Anda di halaman 1dari 15

Dinamika Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Penggulangan Dampak

Covid-19 Terhadap Masyarakat Rokan Hilir

NAMA : BAMBANG BUDIONO


NPM : 207322076
Mata Kuliah : Dinamika Kebijakan Pemerintah Daerah
Dosen Pengasuh : Dr. H. Rahyunir Rauf, M.Si

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Setelah ditetapkannya negara Indonesia sebagai salah satu negara yang berstatus
pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) oleh WHO (World Health Organizatio)
berdasarkan jumlah penyebaran virus bertambah signifikan dan berkelanjutan secara
global, hal ini direspon oleh Pemerintah Indonesia dengan menetapkan status wabah
Covid-19 sebagai Bencana Nasional pada tanggal 14 Maret yang tertuang dalam
Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam
Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) Sebagai Bencana Nasional. Setelah
itu Presiden membentuk gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 dalam rangka
mengkoordinasikan kapasitas pusat dan daerah.
Pemerintah berperan penting dalam mengambil kebijakan yang terbaik untuk
kesalamatan seluruh rakyat. Pemerintah pusat memberi kebijakan atas segala
kewenangan yang akan diterapkan oleh pemerintah daerah. Namun demikian, dalam
kaitannya dengan wabah Covid-19 yang telah menjadi ancaman bagi seluruh dunia,
urusan ini sudah tidak menjadi urusan pemerintah pusat semata melaikan urusan
pemerintah daerah juga. Menurut (khatrina, 2020), Hal ini mengingat Covid-19 sudah
dinyatakan WHO sebagai pandemi, meningkat setelah sebelumnya dinyatakan sebagai
darurat global atau darurat kesehatan publik yang menjadi perhatian internasional (Public
Health Emergency of International Concern/PHEIC) (cnnindonesia.com, 30 Januari
2020). Dalam kondisi ini, undang- undang yang tepat diberlakukan adalah Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Undang-undang
tersebut menyebutkan bahwa dalam hal terjadi kedaruratan kesehatan masyarakat,
pemerintah pusat dan pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab melindungi
masyarakat dari penyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan
masyarakat.
Dalam rangka pencegahan, penyebaran,penularan dan penanggulangan virus
Corona di masyarakat, pemerintah membuat serangkain kebijakan untuk menanganinya.
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tersebut baik tertulis, dan tidak tertulis. Kebijakan
yang tertulis bentuknya contohnya seperti Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (PERPU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden
(PERPRES), Peraturan Menteri (PERMEN), Peraturan Daerah (PERDA), Peraturan
Bupati (PERBUP), Peraturan Walikota (PERWALI), dan lain-lain termasuk di dalamnya
adalah Surat Keputusan (SK), dan Surat yang berasal dari pemerintah.( (Tuwu, 2020)
Sedangkan kebijakan yang tidak tertulis bentuknya adalah ajakan tidak tertulis yang
berasal dari pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh budaya, tokoh agama, yang
berisi larangan dan himbauan terkait dengan pencegahan dan penanganan COVID-19.
Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah sesuatu yang sering di
perbincangkan karena dalam praktiknya masih menimbulkan upaya tarik-menarik
kepentingan (spanning of interest) antara kedua satuan pemerintahan. Terlebih dalam
menjalankan kebijakan, upaya pemerintah pusat untuk selalu memegang kendali atas
berbagai urusan pemerintahan sangat jelas sekali. Dalam keedaan begini harus
pemerintah pusat – pemerintah daerah kembali mencuat dalam penanganan Covid-19.
Menurut (Chadijah, 2020) Urusan kesehatan yang didesentralisasikan kepada pemerintah
daerah telah menyebabkan masing-masing daerah menyusun kebijakan sepihak dalam
menghadapi penyebaran Covid-19. Sementara itu pemerintah pusat juga mengambil
tindakan sendiri dan menimbulkan dinamika dalam kebijakan antara pemerintah pusat
dan daerah.
Kebijakan publik harus selalu mampu beradaptasi terhadap perubahan dan
dinamika lingkungan. Oleh karena itu, memahami kebijakan publik tidak hanya sebatas
pada memahami sistem yang ada kebijakan publik namun, mampu menjawab realitas
sistem kebijakan yang ada dan juga membangun kebijakan publik yang mampu
menjawab tantangan yang akan dihadapi pada masa depan. Dengan kata lain, kita harus
memahami kebijakan publik dengan dinamis, memperhatikan perkembangan yang terjadi
di masyarakat dan tantangan- tantangannya.
