Anda di halaman 1dari 5

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI DANA DESA ( BLT

– DD ) BAGI WARGA TIDAK MAMPU YANG TERDAMPAK COVID – 19 DI DESA


BILA RIASE

Dosen Pengampu :
Hardianti, S.A,.PM.A.P.

Oleh
RESKI ELISA
0910580421106

PRODI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDENRENG RAPPANG
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menerapkan kebijakan merupakan langkah krusial dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Implementasi adalah proses mengubah pernyataan kebijakan menjadi
tindakan kebijakan, dengan kata lain (Tangkilisan, 2010: 185). Pemahaman serupa
berangkat dari gagasan bahwa proses kebijakan publik dibagi menjadi beberapa tahap,
dengan implementasi menjadi tahap terakhir. Implementasi kebijakan merupakan tahapan
untuk menerjemahkan kebijakan publik, yaitu pernyataan umum dalam maksud, sasaran,
dan pencapaian tujuan berbagai fungsi pelaksanaan program dan mempengaruhi
pencapaian, menurut para ahli tersebut di atas.
Transfer tunai, sering dikenal sebagai BLT, adalah semacam program bantuan
pemerintah yang memberikan bentuk dukungan bersyarat (transfer tunai bersyarat) dan
tanpa syarat (transfer tunai tanpa syarat) kepada masyarakat miskin. Transfer tunai
langsung pertama, awalnya dikenal sebagai Bolsa Escola dan kemudian berganti nama
menjadi Bolsa Familia, dikembangkan di Brasil pada 1990-an. Inisiatif ini dibuat oleh
Luiz Inácio Lula da Silva, presiden ke-35 Brasil, dan pada dasarnya merupakan skema
transfer tunai langsung bersyarat. Karena Bolsa Familia telah membantu sekitar 26%
orang miskin Brasil pada 2011, Bolsa Familia terus ada sebagai distribusi uang tunai
bersyarat terbesar di dunia dan sedang ditiru oleh negara-negara lain.
Isu-isu kebijakan BLT sebelumnya kompatibel dengan isu-isu yang timbul dari tahap
pertama kebijakan BLT Dana Desa yang telah diterapkan di beberapa daerah. Sejumlah isu
mengemuka, termasuk keterlambatan pencairan BLT Dana Desa. Agar pemerintah dapat
meminimalisir permasalahan serupa dalam pelaksanaan kebijakan BLT Dana Desa melalui
penyempurnaan instrumen kebijakan pelaksanaan kebijakan tersebut, permasalahan dalam
pelaksanaan BLT Dana Desa perlu dikaji lebih lanjut dalam konteks yang lebih luas, yaitu
proses pelaksanaan kebijakan BLT Dana Desa secara keseluruhan dalam lingkup nasional.
Hasil review BLT Dana Desa yang dilakukan di berbagai daerah akan memungkinkan
dibangunnya pemahaman terhadap permasalahan dan keterbatasan pelaksanaan BLT Dana
Desa. Jika dilihat dari sudut pandang kebijakan publik, masalah BLT Dana Desa
menunjukkan bahwa implementasi kebijakan tidak berjalan sebagaimana tujuan awal yang
telah ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh masalah yang bermanifestasi sebagai indikator
masalah dalam proses pelaksanaan kebijakan, yang harus ditanggapi oleh pemerintah
(Akib, 2010).
Kebijakan BLT Dana Desa harus dievaluasi untuk menentukan faktor-faktor apa saja
yang menghambat pelaksanaannya. Hal ini diperlukan karena keberadaan kebijakan publik
yang telah dilaksanakan memerlukan pemahaman faktor-faktor pendorong dan
penghambat perbaikan kebijakan ke depan (Tangkilisan, 2003), apakah isu tersebut
berkaitan dengan isi kebijakan (masalah) atau konteks (solusi), sebagaimana dinyatakan
oleh Grindle (1980). Selain itu, diharapkan bahwa inisiatif untuk mengkaji implementasi
kebijakan BLT Dana Desa akan mendorong tata kelola pemerintahan yang baik di tingkat
desa, khususnya dalam pelaksanaan program bantuan sosial (Dwipayana & Eko, 2003).
Menurut penelitian Herdiana et al., setidaknya tiga (tiga) komponen, termasuk
kemampuan pemerintah, masyarakat sasaran, dan mekanisme proses implementasi, terlibat
dalam implementasi kebijakan BLT Dana Desa. Proporsionalitas anggaran desa dalam
penanganan COVID-19, keuntungan menawarkan BLT Dana Desa, dan sistem tanggung
jawab masyarakat dalam memanfaatkan BLT Dana Desa menjadi permasalahan dalam
menerapkan kebijakan BLT Dana Desa.
Selain itu, studi yang dilakukan oleh Sofi (2021) menunjukkan bahwa implementasi
