indonesia disebabkan oleh kebijakan pertanian yang lebih


memfokuskan pada peningkatan produksi pertanian dan kurang memperhatikan kualitas hidup
para petani. Keberpihakan pada petani sangat kurang dan nilai tambah pertanian justru tidak
dinikmati para petani. Alih-alih meningkatkan produksi yang terjadi justru semakin terpuruknya
sektor pertanian maupun petani.

Nilai tambah pertanian harus dinikmati oleh petani sehingga kehidupannya menjadi
semakin baik dan proses produksi tetap berlanjut. Petani semakin terberdayakan karena
aktivitasnya bukan lagi bersifat subsisten tapi menjadi lebih maju. Kebijakan ini tidak akan
berhasil apabila tidak ada political will dari pemerintah untuk memperbaiki kehidupan petani.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan ini mencakup lintas wilayah, sektor, dan pelaku.

Kata Kunci : Pembangunan, pertanian, petani

Abstract
Indonesia is an agrarian country but the agricultural sector actually makes farmers as laborers on
their own land. Currently, farmers are a job that is underestimated and a second-class profession
in Indonesian society. This condition has resulted in the abandonment of the agricultural sector
by the workforce because it has a less favorable future.

Agricultural problems in Indonesia are caused by agricultural policies that focus more on
increasing agricultural production and pay less attention to the quality of life of farmers. There is
very little support for farmers and the added value of agriculture is not enjoyed by the farmers.
Instead of increasing production, what is happening is that the agricultural sector and farmers are
getting worse.

The added value of agriculture must be enjoyed by farmers so that their lives get better and the
production process continues. Farmers are increasingly empowered because their activities are
no longer subsistence but more advanced. This policy will not succeed if there is no political will
from the government to improve the lives of farmers. The factors that influence this policy
include across regions, sectors, and actors.

Keywords: Development, agriculture, farmers


DAFTAR ISI

ABSTRAK………….............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI..................................................................................................................…….3
BAB I .PENDAHULUAN .................................................................................................... 4
1.1.Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………………4

1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................5

1.3.Tujuan Penulisan...............................................................................................................5

BAB II.KAJIAN PUSTAKA....................................................................................................6

2.1.Peran strategis sektor pertanian…………………………………………………………6

2.2.Tantangan Pembangunan Pertanian…………………………………………………….6

2.3. Permasalahan Pembangunan Pertanian…………………………………………………6

2.4.Faktor Penopang Pembangunan Pertanian Indonesia…………………………………..7

BAB III.PEMBAHASAN………………………………………………………………………8

3.1.Penjelasan……………………………………………………………………………………8

3.2.Rumusan Visi………………………………………………………………………………..8

3.3.Rumusan Misi………………………………………………………………………………..9

3.4. Kunci Keberhasilan…………………………………………………………………………9

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………..9
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris yang berbasis pada sektor pertanian. Ironi yang terjadi
adalah pertanian tidak dapat menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Swasembada beras yang
tercapai pada tahun 1984 ternyata tidak dapat dipertahankan dan hanya dua tahun kemudian
Indonesia terus-menerus membuka kran impor beras (Iskandar, 2006). Menjadi importir beras
merupakan kecelakaan besar ketika swasembada pangan telah tercapai. Puncaknya adalah pada
tahun 1997 dimana Indonesia harus mengimpor beras sebanyak 5,7 juta ton (Nugraha, 2006).
Meskipun sebesar volume impor pada tahun 1997, tapi impor beras menjadi ketergantungan
karena produksi dalam negeri tidak pernah mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri.

Stok cadangan beras nasional yang tersedia harus mampu memenuhi konsumsi masyarakat
untuk waktu minimal tiga bulan. Patokan ini sebagai upaya untuk menghindari kelangkaan dan
gejolak harga. Ketika stok berkurang dan produksi beras dari petani lokal tidak bisa menutup
kekurangan tersebut, maka pemerintah membuka kran impor. Untuk meminimalkan dampak
politis yang akan terjadi, pemerintah biasanya mengungkapkan bahwa impor adalah untuk
menambah stok cadangan nasional dan bukan untuk konsumsi masyarakat secara langsung.
Pemerintah melalui tender akan menunjuk rekanan untuk mengimpor beras dan langsung masuk
gudang.