Di sinilah terjadi dinamika kebijakan dan dapat dilihat pada saat pemerintah
daerah yang lebih dahulu mengambil langkah antisipasi dan penanganan Covid-19.
Contoh kasus menurut (Mandasari, 2020) dalam( (chadijah, 2020) ) Misalnya kebijakan
lockdown lokal yang diambil Bupati Tegal sejak 23 Maret 2020 dengan cara menutup
akses masuk kota dengan beton movable concrete barrier (MBC). Kebijakan Gubernur
Papua yang melakukan penutupan akses keluar-masuk dari pelabuhan, bandara, darat,
termasuk Pos Lintas Batas Negara sejak 26 Maret 2020. Kebijakan Gubernur Bali sejak
27 Maret 2020, telah menegaskan kepada masyarakat untuk tidak berkumpul, bekerja,
belajar dan beribadah dari rumah. Begitu pun dengan beberapa daerah lainnya, sedangkan
Pemerintah Pusat baru mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020
tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-
19 pada tanggal 31 Maret 2020.
Dinamika terjadi dalam kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah dalam
penanganan dampak covid-19 ini, begitu juga terhadap masyarakat di Kabupaten Rokan
Hilir begitu banyak dampak yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 ini, mulai dari
sektor perekonomian, social, bahkan pendidikan. Banyaknya karyawan perusahaan yang
terpaksa di PHK, banyaknya masyarakat yang terpaksa tidak berjualan dalam waktu
tertentu sehingga mengurahi pendapatanya, pembelajaran di sekolah bahkan di kampus
pun di lakukan secara online.

B. Rumusan masalah
Dari ulasan singkat mengenai latar belakang masalah yang telah dipaparkan di
atas maka penulis dapat merumuskan suatu rumusan masalah yaitu “Bagaimana
Dinamika kebijakan Pusat dan Daerah Dalam Penanggulangan Dampak Covid-19
Terhadap Masyarakat Kabupaten Rokan Hilir?”

C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana Dinamika kebijakan Pusat dan Daerah Dalam
Penanggulangan Dampak Covid-19 Terhadap Masyarakat di Kabupaten Rokan
Hilir

D. Manfaat penelitian
Tulisan ini dilakukan untuk meninjau dan menganalisis bagaimana Disparitas
kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penganggulangan dampak
covid-19 terhadapat Kabupaten Rokan Hilir rmelalui teknologi informasi, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan mafaat sebagai berikut:
1. teoritis Manfaat
Penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi pemerintah pusat dan daerah
dalam penanggulangan dampak covid-19 terhadap masyarakat Kabupaten Rokan
Hilir
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik untuk koordinasi
Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Penanggulangan dampak Covid-19 Terhadap
masyarakat Kabupaten Rokan Hilir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Dinamika Kebijakan Publik
Menurut kamus modern bahasa Indonesia dinamika adalah bagian ilmu fisika
mengenai benda-benda yang bergerak dan tenaga yang menggerakkan. Sehingga dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dinamika merupakan suatu proses
pergerakan atau perubahan dari suatu peristiwa menjadi peristiwa yang baru dengan
tahapan-tahapan tertentu.
Yang mempelajari ilmu kebijakan publik pasti paham bahwa nasib banyak
manusia sangat ditentukan oleh baik buruknya kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Dalam berbagai buku teks ilmu politik maupun ilmu administrasi publik pun dijelaskan
bahwa kebijakan publik merupakan instrumen utama pemerintah untuk memecahkan
berbagai masalah dan memperbaiki kondisi kehidupan warga (Dun 2015; Knill dan
Tosun 2012; John 2013) dalam (Dr. Sujarwoto S.IP., M.Si., M.P.A., 2020). Namun yang
terjadi sering kali sebaliknya. Banyak kebijakan yang dipilih oleh pemerintah tidak
memperbaiki keadaan, alih- alih justru memperburuk kehidupan warganya dan membuat
warganya semakin menderita.
