Anda di halaman 1dari 16

PERPERTANGGUNGJAWABAN PEMERINTAH DAERAH

DALAM MENGUPAYAKAN KETAHANAN PANGAN DI


KABUPATEN SUMENEP

SKRIPSI

OLEH:
MUHAMMAD HENDI HIDAYAT ROMADHONI
NIM: 180.111.100.231

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
FAKULTAS HUKUM
BANGKALAN
2021

i
DAFTAR ISI

Sampul Depan…………………………………………………………... i
Daftar Isi………………………………………………………………… ii
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………...… 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………...……... 7
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………… 7
1.4 Kegunaan Penelitian…………………………………………….. 7
1.5 Keaslian Penelitian……………………………………………….. 8
1.6 Metode Penelitian……………………………………................... 11
1.6.1 Jenis Penelitian…………………………………………………11
1.6.2 Pendekatan Penelitian………………………………………... 12
1.6.3 Sumber Bahan Hukum……………………………………….. 12
1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum………………………… 14
1.6.5 Analisis Bahan Hukum………………………………………. 15
1.7 Sistematika Penulisan…………………………………………… 15
Daftar Pustaka………………..………………………………………...17

ii
1.1. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang (selanjutnya disebut sebagai UUD NRI
Tahun 1945) Indonesia adalah negara hukum, maka hal ini menandakan
bahwasannya Negara Indonesia dalam mengendalikan masyarakatnya harus
dengan aturan hukum yang telah ditetapkan dalam Peraturan perundang-
undangan yang telah ditetapkan sebagaimana dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundag-Undangan jo.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-Undangan
yang (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Peraturan Perundang-
Undangan). Hal ini dikarenakan agar terciptaya legalitas hukum serta
mempermudah dalam penegakan hukum di Negara Indonesia.
Dalam Pasal 27 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menjelaskan bahwa
“tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusian”1. Dari isi pasal tersebut maka dapat secra eksplisit
menjelaskan bahwa terkait kebutuhan pangan masyarakat Indonesia sudah
dijamin ketersediaannya oleh negara.
Di Indonesia persoalan ketahanan pangan menjadi salah satu masalah
serius. Pada tahun 1980-an hingga awal tahun 1990-an kebijakan pertanian
Indonesia ditujukan untuk pencapaian swasembada pangan. Namun, ketika
krisis multidimensi yang melanda pada akhir tahun 1997, Indonesia mulai
mengubah arah kebijakan. Pemerintah Indonesia mulai menggabungkan
logika hukum pasar dan insentif ekonomi untuk mendorong produksi
pertanian. Pasca krisis itu pula Indonesia memulai serangkaian reformasi
kebijakan pertanian dan melakukan deregulasi2 kebijakan domestik yang

1
Lihat Pasal 27 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945
2
Deregulasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kegiatan atau proses
menghapuskan pembatasan dan peraturan

1
berasal dari kombinasi kebijakan dan keterikatan Indonesia terhadap World
Trade Organization (selanjutnya disebut dengan WTO).3
Kemudian, dengan terikatnya Indonesia dalam WTO membuat
Pemerintah Indonesia harus meratifikasi beberapa kebijakan di dalamnya,
salah satunya didalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 yang
memusatkan perhatian kepada ketahanan pangan. Sebagai konsekuensi
keanggotaan WTO, Indonesia harus mampu memenuhi beberapa kesepakatan
ekonomi dan politik yang ada dalam Agreement on Agriculture (selanjutnya
disebut dengan AoA), seperti (1) Indonesia harus menerima kesepakatan
perluasan pasar. Indonesia harus siap dengan kenyataan bahwa pasar
domestik akan menerima produk pertanian dari negara lain, demikian juga
sebaliknya. (2) Indonesia harus mengurangi subsidi bagi petani dan pertanian
dengan tujuan agar tidak mendistorsi pasar, (3) Indonesia harus
mengeleminasi peran State Trading Enterprise (STE).4
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan yang
merupakan hasil dari ratifikasi tersebut dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan
dinamika perkembangan kondisi eksternal dan internal, demokratisasi,
desentralisasi, globalisasi, penegakan hukum dan bertentangan dengan
kedaulatan pangan di Indonesia. Sehingga kemudian Pemerintah Republik
Indonesia membuat aturan yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan yang (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Pangan).
Dalam Undang-Undang disebutkan bahwa pangan sendiri merupakan segala
sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan

3
S.L. Magiera dalam Yuniarti (2015) Liberalisasi Sektor Pertanian di Indonesia Dalam
Kerangka World Trade Organization Agreement on Agriculture (WTO-AoA). Jurnal Tranasional
Vol.6 No. 2. Hal 1647
4
Stade Trading Enterprise (STE) didefinisikan sebagai perusahaan pemerintah dan non-
pemerintah, termasuk urusan pemasaran, yang berurusan dengan barang ekspor dan / atau impor.
Pasal XVII dari GATT 1994 adalah aturan pokok dari STE.

2
dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan/atau pembuatan makanan atau minuman.5
Dikutip dari dukcapil.kemendagi.go.id jumlah penduduk Indonesia
pada bulan Juni 2021 adalah sebanyak 272.229.3726. Dari banyaknya
penduduk yang ada di negara Indonesia ini maka kebutuhan pangan yang
harus dipenuhi juga terbilang tinggi sehingga hal ini perlu diupayakan terkait
ketahanan pangan nasional. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun
2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015-2019 mengedepankan “kedaulatan pangan” sebagai salah satu angenda
prioritas nasional sebagai amanat TRISAKTI dan NAWACITA khususnya
pada angina prioritas ke-7 yakni dengan mewujudkan kemandirian ekonomi
dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik7.
Ketersediaan pangan merupakan prasyarat penting bagi keberlanjutan
konsumsi, akan tetapi pada faktanya dalam konteks ketahanan pangan belum
mencukupi, hal ini dikarenakan banyaknya variabel yang berpengaruh untuk
mencapai ketahanan pangan di tingkat daerah. Oleh karena itu, pemerintah
daerah harus melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan
dalam negeri (domestik). Akan tetapi apabila bahan pangan tersebut
mengalami kelebihan maka bahan pangan tersebut dapat diekspor, sebaliknya
jika bahan pangan dirasa kurang maka dapat melakukan proses impor dari
pasar luar negeri8.
Dalam Pasal 12 UU Pangan menyatakan bahwa Pemerintah dan
Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas Ketersediaan Pangan dan
pengembangan Produksi Pangan Lokal di daerah. Kemudian, dalam Pasal 13
UU Pangan menyatakan bahwa Pemerintah berkewajiban mengelola
stabilisasi pasokan dan harga Pangan Pokok, mengelola cadangan Pangan

5
Lihat Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
6
Informasi dikutip dari dukcapil.kemendagri.go.id, 7 Agustus 2021 (Diakses dari situs:
https://dukcapil.kemendagri.go.id/berita/baca/809/distribusi-penduduk-indonesia-per-juni-2021-
jabar-terbanyak-kaltara-paling-sedikit)
7
Andi Amir Husry, “Peran Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Ketahanan Pangan
Nasional”, Jurnal Ilmiah WIDYA Non-Eksakta, Volume 1 Nomor 2, Mei 2020, Hlm. 88.
8
Mewa Ariani, “Penguatan Ketahanan Pangan Daerah Untuk Mendukung Ketahanan
Pangan Nasional”, Pusat Analis Sosial Ekonomi dan Kebiakan Pertanian, Hlm. 25.

