Tanggal 2 November 2023 sebanyak 3.500 ton beras impor asal Kamboja dilaporkan sudah
masuk Indonesia, lewat pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Targetnya total ada 10.000 ton
beras yang akan dikirimkan Kamboja, yakni 7.000 ton untuk Jawa Tengah (Jateng) dan 3.000 ton
untuk Sumatera Utara. Disebutkan, realisasi impor ini adalah salah satu
hasil pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Manet pada
4 September 2023 lalu. Menurut Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas)/ National Food
Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi, ini adalah pertama kali beras impor asal Kamboja masuk ke
Indonesia sejak adanya Memorandum of Understanding (MOU) 11 tahun lalu antara Kamboja
dan Indonesia. Beras impor asal Kamboja itu akan mengisi cadangan pangan pemerintah (CPP),
yang akan digunakan sebagai sumber bantuan beras dan juga untuk menjaga ketahanan stok yang
ditarget minimal 1 juta ton pada akhir tahun 2023.
Penyaluran beras bulog ini dilakukan ke seluruh Jateng melalui empat cabang, yakni cabang
Semarang, Surakarta, Pati, Pekalongan. Walaupun alokasi beras impor sudah tiba, Arif menyebut
kebutuhan untuk penyaluran 2023 di Jateng masih kurang. Stok beras Jateng di awal tahun agak
sedikit, kemudian serapan produksi dalam negeri kecil hanya 130.000 ton. Sementara kebutuhan
Jateng 235.000 ton. Lebih lanjut, Arif menyebut kenaikan harga beras tidak hanya disebabkan
kurangnya suplai, tapi juga faktor lainnya, seperti kenaikan harga BBM. Meski begitu ia
mengklaim harga beras perlahan turun, dan tidak mengalami kenaikan lagi.
Source: CNBC Indonesia, 2 November 2023; Kompas, 2 November 2023
Kuota Penangkapan Ikan Bisa Memicu Penurunan Sumberdaya Ikan
Kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota akan dimulai awal tahun 2024. Namun,
kebijakan itu dinilai sejumlah kalangan memicu eksploitasi tangkapan ikan di tengah
permasalahan penangkapan ikan berlebih. Manager Human Right Destructive Fishing Watch
(DFW) Indonesia Miftahul Choir menyoroti arah kebijakan penangkapan ikan terukur.
Penangkapan ikan terukur memberikan kuota tangkapan ikan bagi industri, termasuk penanaman
modal asing. Sementara itu, Indonesia menghadapi tantangan persoalan penangkapan ikan
berlebih yang ditandai produksi ikan menurun.
Selama periode 2014-2019, pemerintah pernah menggulirkan rangkaian kebijakan untuk
menekan penangkapan ikan berlebih. Kebijakan itu di antaranya moratorium izin kapal buatan
luar negeri, pelarangan alih muatan kapal (transshipment) di tengah laut, serta larangan kapal
ikan berukuran di atas 150 gros ton (GT) untuk melaut di zona ekonomi eksklusif, serta melarang
modal asing dalam usaha kapal penangkapan ikan melalui daftar negatif investasi. Kebijakan itu
dinilai mendorong pemulihan sumber daya ikan dan menekan penangkapan berlebih. Akan
tetapi, kebijakan tersebut mulai dihapuskan sejak 2020, antara lain pencabutan moratorium dan
larangan transshipment. Terkini adalah adanya kebijakan penangkapan ikan terukur yang
membuka kuota lebih besar dan penanaman modal asing bagi industri kapal penangkapan ikan.
Legitimasi itu dikhawatirkan hanya menguntungkan industri besar untuk mengakses sumber
daya laut, tetapi menghambat upaya pemulihan sumber daya ikan.
