Anda di halaman 1dari 44

PENGARUH TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PEMERINTAH DESA TERHADAP

PENGELOLAAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI DANA DESA (BLT-DD) PADA MASA


PANDEMI COVID-19

(Studi Kasus Pemerintah Desa di Kabupaten Bangkalan)

SKRIPSI

OLEH

NABILA SEPTIANA

NIM: 170221100173

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Tanggung jawab negara untuk melindungi dan memperkuat pemberdayaan desa

tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Disahkannya “UU

Desa” memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah desa untuk

merencanakan, menganggarkan dan melaksanakan keuangan desa dalam rangka

pembangunan desa. UU Desa ini lebih menitikberatkan pada pembentukan kesetaraan dan

kemajuan dari desa ke kota.

Kewenangan desa dapat menimbulkan penyalahgunaan dalam pengelolaannya,

termasuk dalam pengelolaan dana desa. Oleh karena itu, sebagai bagian integral dari

pemerintahan desa, pemerintah desa perlu menciptakan sikap yang bertanggung jawab,

jujur, terbuka dan demokratis (Zerbinati, 2012). Segala kegiatan pemerintahan desa harus

sesuai dengan aturan yang berlaku dan bertanggung jawab kepada masyarakat desa

(Meutia & Liliana, 2017).

Menurut Permendagri RI Nomor 113 Tahun 2014, dana desa dapat dikelola dengan baik

berdasarkan asas transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif. Hal tersebut selaras dengan

penelitian yang dilakukan oleh Armaini, R. (2017) dan Kurnia, dkk (2019) yang menyatakan

bahwa pengelolaan keuangan desa harus dilaksanakan secara transparan, akuntabel,

partisipatif dan dilakukan dengan tertib serta disiplin anggaran.

Dalam tahapan pengelolaan dana desa, dibutuhkan pengawasan untuk membantu

pemerintah desa memenuhi tanggung jawab. Semakin baik pengawasan yang dilakukan,

maka semakin tinggi kinerja pihak penyelenggaranya (Dewi & Gayatri, 2019). Menurut

Ramly dkk (2018) penyelenggaraan kegiatan pemerintahan desa perlu dipelihara dengan

baik untuk menciptakan pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu,
pengelolaan dana desa harus memerhatikan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Penerapan asas-asas tersebut digunakan untuk memprediksi kecurangan dalam proses

pengelolaan keuangan desa. Penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik terkait

pengelolaan dana desa memerlukan sistem transparansi dan akuntabilitas agar

masyarakat dapat memahami dengan jelas perencanaan, pelaksanaan,

pertanggungjawaban, pengelolaan dan pelaporan (Alfasadun, dkk., 2018).

Transparansi merupakan suatu kebijakan terbuka dalam pengawasan. Konsep

transparansi bersifat terbuka yang dapat dengan mudah diidentifikasi oleh masyarakat.

Transparansi termasuk salah satu dari unsur utama good governance dan prinsip ini

memiliki hubungan yang erat dengan prinsip lainnya yaitu akuntabilitas (Saparniene dan

Valukonyte, 2012). Transparansi dapat menjadi sarana dalam mencegah penyalahgunaan

wewenang pemerintah desa karena masyarakat akan memperoleh informasi yang faktual

dan kebohongan pun akan sulit untuk dilakukan (Wafirotin & Septiviastuti, 2019).

Pada pengelolaan keuangan desa, akuntabilitas merupakan aspek yang penting dalam

menciptakan pemerintahan yang baik. Akuntabilitas juga diartikan sebagai suatu upaya

pertanggungjawaban atas kinerja pejabat publik yang dijabarkan melalui tindakan yang

sesuai dengan peraturan dan perilaku etis (Mahayani, 2017). Menurut Dubnick (2003)

perwujudan akuntabilitas dapat menumbuhkan kepercayaan publik terhadap kinerja

keuangan pemerintah yang saat ini menjadi isu penting dalam pengelolaan keuangan

negara. Pengelolaan keuangan desa semakin dituntut untuk dapat mewujudkan

akuntabilitas, namun pada kenyataannya akuntabilitas pengelolaan keuangan desa masih

dapat dikatakan rendah (Furqani, 2010 dan Manopo, 2016). Dan bagi Huque (2011)

rendahnya akuntabilitas dapat mengakibatkan kegagalan administrasi, kemiskinan

keputusan politik, serta tingginya korupsi.


Pengelolaan dana desa mengalami perkembangan regulasi sampai saat ini. Pada tahun

2020, pemerintah mengambil sebuah kebijakan baru yang memprioritaskan anggaran dana

desa untuk mengatasi dampak Covid-19 yang terjadi pada masyarakat desa, dan tidak lagi

berfokus pada pembangunan infrastruktur desa (Ira Novianti dkk, 2020). Bagi Sarip, dkk

(2020) Covid-19 memiliki dampak pada perekonomian bagi seluruh dunia. Menurut

Suryajaya (2020) dan Slavoj Z. (2020) menyatakan bahwa adanya pandemi Covid-19 telah

mendekonstruksi norma dan praktik masyarakat dalam tatanan sosial, ekonomi dan politik.

Dampak sosial dan ekonomi yang diakibatkan oleh Covid-19 sangat berpengaruh pada

tingkat kesejahteraan masyarakat.

Pandemi Covid-19 yang telah menekan perekonomian dari berbagai sudut, tidak

terkecuali pada perekonomian desa, yang disebabkan oleh adanya pembatasan kegiatan

ekonomi secara makro sehingga menurunkan pertumbuhan perekonomian dan

menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan dan berpotensi meningkatkan jumlah

masyarakat miskin. Wabah ini diperkirakan dapat menambah jumlah penduduk miskin di

Indonesia sekitar 3,6 juta jiwa pada akhir tahun 2020 (Kementerian Perencanaan

Pembangunan Nasional, 2020). Sehingga banyaknya warga miskin baru yang harus

diberikan bantuan membuat anggaran desa mengalami banyak perubahan.

Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan

Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019

(Covid-19) atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan

Perekonomian Nasional atau Stabilitas Sistem Keuangan memberikan instrumen baru

dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19 pada perekonomian desa. Dan respon yang

dilakukan pemerintah dengan mengambil kebijakan “Pembangunan Ekonomi Nasional”

(PEN). Kebijakan tersebut mengeluarkan beberapa program bantuan yang diantaranya

adalah Bantuan Langsung Tunai Dana Desa atau BLT-DD (Kementerian Keuangan, 2020).
Pada Perppu No 1 Tahun 2020 dijelaskan bahwa maksud dari “pengutamaan

penggunaan dana desa” yaitu dana desa yang digunakan untuk Bantuan Langsung Tunai

Dana Desa (BLT-DD) bagi penduduk miskin di desa dan kegiatan penanganan pandemi

Covid-19 (Maun, 2020). Pemerintah desa memiliki peran sangat penting dalam

penanganan serta pencegahan Covid-19. Maka dari itu, pemerintah mengambil langkah

refocussing anggaran dana desa dalam rangka melindungi masyarakat miskin, pemerintah

memperluas Jaring Pengaman Sosial (JPS) seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri

Desa PDTT Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Desa PDTT

Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa yang diantaranya terkait

penyediaan Bantuan Langsung Tunai yang bersumber dari Dana Desa (BLT-DD).

BLT-DD atau Bantuan Langsung Tunai Dana Desa merupakan bantuan dengan

melakukan pemanfaatan dana desa, program ini menyerap anggaran Covid-19 terbanyak

di antara program bantuan lainnya (Kementerian Keuangan, 2020). Dengan

diundangkannya Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan

atas Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan

Dana Desa Tahun 2020, maka hal ini dijadikan sebagai dasar yuridis dan implementatif

dalam pengelolaan BLT-DD kepada penduduk miskin di desa.

Dalam rangka melancarkan pelaksanaan BLT-DD berbagai kebijakan lain telah

diterbitkan diantaranya: Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2020 tentang

Penanggulangan COVID-19 Melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)

dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/PMK.07/2020 tentang Perubahan

Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 205/PMK.07/2019 tentang

Pengelolaan Dana Desa (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2020).

Kebijakan – kebijakan tersebut dijadikan acuan dasar bagi pemerintah dalam

menyelenggarakan program Bantuan Langsung Tunai Dana Desa.


Meskipun kebijakan PEN disinyalir mempunyai dampak yang positif bagi perekonomian

masyarakat, namun dalam pelaksanaannya sangat rentan disalahgunakan. Indonesia

Corruption Watch (ICW) mencatat terdapat 8 bentuk masalah dalam penyaluran bantuan

ke masyarakat. Menurut ICW, terdapat 3 kasus teratas dari 8 bentuk penyalahgunaan

bansos yang terdiri dari pungutan liar dengan jumlah sebanyak 46 kasus (19,25%),

inclussion error sebanyak 43 kasus (17,99%), dan bantuan yang tidak diterima warga

sebanyak 23 kasus (9,62%) (ICW, 2020). Laporan penyalahgunaan tersebut paling banyak

diadukan pada jenis program bantuan sosial (bansos) dari pemerintah provinsi sebanyak

20%, Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) sebesar 18,89%, Bantuan Sosial

Tunai Kementerian Sosial sebesar 17,22%, bansos dari Pemerintah Kabupaten/Kota

sebesar 12,7%, kartu sembako dan bantuan presiden sebesar 10%, serta Program

Keluarga Harapan (PKH) sebesar 2,78% (ICW, 2020).