Ilmu kebijakan publik dalam hal ini mengkaji mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Mengapa kebijakan yang diambil pemerintah sering tidak mampu mewujudkan layanan
kesehatan yang lebih baik, layanan pendidikan yang lebih bermutu, menjamin keamanan
dan mengurangi angka kejahatan, memperluas lapangan kerja, mengurangi angka
pengangguran, meningkatkan perekonomian, dan sebagainya? Mengapa itu semuanya
bisa terjadi?
Jawaban atas semua pertanyaan ini penting karena esensi dari pemilihan umum,
pembentukan partai politik, pembagian kekuasaan eksekutif dan legislatif, dan penentuan
prosedur dan aturan main dalam birokrasi publik adalah untuk membuat kebijakan publik
yang efektif yang mampu membawa perubahan yang diinginkan yang membuat hidup
masyarakat semakin sejahtera. Jika hasilnya adalah sebaliknya, masyarakat semakin
menderita maka yang terjadi sebenarnya adalah kebijakan publik tersebut hanya simbolis
semata. Di mana tindakan- tindakan yang dilakukan oleh pemerintah adalah semu dan
ilusif tidak memecahkan persoalan nyata yang sedang dialami oleh warga melainkan
berpihak pada elit dan kelompok kepentingan tertentu semata. Beberapa kaum sinister
menjelaskan bahwa dalam situasi ini kebijakan publik hanyalah alat monopoli politisi dan
pemerintah untuk melindungi kepentingankepentingan mereka (John, 2013) dalam (Dr.
Sujarwoto S.IP., M.Si., M.P.A., 2020).
Kebijakan publik harus selalu mampu beradaptasi terhadap perubahan dan
dinamika lingkungan. Oleh karena itu, tidak akan mencukupi memahami kebijakan
publik hanya sebatas pada memahami sistem yang ada. Mempelajari kebijakan publik
seharusnya mencakup dua hal yaitu bagaimana membangun kebijakan publik yang
mampu menjawab realitas sistem kebijakan yang ada dan juga bagaimana membangun
kebijakan publik yang mampu menjawab tantangan yang akan dihadapi pada masa depan.
Dengan kata lain, kita harus memahami kebijakan publik dengan dinamis,
memperhatikan perkembangan yang terjadi di masyarakat dan tantangan-tantangannya.
Perkembangan demokrasi telah menggeser makna kebijakan publik. Jika dalam negara
otoriter kebijakan publik sebatas dimaknai sebagai tindakan yang menggambarkan
kepentingan pemerintah dan pejabat negara semata maka di negara demokrasi kebijakan
publik dimaknai sebagai tindakan yang mencerminkan kepentingan publik atau
masyarakat secara luas. Jika dalam negara otoriter masyarakat awam ditempatkan sebagai
aktor yang berperan secara pasif dalam proses kebijakan maka dalam negara demokrasi
masyarakat awam bisa memiliki peran aktif dalam menentukan kebijakan yang mereka
inginkan (Knill dan Tosun, 2012) dalam (Dr. Sujarwoto S.IP., M.Si., M.P.A., 2020).
Dalam negara demokrasi berbagai tindakan dan aksi masyarakat memengaruhi
tindakan pemerintah dan menjadi tempat di mana lembaga publik dan privat mendorong
suatu kebijakan. Dalam hal ini peran aktif masyarakat tidak hanya sebatas menentukan
siapa pemimpin politik, tetapi juga menentukan apa yang pemimpin politik harus
lakukan. Bila pemilihan pemimpin politik itu penting dalam menentukan siapa yang
harus berkuasa, namun proses kebijakan publik ditujukan untuk memastikan yang
semestinya pemimpin politik perbuat untuk melayani masyarakat.
Pergeseran peran administrasi publik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
menghendaki pemahaman kebijakan publik secara dinamis. Dalam pandangan ini
kebijakan publik dapat dipahami sebagai apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah
dan bukan sekadar apa yang ingin dilakukan. Kebijakan publik dibuat dalam rangka
untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat dan untuk mencapai tujuan dan
sasaran yang diinginkan. Dalam pengertian ini setidaknya kebijakan publik memiliki tiga
elemen dalam dinamika kebijakan yang terjadi yaitu: (Hill, 2005) dalam ( (Dr. Sujarwoto
S.IP., M.Si., M.P.A., 2020).
 Pertama, setiap kebijakan publik selalu ditujukan untuk memecahkan
permasalahan publik.
