SKRIPSI
OLEH:
MUHAMMAD HENDI HIDAYAT ROMADHONI
NIM: 180.111.100.231
i
DAFTAR ISI
Sampul Depan…………………………………………………………... i
Daftar Isi………………………………………………………………… ii
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………...… 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………...……... 7
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………… 7
1.4 Kegunaan Penelitian…………………………………………….. 7
1.5 Keaslian Penelitian……………………………………………….. 8
1.6 Metode Penelitian……………………………………................... 11
1.6.1 Jenis Penelitian…………………………………………………11
1.6.2 Pendekatan Penelitian………………………………………... 12
1.6.3 Sumber Bahan Hukum……………………………………….. 12
1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum………………………… 14
1.6.5 Analisis Bahan Hukum………………………………………. 15
1.7 Sistematika Penulisan…………………………………………… 15
Daftar Pustaka………………..………………………………………...17
ii
1.1. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang (selanjutnya disebut sebagai UUD NRI
Tahun 1945) Indonesia adalah negara hukum, maka hal ini menandakan
bahwasannya Negara Indonesia dalam mengendalikan masyarakatnya harus
dengan aturan hukum yang telah ditetapkan dalam Peraturan perundang-
undangan yang telah ditetapkan sebagaimana dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundag-Undangan jo.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-Undangan
yang (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Peraturan Perundang-
Undangan). Hal ini dikarenakan agar terciptaya legalitas hukum serta
mempermudah dalam penegakan hukum di Negara Indonesia.
Dalam Pasal 27 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menjelaskan bahwa
“tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusian”1. Dari isi pasal tersebut maka dapat secra eksplisit
menjelaskan bahwa terkait kebutuhan pangan masyarakat Indonesia sudah
dijamin ketersediaannya oleh negara.
Di Indonesia persoalan ketahanan pangan menjadi salah satu masalah
serius. Pada tahun 1980-an hingga awal tahun 1990-an kebijakan pertanian
Indonesia ditujukan untuk pencapaian swasembada pangan. Namun, ketika
krisis multidimensi yang melanda pada akhir tahun 1997, Indonesia mulai
mengubah arah kebijakan. Pemerintah Indonesia mulai menggabungkan
logika hukum pasar dan insentif ekonomi untuk mendorong produksi
pertanian. Pasca krisis itu pula Indonesia memulai serangkaian reformasi
kebijakan pertanian dan melakukan deregulasi2 kebijakan domestik yang
1
Lihat Pasal 27 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945
2
Deregulasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kegiatan atau proses
menghapuskan pembatasan dan peraturan
1
berasal dari kombinasi kebijakan dan keterikatan Indonesia terhadap World
Trade Organization (selanjutnya disebut dengan WTO).3
Kemudian, dengan terikatnya Indonesia dalam WTO membuat
Pemerintah Indonesia harus meratifikasi beberapa kebijakan di dalamnya,
salah satunya didalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 yang
memusatkan perhatian kepada ketahanan pangan. Sebagai konsekuensi
keanggotaan WTO, Indonesia harus mampu memenuhi beberapa kesepakatan
ekonomi dan politik yang ada dalam Agreement on Agriculture (selanjutnya
disebut dengan AoA), seperti (1) Indonesia harus menerima kesepakatan
perluasan pasar. Indonesia harus siap dengan kenyataan bahwa pasar
domestik akan menerima produk pertanian dari negara lain, demikian juga
sebaliknya. (2) Indonesia harus mengurangi subsidi bagi petani dan pertanian
dengan tujuan agar tidak mendistorsi pasar, (3) Indonesia harus
mengeleminasi peran State Trading Enterprise (STE).4
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan yang
merupakan hasil dari ratifikasi tersebut dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan
dinamika perkembangan kondisi eksternal dan internal, demokratisasi,
desentralisasi, globalisasi, penegakan hukum dan bertentangan dengan
kedaulatan pangan di Indonesia. Sehingga kemudian Pemerintah Republik
Indonesia membuat aturan yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan yang (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Pangan).