Namun yang terjadi adalah membanjirnya beras impor di pasaran meskipun pada saat itu
tidak ada kebijakan untuk melepas beras impor ke pasaran. Hal ini disebabkan pengimpor beras
baik yang legal maupun ilegal, bahkan bulog, melepas stok beras yang dimiliki termasuk dari
impor ke pasaran. Ketika harga beras meningkat, konsumen langsung menyerap produksi beras
dari petani dan tidak sempat masuk ke gudang bolug sehingga stok beras yang ada di gudang
hanya beras impor. Pada saat masa simpan beras di gudang habis mau tidak mau beras impor
tersebut dilepas ke pasar sehingga terkadang ditemui keadaan beras impor yang telah rusak tapi
beredar di masyarakat. Sedangkan bagi pengimpor beras, melepas beras impor ke pasar adalah
untuk mencari keuntungan semata dengan bermodal surat ijin impor beras baik resmi atau tidak.
Beras impor yang dijual di pasar dalam negeri harganya lebih mahal di banding luar negeri di
samping itu pajak impor sangat rendah. Dibukanya kran impor beras biasanya diikuti dengan
diturunkannya pajak impor.

Perbedaan harga beras impor dengan beras lokal dan kualitas yang hampir sama membuat
masyarakat lebih memilih membeli beras impor. Akibatnya petani menjadi merugi dan sangat
terpukul karena harga beras lokal lebih mahal dibandingkan beras impor. Mahalnya beras lokal
di tingkat petani diakibatkan oleh mahalnya biaya produksi petani dari persiapan lahan hingga
menjadi beras. Seharusnya kelangkaan beras di masyarakat membuat harga menjadi tinggi.
Dengan harga yang tinggi, petani menjadi senang karena ongkos produksi dapat ditutup dan
terdapat revenue tambahan. Mekanisme pasar yang seharusnya bisa menguntungkan petani
ketika terjadi kelangkaan beras ternyata ’diinterupsi’ sehingga tidak berjalan normal. Interupsi
tersebut dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakan impor beras. Mekanisme pasar dibiarkan
berjalan hanya ketika panen raya dimana stok yang melimpah berakibat pada menurunnya harga
beras. Petani merugi karena harga penjualan tidak mampu untuk menutup ongkos produksi.
Kondisi ini menyebabkan petani selalu berada pada keadaan merugi terus-menerus.

Multiplier effect yang terjadi adalah petani semakin miskin. Untuk memenuhi ongkos
produksi, petani biasanya menerapkan sistem ’yarnen’ (Kurniawan, 2006). Petani berharap pada
saat panen dan dengan harga yang disesuaikan ongkos produksi dapat meraup keuntungan, lebih-
lebih ketika harga tinggi. Namun akibat beras impor, turunnya harga saat panen raya akan
mendatangkan kerugian. Apabila gagal panen, kondisi yang dihadapi petani lebih
memprihatinkan. Petani akan dililit hutang dan jumlahnya semakin lama semakin besar.
Dampaknya adalah semakin banyaknya petani miskin di Indonesia. Pada 2003, sektor pertanian
menyumbang kemiskinan hingga 56 juta orang, jumlah petani miskin mencapai 13,7 juta rumah
tangga (Iskandar , 2006).

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana dengan pertanian indonesia untuk kedepannya jika tidak ada pembangunan yang
berjalan baik?

2. Apa yang harus diwujudkan untuk memperbaiki pertanian indonesia?

3. Bagaimana cara membuat pertanian indonesia berjalan dengan baik ataupun menjadi lebih
baik?

1.3.Tujuan Penulisan

1. Untuk bisa mengetahui pertanian indonesia di masa depan apakah sudah membaik atau belum

2. Untuk mewujudkan pertanian indonesia yang lebih baik

3. Untuk mengetahui tata cara pertanian indonesia menjadi lebih baik


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Peran strategis sektor pertanian

Bangsa Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki kekayaan dan potensi
sumberdaya yang melimpah, misalnya keanekaragaman hayati dan sumber daya alam (SDA).
Bangsa Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif berupa posisi geografis yang
menguntungkan, yaitu terletak di katulitiwa sehingga memungkinkan untuk memanen produk
pertanian sepanjang tahun. Selain itu, bangsa Indonesia juga memiliki banyak perguruan tinggi
pertanian dan kelembagaan pertanian yang dapat dioptimalkan bagi pembangunan bangsa.

