Anda di halaman 1dari 5

Permasalahan Yang Dihadapi

Sektor Pertanian di Sultra

Sektor pertanian Indonesia tidak pernah lepas dari permasalahan yang setiap
tahunnya selalu membuat petani kesulitan. Ada beberapa aspek yang merupakan
sumber masalah pertanian Indonesia, yaitu aspek kebijakan pemerintah yang dirasa
kurang pro terhadap petani dan justru melemahkan petani, aspek geografi dimana
Indonesia merupakan negara yang rawan bencana alam seperti gempa bumi, banjir
bandang, serta letusan gunung berapi, dan aspek program pemerintah yang belum
tepat sasaran. Misalnya, kebijakan subsidi dalam bentuk benih, pupuk, atau kredit
pertanian yang sering dimanipulasi oknum di daerah dan fasilitas yang tidak
diperhatikan, seperti kualitas irigasi yang rusak, mesin pertanian yang belum
mutakhir, dan kondisi lumbung yang buruk memengaruhi hasil beras yang diproduksi
nantinya.

Akhir-akhir ini sering muncul berita mengenai kebijakan impor pangan,


padahal Indonesia merupakan negara agraris dan negara maritim yang memiliki
sumberdaya melimpah. Nyatanya di era perdagangan bebas ini, batas antarnegara
dalam hal transaksi, khususnya komoditas pangan menjadi semu. Semua pihak dapat
melakukan kegiatan impor/ekspor secara bebas. Namun kebijakan impor pangan ini
merenggut nasib petani dalam negeri dan semakin menghalangi Indonesia dalam
mencapai kedaulatan pangan.
Ilustrasi perdagangan bebas di dunia

Munculnya impor pangan melemahkan petani karena kalah bersaing dengan


produksi pangan luar negeri yang tentunya memiliki tampilan lebih baik, padahal ada
ancaman penyakit atau residu pupuk di dalamnya. Apalagi sejak tahun 2015
diberlakukan ASEAN Economic Community yang merupakan ekonomi terbesar ke-9
di dunia yang mengutamakan pergerakan bebas pada barang, jasa, tenaga kerja
terampil, dan aliran modal yang lebih bebas. Selain impor pangan, berikut
permasalahan yang dihadapi pertanian Indonesia khususnya di Sulawesi Tenggara:

1. Industri Pengolahan Tumbuh Signifikan, sedangkan Sektor Pertanian Sultra


Menghawatirkan

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Aktivitas pabrik pengolahan nikel yang dikelola PT Virtue Dragon Nickel Industry
di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, April 2019.
Sektor industri pengolahan nikel di Sulawesi Tenggara tumbuh signifikan mencapai
16,74 persen pada 2022. Nilai ini merupakan pertumbuhan tertinggi industri
pengolahan dalam tiga tahun terakhir. Tingginya pertumbuhan industri pengolahan ini
didorong pengolahan nikel yang semakin masif beberapa tahun terakhir dan kenaikan
harga nikel di pasar dunia. Sumbangan industri pengolahan nikel terhadap ekspor
Sultra pada 2022 bahkan mencapai 5,826 miliar dollar AS atau 99,92 persen dari total
eskpor.

Namun, dalam kajiannya pada periode 2010-2021, Kepala Laboratorium Ilmu


Ekonomi Universitas Halu Oleo (UHO) Syamsir Nur menjelaskan, kontribusi sektor
pertanian terus mengalami penurunan. Pada 2010, kontribusi sektor ini terhadap
PDRB Sultra mencapai 28,39 persen. Angka ini terus turun setiap tahun sehingga
menjadi 22,87 persen pada 2021. ”Justru sektor sekundernya yang terus tumbuh
signifikan,” ujarnya. Oleh sebab itu, kondisi ini harus diperhatikan betul oleh
pemerintah daerah. Terobosan penting dilakukan agar sektor pertanian dan kelautan
kembali berkembang. ”Industri pengolahan jangan hanya di mineral saja, tetapi juga
di sektor pertanian dan kelautan. Dengan begitu, nilai tambah sektor ini bertambah
dan memberi peluang yang lebih baik untuk masyarakat luas,” ucapnya.