Dalam Undang-Undang disebutkan bahwa pangan sendiri merupakan segala
sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan
3
S.L. Magiera dalam Yuniarti (2015) Liberalisasi Sektor Pertanian di Indonesia Dalam
Kerangka World Trade Organization Agreement on Agriculture (WTO-AoA). Jurnal Tranasional
Vol.6 No. 2. Hal 1647
4
Stade Trading Enterprise (STE) didefinisikan sebagai perusahaan pemerintah dan non-
pemerintah, termasuk urusan pemasaran, yang berurusan dengan barang ekspor dan / atau impor.
Pasal XVII dari GATT 1994 adalah aturan pokok dari STE.
2
dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan/atau pembuatan makanan atau minuman.5
Dikutip dari dukcapil.kemendagi.go.id jumlah penduduk Indonesia
pada bulan Juni 2021 adalah sebanyak 272.229.3726. Dari banyaknya
penduduk yang ada di negara Indonesia ini maka kebutuhan pangan yang
harus dipenuhi juga terbilang tinggi sehingga hal ini perlu diupayakan terkait
ketahanan pangan nasional. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun
2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015-2019 mengedepankan “kedaulatan pangan” sebagai salah satu angenda
prioritas nasional sebagai amanat TRISAKTI dan NAWACITA khususnya
pada angina prioritas ke-7 yakni dengan mewujudkan kemandirian ekonomi
dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik7.
Ketersediaan pangan merupakan prasyarat penting bagi keberlanjutan
konsumsi, akan tetapi pada faktanya dalam konteks ketahanan pangan belum
mencukupi, hal ini dikarenakan banyaknya variabel yang berpengaruh untuk
mencapai ketahanan pangan di tingkat daerah. Oleh karena itu, pemerintah
daerah harus melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan
dalam negeri (domestik). Akan tetapi apabila bahan pangan tersebut
mengalami kelebihan maka bahan pangan tersebut dapat diekspor, sebaliknya
jika bahan pangan dirasa kurang maka dapat melakukan proses impor dari
pasar luar negeri8.
Dalam Pasal 12 UU Pangan menyatakan bahwa Pemerintah dan
Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas Ketersediaan Pangan dan
pengembangan Produksi Pangan Lokal di daerah. Kemudian, dalam Pasal 13
UU Pangan menyatakan bahwa Pemerintah berkewajiban mengelola
stabilisasi pasokan dan harga Pangan Pokok, mengelola cadangan Pangan
5
Lihat Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
6
Informasi dikutip dari dukcapil.kemendagri.go.id, 7 Agustus 2021 (Diakses dari situs:
https://dukcapil.kemendagri.go.id/berita/baca/809/distribusi-penduduk-indonesia-per-juni-2021-
jabar-terbanyak-kaltara-paling-sedikit)
7
Andi Amir Husry, “Peran Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Ketahanan Pangan
Nasional”, Jurnal Ilmiah WIDYA Non-Eksakta, Volume 1 Nomor 2, Mei 2020, Hlm. 88.
8
Mewa Ariani, “Penguatan Ketahanan Pangan Daerah Untuk Mendukung Ketahanan
Pangan Nasional”, Pusat Analis Sosial Ekonomi dan Kebiakan Pertanian, Hlm. 25.
3
Pokok Pemerintah, dan distribusi Pangan Pokok untuk mewujudkan
kecukupan Pangan Pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian diketahui perkiraan
ketersediaan pangan strategis nasional untuk bulan Maret hingga Agustus
2020 yakni untuk beras tersedia 25,6 juta ton dari kebutuhan 15 juta ton;
jagung sebanyak 13,7 juta ton dari kebutuhan 9,1 juta ton; bawang merah
tersedia 1,06 juta ton dari kebutuhan 701.482 ton; dan cabai besar tersedia
657.46/ton dari kebutuhan 551.261 ton. Selanjutnya, daging kerbau/sapi
tersedia 517.872ton (290.000ton diantaranya berasal dari impor) dari
kebutuhan 476.035 ton; daging ayam ras 2 juta ton dari kebutuhan 1,7 juta
ton; minyak goreng 23,4 juta ton dari kebutuhan 4,4 juta ton; dan stok gula
pasir yang terdapat di gudang distributor sebanyak 159.000 ton. Meskipun
berdasarkan data Kementerian Pertanian stok pangan nasional mengalami
surplus namun hal ini bukan berarti Indonesia terbebas dari ancaman krisis
pangan. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 belum pasti kapan akan
berakhir.