Adapun survei yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC)

mengenai program BLT-DD untuk warga yang terdampak pandemi covid-19 menyatakan

masih belum tepat sasaran. Hal ini dibuktikan dengan melibatkan 1978 responden melalui

wawancara di seluruh Indonesia dengan margin error 2,2% yang mana hasil dari survei

tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 51% warga menilai bantuan tersebut kurang tepat

sasaran. Sementara, sebanyak 43% menyatakan tepat sasaran dan 6% menyatakan tidak

mengetahui bantuan tersebut (Teddy A., 2020).


Sumber: Berita Jatim, 2020.

Ditinjau dari kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa pemerintahan desa belum

maksimal dalam melaksanakan kewajibannya sebagai pemerintahan yang baik.

Pemerintahan yang baik ditandai dengan tiga pilar utama yang menjadi elemen dasar yang

saling berkaitan seperti yang tertuang dalam Asas Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 2

ayat (1) Permendagri Nomor 113 tahun 2014 menjelaskan bahwa keuangan desa dikelola

berdasarkan asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan

disiplin anggaran. Hal ini dapat diartikan bahwa keuangan desa harus dikelola secara

terbuka, dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan yang ada.

Pengelolaan BLT-DD yang bertujuan untuk memulihkan perekonomian akibat dampak

Covid-19, memiliki beberapa permasalahan dalam proses penyalurannya. Menurut Adil

Hamonangan Pangihutan selaku Direktur Pengawasan Akuntabilitas Keuangan,

Pembangunan, dan Tata Kelola Pemerintahan Desa menyatakan bahwa terdapat

permasalahan terkait penyaluran BLT-DD yakni mengenai database penerima bantuan

yang mana berimbas pada ketidaktepatan sasaran penerima bantuan, duplikasi penerima

bantuan, dan cenderung disalahgunakan oleh para oknum aparatur desa sehingga

menimbulkan kecemburuan sosial pada masyarakat desa (BPKP, 2020).


Pernyataan tersebut selaras dengan fenomena yang terjadi di Kabupaten Bangkalan.

Diketahui bahwa Inspektorat Kabupaten Bangkalan telah melakukan pengawasan dan

pemeriksaan BLT-DD pada 144 desa dan telah menemukan kejanggalan seperti adanya

duplikasi penerima bantuan (Mahbub, 2020). Seperti kasus yang terjadi dalam penyaluran

BLT-DD pada tahun 2020 di Desa Bandang Laok Kabupaten Bangkalan, terdapat fakta di

lapangan bahwa penyaluran anggaran BLT-DD di desa tersebut banyak yang tidak tepat

sasaran bahkan terkesan tebang pilih dan tidak transparan, karena dana BLT-DD sebesar

Rp 850 juta dengan jumlah penerima sebanyak 474 KK namun penerima bantuan hanya

berjumlah 94 KK (Syaiful, 2021). Hal serupa juga terjadi di Desa Lajing Kabupaten

Bangkalan terdapat puluhan warga desa Lajing mendatangi kantor desa setempat yang

menyampaikan indikasi tidak adanya transparansi (keterbukaan) dalam tahap pendataan

sampai tahap penyaluran terhadap warga perihal BLT-DD, hal tersebut disampaikan sebab

adanya indikasi penerima bantuan yang berasal dari keluarga perangkat desa setempat (M.

Iksan, 2020).

Kasus serupa juga terjadi di Desa Sukowarno Kabupaten Sumatera Selatan dengan

kasus korupsi BLT-DD untuk 156 KK sebesar Rp 187,2 juta dan pelaku telah ditetapkan

sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 3 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 8

UU Tipikor dengan ancaman 20 tahun penjara dengan denda minimal Rp 50 juta dan

maksimal Rp 1 Milyar (Irwanto, 2021). Kemudian, di Desa Pantai Kecamatan Kapuas Barat

Kabupaten Kapuas yang dilakukan oleh Kepala Desa Pantai dengan kasus penyelewengan

BLT-DD dengan jumlah pagu anggaran Rp 418 juta, namun yang disalurkan hanya sebesar

Rp 106 juta sehingga pelaku terjerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun

2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (Rizkiansyah, D. 2021).


Kabupaten Bangkalan merupakan salah satu kabupaten di pulau Madura yang

masyarakatnya terkena dampak pandemi Covid-19. Kabupaten Bangkalan dikenal dengan

sebutan Kota Dzikir dan Sholawat mempunyai misi yaitu “menyelenggarakan birokrasi yang

profesional dan berintegritas tinggi” (bangkalan.kab.go.id, 2021). Sebutan Kota Dzikir dan

Sholawat seharusnya dapat dijadikan sebagai pedoman oleh masyarakat maupun

pemerintah Kabupaten Bangkalan dalam bersikap moral secara islami dan berintegritas

tinggi sehingga tidak menimbulkan kegiatan maupun tindakan yang curang dan dapat

merugikan pemerintah maupun masyarakat Kabupaten Bangkalan. Menurut Rosalina

(2013) bahwa kinerja pemerintah desa yang baik dapat ditunjukkan dengan indikator

transparansi dan akuntabilitas. Selain itu pemerintah desa Kabupaten Bangkalan wajib

menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance) berdasarkan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Administrasi Pemerintahan dan

Permendagri Nomor 113 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Hal tersebut

seharusnya menjadi landasan bagi pemerintah desa dalam menjalankan tugas dan

kewajibannya agar sesuai dengan visi dan misi Kabupaten Bangkalan.

Pengelolaan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa atau yang disingkat dengan BLT-

DD merupakan proses dalam hal mengurus atau menangani mengenai hal yang

bersangkutan dengan BLT-DD yang mana mempunyai ruang lingkup dari awal pendataan

hingga proses pelaporan BLT-DD terhadap pemerintah daerah. Pengelolaan BLT-DD ini

berkaitan erat dengan adanya prinsip-prinsip didalam AAUPB (Asas-Asas Umum

Pemerintahan yang Baik) yakni prinsip transparansi dan prinsip akuntabilitas. Kedua prinsip

tersebut merupakan hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengelolaan BLT-DD.

Prinsip transparansi meliputi akses informasi bagi masyarakat miskin yang mana berhak

dalam mendapatkan BLT-DD tersebut, sedangkan prinsip akuntabilitas meliputi

pertanggungjawaban pihak pemerintah desa dalam melaporkan penyaluran BLT-DD.


Menurut Panduan Pendataan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) yang

diterbitkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDTT),

menjelaskan bahwa pengelolaan BLT-DD harus dilaksanakan secara cepat dan tepat

sasaran sehingga perlu data yang valid dan akurat. Program BLT-DD ini disusun dengan

mengonsolidasikan berbagai regulasi yang menjadi dasar hukum Pengelolaan BLT-DD.

Sehingga, apabila program tersebut dilaksanakan dengan ketentuan yang berlaku akan

memperoleh keberhasilan dalam pengelolaan BLT-DD secara cepat, transparan, tepat

sasaran, dan akuntabel.

Anggaran program BLT-DD difokuskan pada pengeluaran yang bersifat urgent untuk

mencegah dampak negatif dari pandemi Covid-19, sehingga merubah struktur belanja yang

telah dianggarkan sebelumnya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya terdapat banyak

temuan yang mengarah pada ketidaktepatan sasaran dan kesulitan dalam mengakses

informasi mengenai pemberian bantuan tersebut. Banyak masyarakat yang mengeluh

karena merasa pembagian bantuan tersebut tidak adil dan tidak merata. Adanya

perubahan pada postur anggaran serta kesulitan dalam pelaksanaan di lapangan yang

menjadikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran di masa pandemi ini

menjadi sorotan banyak pihak. Maka dari itu, penerapan asas transparansi dan

akuntabilitas pengelolaan BLT-DD yang bersumber dari dana desa, yang mana BLT-DD

juga merupakan program baru yang diberlakukan sejak pandemi Covid-19 menjadi hal

menarik untuk diteliti.

Penelitian ini menggunakan Stewardship Theory. Stewardship Theory muncul

bersamaan dengan perkembangan akuntansi. Teori Stewardship ini dibangun karena

berdasarkan sifat manusia yang dapat dipercaya, bertanggung jawab, berintegritas dan

jujur. Berdasarkan hal tersebut, stewardship theory digunakan untuk menjelaskan peranan

pemerintah desa sebagai lembaga yang dapat dipercaya, dapat memberikan kualitas
pelayanan yang baik, menampung aspirasi masyarakat, dan bertanggung jawab atas

keuangan yang sudah diamanahkan sehingga mencapai tujuan secara maksimal.