Akademisi Universitas Pattimura, Saiful Gazali, mengemukakan, kebijakan penangkapan ikan
terukur perlu diikuti dengan proses transformasi informasi ke nelayan tradisional, terutama
nelayan di pelosok. Masih banyak nelayan belum memahami aturan yang dibuat pemerintah
pusat meski sudah hampir diterapkan. Digitalisasi yang diusung pemerintah dalam prosedur
penangkapan ikan terukur harus becermin pada kondisi sejumlah daerah yang masih minim daya
dukung listrik. Jarak dari sentra nelayan di pulau-pulau kecil ke provinsi terdekat juga sangat
jauh untuk mengurus pendaftaran kapal ataupun perizinan.
Source: Kompas, 30 October 2023
Peremajaan Sawit Rakyat untuk Tingkatkan Produktivitas Perkebunan Petani Kecil
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)/ Palm Oil Fund Management
Agency menyatakan program peremajaan sawit rakyat (PSR) merupakan inisiatif penting yang
bertujuan meningkatkan produktivitas perkebunan milik petani kecil. Direktur Eksekutif
BPDPKS Eddy Abdurrachman pada giat Indonesia Palm Oil Conference and 2024 Price Outlook
(IPOC) ke-19 di Bali, Kamis (2/11/2023) menyatakan bahwa tujuan utama program ini adalah
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani kecil, sambil memanfaatkan sekitar dua juta
hektare lahan perkebunan yang potensial. Program ini telah mencapai kemajuan yang signifikan
dalam beberapa tahun terakhir, dan dana sebesar Rp8,5 triliun telah didistribusikan kepada lebih
dari 306.000 hektare lahan dan memberikan manfaat kepada lebih dari 134.000 petani kecil.
Melalui program PSR ini lebih dari 200.000 hektare lahan sudah ditanami kembali, dan lebih
dari 100.000 hektare dalam proses pembersihan lahan. Dana sebesar Rp30 juta per hektare telah
membantu petani selama proses peremajaan kembali. Keberlanjutan program ini menjadi hal
yang mendesak. Peserta program diimbau untuk memperoleh sertifikasi Indonesian Sustainable
Palm Oil (ISPO) pada saat panen pertama kali.
Meskipun program ini telah membawa dampak ekonomi yang positif, masih terdapat tantangan.
Salah satu masalah utama adalah kesenjangan finansial antara distribusi dana penanaman
kembali dan fase produksi, yang membuat petani kecil enggan berpartisipasi. Sementara itu,
tantangan lainnya di antaranya perlunya revitalisasi infrastruktur, fluktuasi biaya pupuk dan
pestisida, kelangkaan bibit, kurangnya pengetahuan dalam praktik pertanian yang baik serta
masalah waktu pengiriman dan komitmen juga menghambat kesuksesan program. Menurut dia,
beberapa strategi dan inovasi telah diperkenalkan untuk mengatasi tantangan ini dan
mempercepat program. Langkah-langkah ini termasuk memperluas pasar terkait, meningkatkan
kerja sama dengan pihak-pihak terkait, mengintegrasikan program dengan inisiatif terkait
lainnya, memperbaiki infrastruktur, dan memperkuat proses verifikasi. Ia menekankan bahwa
semua langkah tersebut bertujuan untuk menyederhanakan dan mempercepat proses peremajaan
sawit kembali.
Source: Antara News, 2 November 2023
อินโดนีเซีย & ANRPC จัดทำแถลงการณ์ร่วมเกี่ยวกับยางธรรมชาติ
อินโดนีเซียริเริ่มแถลงการณ์ร่วมเกี่ยวกับความยั่งยืนของสินค้ายางธรรมชาติ
เพื่อตอบสนองต่อการดำเนินการตามกฎหมายต่อต้านการตัดไม้ทำลายป่ า
ของสหภาพยุโรป (EUDR) ในขณะเดียวกัน แถลงการณ์ร่วมดังกล่าวได้รับ
ความเห็นชอบจากประเทศสมาชิกของสมาคมประเทศผู้ผลิตยางธรรมชาติ
(ANRPC)