Anda di halaman 1dari 12

Kacamata Driyarkara adalah program kerja Kementerian Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa

Universitas Sanata Dharma 2021 berupa kajian yang berisi pemikiran-pemikiran atas isu-isu
kontemporer di bidang sosial dan politik yang dikaji dari perspektif BEM USD Selamat membaca!

Kacamata Driyarkara :

Polemik Kebijakan Impor Beras: Pro atau Kontra?

Benedicta Dyah Ayu Wulandari

Gamaliel Susabun Amut

Yoga A. Pongtuluran

Lautan Elsadhani

Rainja Lois

Kementrian Sosial Politik BEM USD 2021

Data Impor Beras Indonesia dan Pernyataan Presiden

Pada tanggal 26 Maret 2021 yang lalu, Presiden RI Joko Widodo menyatakan bahwa
pemerintah sendiri akan memastikan bahwa tidak akan ada impor komoditas beras hingga
bulan Juni mendatang. Beliau juga menegaskan bahwa belum ada beras yang masuk ke
Indonesia dan seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia sudah hampir tiga tahun ini tidak
mengadakan pengimporan beras ke negara kita.1 Berbeda dengan pernyataan dari Presiden,

1
BPMI Setpres, “Presiden Jokowi Tegaskan Tak Ada Impor Beras Selama beberapa Bulan Mendatang”
https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/presiden-jokowi-tegaskan-tak-ada-impor-beras-selama-
beberapa-bulan-mendatang/ -
:~:text=Kita%20tahu%2C%20sudah%20hampir%20tiga,pada%20Jumat%2C%2026%20Maret%20202
1.&text=Dalam%20pernyataan%20tersebut%20Presiden%20menegaskan,Bulog)%20pada%20panen
%20raya%20mendatang. (diakses pada tanggal 18 April 2021 pukul 20.45)

1
data yang dimiliki Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa dalam 2018 adanya impor
beras sebanyak 2.253.824,5 ton dan pada 2019 sebanyak 444.508,8 ton dari beberapa negara
seperti Tiongkok, Vietnam, India, dll. 2 Hal ini yang menjadi timbulnya berbagai macam
pertanyaan yang tumbuh dalam masyarakat. Mengapa pernyataan Presiden tidak sejalan
dengan data yang tersedia? Namun, hal tersebut telah dijawab oleh Deputi Bidang Statistik
Distribusi dan Jasa BPS Setianto bahwa memang benar pemerintah tidak mengimpor beras,
karena yang dimaksud oleh Pak Presiden adalah beras medium yang dikonsumsi masyarakat
sehari-hari. Data yang dicatat oleh BPS adalah adanya impor beras khusus yang diimpor
untuk keperluan hotel, restoran, dan lain sebagainya. Jadi memang pihak pemerintah sendiri
tidak melakukan impor beras yang dikonsumsi oleh masyarakat sehari-hari.3

MoU Impor Beras dengan Negara Lain

Perlu kita ketahui bahwa saat ini memang ada nota kesepahaman antara Indonesia
dengan Thailand dan Vietnam, namun hal tersebut adalah sesuatu yang bersifat elastis atau
dapat berubah sewaktu-waktu Indonesia memerlukannya untuk cadangan dalam menghadapi
masa pandemi ini. Sebelumnya memang sudah ada pemberitaan mengenai adanya MoU antar
Indonesia dan Thailand yang akan menekan perjanjian impor beras sebanyak 1 juta ton dalam
setahun pada akhir Maret 2021. Adapun isi dari perjanjian tersebut adalah terkait pasokan
beras asal Thailand ke Indonesia mencakup tidak lebih dari 1 juta ton beras putih dengan
kadar retak 15-25 persen. Menteri Perdagangan Thailand, Jurin Laksanawisit, mengatakan
bahwa perjanjian ini berlaku untuk pasokan impor 1 juta ton beras untuk setahun dalam
durasi empat tahun. Menteri Perdagangan juga menambahkan bahwa perjanjian tersebut
merupakan dasar kedua negara saling pengertian terkait pemenuhan stok beras, khususnya
bagi Indonesia. Bila sewaktu-waktu produksi beras dalam negeri tidak mampu memenuhi
kebutuhan cadangan beras pemerintah di Bulog, maka akan dilakukan impor beras dari
Thailand sesuai kesepakatan yang telah disetujui.4.