3
Pokok Pemerintah, dan distribusi Pangan Pokok untuk mewujudkan
kecukupan Pangan Pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian diketahui perkiraan
ketersediaan pangan strategis nasional untuk bulan Maret hingga Agustus
2020 yakni untuk beras tersedia 25,6 juta ton dari kebutuhan 15 juta ton;
jagung sebanyak 13,7 juta ton dari kebutuhan 9,1 juta ton; bawang merah
tersedia 1,06 juta ton dari kebutuhan 701.482 ton; dan cabai besar tersedia
657.46/ton dari kebutuhan 551.261 ton. Selanjutnya, daging kerbau/sapi
tersedia 517.872ton (290.000ton diantaranya berasal dari impor) dari
kebutuhan 476.035 ton; daging ayam ras 2 juta ton dari kebutuhan 1,7 juta
ton; minyak goreng 23,4 juta ton dari kebutuhan 4,4 juta ton; dan stok gula
pasir yang terdapat di gudang distributor sebanyak 159.000 ton. Meskipun
berdasarkan data Kementerian Pertanian stok pangan nasional mengalami
surplus namun hal ini bukan berarti Indonesia terbebas dari ancaman krisis
pangan. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 belum pasti kapan akan
berakhir.
Dimasa sekarang saat ini pandemic Covid-19 merupakan masa
dimana masyarakat harus memutar otak untuk keberlangsungan untuk
menjalankan hidupnya. Ketahanan pangan dapat tercermin dari perekonomian
suatu negara. Dampak dari masa pandemic ini adalah goyahnya ketahanan
pangan terutama diwilayah Madura. Kebijakan pangan sebagai upaya ntuk
menjamin ketahanan oangan dengan mempersiapkan paskan, diverifikasi,
keamanan, kelembagaan, dan oraganisasi pangan. Indonesia sebagai negara
dengan jumlah penduduk yang besar pada masa pandemi ini menghadapi
permasalahan yang kompleks untuk memnuhi kebutuhan pangan
penduduknya.
Disisi lain sumber daya manusia saat ini dapat dikatakan belum bisa
bersaing dengan sumber daua manusia dari negara lainnya, ini dikarenakan
adanya permasalahan pada pembangunan manusia serta adanya celah yang
dimiliki pemerintahan untuk memnuhi kebutuhan pokok masyarkat inonesia,
terlebih hal pangan. Sekalipun tidak dalam masa pandemi, masalah akan

4
pangan selalu menjadi masalah yang kursial bagi setiap negara. Ditambah
masa pandemic yang terjadi maka pemerintah pusat maupun daerah bekerja
dua kali lebih keras untuk meningkatkan ketahanan pangan.
Di masa pandemic covid-19 secara tidak langsung menganggu sistim
ketahanan pangan. Berdasarkan data pusat nasional bahwa ketenagakerjaan
dibidang pertanian diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 4,87 %,
sedangkan produksi pertanian domestic akan menyusut sebesar 6,2 %. Impor
akan turun sebesar 17,11 % dan harganya akan diperkirakan naik sebesar 1,20
% dalam jangka pended an sebsar 2,42 % pada tahun 2022. Dengan
berkurangnya pasokan dalam negeri dan dari impor, kekurangan pangan dan
infasi harag makanan berpotensi tinggi. Hal ini pun juga akan berdapak luas
bagi setiap wilayah yang berada di Indonesia khususnya diwilayah Madura.
Di Pulau Madura yang memiliki 4 kabupaten di dalamnya salah
satunya seperti Kabupaten Sumenep memiliki sumber daya hayati yang
terbilang tinggi seperti tanaman jagung. Akan tetapi, dengan melimpahnya
tanaman jagung yang ada ini tidak dapat diolah dengan baik dan benar,
sehingga kebutuhan pangan jagung di daerah tersebut kurang merata.
Ketahanan pangan jagung yang rendah ini disebabkan karena sifat produksi
komoditi pangan yang terbilang musiman serta fluktuasi karena kondisi cuaca
dan iklim yang berbeda9.
Dengan banyaknya sumber daya hayati yang dapat dikatakan sangat
tinggi seperti tanaman jagung di Kabupaten Sumenep dan juga mengamalkan
Pasal 12 UU Pangan bahwa pemerintah daerah bertanggung jawab atas
ketersediaan pangan dan pengembangan produksi pangan lokal di daerah
maka Pemerintah Kabupaten Sumenep harus dapat menjamin ketersediaan
pangan di daerah Kabupaten Sumenep.
Pemerintah Kabupaten Sumenep dalam hal memenuhi ketersedian
pangan di daerah sebenarnya telah mengeluarkan kebijakan dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perlindungan
9
Yanuar Fiandana, Mochammad Makmur, Imam Hanafi, “Strategi Pemerintah Derah
Dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan Daerah (Studi pada Kabupaten Malang), Jurnal
Administrasi Publik (JAP), Volume 3, Nomor 10. Hlm. 1792.

