PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Masyarakat indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai sumber daya alam
yang melimpah, dan mayoritas masyarakat indonesia bermata pencaharian sebagai petani
yang kini megalami penyusutan baik lahan maupun manusianya. Data statistik pada tahun
2001 menunjukkan bahwa 45% penduduk indonesia bekerja di bidang pertanian, hal ini
menunjukan besarnya peran masyarakat petani dalam menyediakan pangan terutama padi.
Sejarah Indonesia pada 2 dekade 1980-an pernah menjadi negara dengan swasembada
beras terbesar di Dunia dan bahkan saat itu FAO memberikan penghargaan istimewa kepada
pemerintah atas prestasi luar biasa (BBC Indonesia, 2009). Revolusi hijau yang dilakukan
oleh Soeharto memberikan dampak yang baik pada masyarakat petani saat itu, pemberdayaan
petani dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi pangan pada beras. Kemudian petani
pada saat itu melaksanakan yang diintruksikan setelah diberikan penyuluhan yang dibentuk
produksi pemerintah mendirikan koperasi KUD (Koperasi Unit Desa). (Khairunnisa
Rangkuti, 2015)
Saat ini kesejahteraan masyarakat petani masih belum tercapai, faktor-faktor seperti
alih fungsi lahan yang membuat petani kehilangan tempat untuk bercocok tanam karena
revolusi industri yang kian kini berkembang pesat pada masayarakat juga alih fungsi lahan
tersebut membuat masyarakat petani yang tidak produktif atau menganggur, dan disaat itu
pula untuk menopang dan kelangsungan hidup menjadi sulit. Dan saat ini nilai tukar
mengalami penurunan diberbagai daerah, akibat terjadinya disparitas harga yang cukup
signifikan. Para petani lebih memilih menjual hasil panennya pada para tengkulak dan bandar
pemilik.
Maka dari itu peran kelembagaan seperti bulog hingga saat ini belum bisa
memberikan dampak yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat petani padi, oleh karena
itu peran koperasi sangat dibutuhkan utuk mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas
pelayanan pemerintah daerah lokal dan membantu masyarakat dalam menjaga otonomi
daerah. Dengan adanya koperasi diharapkan taraf hidup masyarakat petani dapat meningkat
baik dari segi perekonomian, sosial dan budaya.
BAB II
KOPERASI SEBAGAI PEMBANGUN
MASYARAKAT PETANI PADI
2.1 Koperasi Pertanian
2.1.1. Pembentukann Koperasi Pertanian
Pembinaan kelembagaan petani sesuai dengan Permentan Nomor. 273 Tahun 2007
tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani diarahkan pada peningkatan
kemampuan dan penguatan kelembagaan petani menjadi organisasi yang kuat dan
mandiri dalam bentuk kelembagaan ekonomi petani. Salah satu upaya pemberdayaan
petani dalam rangka meningkatkan kapasitas kelembagaan petani menjadi
kelembagaan ekonomi petani salah satunya dilakukan melalui pembentukan koperasi.
Pengembangan koperasi, sebenarnya telah dilaksanakan sejak lama, namun dalam
pelaksanaannya seringkali terkendala oleh beberapa hal diantaranya:
a. Pelayanan koperasi kepada petani sebagai anggota belum memuaskan;
b. Permodalan koperasi masih sangat terbatas;
c. Kapasitas pengurus dalam mengelola koperasi belum memadai;
d. Cakupan usaha kegiatan koperasi masih terfokus pada kegiatan on-farm;
e. Kepercayaan masyarakat tani terhadap koperasi masih relatif rendah.
Sejalan
dengan
adanya
perbaikan
dan
penyempurnaan
terhadap
program
yang
menyebabkan
kemampuan
masyarakat
dalam
memenuhi
kebutuhannya semakin sulit. Harga beras yang tinggi saat ini dinanti-nanti dan
diharapkan tidak segera melorot lagi begitu panen tiba. Harapan ini tidak berlebihan,
karena sebelum ini, empat sampai lima tahun terakhir, yang terjadi adalah keadaan di
luar kekuasan para petani. Pada saat paceklik harga beras jatuh, apalagi harga saat
panen. Penyebabnya, pemerintah mengimpor beras banyak-banyak.