Perbedaan Sikap Lembaga Pemerintah

Berbeda dari pernyataan Presiden, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi


memberikan keterangan lebih lanjut mengenai permasalahan impor beras. Menurut

2
Badan Pusat Statistik, “Impor Beras Menurut Negara Asal Utama, 2000-2019”
https://www.bps.go.id/statictable/2014/09/08/1043/impor-beras-menurut-negara-asal-utama-
(diakses pada tanggal 18 April 2021 pukul 21.05)
3
Redaksi CNBC Indonesia, CNBC Indonesia, “Jokowi Sebut RI 3 Tahun Tak Impor Beras, Ini Fakta
Sebenarnya” https://www.cnbcindonesia.com/news/20210329151257-4-233674/jokowi-sebut-ri-3-
tahun-tak-impor-beras-ini-fakta-sebenarnya (diakses pada tanggal 18 April 2021 pukul 21.30)
4
Mutia Fauzia, “Jokowi: MoU Impor Beras dengan Thailand untuk jaga-jaga”
https://money.kompas.com/read/2021/03/26/200307826/jokowi-mou-impor-beras-dengan-
thailand-dan-vietnam-hanya-untuk-jaga-jaga (diakses pada tanggal 18 April 2021 pukul 22.07)

2
penjelasannya kepada awak media, penyerapan beras dari Perum Bulog dinilai kurang
maksimal sehingga Kementerian Perdagangan memutuskan untuk mengimpor beras. Perum
Bulog sendiri bertanggung jawab untuk menjaga iron stock atau stok cadangan beras di angka
1 sampai 1.5 juta ton. Namun, menurut perhitungan Lutfi, stok yang ada bahkan tidak
mencapai 500 ribu ton.5

Menyusul keterangan Menteri Perdagangan di atas, Budi Waseso selaku Direktur


Utama Perusahaan Umum Bulog memberikan keterangan yang berbeda. Ia menyampaikan
keberatannya atas rencana impor beras pemerintah. Hal tersebut dapat memberi beban bagi
Bulog karena mereka masih memiliki stok beras dari impor tahun lalu yang mana kualitas
beras tersebut akan makin menurun apabila dibiarkan menumpuk. Terkait dengan stok beras,
perhitungan dari Bulog sendiri berbeda dari pihak Kementerian Perdagangan. Menurut Budi
Waseso, standar batas aman Cadangan Beras Pemerintah (CBP) telah terpenuhi karena Bulog
dapat mengamankan sekitar 1 juta ton pada musim panen raya 2021. Terhitung hingga bulan
Maret 2021, Bulog memiliki cadangan beras sebanyak 883.585 ton. Pernyataan ini tentu
bertentangan dengan pihak Kementerian Perdagangan. Direktur Utama Perum Bulog itu juga
mempertanyakan indikator dari pihak lain yang menilai penyerapan beras dari Bulog kurang
maksimal. Ia mengingatkan untuk tidak gegabah mengambil kesimpulan dan lebih melihat
persoalan secara menyeluruh.6

Ketika berkaca pada panen raya yang diproyeksikan akan dilakukan pada akhir April
dan Juni nanti, impor beras hanya menimbulkan kemelaratan para petani domestik. Betapa
tidak, membanjirnya beras impor justru membuat harga beras petani domestik menjadi anjlok.
Apalagi di tengah kelesuan ekonomi sekarang ini para petani membutuhkan biaya ekstra
dalam merawat sawahnya karena kenaikan harga pupuk. Namun di sisi lain perlu diakui
bahwa impor beras menguntungkan bangsa Indonesia dari segi ekonomi. Alasanya adalah
karena negera pengekspor beras ke Indonesia nota bene mengalami surplus persediaan beras
sehingga beras diekspor dengan harga yang relatif murah. Selain itu, tidak sedikit juga pihak
yang mengakui bahwa beras impor memilki kualitas lebih dibandingkan dengan beras lokal.

Perbedaan pendapat yang terjadi di pemerintahan ini tak luput dari sorotan
masyarakat. Tak sedikit yang mempertanyakan kejelasan keputusan pemerintah terkait impor
beras. Menurut pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia, Irwansyah, perbedaan
pendapat antar lembaga pemerintah adalah hal yang biasa. Pada kasus ini, Kementerian
Perdagangan berpihak pada pedagang dan Kementerian Pertanian berpihak pada petani.
Mereka berusaha menjalankan fungsinya masing-masing dan adu argumentasi yang terjadi
merupakan suatu bentuk proses demokrasi yang baik. Dalam pernyataannya, Irwansyah

5
Muhammad Idris, “Kukuh Soal Impor Beras, Mendag Sebut Penyerapan Bulog Memprihatinkan”

https://money.kompas.com/read/2021/03/20/091032926/kukuh-soal-impor-beras-mendag-sebut-
penyerapan-Bulog-memprihatinkan (diakses pada tanggal 15 April 2021 pukul 14.05)
6
Ramadhan Aditya, “Bulog Pastikan Jumal Stok Beras Nasional Aman Capai 1 Juta Ton”,
https://www.antaranews.com/berita/2067990/Bulog-pastikan-stok-beras-nasional-aman-capai-1-juta-ton
(diakses pada tanggal 15 April 2021 pukul 14.20)

3
memaparkan bahwa setiap individu memiliki referensi yang berbeda dan dalam demokrasi
yang dinamis akan sulit untuk menentukan keputusan secara solid.7