Studi yang meneliti mengenai transparansi terhadap pengelolaan dana desa telah

dilakukan oleh Harjono dkk (2014), Gerryan Putra (2017), Sukmawati dan Nurfitriani (2019),

Wafirotun dan Septiviastuti (2019), Y. Ladewi dkk (2020), dan Hariandja, T, R., & Budiman,

N, T. (2020) yang meneliti mengenai pengaruh transparansi memiliki hasil penelitian yang

berbeda satu sama lain. Transparansi diartikan sebagai sebuah tindakan yang dilakukan

oleh pemerintah dalam memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengakses

informasi. Transparansi merupakan salah satu aspek penting dalam mewujudkan

pemerintahan yang baik (good governance). Adapun studi penelitian lainnya mengenai

akuntabilitas mempengaruhi pengelolaan dana desa yang telah dilakukan oleh Suparno

(2012), Gerryan Putra (2017), Sukmawati dan Nurfitriani (2019), Wafirotun dan Septiviastuti

(2019), Y. Ladewi dkk (2020) dan Sutanto & Hardiningsih (2021). Akuntabilitas dalam

pemerintahan berarti pertanggungjawaban mewujudkan pemerintah yang baik.

Kemampuan menunjukkan catatan dan laporan keuangan yang dikerjakan secara berkala

yang bisa dipertanggungjawabkan termasuk dalam akuntabilitas.

Penelitian ini lebih berfokus untuk mengetahui pengaruh transparansi dan

akuntabilitas pemerintah desa dalam mengelola BLT-DD di masa pandemi Covid-19 yang

mana program tersebut merupakan program baru dalam menanggulangi perekonomian

masyarakat yang terdampak Covid-19. Sehingga, penelitian ini memiliki perbedaan dari

penelitian sebelumnya yang terletak pada variabel dependennya yaitu pengelolaan

Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) yang belum banyak diteliti oleh peneliti

lainnya secara kuantitatif. Selain itu, terdapat pula perbedaan lokasi penelitian daripada

penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini akan dilakukan pada pemerintah desa yang

terdapat di Kabupaten Bangkalan.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di bagian sebelumnya, ada pun rumusan

masalah dalam penelitian yaitu:

1. Apakah transparansi berpengaruh terhadap pengelolaan Bantuan Langsung Tunai

Dana Desa (BLT-DD) pada masa pandemi Covid-19 di desa Kabupaten Bangkalan ?

2. Apakah akuntabilitas berpengaruh terhadap pengelolaan Bantuan Langsung Tunai

Dana Desa (BLT-DD) pada masa pandemi Covid-19 di desa Kabupaten Bangkalan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka terdapat tujuan penelitian

yang diantaranya sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh transparansi terhadap pengelolaan Bantuan Langsung

Tunai Dana Desa (BLT-DD) pada masa pandemi di desa Kabupaten Bangkalan.

2. Untuk mengetahui pengaruh akuntabilitas terhadap pengelolaan Bantuan Langsung

Tunai Dana Desa (BLT-DD) pada masa pandemi di desa Kabupaten Bangkalan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian dilakukan dengan harapan agar penelitian ini dapat memberi manfaat, baik

bermanfaat bagi peneliti maupun bagi orang lain. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat dalam berbagai hal, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dan memperkaya wawasan pengetahuan serta konsep dalam

meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan BLT Dana Desa

maupun bantuan lainnya di masa pandemi Covid-19.

2. Manfaat Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi dalam menambah

wawasan dan pengetahuan mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam

pengelolaan BLT-Dana Desa atau bantuan lainnya dalam mengembangkan

penelitian sejenis atau penelitian di bidang yang sama.

3. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan bagi

Pemerintah Desa dalam mengelola program BLT Dana Desa maupun bantuan

lainnya serta membangun kesadaran pribadi yang baik dari tindakan yang dapat

merugikan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Stewardship

Donaldson dan Davis (1991) mengemukakan bahwa teori stewardship merupakan

situasi dimana para steward (pengelola) tidak mempunyai kepentingan pribadi tetapi

lebih mementingkan kepentingan principal (pemilik). Teori sterwardship ini

mengintegrasikan kembali pengurusan pekerjaan, pemberdayaan, kemitraan, dan

penggunaan kekuasaan dengan benar, maka tujuan individu secara otomatis terpenuhi

dengan sendirinya. Steward (pengelola) percaya bahwa kepentingan mereka akan

disejajarkan dengan kepentingan organisasi dan principal (pemilik).

Menurut Murwaningsih (2009), stewardship theory merupakan teori yang dibangun

berdasarkan asumsi filosofis mengenai sifat manusia yang pada hakikatnya dapat

dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan

kejujuran terhadap pihak lain. Asumsi penting dari stewardship adalah pihak steward

dapat meluruskan tujuan sesuai dengan tujuan principal.

Stewardship dalam penelitian ini digunakan untuk menjustifikasi hubungan yang

terjadi antara pemerintah desa dan masyarakat desa. Pemerintah desa sebagai pelayan

publik (steward) yang termotivasi pada kepentingan bersama serta merasa memiliki

kewajiban untuk menunjukkan transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat desa

sebagai principal dalam pengelolaan BLT-DD sehingga tujuan utama disalurkannya

dana desa dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan yang tercapai

dengan baik. Dengan demikian, tujuan pengelolaan dana desa pada masa pandemi

Covid-19 dapat terwujud secara maksimal. Dalam penelitian ini teori stewardship

dijadikan acuan dasar untuk mengetahui bahwa pengelolaan dan penyaluran BLT Dana
Desa oleh pemerintah desa telah dilaksanakan dengan baik untuk kepentingan

kesejahteraan masyarakat desa.

Pendekatan teori stewardship pada penelitian ini dapat menjelaskan bahwa

pemerintah pusat yang telah memberikan amanah kepada pemerintah desa untuk

menyalurkan dana BLT-DD kepada masyarakat yang berhak menerima. Dalam hal ini

menjelaskan mengenai eksistensi pemerintah desa sebagai steward yang diharapkan

dapat bertanggung jawab dan telah bekerja dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan

masyarakat sebagai principal serta memberikan akses yang mudah serta cepat

sehingga dana BLT-DD dari pemerintah dapat dipercayakan. Hal tersebut dilakukan

agar kegiatan ekonomi yang terdapat dalam masyarakat dapat tercapai secara

maksimal dan juga meningkatkan kesejahteraan yang merata, terutama pada

masyarakat kalangan bawah yang rentan dengan kemiskinan.

2.2 Pemerintahan Desa

Pemerintahan desa diselenggarakan oleh pemerintah desa. Dalam Undang –

Undang No. 6 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (2) bahwa pemerintah desa merupakan

penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat desa setempat

dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian, dalam

Pasal 1 ayat (3) juga menyatakan bahwa pemerintah desa adalah kepala desa atau bisa

disebut dengan nama lain dibantu oleh perangkat desa selaku bagian penyelenggara

pemerintahan desa. Dalam hal ini kekuasaan pengelolaan keuangan desa dipegang

oleh kepala desa.

Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan

Daerah juga menyatakan bahwa dalam siklus pengelolaan dana desa merupakan

tanggung jawab dan tugas dari Kepala Desa dan Pelaksana Teknis Pengelolaan
Keuangan Desa atau PTPKD seperti Sekretaris Desa, Kepala Seksi, dan Bendahara

Seksi.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa yang menjelaskan

bahwa pemerintahan desa merupakan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang

dilakukan oleh pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa dalam mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat desa setempat berdasarkan asal usul dan adat

istiadat desa setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintahan desa merupakan bagian yang terintegrasi dengan pemerintahan

daerah. Karena pada setiap daerah baik itu Kabupaten/Kota dan provinsi terdiri dari

kumpulan desa-desa hingga membentuk pemerintahan yang lebih tinggi diatasnya

Kemudian, Hanif (2011) menyatakan bahwa pemerintahan desa merupakan organisasi

penyelenggara pemerintahan desa yang terdiri atas:

a. Unsur Pimpinan, yaitu Kepala Desa,

b. Unsur Pembantu Kepala Desa (Perangkat Desa), yang terdiri atas:

1) Sekretariat desa, yaitu unsur staf atau pelayanan yang diketuai oleh sekretaris

desa,

2) Unsur pelaksana teknis, yaitu unsur pembantu kepala desa yang melaksanakan

urusan teknis di lapangan seperti urusan pengairan, keagamaan, dan lain-lain:

3) Unsur kewilayahan, yaitu pembantu kepala desa di wilayah kerjanya seperti

kepala dusun.

2.3 Pengelolaan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD)

Secara etimologi, istilah pengelolaan berdasarkan dari kata kelola dan biasanya

merujuk pada proses mengurus atau menangani sesuatu untuk mencapai tujuan

tertentu. Secara umum, pengelolaan dapat juga diartikan sebagai untuk dilakukan,
menentukan, serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui

pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya (Sutanto &

Hardiningsih, 2021).

Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) merupakan bantuan langsung

tunai (uang) yang diberikan kepada keluarga miskin di desa yang bersumber dari Dana

Desa yang bertujuan untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19 untuk meminimalisir

(Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2020). Kemudian, menurut

Permendesa Nomor 6 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun

2020, BLT-Dana Desa merupakan bantuan untuk penduduk miskin yang bersumber dari

Dana Desa.

Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa pengelolaan Bantuan Langsung Tunai

Dana Desa (BLT-DD) adalah proses mengurus atau menangani dana desa yang

digunakan untuk Bantuan Langsung Tunai yang kemudian ditujukan agar dapat

membantu keluarga miskin yang merupakan sasaran penerima BLT-DD yang mana

terdampak adanya pandemi Covid-19.

Menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (2020) menyatakan

bahwa para calon penerima BLT-DD merupakan masyarakat miskin dan kurang mampu

yang telah terdaftar di dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) maupun yang

belum terdaftar (exclussion error) yang terdapat berbagai macam kriteria, yakni sebagai

berikut:

1. Tidak memperoleh bantuan lainnya berupa Program Keluarga Harapan

(PKH) dan/ Bantuan Pangan Non-tunai (BNPT) atau pemiliki Kartu Prakerja.
2. Sudah tidak memiliki pekerjaan tetap atau mata pencaharian pokok (tidak

mempunyai pengganti ekonomi yang memadai guna untuk terus bertahan

pada kondisi apapun dalam kurun waktu tiga bulan ke depan).

3. Terdapat anggota keluarga yang pernah dan/ sedang mengalami penyakit

menahun atau kronis.

Menurut Maun (2020), program Bantuan Langsung Tunai merupakan sebuah

kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang memiliki tujuan dan alasan tertentu.

BLT-DD ini bebas dari pajak. Program BLT-DD muncul sebagai manifestasi adanya

tindakan dari pemerintah yang bertujuan untuk meminimalisir dampak pandemi Covid-19

yang melanda Negara Indonesia. Adapun nilai BLT-DD yaitu sebesar Rp 600.000 setiap

bulan untuk setiap keluarga miskin yang memenuhi kriteria dan diberikan selama 3 bulan

dan Rp 300.000 setiap bulan untuk tiga bulan berikutnya.

Jika kebutuhan desa melebihi ketentuan maksimal yang dapat dialokasikan oleh

desa, maka Kepala Desa dapat mengajukan usulan penambahan alokasi Dana Desa

untuk Bantuan Langsung Tunai kepada Bupati/ Wali Kota. Usulan tersebut harus disertai

alasan penambahan alokasi sesuai keputusan Musyawarah Desa Khusus (Musdesus).

Dalam rangka menentukan pilihan bagi penerima yang layak dan tidak layak penerima

BLT-DD pemerintah desa harus mengikuti proses validasi dan penetapan hasil

pendataan terlebih dahulu.

2.4 Transparansi

Transparansi merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam

memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengakses informasi. Sehingga

dengan adanya transparansi ini dapat membangun kepercayaan masyarakat melalui

adanya akses yang memadai untuk mendapatkan informasi yang fakta dan akurat.
Keterbukaan atau transparansi dapat di artikan sebagai tindakan yang memungkinkan

suatu persoalan dapat menjadi jelas, serta mudah untuk dipahami oleh kalangan

masyarakat dan dapat dibuktikan kebenarannya sehingga tidak ada lagi permasalahan

(L. Tundunaung, dkk. 2018).

Menurut Renyowijoyo (2010) dan Ratminto & Winarsih (2005), transparansi dalam

konteks penyelenggaraan pelayanan publik adalah terbuka, mudah, dan dapat diakses

oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah

dimengerti. Menurut Mursyidi (2009) transparansi memberikan informasi keuangan

secara terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa

masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas

pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan

kepada pemerintah dan mengenai ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.

Transparansi merupakan hal yang tidak dapat dipisah dalam pencapaian

pengelolaan keuangan pemerintah dan pemerintahan yang baik (Dewi, 2018).

Transparansi dianggap sebagai timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui

adanya penyediaan informasi dan kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat

(L. Tundunaung, dkk, 2018).

Berdasarkan beberapa definisi transparansi yang dapat dilihat dari berbagai sudut

pandang tersebut, maka transparansi dapat diartikan sebagai prinsip yang dapat

menjamin hak masyarakat untuk mengetahui secara terbuka dalam memperoleh

informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif mengenai penyelenggaraan sebuah

lembaga/badan/organisasi. Menurut Medina (2012) menyatakan bahwa terdapat

beberapa keuntungan dari adanya transparansi di antaranya sebagai berikut:

1. Transparansi dapat mengurangi ketidakpastian.


2. Meningkatkan akuntabilitas.

3. Meningkatkan kepercayaan dan membangu hubungan sosial yang lebih erat.

4. Meningkatkan iklim investasi.

Menurut Krina Lalolo, L. P., (2003;41) yang menekankan bahwa terdapat dua aspek

mengenai dimensi transparansi, yaitu :

1. Komunikasi publik oleh pemerintah.

2. Hak masyarakat terhadap akses informasi.

Mustopa Dijaja (2003:261) menyatakan bahwa prinsip transparansi tidak hanya

berhubungan dengan hal-hal yang menyangkut keuangan, transparansi dalam

perencanaan juga meliputi 5 (lima) hal yaitu :

1. Keterbukaaan dalam rapat penting dimana masyarakat ikut memberikan

pendapatnya.

2. Keterbukaan informasi yang berhubungan dengan dokumen yang perlu

diketahui oleh masyarakat.

3. Keterbukaan prosedur (pengambilan keputusan atau prosedur penyusunan

rencana)

4. Keterbukaan register yang berisi fakta hukum (catatan sipil, buku tanah dan

lain-lain)

5. Keterbukaan menerima peran serta masyarakat.

2.5 Akuntabilitas

Akuntabilitas atau pertanggungjawaban (accountability) merupakan suatu bentuk

keharusan seorang (pimpinan/pejabat/pelaksana) untuk menjamin bahwa tugas dan

kewajiban yang diembannya sudah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku


(Sujarweni, 2015). Akuntabilitas juga diartikan sebagai kemampuan dalam

menunujukkan catatan dan laporan keuangan yang bisa dipertanggungjawabkan.

Definisi akuntabilitas juga diartikan sebagai kewajiban pihak pemegang amanah

untuk memberikan pertanggung jawaban, menyajikan, melaporkan, dan

mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada

pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggung

jawaban tersebut (Mardiasmo, 2009).

Berdasarkan beberapa definisi akuntabilitas yang dilihat dari berbagi sudut pandang

tersebut, maka akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban untuk menyajikan dan

melaporkan segala tindak lanjut dan kegiatan seseorang atau lembaga terutama bidang

administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi. Akuntabilitas dalam konteks

pemerintahan mempunyai arti pertanggungjawaban yang merupakan salah satu ciri dari

terapan good governance.

Menurut Manopo (2016) dan Babulu (2020), akuntabilitas dibutuhkan dalam

pengambilan keputusan yang baik terutama menyangkut kepentingan masyarakat.

Akuntabilitas merupakan konsep yang kompleks yang lebih sulit untuk diwujudkan

daripada memberantas korupsi. Akuntabilitas terdiri dari dua macam, yaitu (Mardiasmo,

2009):

1. Akuntabilitas Vertikal (Vertical Accountibility)

Akuntabilitas vertikal merupakan pertanggungjawaban atas pengelolaan

suatu dana kepada pihak otoritas yang lebih tinggi, misalnya seperti

pertanggungjawaban terhadap unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah

daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat,

dan pertanggungjawaban dari pemerintah pusat kepada MPR.


2. Akuntabilitas Horizontal (Horizontal Accountibility)

Akuntabilitas horizontal merupakan pertanggungjawaban yang

diberlakukan kepada publik atau masyarakat luas maupun terhadap sesama

lembaga lainnya yang tidak memiliki hubungan atasan maupun bawahan.

Menurut Mahmudi (2013) menjelaskan mengenai dimensi akuntabilitas, diantaranya

sebagai berikut:

1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran, merupakan keterkaitan dengan kepatuhan

hukum dan peraturan lainnya yang disyaratkan dalam menjalankan organisasi

dan berkaitan dengan akuntabilitas lembaga-lembaga publik untuk berperilaku

jujur sehingga dapat terhindar dari adanya penyalahgunaan jabatan (abuse of

power).

2. Akuntabilitas Manajerial, merupakan pertanggungjawaban lembaga publik dalam

melakukan pengelolaan organisasi secara efisien dan efektif.

3. Akuntabilitas Program, berarti berkaitan dengan pertimbangan mengenai

pengelolaan program-program organisasi yang bermutu serta mendukung

strategi serta pencapaian misi, visi, dan tujuan organisasi.

4. Akuntabilitas Kebijakan, berkaitan dengan pertanggungjawaban lembaga publik

atas kebijakan-kebijakan yang telah diambil pemerintah terhadap masyarakat

luas dengan mempertimbangkan dampak di masa depan.

5. Akuntabilitas Finansial, berkaitan dengan pertanggungjawaban pemerintah

dalam pengelolaan dana publik secara ekonomis, efisien, dan efektif sehingga

tidak ada pemborosan, kebocoran dana dan korupsi.