Secara alami, pertanian berperan strategis dalam pembangunan bangsa. Peran penting ini antara
lain mencakup: (1). Penghasil pangan (nabati, hewani) yang permintaannya terus meningkat
sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat; (2). lapangan kerja;
(3). penyedia bahan baku bagi agroindustri yang cukup banyak macam dan ragamnya serta
cukup besar efek penggandanya (multiplier effect) bagi perekonomian nasional; (4). penghasil
devisa yang sangat diperlukan bagi kemajuan bangsa, dan (5). pasar potensial bagi barang-
barang yang dihasilkan oleh sektor industri dalam negeri.

2.2.Tantangan Pembangunan Pertanian

- Sebagai bahan baku pangan,industry dan energi

- Perubahan iklim,kerusakan lingkungan dan kerusakan alam

- Kondisi perekonomian global

- Peningkatan jumlah penduduk dan urbanisasi

- Distribusi dan pemasaran produk pertanian

2.3. Permasalahan Pembangunan Pertanian

1. LAHAN

Konversi lahan yang tidak terkendali,keterbatasan dalam pencetakan lahan baru,penurunan


kualitas lahan, rata-rata kepemilikan lahan yang sempit, ketidakpastian status kepemilikan lahan.

2. INFRASTRUKTUR

Kerusakan jaringan irigasi yang tinggi,pendangkalan waduk,kurang memadainya sarana


pelabuhan dan transportasi ternak
3. SARANA PRODUKSI

Sistem pengadaan benih yang tidak sesuai dengan musim tanam,belum terbangunnya sistem
pembibitan sapi nasional

4. REGULASI / KELEMBAGAAN

Perijinan investasi untuk pengembangan integrasi sawitsapi,perijinan HGU investasi tanaman


pangan yang belum diatur petunjuk pelaksanaannya kecuali untuk tebu,kelembagaan petani yang
belum mempunyai posisi tawar yang kuat

5. SDM

Kemampuan petani, peternak dan pekebun dalam memanfaatkan teknologi maju,menurunnya


minat generasi muda untuk terjun di bidang pertanian,keterbatasan tenaga penyuluh, pengamat
OPT, pengawas Benih Tanaman serta tenaga Kesehatan Hewan.

6. PERMODALAN

Sulitnya akses petani terhadap permodalan,tunggakan kredit usaha tani yang belum
terselesaikan,persyaratan agunan kredit KKPE berupa sertifikat, menghambat penyaluran.

2.4.Faktor Penopang Pembangunan Pertanian Indonesia

1. Peran Pemerintah
Hasil reformasi menghasilkan pemerintahan yang transparan, akuntable, efisien,
responsif, antisipatif berperan aktif meningkatkan daya penetrasi dan kehandalan pelaku-
pelaku ekonomi dalam semua skala kegiatan. Pemerintah hasil reformasi mendudukkan
pertanian sebagai pengerak utama roda pembangunan nasional. Sinergi antar stakeholder
dalam pembangunan pertanian memacu pembangunan sektor yang lain.
2. Peran Demokrasi
Dengan demokrasi akan makin memperjuangkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang
meliputi rajin, hemat, jujur, kerja keras, percaya masa depan, mencintai perdamaian dan
menghindari persengketaan.
3. Peran Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi harus semakin bersinergi dengan pemerintah dan industri, selain
menghasilkan sarjana dan ilmuwan juga menghasilkan teknologi terapan langsung yang
mendukung pengembangan pertanian, ilmu-ilmu yang tetap mempertahankan motivasi,
sinergi, bergotong-royong dan bekerja sama
4. Peran Kelompok Pembaharuan
Kelompok pembaharu baik dari parpol, ormas, pemerintah, perguruan tinggi, industri
atau institusi lain diharapkan semakin berperan mengawal nilai-nilai demokrasi dan
tuntutan rakyat menuju bangsa yang berperadaban tinggi.
5. Peran entrepreneur pertanian,
Entrepreneur pertanian (Agripreneurship) diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah
produk pertanian melalui gagasan-gagasan yang inovatif dengan tujuan agar usaha
pertanian berkekuatan sepadan dengan sektor industri dan jasa