Aturan Impor Bahan Pokok Menurut Undang-Undang

Polemik mengenai impor beras antar lembaga pemerintah ini sangat menyita
perhatian berbagai kalangan. Lalu bagaimana sebenarnya ketentuan mengenai impor bahan
pokok di Indonesia? Seperti kita ketahui bahwa negara berkewajiban untuk memenuhi dan
menjamin ketersediaan hingga kualitas pangan dalam skala nasional, daerah hingga
perseorangan. Ketentuan mengenai impor bahan pokok sendiri telah diatur dalam Undang-
Undang No. 18 tahun 2012 dan impor bahan pangan merupakan salah satu poin yang wajib
dimuat dalam rencana pangan nasional. Dengan lebih spesifik, pasal 14 dalam Undang-
Undang No. 18 tahun 2012 menyatakan, (1) Sumber penyediaan Pangan berasal dari
Produksi Pangan dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional. dan (2) Dalam hal sumber
penyediaan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum mencukupi, Pangan dapat
dipenuhi dengan Impor Pangan sesuai dengan kebutuhan. 8 Aturan lain yang menyangkut
impor bahan pangan adalah UU No. 19 Tahun 2013 yang merupakan penyempurnaan dari
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.9 Berdasarkan UU No.
19 Tahun 2013 pasal 15 yang berbunyi (1) Pemerintah berkewajiban mengutamakan produksi
Pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. (2) Kewajiban
mengutamakan produksi Pertanian dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui pengaturan impor Komoditas Pertanian sesuai dengan musim panen
dan/atau kebutuhan konsumsi dalam negeri. (3) Dalam hal impor Komoditas Pertanian,
menteri terkait harus melakukan koordinasi dengan Menteri.

Berkaca pada dua ketentuan di atas, pemerintah harus mengutamakan penyerapan


produksi domestik dalam upaya pemenuhan pangan. Sedangkan impor dapat dilakukan
apabila persediaan tidak mencukupi. Kendatipun demikian, dalam kebijakan mengenai impor
komoditas pertanian, kementerian yang terkait tidak dapat mengambil keputusan secara
sepihak. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 19 Tahun 2014,
impor beras hanya dapat dilakukan oleh Bulog dan perusahaan-perusahaan yang ditunjuk
khusus. 10 Maka Kementerian Perdagangan maupun pihak lain yang terkait tidak dapat

7
Tatang Guritno, “Polemik Impor Beras, ke mana seharusnya Pemerintah Berpihak?”,
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/22/17005781/polemik-impor-beras-ke-mana-seharusnya-
kebijakan-pemerintah-berpihak?page=all , (diakses pada tanggal 15 April 2021 pukul 13.25)
8
Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian,
http://bkp.pertanian.go.id/storage/app/media/informasi%20publik/Peraturan/UU/UU_Nomor_18_Tahun_201
2.pdf (diakses pada tanggal 16 April 2021 pukul 21.15)
9
Akademi Cips, http://akademi-cips.org/assets/courseware/v1/6f84e3f7ae5a41eb78a9506b8aa83027/asset-
v1:CIPS+PPI104+2018_T1+type@asset+block/3.1_Undang-
undang_tentang_Pangan_di_Indonesia_dan_Peraturan_Lainnya.pdf (diakses pada tanggal 19 April 2021 pukul
13.15)
10
Ibid

4
mengambil keputusan secara sepihak dan harus berkoordinasi untuk memastikan ketersediaan
bahan pokok yang ada.

Kekhawatiran Kekurangan Cadangan Beras

Kabar tentang akan dibukanya kran impor beras oleh pemerintah cukup
menggegerkan khalayak ramai, terutama di kalangan para petani beras. Pasalnya isu impor
beras ini beriringan dengan masa panen raya pada bulan Maret hingga April, sehingga tidak
mengherankan apabila banyak pihak yang menyayangkan jika Impor beras ini direalisasikan.
Ada pun isu impor beras ini pertama kali diketahui dari paparan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Airlangga Hartarto saat menjadi pembicara pada rapat kerja nasional
Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 4 Maret yang lalu. Pada saat itu, dia
mengatakan bahwa pemerintah harus menjaga stok beras di Perum Bulog sebanyak 1 juta-1,5
juta ton. Dalam paparannya menjelaskan upaya pemenuhan stok itu diantaranya dengan
impor beras. 11 Adapun alasan utama dia kenapa sampai pada opsi membuka kran impor
adalah untuk mengantisipasi cadangan beras dalam negeri pasca adanya program bantuan
sosial beras PPKM dan untuk antisipasi dampak banjir dan pandemi COVID-19. 12 Dalam
pemaparannya itu juga, dia menyampaikan strategi yang akan dilakukan oleh pemerintah
untuk penyediaan beras dalam negeri melalui dua kebijakan. Pertama, dengan melakukan
impor beras sebanyak 500.000 ton untuk cadangan beras pemerintah (CBP) dan 500.000 ton
lagi sesuai kebutuhan Bulog. Kedua, dengan penyerapan gabah oleh Bulog dengan target
setara beras 900.000 ton saat panen raya pada Maret-Mei 2021 dan 500.000 ton pada Juni-
September 2021.13