2.6 Rerangka Berpikir

Dalam penyelenggaraan kebijakan Pembangunan Ekonomi Nasional (PEN) yang

diambil pemerintah sebagai manifestasi untuk meminimalisir dampak perekonomian

akibat adanya pandemi Covid-19, terdapat program bantuan yaitu Bantuan Langsung
Tunai Dana Desa (BLT-DD), dananya bersumber dari dana desa. Maka, pemerintah

desa selaku pengelola dana program tersebut harus dapat

mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan BLT-DD. Pertanggungjawaban

keuangan yang akuntabel dan pengelolaan BLT-DD yang transparan dapat

meningkatkan kinerja pemerintah dalam mengelola program bantuan tersebut. Dalam

rerangka penelitian ini dijelaskan hubungan pengaruh antara transparansi dan

akuntabilitas terhadap pengelolaan BLT-DD. Semakin tinggi tingkat akuntabilitas

pemerintah desa maka semakin tinggi pula tingkat pengelolaan BLT-DD. Begitu pula

dengan transparansi, semakin tinggi tingkat transparansi pemerintah desa maka akan

semakin tinggi pula tingkat pengelolaan BLT-DD. Dengan demikian, tingkat

akuntabilitas dan transparansi yang tinggi berdampak terhadap pengelolaan BLT-DD

maka semakin tinggi pula tingkat pengelolaan BLT-DD. Berikut gambar rerangka

penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.1

Rerangka Berpikir Penelitian

Transparansi (X1)

Pengelolaan Bantuan
Langsung Tunai Dana Desa
(Y)

Akuntabilitas (X2)

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,

dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat


pertanyaan, dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan

pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh

melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2017).

2.7.1 Pengaruh Transparansi Terhadap Pengelolaan Bantuan Langsung Tunai Dana

Desa

Transparansi merupakan salah satu aspek penting dalam mewujudkan

pemerintahan yang baik (Dewi, 2018). Penerapan transparansi memberikan

kesempatan kepada publik untuk mengetahui segala bentuk informasi mengenai

kinerja pemerintah. Pemerintah berkewajiban memberikan informasi keuangan dan

informasi lainnya yang akan digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan

(Mardiasmo, 2009). Kondisi ini mengharuskan pemerintah agar dapat memberikan

segala informasi terkait pemerintahan. Sehingga, secara tidak langsung pemerintah

akan meningkatkan kinerjanya agar dapat memberikan kinerja terbaiknya kepada

masyarakat.

Berdasarkan Stewardship Theory, pemerintah desa sebagai steward harus

mengutamakan kepentingan principal dan tidak berhak mengutamakan kepentingan

pribadi. Sebagai steward, pemerintah desa mempunyai keinginan memberikan

pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau principal (Suvenny, 2020).

Hubungan antara keduanya dapat memberikan dampak positif terhadap pelaksanaan

pengelolaan BLT-DD, jika steward dan principal bertindak sesuai dengan ketentuan

yang berlaku dengan demikian pentingnya integritas dan kejujuran pemerintah desa

menjadi aspek penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap

pengelolaan BLT-DD tersebut. Maka pemerintah desa perlu menerapkan

transparansi pengelolaan BLT-DD dan memberikan akses kepada masyarakat dalam

memantau pelaksanaan pengelolaan BLT-DD. Hal ini berarti bahwa transparansi


pemerintah desa dapat memberikan pengaruh positif terhadap keberlangsungan

pengelolaan BLT-DD.

Pada penelitian yang dilakukan Harjono dkk (2014) menyatakan bahwa

transparansi berpengaruh positif terhadap pengelolaan anggaran. Hasil tersebut

selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Gerryan Putra (2017), Wafirotun &

Septiviastuti (2019) dan Hariandja, T, R., & Budiman, N, T., (2020) juga menyatakan

bahwa transparansi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengelolaan dana

desa. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi transparansi akan semakin baik pula

pengelolaan dana desanya. Berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Suparno (2012), Sukmawati & Nurfitriani (2019), Y. Ladewi, dkk (2020) bahwa

transparansi tidak berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan desa. Berdasarkan

uraian di atas maka dirumuskan sebuah hipotesis yakni sebagai berikut:

H1 = Transparansi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

pengelolaan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD)

2.7.2 Pengaruh Akuntabilitas Terhadap Pengelolaan Bantuan Langsung Tunai Dana

Desa

Akuntabilitas diartikan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik atas

setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah (Hafiz, 2008; Furqani, 2010).

Akuntabilitas merupakan suatu konsep yang lebih luas dari stewardship. Stewardship

mengacu pada pengelolaan atas suatu aktivitas secara ekonomis dan efisien tanpa

dibebani oleh kewajiban untuk melaporkan, namun akuntabilitas lebih mengacu pada

pertanggungjawaban oleh steward (pemerintah) kepada pemberi tanggung jawab

(Mardiasmo, 2009).

Berdasarkan Stewardship Theory, pentingnya pertanggungjawaban pemerintah

desa (steward) kepada masyarakat (principal) menjadi kunci keberhasilan dan

kesuksesan pengelolaan BLT-DD karena diasumsikan dalam Stewardship Theory


bahwa pihak steward akan memaksimalkan kinerja pelayanannya agar tujuan

tercapai dengan maksimal (Alfasadun dkk, 2018). Dalam hal ini, akuntabilitas

pemerintah dapat dilakukan melalui pertanggungjawaban pengungkapan laporan

keuangan terkait pengelolaan BLT-DD yang wajib dilakukan pemerintah desa sesuai

dengan kepentingan yang berlaku. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi

akuntabilitas pemerintah desa maka akan semakin baik pula pengelolaan BLT-DD di

setiap desa.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Harjono dkk (2014) yang menyatakan

bahwa akuntabilitas berpengaruh positif terhadap pengelolaan anggaran. Selaras

dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukmawati & Nurfitriani (2019), Wafirotun &

Septiviastuti (2019), Y. Ladewi, dkk (2020), menunjukkan hasil bahwa akuntabilitas

berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengelolaan keuangan desa. Kemudian,

penelitian oleh Sutanto & Hardiningsih (2021) menunjukkan hasil penelitian

menyatakan bahwa penyajian laporan pertanggungjawaban dan aksebilitas

berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan BLT-Dana

Desa. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi akuntabilitas yang diterapkan oleh

pemerintah desa maka akan semakin baik pula pengelolaan dana desanya. Hasil

yang berbeda dari penelitian Suparno (2012) dan Gerryan (2017) menemukan bahwa

akuntabilitas tidak berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan daerah.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis pada penelitian ini sebagai berikut :

H2 = Akuntabilitas memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

pengelolaan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD).


2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang selaras dengan topik transparansi dan akuntabilitas telah dilakukan

oleh Y. Ladewi dkk, (2020) yang meneliti tentang fenomena yang terkait dengan

akuntabilitas dan transparansi terhadap pengelolaan dana desa. Lokasi penelitian di

Kecamatan Merapi Selatan dan Kecamatan Pulau Pinang Kabupaten Lahat. Varibel

independen yang digunakan pada penelitian ini adalah akuntabilitas (X1) dan transparansi

(X2) serta variabel dependen yaitu pengelolaan dana desa (Y). Jumlah populasi yaitu 23

desa. Dan kuesioner disebarkan sebanyak 69 kuesioner. Hasil penelitian ini menyatakan

bahwa akuntabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap pengelolaan dana desa.

Sedangkan, transparansi tidak berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan dana desa.

Wafirotin & Septiviastuti (2019) meneliti pengaruh transparansi, partisipasi

masyarakat, dan akuntabilitas terhadap pengelolaan dana desa di Kabupaten Ponorogo.

Lokasi penelitian terletak di desa Kecamatan Pulung dan Ngebel. Variabel independen

yang digunakan pada penelitian ini adalah transparansi (X1), partisipasi masyarakat (X2),

akuntabilitas (X3) dan variabel dependen yaitu pengelolaan dana desa (Y). Populasi

dalam penelitian ini yaitu Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bendahara Desa, Kasi

Pembangunan, Kasi Pemberdayaan Masyarakat, dan Ketua BPD. Penelitian ini dilakukan

dengan penyebaran kuesioner kepada 156 responden. Hasil penelitian menyatakan

bahwa transparansi, partisipasi masyarakat, dan akuntabilitas berpengaruh positif

signifikan terhadap pengelolaan DD di Kabupaten Ponorogo. Hal ini didukung dari hasil

rekapitulasi jawaban responden dan kondisi rill di lapangan.

Gerryan Putra (2017) meneliti menguji pengaruh akuntabilitas keuangan,

pengawasan, dan transparansi anggaran terhadap pengelolaan keuangan pemerintah

daerah. Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Indragiri Hulu. Variabel yang digunakan

yaitu akuntabilitas keuangan (X1), pengawasan (X2), transparansi anggaran (X3) dan
pengelolaan keuangan daerah (Y). populasi yang digunakan dalam penelitian tersebut

yaitu pegawai negeri sipil yang bekerja pada SKPD Kabupaten Indragiri Hulu, dimana

terdiri dari 15 Dinas dan 8 Badan. Metode pengambilan sampelnya yakni purposive

sampling. Jumlah sampel sebanyak 82 responden. Penelitian ini dilakukan dengan

penyebaran kuesioner kepada Kepala Sub Bagian Keuangan dan Staf Bagian Keuangan

SKPD. Hasil penelitian menyatakan bahwa akuntabilitas keuangan tidak berpengaruh

terhadap pengelolaan keuangan daerah dan pengawasan keuangan berpengaruh secara

positif dan signifikan terhadap pengelolaan keuangan daerah. Sedangkan, transparansi

berpengaruh positif terhadap pengelolaan keuangan daerah.