Dimasa sekarang saat ini pandemic Covid-19 merupakan masa
dimana masyarakat harus memutar otak untuk keberlangsungan untuk
menjalankan hidupnya. Ketahanan pangan dapat tercermin dari perekonomian
suatu negara. Dampak dari masa pandemic ini adalah goyahnya ketahanan
pangan terutama diwilayah Madura. Kebijakan pangan sebagai upaya ntuk
menjamin ketahanan oangan dengan mempersiapkan paskan, diverifikasi,
keamanan, kelembagaan, dan oraganisasi pangan. Indonesia sebagai negara
dengan jumlah penduduk yang besar pada masa pandemi ini menghadapi
permasalahan yang kompleks untuk memnuhi kebutuhan pangan
penduduknya.
Disisi lain sumber daya manusia saat ini dapat dikatakan belum bisa
bersaing dengan sumber daua manusia dari negara lainnya, ini dikarenakan
adanya permasalahan pada pembangunan manusia serta adanya celah yang
dimiliki pemerintahan untuk memnuhi kebutuhan pokok masyarkat inonesia,
terlebih hal pangan. Sekalipun tidak dalam masa pandemi, masalah akan
4
pangan selalu menjadi masalah yang kursial bagi setiap negara. Ditambah
masa pandemic yang terjadi maka pemerintah pusat maupun daerah bekerja
dua kali lebih keras untuk meningkatkan ketahanan pangan.
Di masa pandemic covid-19 secara tidak langsung menganggu sistim
ketahanan pangan. Berdasarkan data pusat nasional bahwa ketenagakerjaan
dibidang pertanian diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 4,87 %,
sedangkan produksi pertanian domestic akan menyusut sebesar 6,2 %. Impor
akan turun sebesar 17,11 % dan harganya akan diperkirakan naik sebesar 1,20
% dalam jangka pended an sebsar 2,42 % pada tahun 2022. Dengan
berkurangnya pasokan dalam negeri dan dari impor, kekurangan pangan dan
infasi harag makanan berpotensi tinggi. Hal ini pun juga akan berdapak luas
bagi setiap wilayah yang berada di Indonesia khususnya diwilayah Madura.
Di Pulau Madura yang memiliki 4 kabupaten di dalamnya salah
satunya seperti Kabupaten Sumenep memiliki sumber daya hayati yang
terbilang tinggi seperti tanaman jagung. Akan tetapi, dengan melimpahnya
tanaman jagung yang ada ini tidak dapat diolah dengan baik dan benar,
sehingga kebutuhan pangan jagung di daerah tersebut kurang merata.
Ketahanan pangan jagung yang rendah ini disebabkan karena sifat produksi
komoditi pangan yang terbilang musiman serta fluktuasi karena kondisi cuaca
dan iklim yang berbeda9.
Dengan banyaknya sumber daya hayati yang dapat dikatakan sangat
tinggi seperti tanaman jagung di Kabupaten Sumenep dan juga mengamalkan
Pasal 12 UU Pangan bahwa pemerintah daerah bertanggung jawab atas
ketersediaan pangan dan pengembangan produksi pangan lokal di daerah
maka Pemerintah Kabupaten Sumenep harus dapat menjamin ketersediaan
pangan di daerah Kabupaten Sumenep.
Pemerintah Kabupaten Sumenep dalam hal memenuhi ketersedian
pangan di daerah sebenarnya telah mengeluarkan kebijakan dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perlindungan
9
Yanuar Fiandana, Mochammad Makmur, Imam Hanafi, “Strategi Pemerintah Derah
Dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan Daerah (Studi pada Kabupaten Malang), Jurnal
Administrasi Publik (JAP), Volume 3, Nomor 10. Hlm. 1792.