Di tempat terpisah, hal senada juga disampaikan oleh Menteri Perdagangan


Muhammad Lutfi tentang adanya opsi membuka kran impor beras. Dilansir dari Bisnis.com,
Menteri Perdagangan Lutfi mengatakan rencana impor beras itu bertujuan menjaga stok dan
menstabilkan harga beras. Curah hujan yang tidak menentu menyebabkan tingkat kebasahan
gabah menjadi tinggi, sehingga diperlukan alat pengering guna menjaga kualitas beras tetap
baik dan tahan lama, “Namun tidak tersedianya alat pengering di tingkat petani kecil
menyebabkan penyerapan gabah yang tidak maksimal” ujar Menteri perdagangan
Muhammad Lutfi. Perkataan menteri perdagangan tersebut mengkonfirmasi keluhan di
tingkat petani kecil mengenai tidak adanya mesin pengering. Lokasi penggilingan padi
terbesar di kabupaten Hulu Sungai Selatan merupakan salah satu contoh lokasi pengolahan
padi yang tidak memiliki mesin pengering padi yang mengakibatkan pemilik mengalami
kerugian hingga 10 juta14. Pemerintah, kata dia, memelukan iron stock atau cadangan untuk
memastikan pasokan terus terjaga. Menurutnya, sebagai cadangan, beras impor tersebut tidak
akan digelontorkan ke pasar saat periode panen raya, melainkan ketika ada kebutuhan

11
Yohana Artha Uly. “Polemik Impor Beras: Lufti Pasang Badan, Buwas Buka-bukaan, Jokowi Angkat Suara”.
https://money.kompas.com/read/2021/03/27/083500326/polemik-impor-beras-lutfi-pasang-badan-buwas-buka-
bukaan-jokowi-angkat-suara?page=all (dikutip pada Kamis, 15 April 2021, pukul 07.24 WIB)
12
Ibid.
13
Ibid.
14
Tribunnews. 2020. “Tak Ada Alat Penggiling, Stok Padi Terbesar di HSS Terancam Busuk”
https://banjarmasin.tribunnews.com/2020/11/06/tak-ada-alat-pengering-stok-padi-di-penggilingan-padi-
terbesar-di-hss-terancam-membusuk (dikutip pada jumat, 23 April 2021, pukul 14.27 WIB)

5
mendesak sepserti bansos ataupun operasi pasar untuk stabilisasi harga, meskipun ada
kebijakan impor, dia mengatakan harga beras yang diserap Bulog pada petani nasional tidak
akan diturunkan.15

Berdasarkan perhitungannya, stok Bulog saat ini hanya sekitar 800.000 ton. Sebanyak
270.000-300.000 ton dari stok tersebut merupakan hasil impor tahun 2018 yang lalu. Adapun
beras sisa impor itu berpotensi mengalami penurunan mutu. Artinya, tanpa menghitung beras
sisa impor maka stok beras Bulog hanya berkisar 500.000 ton. Di sisi lain, penyerapan gabah
Bulog belum optimal pada masa panen raya. Hingga pertengahan Maret serapan gabah setara
beras baru mencapai 85.000 ton dari perkiraan harusnya 400.000-500.000 ton. “Ini
menyebabkan stok Bulog pada saat ini jadi yang paling rendah dalam sejarah” ujar Lutfi.
Rendahnya penyerapan yang dilakukan oleh Bulog bukan semata-mata karena kelalaian
Bulog. Hal ini dikarenakan Perum Bulog sendiri memiliki aturan teknis yang mesti dipatuhi
untuk membeli gabah petani.

Berdasarkan Permendag No. 24 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Pembelian


Pemerintah (HPP) untuk Gabah atau Beras, gabah yang bisa dibeli oleh Bulog maksimal
mengandung kadar air sebesar 25% dengan harga Rp4.200,00 per kilogram di petani atau
Rp4.250,00 per kilogram di penggilingan. 16 Berdasarkan peraturan tersebut, maka hanya
gabah yang memenuhi syarat saja yang bisa diserap oleh Perum Bulog. Akan tetapi, melihat
situasi cuaca saat ini, dimana curah hujan amat tinggi kemungkinan besar rata-rata gabah
petani memiliki kadar air yang berlebih. Hal ini pun ditakutkan akan membuat Perum Bulog
tidak dapat menyerap dengan maksimal gabah dari petani. Kendatipun demikian, Mendag
Lutfi menekankan, apa bila Bulog mampu menyerap beras petani dalam negeri mencapai stok
1 juta-1,5 juta ton, maka rencana impor beras tidak akan direalisasikan.