5
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Namun, dalam peraturan daerah
tersebut sebatas mengenai mekanisme perlindungan lahan pertanian pangan
dan belum mampu menjamin ketersediaan pangan di Kabupaten Sumenep.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa dalam menjamin
ketahanan pangan di Kabupaten Sumenep, maka perlu adanya kebijakan
ataupun peraturan daerah agar dapat menjamin ketersediaan pangan di
Kabupaten Sumenep.

6
7

1.2. Rumusan Masalah


Berdasrkan uraian latar belakang diatas rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1.2.1. Bagaimana pertanggungjawaban Pemerintah Daerah dalam
mengupayakan ketahanan pangan di Kabupaten Sumenep?
1.2.2. Bagaimana peranan Hukum Internasional terhadap kedaulatan
pangan dalam suatu negara?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini yaitu;
1.3.1. Memberikan pengetahuan mengenai pertanggungjawaban
pemerintah daerah dalam hal menjamin ketersediaan pangan di
daerah.
1.3.2. Memberikan pengetahuan mengenai peranan hukum internasional
terhadap kedaulatan pangan di suatu negara.
1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Praktis
Penelitian ini di harapkan bisa menjadi salah satu pandangan
pembelajaran, pengetahuan, referensi, sistem ketenagakerjaan, dan
pelajaran perkuliahan yang berhubungan.
1.4.2. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini di harapkan bisa menjadi bahan tambahan informasi
kepustakaan dibidang hukum internasional khususnya mengenai
ketahanan pangan, referensi penulisan tugas akhir ataupun tugas dimasa
mendatang khususnya di Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo
Madura.
1.5. Keaslian Penelitian
Penulis menemukan tulisan beberapa jurnal dengan tema serupa yang
berasal dari berbagai universitas di Indonesia. Pembeda yang penulis gunakan
adalah dengan membedakan pembahasan yang terdapat dalam tulisan
tersebut. Namun penulis tidak menemukan ada tulisan yang membahas
8

dengan tema yang sama, yakni mengenai Pertanggungjawaban Pemerintah


Daerah Dalam Mengupayakan Ketahanan Pangan Di Kabupaten Sumenep.

No Nama/ Judul Rumusan Kesimpulan


Instansi Masalah
1. Lisa Tanggung Bagaimana Sebagai
Novita Jawab pelaksanaan pelaksanaan
Akadir, Pemerintah tanggung jawab tanggung jawab
Jurnal Daerah Dalam pemerintah pemerintah
IUS, Perlindungan daerah dalam kabupaten Pidie
Fakultas Alih Fungsi perlindungan alih dalam
Hukum ,U Lahan Pertanian fungsi lahan perlindungan
niversitas Pangan pertanian terhadap Lahan
Trunojoyo Berkelanjutan berkelanjutan di Pertanian Pangan
Madura,20 Kabupaten Pidie? Berkelanjutan
19. dari berbagai
bentuk alih fungsi
lahan, maka
seharusnya
Pemerintah
kabupaten Pidie
melakukan
pogram legislasi
dengan membuat
instrumen
peraturan Daerah/
Qanun yang
mengatur tentang
langkah-langkah
teknis upaya
perlindungan
terhadap LP2B.
Namun,
mengingat belum
terbentuknya
Qanum tentang
Perlindungan
Lahan Pertanian
Pangan
berkelanjutan,
maka tanggung
jawab yuridis
Pemerintah
Kabupaten Pidie
dalam
9

perlindungan alih
fungsi lahan
pertanian pangan
berkelanjutan
belum terlaksana.
2. Fatmie Regulasi Bagaimana Pemda Jawa
Utarie Pemerintah regulasi Barat telah
Nasution Daerah Jawa ketahanan pangan berupaya
Jurnal, Barat Mengenai di Jawa Barat? mengenai
Fakultas Kebijakan ketahanan pangan
Hukum ,U Ketahanan dengan
niversitas Pangan Dan menetapkan Perda
Padjajaran, Dalam Provinsi Jawa
2019 Perealisasianya Barat No 4 Tahun
Untuk 2012
Memenuhi
Kebutuhan
Pangan
Masyarakat
Jawa Barat