Sutanto, H & Hardiningsih, P. (2021) yang meneliti untuk menganalisis pengaruh

penyajian laporan pertanggungjawaban dan aksebilitas terhadap akuntabilitas

pengelolaan BLT-Dana Desa pada masa pandemi Covid-19. Penelitian ini dilakukan di

Kabupaten Wonosobo. Variabel yang digunakan yaitu penyajian laporan

pertanggungjawaban (X1), aksebilitas (X2), dan akuntabilitas pengelolaan BLT-Dana

Desa (Y). Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dengan

menggunakan kuesioner. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 50 Kepala Desa.

Hasil penelitian menyatakan bahwa penyajian laporan pertanggungjawaban dan

aksebilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan BLT-

Dana Desa.

Hariandja, T, R., & Budiman, N, T. (2020) meneliti tentang transparansi dalam

pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa. Penelitian ini merupakan penelitian

kualitatif dan dilakukan di Desa Bangalsari Kabupaten Jember. Pengambilan data yang

digunakan pada penelitian ini yaitu metode dokumentasi. Hasil penelitian ini menyatakan

bahwa pelaksanaan BLT-DD di Desa Bangsalsari sudah mencerminkan transparansi,

mudah diakses dan murah.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini termasuk dalam penelitian metode kuantitatif. Sumber data yang

digunakan yaitu data primer yang secara langsung diperoleh melalui responden yang terkait

dengan permasalahan yang diteliti. Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan

metode survei dengan penyebaran kuisioner kepada responden. Penelitian kuantitatif yakni

penelitian yang menjelaskan suatu fenomena yang dapat diukur dengan berdasarkan

pengumpulan data berupa numerik dengan cara dianalisis melalui metode berbasis

matematik seperti halnya statistik (Cresswell, 2015). PeneIitian kuantitatif menggunakan

beberapa metode melalui beberapa pernyataan secara empiris.

3.2 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017). Sedangkan, sampel adalah bagian

dari atau sekelompok dari beberapa populasi. Pada penelitian ini, populasi yang digunakan

adalah perangkat desa di Kabupaten Bangkalan.

Sampel yang digunakan pada penelitian ini diperoleh melalui metode Purposive

Sampling dengan menentukan sampel berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai dengan

tujuan penelitian. Adapun kriteria pengambilan sampel yakni pemerintah desa yang terdaftar

sebagai Desa Maju di Kabupaten Bangkalan berdasarkan data yang diperoleh dari Indeks

Desa Membangun 2020. Terdapat 25 desa maju dari 273 desa secara keseluruhan di

Kabupaten Bangkalan (IDM, 2021). Peneliti memilih desa maju dikarenakan pada desa

maju tidak menjamin pengelolaan keuangan desa dilaksanakan dengan baik. Hal tersebut
dibuktikan dengan adanya beberapa kasus pengelolaan BLT Dana Desa yang terjadi pada

desa maju seperti di Desa Bandang Laok, Desa Lajing, Desa Sukowarno, dan Desa Pantai.

Berdasarkan beberapa kasus tersebut, dapat dikatakan bahwa desa yang berkategori desa

maju tidak selalu menjamin adanya transparansi serta akuntabilitas pengelolaan BLT Dana

Desa yang baik di masa pandemic Covid-19 yang dilakukan oleh perangkat desa se tempat.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, data yang diperoleh dengan menyebarkan kuisioner kepada

responden dengan menggunakan sumber data pimer. Pada kuisioner menggunakan

Skala Likert dengan pemakain 5 angka penilaian (1-5), dalam menjawab pertanyaan

Skala Likert yaitu dengan menyatakan setuju atau ketidaksetujuan tehadap subjek, objek,

maupun kejadian tertentu. Adapun ukuran yang digunakan untuk menilai jawaban terdiri

dari lima poin, yaitu:

Tabel 3.1 Pengukuran Skala Likert

No Kategori Jawaban Bobot


1. SS = Sangat Setuju 5
2. S = Setuju 4
3. N = Netral 3
4. TS = Tidak Setuju 2
5. STS = Sangat Tidak Setuju 1

3.4 Operasionalisasi Variabel dan Pengukuran Variabel

3.4.1 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang menjadi akibat dari adanya variable

bebas (Sugiyono, 2017). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengelolaan

Bantuan Langsung Tunai Dana Desa pada masa pandemi Covid-19.


1. Variabel Pengelolaan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) (Y)

Secara etimologi, istilah pengelolaan berdasarkan dari kata kelola dan biasanya

merujuk pada proses mengurus atau menangani sesuatu untuk mencapai tujuan

tertentu. Secara umum, pengelolaan dapat juga diartikan sebagai untuk dilakukan,

menentukan, serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui

pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya (Sutanto &

Hardiningsih, 2021).

Secara definitif dalam Pasal 1 angka 28 Permendesa Nomor 6 Tahun 2020,

Bantuan Langsung Tunai Dana Desa atau yang disebut dengan BLT-DD adalah

bantuan yang diperuntukkan kepada masyarakat miskin yang dananya bersumber dari

Dana Desa. Bantuan Langsung Tunai Dana Desa yang disingkat BLT-DD merupakan

bantuan uang tunai kepada keluarga miskin di desa yang bersumber dari dana desa

untuk mengurangi dampak ekonomi pandemi Covid-19 (PMK40/PMK.07/2020). Adapun

nilai BLT-DD yaitu sebesar Rp 600.000 setiap bulan untuk setiap keluarga miskin yang

memenuhi kriteria dan diberikan selama 3 bulan dan Rp 300.000 setiap bulan untuk tiga

bulan berikutnya.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan Bantuan Langsung

Tunai Dana Desa (BLT-DD) adalah proses mengurus atau menangani dana desa yang

diperuntukkan untuk Bantuan Langsung Tunai dengan bertujuan untuk membantu

keluarga miskin yang terdampak dengan adanya pandemi Covid-19.

Menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (2020) menyatakan

bahwa para calon penerima BLT-DD merupakan masyarakat miskin dan kurang mampu

yang telah terdaftar di dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) maupun yang
belum terdaftar (exclussion error) yang terdapat berbagai macam kriteria, yakni sebagai

berikut:

1. Tidak memperoleh bantuan lainnya berupa Program Keluarga Harapan (PKH)

dan/ Bantuan Pangan Non-tunai (BNPT) atau pemilik Kartu Prakerja.

2. Sudah tidak memiliki pekerjaan tetap atau mata pencaharian pokok (tidak

mempunyai pengganti ekonomi yang memadai guna untuk bertahan pada

kondisi apapun dalam kurun waktu tiga bulan ke depan).

3. Terdapat anggota keluarga yang pernah dan/ sedang mengalami penyakit

menahun atau kronis.

Tim pendata juga harus memastikan kelompok rentan seperti keluarga miskin

yang dikepalai oleh perempuan, lansia (lanjut usia), dan penyandang disabilitas yang

terdata sebagai calon Keluarga Penerima Manfaat (KPM) BLT Dana Desa. Maka dari itu,

semakin banyak kriteria keluarga yang miskin dan rentan yang dipenuhi, semakin menjadi

prioritas penerima BLT Dana Desa.

Menurut Panduan Pendataan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD)

adapun indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pengelolaan BLT

Dana Desa yakni sebagai berikut (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional,

2020) .:

1. Keakuratan pengelolaan BLT-DD.

2. Pelaporan dan pertanggungjawaban BLT-DD.

3. Ketersediaan infomasi dan komunikasi mengenai BLT-DD yang memadai.

4. Tanggap dan solutif dalam pengelolaan BLT-DD.

5. Monitoring pelaksanaan penyaluran BLT-DD dan menerima keluhan masyarakat

sebagai evaluasi bagi pemerintah desa dalam pelaksanaan pengelolaan BLT-DD.

3.4.2 Variabel Independen


Variabel independen merupakan variabel bebas atau variabel yang

mempengaruhi variabel terikat dan menjadi penyebab adanya variabel terikat (Sugiyono,

2017). Variabel independen dalam penelitian ini yaitu terdiri dari:

1. Variabel Transparansi (X1)

Transparansi berarti keterbukaan pemerintah dalam memberikan informasi yang

terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang

membutuhkan informasi tersebut (Mardiasmo, 2009). Dengan adanya transparansi,

kebohongan sulit untuk disembunyikan dan transparansi menjadi instrumen penting

yang dapat menyelamatkan uang rakyat dari perbuatan korupsi (Harjono dkk, 2014 dan

L. Tundunaung dkk, 2018). Penelitian ini mengukur seberapa besar informasi yang

diberikan oleh pemerintah desa kepada masyarakat mengenai pengelolaan BLT-DD

selama pandemi Covid-19. Pada penelitian sebelumnya, terdapat indikator yang

digunakan dalam mengukur transparansi diantaranya sebagai berikut (Kristianten, 2006

dan Harjono dkk, 2014):

1. Kualitas informasi pengelolaan anggaran.

2. Kebebasan arus informasi.

3. Pertanggungjawaban atas kegiatan yang dilakukan.

4. Kesediaan dan aksebilitas dokumen.

5. Kejelasan dan kelengkapan informasi.

6. Keterbukaan proses.

7. Kerangka regulasi yang menjamin transparansi.

2. Variabel Akuntabilitas (X2)

Akuntabilitas diartikan sebagai sebuah kewajiban melaporkan dan bertanggung

jawab atas keberhasilan ataupun kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam


mencapai hasil yang telah ditetapkan sebelumnya melalui media pertanggungjawaban

yang dikerjakan secara berkala (Mardiasmo, 2009). Sasaran pertanggungjawaban ini

yaitu laporan keuangan. Pada penelitian sebelumnya, adapun indikator yang digunakan

dalam mengukur akuntabilitas di antaranya sebagai berikut (Krina, 2003 dan Harjono

dkk, 2014) :

1. Standar operasional pengelolaan anggaran.

2. Pertanggungjawaban atas kegiatan yang dilakukan.

3. Keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi setiap warga yang

membutuhkan.