 Kedua, kebijakan publik berisi serangkaian tindakan yang dilakukan untuk
memecahkan permasalahan publik,
 Ketiga, tindakan tersebut dilakukan oleh para pemangku kepentingan tidak
hanya pemerintah, tetapi memungkinkan keterlibatan pemangku kepentingan
lainnya, seperti swasta dan masyarakat sipil.
2. Otonomi daerah
Menurut Bray (dalam (Sufianto, 2020)) “otonomi daerah adalah wewenang untuk
mengambil segala keputusan yang berhubungan dengan penggunakan berbagi resources
yang dimiliki jenjang pemerintahn yang lebih tinggi, sedangkan menurut Sadu
Wasistiono 1999:7 (dalam (Sufianto, 2020) “otonomi daerah pada dasarnya adalah hak
suatu kesatuan masyarakat hukum untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri secara bebas. Selain mereka, Koswara 2000:13 (dalam (Sufianto, 2020)
menggemukkan bahwa otonomi daerah pada hakekatnya merupakan penerapan konsep
‘areal division of power’ yang membagi kekuasaan suatu negara secara vertikal. Dalam
sistem ini , kekuasaan negara akan terbagi antara pemerintahaan pusat disuatu pihak dan
pemerintahan daerah di lain pihak. Sedangkan menurut kebijakan, dalam pasal 1 UU No,
23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dinyatakan “ otonomi daerah adalah hak dan
wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerit`nahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesaturan
Republik Indonesia.
1. Desentralisasi
Negara Republik Indonesia adalah Negara kesatuan, yang memilih sistem
penyelenggaraan pemerintahannya dengan sistem desentraliasai. Penerapan sistem ini
didasarkan pada berbagai pertimbangan, antara lain luasnya wilayah negara dan
banyaknya kepentingan yang harus diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan
bertambah berkembangnya masyarakat sehingga pemerintah tidak dapat mengrusi semua
kepentingan dengan baik tanpa berpegang pada asas ke daerahan dalam melakukan
pemerintahan.
Konsep Desentralisasi dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 ini adalah
penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonomi.
Sedangkan pengertian Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini sesuai
dengan pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa pemerintahan daerah
menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. urusan pemerintahan terdiri
dari 3 urusan yakni urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan
urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan
yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara
Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan
umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala
pemerintahan. (Wijanti, 2016) Adanya pembagian 3 urusan ini menimbulkan hubungan
yang baru antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, apalagi dalam pelaksanannya
ada skala prioritas urusan pemerintahan yang harus dilaksanakan. Pembagian urusan
kewenangan tersebut dikontrol oleh pemerintah pusat dengan menerapkan norma,
standar, prosedur, dan kriteria (NPSK) dalam rangka penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan; dan pemerintah pusat melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
2. Hubungan pemerintah pusat dan daerah dalam otonomi daerah
Hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah di negara kesatuan
sangat menentukan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah pusat tidak
dapat menjalankan roda pemerintahan yang begitu luas tanpa adanya bantuan dari
pemerintah daerah, dari sisi lain pemerintah daerah tidak akan mendapatkan kekuasaan
yang berbentuk kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri apabila tidak
diberi wewenang oleh pemerintah pusat yang diatur dalam undang-undang
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia terbagi atas pemerintah pusat dan pemerintah
daerah yang telah diatur dalam pasal 18 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan: “ Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang- undang.”
3. Konsep Koordinasi
Menurut Stoner dan Wankel (2011:263) (dalam (Palit, 2020)) Koordinasi adalah
penyelarasan secara teratur atau penyusunan kembali kegiatan-kegiatan yang saling
bergantung dari individu-individu untuk mencapai tujuan bersama. Mengkoordinasikan
adalah mengupayakan pengeluaran seimbang dengan. sumber keuangan, perlengkapan
dan alat-alat dengan kebutuhan produksi dan seterusnya Koordinasi secara singkat adalah
menyesuaikan hal-hal dan tindakan-tindakan perbandingannya yang tepat dan
menyesuaikan alat dengan tujuan. Dan definisi lain yang di kemukakan oleh Ateng
Syarifudin (2006: 220) .(dalam (Palit, 2020) koordinasi adalah suatu proses rangkaian
kegiatan menghubungi, bertujuan untuk meserasikan tiap langkah dan kegiatan dalam
organisasi agar tercapai gerak yang cepat untuk mencapai sasaran dan tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan.