BAB III

PEMBAHASAN

3.1.Penjelasan

Bagi suatu bangsa, apalagi bangsa yang besar seperti Indonesia, maka visi pembangunan
(termasuk visi pembangunan pertanian) merupakan suatu kebutuhan mutlak. Visi berperan vital
dalam membantu merumuskan tujuan utama pembangunan pertanian, sehingga visi tersebut
berfungsi sebagai "guidance" yang akan memberikan panduan arah pembangunan. Disamping
membantu dalam merumuskan pilihan strategi, visi juga memberikan "moral content" dan
membantu dalam merumuskan "social responsibilities". Dengan demikian, maka melalui
perumusan dan penjabaran visi pertanian akan diperoleh "big picture" atau suatu "road map"
yang menggambarkan peta jalan yang akan dilalui oleh bangsa, khususnya dalam pembangunan
pertanian.

Dan juga pun penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah
penting dalam perjalanan suatu organisasi karena dengan visi tersebut akan dapat mencerminkan
apa yang hendak dicapai oleh organisasi serta memberikan arah dan fokus strategis yang
berorientasi terhadap masa depan pembangunan dan bahkan menjamin kesinambungan
pelaksanaan tugas organisasi.

Agar visi berjalan dengan baik,hal itu juga di dukung oleh misi supaya visi tersebut tidak
terbengkalai dan bisa berjalan lancar demi pembangunan pertanian di Indonesia.

3.2.Rumusan Visi

Mewujudkan pertanian yang maju, lestari, dan berkontribusi penting bagi perekonomian bangsa
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai sosial dan budaya untuk menyejahterakan masyarakat
Indonesia yang berperadaban.
Terwujudnya pertanian dan perkebunan yang berwawasan agribisnis, berdaya saing dan
berkelanjutan dengan didukung sumber daya manusia yang maju dan mandiri dengan berbasis
ekonomi kerakyatan.

3.3.Rumusan Misi

1. Mewujudkan ketahanan pangan pertanian Indonesia.

2. Mewujudkan produk pertanian dan perkebunan yang berkualitas dan memiliki daya saing.

3. Mewujudkan kesejahteraan petani.

4. Mewujudkan sumber daya manusia pertanian dan perkebunan yang berkualitas.

5. Meningkatkan sarana dan prasana pertanian Indonesia.

3.4. Kunci Keberhasilan

Suatu visi harus ditindaklajuti dengan beberapa langkah statregis. Pertama, bagaimana visi dapat
diterjemahkan menjadi beberapa misi yang rasional, mudah difahami, terukur, dapat dicapai
dalam batas-batas sumberdaya yang dimiliki, termasuk rentang waktu dan tahapan
pencapaiannya. Kedua, menjabarkan misi ke dalam strategi dan tahapan pencapaiannya. Ketiga,
bagaimana visi dapat dikomunikasikan secara efektif kepada para pemangku kepentingan
(stakeholder) sehingga diperoleh persamaan persepsi, pemahaman dan termotivasi untuk secara
kolektif mengimplementasikannya. Keempat, diperlukan kerjasama, koordinasi dan sinergi di
antara para pemangku kepentingan, termasuk di antaranya pemerintah, petani, perguruan tinggi
dan dunia usaha.

DAFTAR PUSTAKA

Dinaspertanian.lebakkab.2017.http://dinaspertanian.lebakkab.go.id/wp-
content/uploads/2017/10/VISI-MISI.pdf

KEMENTRIAN PERTANIAN.https://www.pertanian.go.id/home/?show=page&act=view&id=5

Faperta.ugm.https://faperta.ugm.ac.id/fokus/menggagas_visi_pertanian_2030.htm

Bappenas.https://www.bappenas.go.id/files/1113/5027/3761/1-kajian.pdf

Anda mungkin juga menyukai