4. Membuat suatu keputusan yang sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang

berlaku sesuai prinsip administrasi yang benar.

5. Akurasi dan kelengkapan informasi.

6. Penjelasan sasaran kebijakan yang diambil dan dikomunikasikan.

7. Kelayakan dan konsistensi.

8. Penyebarluasan informasi mengenai keputusan.

3.5 Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini, teknik analisis data bersumber dari data primer yang telah

dikumpulkan. Data yang telah terkumpul tersebut akan dianalisis dengan alat statistik

SPSS. Teknis analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda dengan tujuan

untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu transparansi (X1) dan akuntabilitas

(X2) terhadap variabel dependen yaitu pengelolaan bantuan langsung tunai dana desa

(BLT-DD) pada masa pandemi Covid-19 (Y). Teknik analisis data menggunakan uji

validitas dan uji reabilitas.

3.5.1 Uji Validitas


Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan dan

kesahihan suatu instrumen penelitian. Defisini validitas tersebut menunjukkan ketepatan

dan kesesuaian alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian. Uji validitas

merupakan pengukuran terhadap kelayakan kuisioner untuk mendefinisikan suatu variabel.

Ghozali (2018) menyatakan bahwa uji validitas digunakan untuk mengetahui sah atau tidak

sahnya suatu kuisioner dalam penelitian.

Validitas menggambarkan seberapa tepat suatu alat ukur dan bagaimana kuisioner

dapat benar-benar mengukur apa yang diukurnya. Uji validitas dapat diukur melalui koreksi

bivariate dari masing-masing skor pada total skor konstruk. Jika, nilai pearson correlation

menunjukkan > 0,5 maka signifikansinya < 0,5 maka konstruk dapat dinyatakan valid.

3.5.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan

penelitian (Sugiyono, 2017). Kuisoner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban

seseorang terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti adalah konsisten atau stabil

dari waktu ke waktu. Instrument yang reliabel adalah instrument yang bila digunakan

beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama pula.

Teknik ini dapat dilakukan dengan melihat nilai Cronbach’s Alpha, jika nilai menunjukkan >

0,7, maka sudah memenuhi reabilitas (Ghazali, 2018)

3.6 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah suatu uji yang digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan

dari suatu model regresi sehingga tidak terjadi suatu pelanggaran dalam model regresi

tersebut. Model yang baik ialah bebas dari tiga dasar pengujian asumsi klasik diantaranya

terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas.

3.6.1 Uji Normalitas


Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2018). Data yang baik

merupakan data yang memiliki distribusi normal agar dapat diuji ke dalam analisis regresi.

Pengujian normalitas data menggunakan Test Normality Kolmogorov-Smirnov dalam

program SPSS.

Dasar pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan melihat pada angka

probabilitasnya, yaitu apabila nilai signifikansi > 0,05 maka data penelitian berdistribusi

normal. Dan sebaliknya apabila nilai signifikansi < 0,05 maka data dinyatakan tidak

berdistribusi normal.

3.6.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukanadanya

kolerasi antar variabel bebas atau independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi korelasi antara variabel bebas atau independen (Ghazali, 2018). Untuk menguji

adanya multikolinearitas dapat dilihat melalui nilai dari Variance Inflantion Factor (VIF), jika

nilai hitung Variance Inflantion Factor (VIF) < 10 maka dinyatakan terbebas dari

multikolinearitas dan sebaliknya jika nilai hitung VIF > 10 maka terdapat multikolinearitas.

3.6.3 Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas diartikan sebagai varian variabel gangguan yang tidak konstan.

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variasi dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain (Ghazali, 2018). Dalam menentukan heteroskedastisitas dilakukan

dengan mengamati grafik plot (scatterplot) atau menggunakan Glejser dengan melihat nilai

signifikansinya yakni dengan cara meregresikan nilai absolut residual, jika nilai sig > 0,05

maka varians residual dikatakan tidak terdapat adanya gejala heteroskedastisitas.


3.7 Uji Hipotesis

3.7.1 Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda merupakan regresi yang memiliki satu variabel

dependen dan dua atau lebih variabel independen (Sugiyono, 2017). Uji regresi linier

berganda digunakan untuk mengetahui hubungan arah variabel independen dengan

berupa hubungan positif atau negatif terhadap variabel dependen. Analisis regresi linear

berganda digunakan untuk jumlah variabel independen minimal dua. Tujuan pengujian ini

yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen transparansi (X1)

dan akuntabilitas (X2) terhadap variabel dependen Pengelolaan Bantuan Langsung Tunai

Dana Desa (BLT-DD) (Y). Adapun persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + e

Keterangan :

Y = Pengelolaan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD)

α = Konstan Y

β = Koefisien arah regresi

X1 = Transparansi

X2= Akuntabilitas

e = Kesalahan/error

3.7.1.1 Uji Parsial (Uji Statistik t)

Uji statistik t digunakan untuk menguji tingkat signifikan dari pengaruh variabel

independen secara parsial yaitu transparansi (X1) dan akuntabilitas (X2) dalam

menerangkan variabel dependen (Ghozali, 2018). Uji t dilaksanakan dengan melihat nilai

p-value/signifikansi dengan cara membandingkan t hitung dengan t tabel dari masing-

masing variabel. Apabila p-value < 0,05 atau t hitung > t tabel maka dapat disimpulkan
bahwa hipotesis diterima,. Dan sebaliknya, apabila p-value > 0,05 atau t hitung < t tabel

maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis ditolak.

3.7.1.2 Uji Simultan (Uji Statistik f)

Uji F atau uji simultan digunakan untuk mengetahui secara simultan variabel

independen berpengaruh pada keberadaan variabel dependen. Pengujian ini dapat

dilakukan denagn quick look dengan nilai signifikansi 0,05. Kemudian, Uji F dapat dilakukan

dengan melihat nilai signifikansinya yang apabila nilai signifikansi > 0,05 maka hipotesis

ditolak dan sebaliknya jika nilai signifikansinya < 0,05 maka dapat dinyatakan hipotesisnya

diterima atau secara simultan variabel independennya menunjukkan pengaruh terhadap

variabel dependen.

3.7.1.3 Uji Koefisien Determinasi

Uji koefisien determinasi digunakan untuk menunjukkan seberapa besar persentase

pengaruh pada variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun nilai koefisien

yang ditunjukkan dengan nilai antara 0 dan 1 (0<R 2<1). Regresi yang baik apabila R2

menunjukkan kenaikan. Semakin dekat nilai R2 terhadap angka 1 maka dapat dinyatakan

variabel independen bisa menjelaskan informasi yang bisa memprediksi variasi dalam

variabel dependen (Ghazali, 2018).


DAFTAR PUSTAKA

PERBAIKI CARA MENULIS

UNGU : BUKU / MERAH : SKRIorThesis / KUNING : JURNAL

Abdul Hafiz, Tanjung. 2008. Regional Government Accounting (Issue 3). Bandung: Alfabeta.

Alfasadun, Pancawati H., Sri Devi R., & Ceacilia S., 2018. Transparansi Dan Akuntabilitas
Pengelolaan Dana Desa, Proceeding SENDI_U. Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu
dan Call For Papers, Unisbank, Semarang.

Babulu, N., L. 2020. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akuntabilitas Dalam Pengelolaan Dana
Desa Dan Dampaknya Terhadap Pencegahan Fraud. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
Vol. 5 No. 2.

BPKP. 2020. BPKP Sebutkan Masalah Data Penyaluran BLT Dana Desa.
Maun, C. E. F. 2020. Efektivitasastu Bantuan Langsung Tunai Dana Desa Bagi
Masyarakat Miskin Terkena Dampak Covid-19 Di Desa Talaitad Kecamatan
Suluun Tareran Kabupaten Minahasa Selatan, diakses melalui TNP2K | Welcome,
tanggal 1 Mei 2021, Pukul 10.00 WIB.

Rizkiansyah, Dodi. 2021, “Kepala Desa Pantai Jadi Tersangka Korupsi BLT DD Covid-19”,
https://www.borneonews.co.id/berita/229187-kepala-desa-patai-jadi-tersangka-korupsi-
blt-dd-covid-19, Diakses pada 22 Oktober 2021 Pukul 14.27 WIB.

Creswell, Jhon W. 2015. Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed.
Pustaka Belajar.

Dubnick, M. J. 2003. Accountability and Ethics: Reconsidering The Relationships. International


Journal of Organization Theory and Behavior. Vol. 6, No. 3.

Donaldson, L. & J.H. Davis. 1991. Stewardship Theory or Agency Theory: CEO Governance
and Shareholder Returns. Australian Journal of Management.