Handayaningrat, (2016: 118) (dalam (Palit, 2020)mengemukakan koordinasi
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Adanya tanggung jawab koordinasi pada pimpinan sebagai koordinator untuk
mengarahkan, menyeimbangkan dan menyelaraskan berbagai kegiatan organisasi.
2. Adanya usaha kerjasama, karena koordinasi tanpa kerjasama tidak dapat
diwujudkan
3. Adanya proses komunikasi yang terus menerus, artinya suatu koordinasi bila tidak
dijalin secara terus-menerus, melalui proses komunikasi yang efektif untuk
menjembatani, menyelaraskan dan memadukan berbagai perbedaan yang ada,
maka tidak dapat diciptakan.
4. Adanya pengaturan kelompok secara teratur. Hal ini disebabkan karena koordinasi
adalah konsep yang diteraokan didalam kelompok kerjasama untuk mencapai
tujuan bersama.
5. Adanya kesatuan tindakan. Kesatuan tindakan adalah merupakan indikator dari
pada koordinasi. Hal ini berarti bahwa pimpinan harus mengatur usaha- usaha dan
tindakantindakandari pada setiap individu sehingga diperoleh adanya kesadaran
didalam mencapai tujuan bersama.
6. Adanya tujuan bersama, suatu koordinasi tidak akan ada apabila tidak ada
motivasi untuk mencapai tujuan bersama.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Dinamika kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam penggulangan
dampak covid-19 terhadap masyarakat Rokan Hilir
Pada akhir tahun 2019 dunia dihebohkan dengan virus yang mematikan yaitu
corona atau sering di sebut covid-19. Di seluruh negara tanpa terkecuali Indonesia
menyiapkan dan bergegas dalam menyikapi permasalahan yang sangat serius ini. Tentu
saja pemerintahlah yang sangat berperan dalam masalah ini. Setelah ditetapkannya negara
Indonesia sebagai salah satu negara yang berstatus pandemi Covid-19 (Coronavirus
disease 2019) oleh WHO (World Health Organizatio) berdasarkan jumlah penyebaran
virus bertambah signifikan dan berkelanjutan secara global, hal ini direspon oleh
Pemerintah Indonesia dengan menetapkan status wabah Covid-19 sebagai Bencana
Nasional pada tanggal 14 Maret yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 12
Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease
2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional. Maka respon dari keputusan presiden ini
direspon oleh pemerintahan Kabupaten Rokan Hilir dengan berbagai kebijakan.
Dengan perkembang cepatnya virus ini maka pemerintah memberikan informasi
bahwa virus ini bisa diatasi dengan kita selalu mencuci tangan, hindari tempat keramaian,
dan mengurangi berinteraksi dengan orang yang baru kita temui. Setiap hari korban yang
terinfeksi virus Covid-19 ini semakin bertambah di Kabupaten Rokan Hilir dan hal inilah
yang membuat warga masyarakat semakin panik dan hawatir. Lambat laun dengan
semakin berkembangnya virus ini sudah di rasakan langsung dampaknya oleh warga
masyakarat Kabupaten Rokan Hilir terutama pada sektor ekonomi. Maka dari itu banyak
pekerja yang diliburkan dan ada beberapa pusat perputaran ekonomi tidak di izinkan
untuk membuka usahanya. Hal inilah yang memukul warga Kabupaten Rokan Hilir
sehingga membuat keadaan semakin terpuruk. Hubungan sosial yang biasanya kita
lakukan dengan biasa saja menjadi begitu sulit untuk kita lakukan karena dihawatirkan
nanti terinfeksi virus corona.
Menyikapi keadaan sosial yang terjadi dan melihat banyaknya masayarakat yang
terinfeksi virus ini, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk melakukan
pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Program ini di gaungkan oleh pemerintah
pusat dengan tujuan untuk memutus rantai penuralan Covid 19 ini. Tapi program ini
kurang mendapat respon masyarakat karena banyak yang menganggap program ini
hanya menghabiskan anggaran dan tidak efektif. Selain itu pemberlakuan PSBB ini
dengan konsekunsi masayarakat tetap di rumah dan mendapat bantuan sembako dari
pemerintah, justru banyak masyarakat yang mengeluh karena mereka tak kunjung
mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat. Dinamika sosial yang terjadi dari
kebijakan ini membuat banyak konflik yang muncul di tengah masyarakat. Kebijakan
PSBB oleh pemerintah membuat kativitas sosial masyarakat terganggu dan berdampak
pada sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Rokan Hilir.