3. Perdinan, Adaptasi Dampak Berbagai upaya


Jurnal Perubahan Iklim perubahan iklim peningkatan
Hukum dan Ketahanan terhadap produksi padi
Lingkunga Pangan : Telaah domestic sudah
produksi tanaman
n Inisiatif dan dilakukan sejak
Indonesia, Kebijakan pangan dengan awal tahun
Institut fokus komoditas 1950-an dan
Pertanian beras, serta pemerintah
Bogor, inisiatif strategi melalui Kementan
2018 adaptasi juga telah
perubahan iklim menerbitkan
Pedum, tetap
dan
terdapat tantangan
kebijakanpenduku untuk
ng meningkatkan
implementasi produksi padi
upaya adaptasi di domestik
Indonesia mengingat potensi
dampak
perubahan iklim.
Pedum ini
mendapat
respons yang
sangat baik dari
tataran
10

pemerintah selaku
pemangku
kewenangan
maupun petani
sebagai
pelaksana. Lebih
lanjut, permen
LHK No.33
Tahun 2016
yang memuat
arahan
pelaksanaan
adaptasi
perubahan iklim
merupakan
kebijakan
pendukung
pelaksanaan.
Pedum tersebut
pada tataran
pelaksana, petani
terbantu dengan
adanya dukungan
insfrastruktur
maupun kebijakan
daerah
Sumber : Penelitian Sebelumnya

Perbedaan dari ketiga penilitian diatas dengan penelitian ini yakni yang
pertama oleh Lisa Novita Akadir terkait tanggung jawab pemerintah daerah
dalam perlindungan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan, Kedua
oleh Fatmi Utarie Nasution terkait regulasi Pemda Jawa Barat dalam
kebijakan Ketahanan Pangan, Ketiga, oleh Perdinan tentang adaptasi
perubahan iklim dan regulasi mengenai ketahanan pangan . Sedangkan dalam
penelitian ini akan membahas mengenai pertanggungjawaban pemda dalam
mengupayakan adanya ketersedian pangan khusus di Kabupaten Sumenep.

1.6. Metode Penelitian


1.6.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai didalam peneliitian ini ialah
penelitian normatif. Penelitian hukum normatif yakni suatu penelitian
11

hukum dalam asas-asas hukum, pada sistematika hukum, penelitian


dalam tatanan sinkronisasi hukum, penelitian pada sejarah hukum,
serta penelitian perbandingan hukum.
Penelitian hukum ini dilaksanakan melalui mekanisme melakukan
analisis serta pengkajian peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan inti pembahasan didalam penelitian. Riset
dilaksanakan melalui mekanisme pengkajian terhadao regulasi hukum
positif ataupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Agar dapat melaksanakan penelitian normatif akan teramat
diperlukan bahan hukum sekunder serta tersier hingga bisa
memberikan kejelasan arti dari regulasi-regulasi yang membahas
tentang pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam menjamin
ketersediaan pangan.

1.6.2. Pendekatan Penelitian


Pendekatan penelitian yang dipakai didalam penelitian ini
menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach)
serta pendekatan konseptual (Conseptual Approach). Pendekatan
Perundang-undangan merupakan pendekatan terhadap peraturan
perundang-undangan dengan menganalisa undang-undang serta
kebijakan yang berlaku mengenai isu hukum yang akan dilakukan
pengkajian dalam penelitian ini.10
Pendekatan tersebut dalam melakukan penelitian hukum dilakukan
dengan cara menganalisis dan menelaah peraturan perundang-
undangan yang erat kaitannya dengan pertanggungjawaban pemerintah
daerah dalam menjamin ketersediaan pangan. Sedangkan pendekatan
konseptual merupakan pendekatan dengan mendasarkan pada doktrin
atau pendapat ahli untuk menguraikan konsep hukum dalam menjawab
permasalahan yang akan dilakukan pengkajian dalam penelitian ini.