2. Produktivitas Pertanian di Sultra Masih Rendah

Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulawesi Tenggara
(Sultra), Bimo Epyanto mengatakan bahwa sektor pertanian di Sultra masuk dalam
kategori terendah kedua di Indonesia timur. Hal itu berdasarkan data yang
diperoleh BI Sultra. Namun, Dari data, luas lahan di Sultra terbesar dibandingkan
dengan provinsi yang ada di Sulawesi maupun kawasan Sulawesi, Maluku dam
Papua (Sulampua). “Sektor pertanian merupakan salah satu yang menyerap tenaga
kerja,” ucap Bimo di Kendari pada Jumat (27/8/2021).

Menjadi daerah dengan luas lahan tertinggi untuk wilayah Indonesia Timur, tidak
sejalan dengan produktivitas yang masih sangat rendah. Menurutnya, hal tersebut
disebabkan kurang optimalnya pemanfaatan peralatan dan cara penanaman yang
masih bersifat tradisional.

Selain itu, ini juga menandakan dengan luas panen yang sama, jumlah alsintan yang
dibutuhkan Sultra lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa masih rendahnya pemanfaatan peralatan dalam sektor
pertanian. Ia juga menyebutkan bahwa masalah sarana dan prasarana pertanian di
bandingkan dengan Sulawesi Selatan (Sulsel) sangat jauh. Ia mengatakan Sulsel
memiliki 81.804 peralatan, sedangkan Sultra hanya memiliki 15.462 peralatan.

Dengan mendetail secara keseluruhan yaitu traktor roda 2 sebanyak 7.991, traktor
roda 4 sebanyak 332, tresher sebanyak 3.383, dryer 58, pompa 323, tranpalnter
sebanyak 2.542, combine hervester sebanyak 509 dan penggiling padi sebanyak 324.
“Dengan melihat ratio luas panen yang ada di Sultra untuk alat hanya digunakan
sebesar 11,3 persen dan penggiling padi masih di angka 2,1 persen,” tutupnya.
3. Alih fungsi lahan

Lahan Pertanian Kendari Menyempit Akibat Alih Fungsi Lahan

Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), meminta warga,


khususnya petani tidak mengalih fungsikan lahan pertanian menjadi lahan
permukiman. "Sebab kenyataan di lapangan saat ini lahan pertanian yang ada di kota
itu semakin berkurang akibat alih fungsi," kata Kepala Dinas Tanaman Pangan dan
Peternakan Kendari, Sitti Ganef, Kamis (1/1).

Penurunan luas lahan pertanian tersebut, merupakan konsekuensi dari perkembangan


Kota Kendari. Banyak lahan pertanian produktif, kata dia, beralih fungsi untuk
berbagai kepentingan pembangunan. Ia menyebutkan produksi padi di Kota Kendari
selama 2020 sebesar 2.808 ton Gabah Kering Giling (GKG) dengan rata-rata produksi
34,78 kuintal per hektare. "Jumlah produksi padi tersebut berasal dari lahan tanam
seluas 807 hektare milik petani yang ada di Kecamatan Baruga dan Kecamatan
Mandonga," katanya.

Produksi padi tersebut berasal dari dua lokasi persawahan, yakni di Amohalo
Kecamatan Baruga dan Labibia Kecamatan Mandonga. Ia mengaku pemerintah
memberi perhatian serius pada upaya pengembangan pertanian antara lain dengan
pemberian bantuan berupa sarana pertanian dan bantuan pengembangan kapasitas
petani.

"Kami menginginkan petani Kendari menjadi petani sukses dan cerdas, sehingga kami
senantiasa memberikan tambahan pengetahuan dan pelatihan agar bisa meningkatkan
kapasitas mereka," katanya.
4. Akses petani terhadap permodalan

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya dalam aspek program pemerintah yang


kurang pro terhadap petani, salah satunya petani yang kesulitan mengakses modal.
Ditambah lagi tunggakan kredit yang harus diselesaikan petani, padahal sebagian
besar dari mereka adalah petani yang ekonominya sulit. Selain itu persyaratan agunan
kredit KKPE yang berupa sertifikat menghambat penyaluran modal seperti dipublikasi
dari Kementerian Pertanian RI.

Anda mungkin juga menyukai