Bertolak belakang dengan hal tersebut, data BPS menunjukkan bahwa produksi gabah
kering giling (GKG) diproyeksikan meningkat 26,88% pada Januari-April 2021 dibandingkan
periode yang sama pada tahun 2020 lalu, menjadi 25,37 juta ton gabah atau setara 14,54 juta
ton beras. Data BPS juga menunjukkan bahwa produksi beras nasional dapat memenuhi
kebutuhan sekitar 29 juta ton per tahun. Produksi beras nasional pada tahun 2019 mencapai
31,31 juta ton dan meningkat menjadi 31,33 juta ton pada tahun 2020. Selain itu, masa panen
raya yang akan berlangsung sepanjang bulan Januari-April berpotensi menimbulkan surplus
4,8 juta ton beras. Hal ini tentunya akan membuat harga gabah dan beras di pasaran menjadi
turun. Stok beras Perum Bulog per 14 Maret 2021 masih cukup banyak yaitu mencapai
883.585 ton. Sebanyak 859.877 ton di antaranya merupakan cadangan beras pemerintah
(CBP) dan sisanya adalah beras komersial Perum Bulog. 17 Dari data tersebut, dapatlah

15
Amanda Kusumawardhani. “Stok Beras Ada, DPR Sebut Rencana Impor Beras Tak Tepat”.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20210317/12/1368836/stok-masih-ada-dpr-sebut-rencana-impor-beras-tak-
tepat (dikutip pada Senin, 19 April 2021, pukul 08.51 WIB)
16
Menteri Perdagangan Republik Indonesia.
https://ews.kemendag.go.id/file/policy/Permendag%2024_2020.pdf (dikutip pada Kamis, 15 April 2021, pukul
20.32 WIB)
17
Surya, T. Ade. 2021. “Polemik Kebijakan Impor Beras Tahun 2021”,
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-XIII-6-II-P3DI-Maret-2021-247.pdf, diakses
pada 23 April 2021 pukul 22.37 WIB.

6
dikatakan bahwa ketersediaan beras domestik tahun 2021 mencukupi. Data BPS tersebut
seharusnya menjadi acuan pemerintah dalam menelurkan kebijakan impor. Kebijakan impor
mesti ditinjau kembali untuk menentukan timing yang tepat agar tidak terjadi surplus yang
dapat menurunkan kualitas beras.

Terlepas dari segala dinamika yang ada, kebijakan impor beras yang akan dilakukan
oleh pemerintah sebenarnya sangat bisa dipahami. Pemerintah berupaya memperkuat
ketahanan stok beras nasional sekaligus untuk mengantisipasi kurangnya pasokan dan
lonjakan harga beras akibat “permainan” spekulan. Selain itu, pemerintah juga berupaya
untuk mendapatkan keistimewaan melalui MoU ekspor beras agar menjadi prioritas oleh
negara pengimpor seandainya memerlukan tambahan stok beras melalui pengadaan luar
negeri18.

- Mekanisme Penyerapan Cadangan Beras dari Petani ke Bulog


Pengadaan beras
Pengadaan beras yang dikelola oleh Perum Bulog berasal dari pengadaan dalam
negeri dan luar negeri. Pemerintah lebih mengutamakan pengadaan produksi gabah atau beras
dalam negeri. Sumber pasokan beras dari dalam negeri memiliki mekanisme sebagai berikut:

Dari gambar 1.a dan 1.b terlihat bahwa mekanisme pengadaan telah terjadi perubahan
dari skema lama kepada skema baru. Pada skema lama, gabah hasil produksi petani dengan

18
T, Ade Surya. 2021. “Polemik Kebijakan Impor Beras Tahun 2021”. Info Singkat. Vol. XIII,
No.6/II/Puslit/Maret/2021
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-XIII-6-II-P3DI-Maret-2021-247.pdf (dikutip
pada Kamis, 15 April 2021, pukul 20.56 WIB)