Dewi, E. P. 2018. Good Governance dan Transparansi Rencana Strategis Terwujudnya


Akuntabilitas Kinerja Pemerintah. Jurnal Lentera Bisnis. Vol. 7 No 2.

Furqani, Astri. 2010. “Pengelolaan Keuangan Desa dalam Mewujudkan Good Governance
(Studi pada Pemerintahan Desa Kalimo, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep)”.
Tesis. Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
Gerryan, P., 2017. Pengaruh Akuntabilitas Keuangan, Pengawasan Keuangan Daerah, dan
Transparansi Anggaran Terhadap Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah
Kabupaten Indragiri Hulu. JOM Fekon, Vol 4.

Ghozali, Imam. 2018. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 25 Edisi 9.
Badan Penerbit Universitas Dipenogoro.

Hanif Nurcholis, 2011, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta:


Erlangga.

Harjono, dkk. 2014. Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Terhadap Pengelolaan


Anggaran. Binus Business Review. Vol.5, No.2, Hlm.537-550.
Sutanto, H. & Hardiningsih, P. 2021. Akuntabilitas Pengelolaan BLT Dana Desa Pada Masa
Pandemi Covid-19. Jurnal InFestasi Vol 17.

ICW. 2020. Hasil Pemantauan Bansos: 239 Temuan Dan Aduan Warga, Tertinggi Terkait
Pemotongan Dan Pungutan Liar. ICW. Jakarta.

Ira Novianty, dkk. 2020. Praktik Penganggaran dan Penyaluran Bantuan Dana Desa di Masa
Pandemi COVID-19. Prosiding Senantias. Vol. 1 No.1.

Irwanto, 2021, “Kades di Sumsel Selewengkan BLT Dana Desa untuk 156 KK Sebesar Rp187
Juta, https://www.merdeka.com/peristiwa/kades-di-sumsel-selewengkan-blt-dana-desa-
untuk-156-kk-sebesar-rp187-juta.html, diakses pada tanggal 16 Oktober 2021 Pukul
23.04 WIB.

Kementerian Keuangan. 2020. Melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Mari
Bersama-sama Menggerakkan Roda Perekonomian Untuk Indonesia Lebih
Baik .https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-sumseljambibabel/baca-
artikel/13298/Melalui-Program-Pemulihan-Ekonomi-Nasional-PEN-Mari-Bersama-sama-
Menggerakkan-Roda-Perekonomian-Untuk-Indonesia-Lebih-Baik.html. Diakses pada 1
Mei 2021 pukul 10.00 WIB.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. 2020. Panduan Pendataan Bantuan
Langsung Tunai BLT Dana Desa.
Krina L. P. L. 2003. Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi dan Partisipasi.
Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. UNDP.

Kristianten. 2006. Transparansi Anggaran Pemerintah. Jakarta: Rineka Cipta.

Kurnia, R., Sebrina, N, Halmawati. 2019. Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa (Studi Kasus
pada Desa-Desa di Wilayah Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat).
Jurnal Eksplorasi Akuntansi, 1(1).

L. Tundunaung, dkk. 2018. Transparansi Pengelolaan Dana Desa di Desa Tabang Kecamatan
Rainis Kabupaten Kepulauan Talaud. Jurnal Ilmu Pemerintahan. Vol. 1 No. 1 (FISIP
Universitas Ram Ratulangi)

Mahayani, N. L. A. 2017. Prosocial Behavior Dan Persepsi Akuntabilitas Pengelolaan Dana


Desa Dalam Konteks Budaya Tri Hita Karana. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Bisnis. ISSN
2303-1018.
Mahbub, 2020, “Inspektorat Bangkalan Temukan Kejanggalan Distribusi BLT”,
https://arahjatim.com/inspektorat-bangkalan-temukan-kejanggalan-distribusi-blt/, Diakses pada
17 Oktober 2021 Pukul 23.00 WIB.

Mahmudi. 2013. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: UII Press.

Manopo, Delviyanti Cristin. 2016. Pelaksanaan Akuntabilitas dalam Penyelengaraan


Pemerintah Desa (Studi di desa Warisa, Kecamatan Talawan Kabupaten Minahasa
Utara). Jurnal Eksekutif, Vol.1 No.7. Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Mardiasmo. 2009. Akuntabilitas Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Offset.

Medina, Febri. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Transparansi Informasi Keuangan


pada Situs Resmi Pemerintah Daerah di Indonesia. Skripsi. Jakarta: Universitas
Indonesia.

Meutia, I., & Liliana, L. 2017. Pengelolaan Keuangan Dana Desa. Jurnal Akuntansi
Multiparadigma, 8 (2).

Mustofa Dijaja. 2003. Manajemen Proses Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan
Evaluasi. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Moh. Iksan. 2020. Sebut Bansos Tak Tepat Sasaran, Warga Desa Lajing Kembali Datangi
Kepala Desa, https://lingkarjatim.com/madura/bangkalan/sebut-bansos-tak-tepat-
sasaran-warga-desa-lajing-kembali-datangi-kepala-desa/ diakses pada tanggal 9 Mei
2021 pukul 15.30 WIB.
Dewi, Ni Komang Ayu Julia Praba & Gayatri. 2019. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada
Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
Vol.26.2.

Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Menteri
Desa PDTT Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penggunaan Prioritas Penggunaan Dana
Desa Tahun 2020.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/PMK.07/2020 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan
Dana Desa.

Permendagri RI Nomor 113 Tahun 2014

Ramly, Ar Royyan, dkk. 2018. The Implementation of Village Fund Policy in Improving
Economy of Village Society. Jurnal Ilmiah Peuradeun.

Ratminto dan Winarsih Atik Septi. 2009. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta : Penerbit Pustaka
Pelajar.

Renyowijoyo, Muindro. 2010. Akuntansi Sektor Publik Organisasi Non Laba, Edisi Kedua,
Yogyakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
Armaini, Rosi. 2017. Asas-Asas Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Pencapaian Akuntabilitas
Penggunaan Dana Desa Di Desa Karang Agung Kabupaten Pali. Jurnal ACSY Jurnal
Accounting Politeknik Sekayu. Vol. 6. No. 1.

Saparniene, Diana, dan Ingrida Valukonyte. 2012. Impelementation of Good Governance


Principles in Local Self-Government: The Case of Siaulai City.

Sarip, Aip Syarifudin dan Abdul Muaz. 2020. Dampak Covid-19 Terhadap Perekonomian
Masyarakat dan Pembangunan Desa. Al-Mustashfa: Jurnal Penelitian Hukum Ekonomi
Islam Vol. 5, No. 1, Juni 2020
Slavoj, Zizek. 2020. Pandemic! Covid Shakes The World. New York and OR Books.
London.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: CV. Alfabeta.

Sukmawati, F., & Nurfitriani, A. 2019. Pengaruh Transparansi Dan Akuntabilitas Terhadap


Pengelolaan Keuangan Desa. Jurnal Ilmiah Bisnis, Pasar Modal Dan Umkm , 2 (1), 52-
66.

Suparno, 2012. Pengaruh Akuntabilitas Keuangan Daerah, Value For Money, Kejujuran,
Transparansi, dan Pengawasan Terhadap Pengelolaan Keuangan. Tesis Mahasiswa
Universitas Negeri Medan.

Suryajaya, Martin. 2020. Membayangkan Politik Dunia Setelah Korona.


https://www.martinsuryajaya.com/post/membayangkan-politik-dunia-setelah-korona,
Diakses pada tanggal 5 Mei 2020 Pukul 18.30 WIB

Suvenny, S. R. 2020. Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa Pancuran Gading dan Desa
Bencah Kelubi di Wilayah Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar. Skripsi Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Riau.

Suwarjeni, V Wiratna. 2015. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Pustaka baru Press.
Syaiful, 2020, “Dana BLT DD di Bandang Laok Rp 850 Juta, Penerima Hanya 94 KK Diprotes
Warga”,https://matamaduranews.com/dana-blt-dd-di-bandang-laok-rp-850-juta-
penerima-hanya-94-kk-diprotes-warga/, Diakses pada 17 Oktober 2021 Pukul 22.52
WIB.

Hariandja, T. R., & Budiman, N. T. (2020). TRANSPARANSI DALAM PELAKSANAAN


BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DANA DESA. Indonesian Journal of Law and
Islamic Law (IJLIL).

Teddy Ardianto. 2020. Survei SMRC: BLT-Dana Desa Untuk COVID-19 Kurang Tepat Sasaran,
http://beritajatim.com/politik-pemerintahan/survei-smrc-blt-dana-desa-untuk-covid-19-
kurang-tepat-sasaran/, diakses pada tanggal 9 Mei 2021 pukul 15.00 WIB.

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014. (t.thn.). Indonesia.

Wafirotin, K. Z., & Septiviastuti, U. 2019. The Effect of Transparency, Community Participation
and Accountability on Management of Village Funds in Ponorogo Regency. Ekuilibrium:
Jurnal Ilmiah Bidang Ilmu Ekonomi, 14(1), 31-43..
Y. Ladewi dkk. 2020. The Effect of Accountibilty and Transparency of Village Fund
Management. International Journal Of Accounting and Business Society. Vol 28 No. 2.
Zerbinati, S. 2012. Multi-level Governance and EU Structural Funds: An Entrepreneurial Local
Government Perspective. Local Government Studies, 38 (5).

Anda mungkin juga menyukai