BLT Desa dapat cukup efektif dalam hal aturan, fungsi, dan tugas, rencana, dan hasil. Hal
ini juga terlihat dari temuan pembagian outcome dan output implementasi BLT Desa yang
menghasilkan persentase sebesar 114,93 persen. Minimnya infrastruktur pemerataan,
terbatasnya alokasi Dana Desa untuk BLT Desa, dan ketidakkonsistenan data dalam
penghitungan penerima manfaat, termasuk penerima BLT Desa, menjadi tantangan
tersendiri dalam pelaksanaan program.
Dunia sedang menghadapi masalah besar saat 2019 berakhir. Sejak awal wabah
penyakit yang disebabkan oleh virus corona, juga dikenal sebagai Covid 19, hampir setiap
elemen kehidupan telah berubah dengan cara yang mengkhawatirkan dan menarik bagi
semua orang di dunia. Sejak deteksi pertama Covid-19 di China, di kota Wuhan di
Provinsi Hubei, pada awal 2020, telah mendapat perhatian luas. Karena virus ini
merenggut ribuan nyawa dan menarik perhatian banyak negara, termasuk Indonesia, WHO
pada 11 Maret 2020 menyatakan wabah ini sebagai pandemi di seluruh dunia. Sejak akhir
tahun 2019, pandemi COVID-19 terbukti berdampak negatif terhadap kondisi sosial dan
ekonomi Indonesia. Efek dari kegiatan ekonomi ini dirasakan secara luas di seluruh
Indonesia. Ekonomi masing-masing daerah dalam bahaya, dan lingkungan regional
semakin buruk. Akibatnya, pemerintah Indonesia bergerak cepat dan agresif untuk
mengurangi tingkat penyebaran sebanyak mungkin.
Ekonomi desa telah dipengaruhi oleh pandemi Covid-19 dalam beberapa cara.
Pembatasan kegiatan sosial sebagai akibat dari upaya penetapan kebijakan
penanggulangan wabah Covid-19 dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan.
Masyarakat harus mengikuti prosedur kesehatan preventif Covid-19 saat melakukan
kegiatan sosial atau komersial di tempat umum, seperti menjaga jarak fisik dan memakai
masker.
Salah satu upaya nyata pemerintah dalam penanggulangan dampak Covid-19 terutama
di daerah pedesaan yaitu dengan mengimplementasikan kebijakan Bantuan Langsung
Tunai (BLT) adapun sumber dana berasal dari Dana Desa (DD) sehingga dengan demikian
disebut BLT Dana Desa. Implementasi BLT Dana Desa diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 50/PMK.07/2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa, serta melalui
Instruksi Menteri Desa PDT Nomor 1 Tahun 2020 tentang Percepatan Penyaluran BLT
Dana Desa.
Dalam rangka mempercepat pengentasan kemiskinan ekstrem dan mengurangi beban
keuangan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), program BLT-DD
memberikan bantuan uang kepada keluarga berpenghasilan rendah atau miskin di desa.
Program ini didanai oleh dana desa.
Program jaring pengaman sosial bernama Dana Desa BLT membantu rehabilitasi
ekonomi daerah yang dilanda wabah Covid-19. Selain berdampak pada kesehatan
masyarakat, Covid-19 juga memiliki dampak finansial, sosial, dan ekonomi. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keterbatasan pemulihan ekonomi daerah dan
efisiensi pelaksanaan BLT Dana Desa. Penelitian ini menggunakan sampel 33 desa dan
metodologi deskriptif kuantitatif. Hasil pembagian antara outcome dan output pelaksanaan
BLT Dana Desa yang menunjukkan angka sebesar 114,93 persen membuktikan bahwa
pelaksanaan BLT Dana Desa dapat berfungsi dengan sangat efektif. Namun
Pembenaran atau faktor hukum yang diperhitungkan untuk masalah Amandemen
tersebut di atas adalah efek wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) terhadap
kondisi sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Selain itu, mengingat
atau sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1
Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Penanganan dan Penyebaran Pandemi Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) di Desa, dimana ditetapkan bahwa dengan menggunakan
Dana Desa dapat digunakan untuk bantuan tunai langsung kepada masyarakat miskin di
desa, diperlukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi Akibatnya, ada Perubahan Nomor 6 Tahun 2020.
Dampak COVID-19 di Tingkat Desa Desa-desa di Indonesia telah terkena dampak
negatif penyebarannya, yang telah berdampak negatif khususnya pada bagaimana