7
kualitas sesuai standar dijual kepada dua pihak, yaitu pemasok/mitra kerja Perum Bulog dan
Satuan kerja pengadaan gabah/beras dalam negeri. Gabah/beras yang sudah di tangan kedua
pembeli tersebut sebagian besar (95%) dialokasikan untuk Public Service Obligation (PSO)
dan sisanya (5%) untuk komersial. Beras PSO dialokasikan untuk Cadangan Beras
Pemerintah (CBP), Raskin/Rastra dan lain-lain. Sementara beras komersial disalurkan atau
dijual untuk pasar umum. Dengan skema baru terjadi beberapa perubahan, yaitu gabah/beras
yang dibeli oleh dua pihak seperti pada skema lama, kualitas gabah/berasnya bukan hanya
satu standar saja, tetapi beragam kualitas. Gabah/beras yang dari kedua pihak tersebut
kemudian dilakukan pemeriksaan kualitasnya untuk tujuan komersial, dan diolah kemudian
dialokasikan untuk PSO dan Komersial. Skema baru ini ditujukan agar kualitas beras yang
berasal dari pengadaan lokal lebih baik.19
Dalam rangka menjamin ketersediaan stok pangan yang cukup terutama beras untuk
kebutuhan penyaluran di seluruh wilayah Indonesia dan turut berperan serta dalam usaha
memberdayakan dan mengembangkan kondisi ekonomi sosial masyarakat/lingkungan sekitar,
maka Perum Bulog membuka Program Kemitraan melalui:
- Mitra Kerja Pengadaan (MKP) dalam Negeri.
Mitra Kerja Pengadaan selanjutnya disebut MKP adalah perusahaan yang berbadan
hukum, badan usaha atau usaha perseorangan dan Kelompok Tani atau Gabungan
Kelompok Tani (Poktan/Gapoktan) yang memenuhi persyaratan untuk melakukan
kerja sama pengadaan gabah/beras dan pangan lainnya.
- On-Farm
Program kemitraan On-Farm diselenggarakan dalam rangka kegiatan pengembangan
usaha guna memberikan kontribusi bagi perusahaan dan mendukung kegiatan
pelayanan publik serta mensukseskan Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis
Korporasi (GP3K) yang merupakan program kerja Kementerian Badan Usaha Milik
Negara untuk mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional.20

Keuntungan Impor Beras dari Kaca Mata Ekonomi

Kebijakan impor beras pada umumnya berintensi untuk mengisi cadangan beras
dalam negeri sekaligus menstabilkan harga beras apabila terjadi pasang surut harga dalam
negeri. Impor beras selama pandemi COVID-19 dapat menutupi kekurangan stok beras
karena memberikan cadangan pangan dalam negeri. Impor sangat dibutuhkan mengingat
ketahanan pangan yang sewaktu-waktu bisa menurun akibat pandemi COVID-19.
Berdasarkan catatan Badan Keahlian DPR RI tahun 2018, meskipun stok beras melimpah dan
surplus, serta berpeluang terjadinya panen raya dalam waktu dekat, impor beras masih
diperlukan untuk memenuhi cadangan beras nasional. Cadangan tersebut sewaktu-waktu bisa
digunakan pemerintah untuk menstabilkan harga, penanggulangan keadaan darurat,

19
Rusono, Nono. 2019. “Kebijakan Penguatan Pengelolaan Stok Beras Pemerintah”. Pangan, Vol. 28 No. 3
Desember 2019: 227-238 (dikutip pada Kamis, 15 April 2021, pukul 21.16 WIB)
20
http://www.Bulog.co.id/bisnis/kemitraan/ (diakses pada Jumat, 16 April, pukul 08.48 WIB)

8
masyarakat miskin, kerawanan pangan, dan keadaaan tertentu yang ditetapkan oleh
pemerintah.21

Pada konteks pandemi COVID-19, impor beras dimaksudkan untuk memitigasi


terjadinya defisit stok beras di tengah kemerosotan ekonomi para petani. Menurut Dodik
Ridho Nurrochmat, Direktur Kajian Strategis Kebijakan Pertanian (KSKP) Institut Pertanian
Bogor (IPB), kebijakan impor beras dari pemerintah beberapa waktu lalu memiliki sasaran
untuk memberikan harga subsidi bagi petani lokal. Petani tidak dirugikan karena beberapa
negara yang mengekspor beras ke Indonesia mengalami surplus produksi beras sehingga
harga jualnya menjadi lebih murah, sementara harga beras lokal semakin naik selama
pandemi. Hal tersebut dimanfaatkan pemerintah untuk menstabilkan harga pasar dengan
menjual kembali beras impor dengan harga beras lokal sehingga petani lokal tidak dirugikan.
Hal ini mesti dibarengi pengingkatan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang dapat
meningkatkan harga gabah di kalangan petani domestik sehingga memantik petani untuk
meningkatkan produksi padi.

Impor beras juga menguntungkan konsumen karena harga yang terjangkau.


Bertambahnya penawaran beras akibat pasokan beras impor menimbulkan turunnya harga
jual. Dengan ini konsumen dapat memenuhi kebutuhan pangannya. Menurut penelitian Azziz
(2006), impor beras memengaruhi penurunan harga beras dalam negeri. Di Sumatera Utara
pada tahun 2007 sampai 2011, harga beras secara umum fluktuatif dan pada Februari 2011
harga beras dalam negeri mencapai Rp8.714,00 per kilogram yang merupakan harga beras
tertinggi untuk kategori beras IR-64. Harga tersebut terlampau tinggi dibandingkan harga
beras impor yang hanya mencapai Rp4.748,00 per kilogram. 22 Fakta tersebut membuat
pemerintah lebih memilih impor sambil mengintensifkan produksi beras domestik. Dalam hal
ini pemerintah dapat memberikan subsidi harga dan juga pupuk demi menunjang intensifikasi
produksi beras. Tentunya, pilihan impor tidak salah jika sedang berada pada kelesuan
ekonomi akibat pandemi COVID-19 yang direpresentasikan dengan fenomena inflasi.