10
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Surabaya : Prena Meda Group, 2016),

hlm. 137
12

1.6.3. Sumber Bahan Hukum


Bahan hukum yang dipakai didalam penelitian ini ialah bahan
hukum primer serta sekunder. Bahan hukum primer ialah bahan
hukum yang memiliki otoritas (autoritatif).11
Sedangkan bahan hukum sekunder. Bahan hukum sekunder ialah
bahan hukum pendamping yang menjadi sumber penulisan penelitian
sehingga dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum
primer12.

Dalam hal ini bahan hukum yang dipakai didalam penelitian ini
ialah:
1. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang
mempunyai otoritas (autoritatif) peraturan perundang-
undanagan.
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2012 Tentang Pangan
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2015 Tentang Ketahanan Pangan dan Gizi
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86
Tahun 2019 Tentang Keamanan Pangan
e. Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 2
Tahun 2018 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Berkelanjutan
2. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder, terdiri dari bahan yang dapat
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,

11
Ibid. Hlm 181.

12
Ibid, Hlm 196
13

contohnya buku-buku, skripsi, jurnal ilmiah dan artikel dari


internet.
Selain itu, bahan hukum skunder juga dapat berupa dari
hasil penelitian, pendapat para ahli atau sarjana hukum
(doktrin) serta hasil yang dapat mendukung dalam pemecahan
masalah yang ada dalam penelitian ini.
3. Bahan hukum tersier
Yaitu bahan-bahan yang yang dapat memberikan petunjuk
terhadap bahan hukum sekunder, yang lebih dikenal dengan
nama bahan acuan bidang hukum atau rujukan di biadang
hukum.
1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penulisan penelitian
ini ialah Studi Kepustakaan, yakni melakukan pengumpulan data–data
yang asalnya dari bahan hukum yang didapatkan, baik dalam bahan
hukum primer ataupun dalam bahan hukum sekunder. Teknik
pengumpulan data dengan cara studi pustaka dapat dilakukan dengan
membaca, memahami, menelaah, dan mengutip data-data dalam literatur
yang berhubungan dengan inti pembahasan didalam penelitian.13.
1.6.5. Analisis Bahan Hukum
Metode analisis bahan hukum, yang diperlukan didalam penelitian
ini ialah metode Deskriptif. Metode tersebut dilakukan dengan cara
mendeskripsikan permasalahan yang terdapat dalam penelitian dan
menjawab permasalahan tersebut dengan menggunakan bahan hukum
primer dan sekunder tersebut. Metode Deskriptif menghasilkan produk
penelitian hukum normative.14

13
Ibid, hlm 237.

14
Ibid, hlm 241
14

DAFTAR PUSTAKA
Andi Amir Husry, “Peran Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Ketahanan
Pangan Nasional”, Jurnal Ilmiah WIDYA Non-Eksakta, Volume 1
Nomor 2, Mei 2020
Dukcapil.kemendagri.go.id, 7 Agustus 2021 (Diakses dari situs:
https://dukcapil.kemendagri.go.id/berita/baca/809/distribusi-penduduk-
indonesia-per-juni-2021-jabar-terbanyak-kaltara-paling-sedikit)
Mewa Ariani, “Penguatan Ketahanan Pangan Daerah Untuk Mendukung
Ketahanan Pangan Nasional”, Pusat Analis Sosial Ekonomi dan
Kebiakan Pertanian, Hlm. 25.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Surabaya : Prena Meda
Group,2016).
S.L. Magiera dalam Yuniarti (2015) Liberalisasi Sektor Pertanian di Indonesia
Dalam Kerangka World Trade Organization Agreement on Agriculture
(WTO-AoA). Jurnal Tranasional Vol.6
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Yanuar Fiandana, Mochammad Makmur, Imam Hanafi, “Strategi Pemerintah
Derah Dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan Daerah (Studi pada
Kabupaten Malang), Jurnal Administrasi Publik (JAP), Volume 3,
Nomor 10.

Anda mungkin juga menyukai