Umumnya dalam masyarakat petani padi mereka jika sudah panen padi secara
langsung dijual dengan murah pada tengkulak hingga kebanjiran hingga tidak ada
cadangan penyimpanan dalam jangka waktu tertentu, hal tersebut membuat para
masyarakat tani harus mencari sampingan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Dan para masyarakat petani padi tersebut sering menjadi korban dalam
kebijakan pemerintah, Laporan Indonesia Human Development Report (IHDR) 2001
menegaskan, kebijakan pangan itu berdampak panjang pada berkurangnya
kemiskinan dengan cara menjamin harga dasar gabah untuk petani dan
mempertahankan harga beras yang terjangkau untuk masyarakat kota.
Penetapan harga dasar gabah itu memiliki dampak terhadap tingkat
kesejahteraan petani hanya ketika produktivitas sektor pertanian padi meningkat
secara nyata. Tetapi, kenaikan produktivitas sektor pertanian ini tidak bisa terus
dipacu karena semakin berkurangnya lahan yang tersedia untuk pertanian karena
beralih dungsi untuk perumahan dan industri. Produktivitas hasil pun cenderung
melandai, karena pada tingkat produksi 3,97 ton beras per hektar untuk sawah di Jawa
sudah merupakan tingkat produktivtas yang sangat tinggi untuk standar dunia. Selain
itu, pemerintah tak memiliki cukup dana untuk investasi di sektor pertanian seperti
sebelumnya.
Kita tahu, meskipun pemerintah mencoba meningkatkan kesejahteraan petani
dengan menetapkan harga dasar gabah dan menjamin ketersediaan pupuk dengan
harga pasti di semua tempat, tetapi harga dasar itu hampir tidak pernah dinikmati
petani karena ketika panen raya Bulog tidak sigap membeli gabah petani seperti yang
menjadi tugasnya. Selain itu juga ada kebijakan yang menyebabkan Indonesia impor
beras yang berdampak persaingan beras lokal dan impor, tentu masyarakat petani padi
tidak akan mampu bisa sejahtera jika pemberdayaannya berbanding terbalik dengan
impor yang setiap tahun meningkat.
usahatani
(access
to
services)
sebagai
akibat
kurang
5
usahatani
akibat
kondisi
yang
dihadapi.
Sebaiknya,
untuk
Upaya dalam menyejahterakan petani khususnya padi sudah dilakukan bahkan di orde
baru saat itu, dan disaat itu masyarakat petani bisa mencapai swasembada beras.
Pemberdayaan para petani yang saat itu benar-benar diperhatikan kini semakin memudar.
Seperti upayan program bimbingan masal yang dimana peran petani menunjukan hasil
yang sangat signifikan. Bahkan didalam pembentukannya pun menjadi suatu kewajiban bagi
para petani untuk membentuk suatu kelompok tani yang pada saat itu bukan kebutuhan para
petani. Penyaluran usaha kredit petani program-program pemerintah untuk pertanian yang
dimana disalurkan kepada para kelompok tani, karena dinilai ampuh dalam penyaluran dana.
Konsekuensinya, semua desa harus membentuk kelompok tani agar mendapatkan fasilitas
layanan pemerintah. semua petani secara tidak langsung menjadi sebagai anggota kelompok
tani. Tidak mengherankan banyak dari petani yang tidak mengetahui bahwa mereka termasuk
kedalam anggota kelompok apa dan ketua kelompok didalam kelompok tersebut.
Belakangan ini kelompok tani diperbesar menjadi suatu gabungan kelompok tani yang
menjadi satu kawasan administratif (desa) atau yang dikenal dengan sebutan GAPOKTAN
(gabungan
kelompok
tani).
Berdasarkan
Keputusan
Mentri
Pertanian
No
93/
berupaya
mengumpulkan
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
9
Daftar Pustaka
Adiwilaga, Anwas. 1982. Ilmu Usahatani. Bandung : Penerbit Alumni.
Fadholi, Hermanto. 1981. Bahan Bacaan Pengantar Ekonomi Pertanian. Bogor : Pendidikan
10
11