Prinsip Keadilan Menurut John Rawls dan Utilitarianisme

Kebijakan mengenai impor 1 juta ton beras pada tahun 2021 ini mungkin bisa kita
lihat dari persepektif utilitarianisme. Menurut Jeremy Bentham, suatu tindakan yang benar
adalah yang memaksimalkan manfaat maupun kegunaan tertentu yang ditimbulkan. Istilah
“the greatest good for the greatest number” menjadi patokan utama dalam pemikirannya
mengenai tindakan. Bahwa suatu keputusan yang terbaik adalah yang memberikan manfaat
terbesar kepada mayoritas masyarakat. Dari pandangan Jeremy Bentham tersebut, kemudian
diturunkan suatu pendekatan dalam menimbang manfaat dari suatu keputusan publik yaitu

21
Nasution, Marlihot. 2018. “Beras Berlimpah dan Surplus, Kenapa Harus Impor?”, BULETIN APBN Edisi 4
Vol.III. Maret 2018, https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apbn-public-
52.pdf, diakses pada 16 April 2020 pukul 16.26 WIB.
22
Azhar, Muhammad dkk. 2011. “Hubungan Impor Beras dengan Harga Domestik Beras dan Produksi Beras di
Sumatera Utara”, https://media.neliti.com/media/publications/15074-ID-hubungan-impor-beras-dengan-harga-
domestik-beras-dan-produksi-beras-di-sumatera.pdf, diakses pada 16 April 2021 pukul 18.48 WIB.

9
Analisis Manfaat-Biaya (Cost-Benefit Analysis).23 Secara singkat, kita dapat memperkirakan
bahwa rencana impor beras oleh pemerintah berkaitan dengan kekhawatiran akan kekurangan
cadangan beras dan potensi kenaikan harga akibat adanya spekulan. Tentunya kestabilan
harga merupakan faktor yang sangat penting mengingat konsumsi beras merupakan
kebutuhan primer yang harus dijamin oleh negara. Masyarakat Indonesia sebagai salah satu
konsumen beras terbesar di dunia menjadi patokan utama pemerintah dalam melakukan
pengambilan keputusan. Oleh karena itu, bagi pemerintah, melalukan impor beras dapat
membantu mengontrol harga pasar yang dapat menguntungkan pihak konsumen. Sedangkan
para produsen petani mengambil posisi yang kurang menguntungkan dalam kebijakan
tersebut. Pemerintah merasa keputusan impor beras memiliki manfaat terbesar karena
konsumen beras merupakan pihak mayoritas apabila dibandingkan dengan petani kecil yang
berperan sebagai produsen. Oleh karena itu bagi pemerintah, konsumen harus tetap
diutamakan. Hal ini sesuai dengan prinsip utilitarianisme bahwa dalam suatu tindakan
maupun perbuatan akan dinilai baik secara moral apabila tidak hanya memberikan manfaat
terbesar bagi sedikit orang, melainkan juga bagi sebagian besar individu.

Perspektif mengenai keadilan dalam kasus ini dapat juga kita lihat menggunakan
gagasan John Rawls. Menurut John Rawls sendiri, dalam bukunya yang berjudul “Teori
Keadilan”, menggagas prinsip keadilan sebagai suatu kewajaran. Menurutnya fungsi struktur
masyarakat adalah untuk mendistribusikan keadilan secara merata terutama melalui distribusi
barang pokok/barang primer. Pemenuhan barang primer ini merupakan hal yang sangat
penting dalam mendefinisikan keadilan, karena barang primer berkaitan dengan hak-hak yang
sangat mendasar bagi kehidupan manusia. Prinsip keadilan menurut John Rawls sendiri
meliputi: prinsip kebebasan yang sebesar-besarnya, yaitu kebebasan beragama, berbicara,
berpolitik, mempertahankan barang pribadi, dll. Prinsip kedua, terdiri dari dua bagian yaitu
prinsip perbedaan dan prinsip persamaan yang adil. Prinsip perbedaan mengandung arti
bahwa perbedaan sosial dan ekonomi harus diukur agar memberikan manfaat yang paling
besar bagi mereka yang memiliki kondisi perekonomian yang kurang beruntung. Sedangkan
prinsip persamaan yang adil atas kesempatan dapat mengandung artian bahwa ketimpangan
sosial-ekonomi harus disesuaikan dengan pemberian manfaat bagi kalangan yang
berkekurangan sehingga menciptakan kesempatan yang sama dan adil bagi semua
masyarakat.24 Oleh karena itu, wacana impor beras di Indonesia perlu kita lihat dari aspek
perbedaan, yang mana mengandung arti bahwa perbedaan sosial dan ekonomi harus diukur
dengan besarnya manfaat bagi mereka yang paling kurang beruntung yang dalam kasus ini
adalah para petani.