5
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Namun, dalam peraturan daerah
tersebut sebatas mengenai mekanisme perlindungan lahan pertanian pangan
dan belum mampu menjamin ketersediaan pangan di Kabupaten Sumenep.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa dalam menjamin
ketahanan pangan di Kabupaten Sumenep, maka perlu adanya kebijakan
ataupun peraturan daerah agar dapat menjamin ketersediaan pangan di
Kabupaten Sumenep.
6
7
perlindungan alih
fungsi lahan
pertanian pangan
berkelanjutan
belum terlaksana.
2. Fatmie Regulasi Bagaimana Pemda Jawa
Utarie Pemerintah regulasi Barat telah
Nasution Daerah Jawa ketahanan pangan berupaya
Jurnal, Barat Mengenai di Jawa Barat? mengenai
Fakultas Kebijakan ketahanan pangan
Hukum ,U Ketahanan dengan
niversitas Pangan Dan menetapkan Perda
Padjajaran, Dalam Provinsi Jawa
2019 Perealisasianya Barat No 4 Tahun
Untuk 2012
Memenuhi
Kebutuhan
Pangan
Masyarakat
Jawa Barat
pemerintah selaku
pemangku
kewenangan
maupun petani
sebagai
pelaksana. Lebih
lanjut, permen
LHK No.33
Tahun 2016
yang memuat
arahan
pelaksanaan
adaptasi
perubahan iklim
merupakan
kebijakan
pendukung
pelaksanaan.
Pedum tersebut
pada tataran
pelaksana, petani
terbantu dengan
adanya dukungan
insfrastruktur
maupun kebijakan
daerah
Sumber : Penelitian Sebelumnya
Perbedaan dari ketiga penilitian diatas dengan penelitian ini yakni yang
pertama oleh Lisa Novita Akadir terkait tanggung jawab pemerintah daerah
dalam perlindungan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan, Kedua
oleh Fatmi Utarie Nasution terkait regulasi Pemda Jawa Barat dalam
kebijakan Ketahanan Pangan, Ketiga, oleh Perdinan tentang adaptasi
perubahan iklim dan regulasi mengenai ketahanan pangan . Sedangkan dalam
penelitian ini akan membahas mengenai pertanggungjawaban pemda dalam
mengupayakan adanya ketersedian pangan khusus di Kabupaten Sumenep.
10
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Surabaya : Prena Meda Group, 2016),
hlm. 137
12
Dalam hal ini bahan hukum yang dipakai didalam penelitian ini
ialah:
1. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang
mempunyai otoritas (autoritatif) peraturan perundang-
undanagan.
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2012 Tentang Pangan
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2015 Tentang Ketahanan Pangan dan Gizi
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86
Tahun 2019 Tentang Keamanan Pangan
e. Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 2
Tahun 2018 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Berkelanjutan
2. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder, terdiri dari bahan yang dapat
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,
11
Ibid. Hlm 181.
12
Ibid, Hlm 196
13
13
Ibid, hlm 237.
14
Ibid, hlm 241
14
DAFTAR PUSTAKA
Andi Amir Husry, “Peran Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Ketahanan
Pangan Nasional”, Jurnal Ilmiah WIDYA Non-Eksakta, Volume 1
Nomor 2, Mei 2020
Dukcapil.kemendagri.go.id, 7 Agustus 2021 (Diakses dari situs:
https://dukcapil.kemendagri.go.id/berita/baca/809/distribusi-penduduk-
indonesia-per-juni-2021-jabar-terbanyak-kaltara-paling-sedikit)
Mewa Ariani, “Penguatan Ketahanan Pangan Daerah Untuk Mendukung
Ketahanan Pangan Nasional”, Pusat Analis Sosial Ekonomi dan
Kebiakan Pertanian, Hlm. 25.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Surabaya : Prena Meda
Group,2016).
S.L. Magiera dalam Yuniarti (2015) Liberalisasi Sektor Pertanian di Indonesia
Dalam Kerangka World Trade Organization Agreement on Agriculture
(WTO-AoA). Jurnal Tranasional Vol.6
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Yanuar Fiandana, Mochammad Makmur, Imam Hanafi, “Strategi Pemerintah
Derah Dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan Daerah (Studi pada
Kabupaten Malang), Jurnal Administrasi Publik (JAP), Volume 3,
Nomor 10.