kehidupan pemerintah dan masyarakat dilakukan di sana. Masalah pengaruh COVID-19
terhadap pemerintah desa dan masyarakat pedesaan adalah bahwa hal itu secara langsung
berdampak buruk pada operasi masing-masing pihak, sehingga kegiatan yang dilakukan
lebih sedikit daripada sebelum penyebaran COVID-19. Status pemerintah desa sebagai
tingkat pemerintahan terendah yang berinteraksi dengan penduduk terkait erat dengan
wilayah pemerintahan. Setidaknya empat dimensi tata kelola, meliputi fitur pembangunan,
aspek pemberdayaan, dan aspek tata kelola, membentuk fungsi pemerintahan.
Pemerintah Indonesia ingin melihat tidak ada lagi orang yang hidup dalam
kemiskinan, jadi untuk mencapai tujuan ini, pemerintah harus bekerja tanpa lelah untuk
membantu mereka yang kurang beruntung. Akibatnya, pemerintah melaksanakan program
kerja untuk kesejahteraan masyarakat miskin sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang percepatan penanggulangan kemiskinan,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2015 dan
Keputusan Menteri Sosial.
Warga desa yang terserang wabah Covid-19 atau menderita penyakit kronis dapat
menerima bantuan melalui BLT-Dana Desa yang didanai oleh dana desa. Selama bulan
April hingga Juni, lingkungan akan mendapatkan bantuan Rp 600.000,00 per bulan setiap
keluarga. Kebijakan ini dituangkan dalam PPDT Nomor 11 Tahun 2019 tentang
Penggunaan Dana Desa Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Desa PPDT Nomor 6 Tahun
2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa. Membantu masyarakat yang kurang
beruntung secara ekonomi dan sosial untuk mencapai kebutuhan dasar mereka selama
pandemi Covid-19 adalah tujuannya.
Musyawarah Desa memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk memilih
calon penerima manfaat sendiri. Diantisipasi bahwa komunitas penerima manfaat akan
memanfaatkan uang tunai sebaik-baiknya untuk memenuhi persyaratan penting atau
mendesaknya. Data yang masih belum akurat, seiring dengan pelaksanaan kebijakan,
dapat diperbaiki, didukung dengan data lain seperti KTP dan Kartu Keluarga untuk
masyarakat yang belum terdaftar, serta ditandatangani oleh RT dan RW setempat, sesuai
penyaluran BLT Dana Desa yang dilaksanakan dengan lancar dan baik dengan dukungan
semua pihak. Hal ini berhasil dan dapat diakui oleh semua pihak dengan bantuan saksi
dari tetangga sebelah kanan dan kiri, sehingga pada intinya komunikasi masyarakat yang
baik akan mempermudah pelaksanaan kebijakan BLT Dana Desa.
Salah satu desa Sulawesi Selatan yang komunitasnya terdampak pandemi Covid-19
adalah Desa Bila Riase, Kabupaten Sidenreng Rappang. Hasilnya, pemerintah telah
menerbitkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dalam Program Dana Desa, yang
menganggarkan dana bantuan langsung sebesar 25% dari total Anggaran Dana Desa yang
akan diterima, dan dana yang diperoleh Masyarakat sebesar Rp. 300.000/Kepala Rumah
Tangga. Ide dasar di balik dukungan ini adalah untuk melengkapi sejumlah inisiatif jaring
pengaman sosial yang ditetapkan oleh pemerintah, termasuk PKH, Bantuan Sembako, dan
Diskon Listrik. Rencana BLT Dana Desa berbeda karena memberikan kebebasan kepada
dewan desa untuk memilih calon penerima manfaat mereka sendiri melalui musyawarah
desa.
Tujuan kajian Kebijakan Pelaksanaan Program Bantuan Tunai Tahun 2020 di
Kabupaten Sidenreng Rappang adalah untuk mendeskripsikan bagaimana kebijakan
tersebut dilaksanakan dan mengidentifikasi unsur-unsur yang membantu dan menghambat
pelaksanaan program BLT Tahun 2020 di Kabupaten Sidenreng Rappang. Pelaksanaan
program berjalan lancar, aman, dan tertib. Implementasi di lapangan meliputi sosialisasi
program, validasi data, pembagian kartu, money payout, dan pembuatan laporan.
Buruknya sikap pelaksana program, kondisi sosial ekonomi yang hampir sama
menimbulkan kecemburuan, situasi politik yang mendukung dan menolak program,
keterampilan pelaksana program yang masih perlu ditingkatkan, dan koordinasi
merupakan faktor yang turut membantu sekaligus menghambat keberhasilan pelaksanaan
program.

Anda mungkin juga menyukai