Berdasarkan survei Angkatan Kerja Nasional (Sajernak) pada bulan Agustus 2018
diperkirakan sekitar 28,79% penduduk Indonesia menggantungkan kehidupannya pada
sektor pertanian. Maka dari itu, dari data tersebut bisa kita katakan bahwa Indonesia adalah
negara agraris karena sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap

23
University, H. (Sutradara). (2009). Justice: Whats The Right Thing To Do?
24
Fattah, D. (2013). Teori keadilan menurut john rawls. Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik
Islam, 9(2), 30-45

10
tenaga kerja. Merupakan suatu ironi apabila pemerintah melakukan impor beras sedangkan
Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Disamping itu, produksi beras di Indonesia pun
tidak pernah mengalami kekurangan dan selalu terjadi surplus terhadap kebutuhan konsumsi
masyarakat. Hal tersebut senada dengan data BPS yang memperlihatkan dalam tiga tahun
terakhir produksi beras dalam negeri selalu melebihi kebutuhan yang ada.25 Karena itu, impor
bukan merupakan solusi yang terbaik dalam menjaga kestabilan harga dan kesejahteraan
petani, namun yang diperlukan adalah adanya pemaksimalan penyerapan beras oleh Perum
Bulog guna mencukupi cadangan beras di waktu paceklik nantinya.

Kesimpulan

Wacana mengenai impor beras apabila dilihat dari aspek legalitas merupakan hal yang
diperbolehkan. Dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2012 pasal 14 ayat (2) menyatakan
Dalam hal sumber penyediaan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
mencukupi, Pangan dapat dipenuhi dengan Impor Pangan sesuai dengan kebutuhan. Oleh
karena itu, impor beras boleh saja dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi cadangan
pangan minimal. Akibat curah hujan yang tidak menentu, menyebabkan tingkat kebasahan
gabah menjadi tinggi, sehingga diperlukan alat pengering guna menjaga kualitas beras tetap
baik dan tahan lama, “Namun tidak tersedianya alat pengering di tingkat petani kecil
menyebabkan penyerapan gabah yang tidak maksimal” ujar Menteri perdagangan
Muhammad Lutfi. Perkataan menteri perdagangan tersebut mengkonfirmasi keluhan di
tingkat petani kecil mengenai tidak adanya mesin pengering. Lokasi penggilingan padi
terbesar di kabupaten Hulu Sungai Selatan merupakan salah satu contoh lokasi pengolahan
padi yang tidak memiliki mesin pengering padi yang mengakibatkan pemilik mengalami
kerugian hingga 10 juta. Kebijakan impor beras oleh karena itu sangat bisa dipahami.
Pemerintah berupaya memperkuat ketahanan stok beras nasional sekaligus untuk
mengantisipasi kurangnya pasokan dan lonjakan harga beras akibat “permainan” spekulan.
Namum, wacana impor beras di Indonesia juga perlu kita lihat dari sisi keadilan dan aspek
perbedaan, yang mana mengandung arti bahwa perbedaan sosial dan ekonomi harus diukur
dengan besarnya manfaat bagi mereka yang paling kurang beruntung yang dalam kasus ini
adalah para petani.

Terlepas dari semua itu, pemerintah hendaknya mengeluarkan suatu wacana ataupun
kebijakan berdasarkan data dan bukti yang terbaru. Dalam kasus ini misalkan, pemerintah
seharusnya mengeluarkan kebijakan tentang impor beras setidaknya disaat panen raya hampir
ataupun sudah selesai. Jika data di lapangan menunjukkan bahwa beras yang diproduksi pada
panen raya kali ini tidak mencukupi, maka barulah pemerintah mengeluarkan kebijakan akan
melakukan impor beras. Pada kenyataannya, pernyataan pemerintah sangat berpengaruh pada
psikologi pasar. Alhasil, harga gabah dari petani pun menjadi anjlok, padahal panen raya ini
merupakan salah satu harapan dari para petani untuk dapat meraup keuntungan yang cukup
untuk mencukupi kebutuhan kehidupan mereka.

25
Dedy Susanto. 2018. “Masikah Indoensia Negara Agraris?”. Diakses dari: https://news.detik.com/kolom/d-
4304718/masihkah-indonesia-negara-agraris pada 19 April 2021 pukul 13:26 WIB.

11
PERNYATAAN SIKAP

Maka dari itu, berdasarkan uraian komprehensif di atas, Badan Eksekutif


Mahasiswa Universitas Sanata Dharma melalui Kementerian Sosial Politik 2021
menyatakan sikap untuk:
- Menganjurkan pemerintah untuk lebih mempertimbangkan sisi keadilan bagi petani
kecil dalam mengeluarkan kebijakan impor.
- Menyarankan pemerintah agar penyerapan gabah dari petani ke Bulog untuk lebih
dimaksimalkan.
- Menyarankan pemerintah untuk menggeluarkan kebijakan impor berdasarkan data
yang terbaru.

12

Anda mungkin juga menyukai