Dampak dari diorganisasi dan disfungsi sosial karena wabah virus corona,
membuat individu atau kelompok masyarakat mengalami penurunan produktivitas
kegiatan ekonominya. Mulai dari kegiatan produksi, hingga kegiatan konsumtif.
Penyebaran virus covid-19 telah menimbulkan berbagai persoalan di Indonesia selain
persoalan kesehatan, covid-19 telah menimbulkan persoalan yang muncul dalam bidang
pemerintahan yaitu terkait administrasi pemerintahan, khususnya mengenai relasi
pemerintahan pusat dengan pemerintah daerah dalam menghadapi situasi penyebaran
covid-19 dikaitkan dengan urusan kesehatan yang didensentralisasikan.
Beberapa daerah menempuh kebijakan lockdown atau karantina wilayah dengan
skala yang berbeda beda kemudian presiden dalam pernyataannya pada video yang di
siarkan oleh sekertariat kepresidenan pada tanggal 16 maret 2020, menegaskan bahwa
lockdown, baik skala nasional dan maupun skala daerah, sepenuhnya kewenangan
pemerintah pusat yang tidak boleh di ambil oleh pemerintah daerah
Pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
(Selanjutnya disingkat UU Kekarantinaan Kesehatan) antara lain mengatur terkait
tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hak dan kewajiban,
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu
Masuk, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah, Dokumen Karantina
Kesehatan, sumber daya Kekarantinaan Kesehatan, informasi Kekarantinaan Kesehatan,
pembinaan dan pengawasan, penyidikan, serta ketentuan pidana. Ketentuan Pasal 4 UU
Kekarantinaan Kesehatan menetapkan bahwa : “Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor
Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat melalui penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan”. Kewenangan
Pemerintah Pusat kembali ditegaskan dalam Pasal 10 yaitu :
1. Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat.
2. Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut penetapan Pintu Masuk dan/atau
wilayah di dalam negeri yang Terjangkit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
3. Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Pemerintah Pusat
terlebih dahulu menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan pencabutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pemerintah daerah bersama-sama dengan pemerintah pusat bertanggung jawab
terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan, misalnya menyediakan fasilitas
kesehatan yang bermutu serta tenaga kesehatan yang memadai dan berkualitas.
Pemerintah daerah juga harus melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang berkaitan
dengan Covid 19.
Kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah pusat telah semaksimal
mungkin diterapkan dan dijalankan di daerah masing-masing dengan berbagai macam
cara, sesuai dengang kondisi daeranyanya masisng-masing sebagaimana undang-undang
yang diberlakukan yaitu undang-undang no 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.
Maka jika ada perbedaan dalam kebijakan hal itu itu hal yang dinamakan dinamika
kebijakan dalam dinamika kebijakan ini minimbukan pro dan kontra begitupun yang
terjadi dalam dinamika kebijakan penanggulangan covid-19 di Kabupaten Rokan Hilir
mulai dari masyarakatnya yang masih saja ada yang melanggar kebijakan yang di buat
pemerintah sampai pihak dari pemerintah yang menjalankan kebijakan yang tidak sesuai
intruksi pusat. Hal ini diperlukan koordinasi baik koordinasi intern dan ekstern agar
semua kebijakan sejalan meskipun yang terjadi di lapangan masih saja ada pelanggaran-
pelanggaran yang terjadi.
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dinamika Kebijakan publik harus selalu mampu beradaptasi terhadap perubahan
dan dinamika lingkungan. Oleh karena itu, memahami kebijakan publik tidak hanya
sebatas pada memahami sistem yang ada kebijakan publik namun, mampu menjawab
realitas sistem kebijakan yang ada dan juga membangun kebijakan publik yang mampu
menjawab tantangan yang akan dihadapi pada masa depan. adapun 3 elemen yang
mempengaruhinya Tiga elemen dalam dinamika kebijakan (Hill, 2005) dalam ( (Dr.
Sujarwoto S.IP., M.Si., M.P.A., 2020)
1. Memecahkan Masalah setiap kebijakan publik selalu ditujukan untuk memecahkan
permasalahan publik
2. Serangkaian Tindakan kebijakan publik berisi serangkaian tindakan yang dilakukan
untuk memecahkan permasalahan publik.
3. Melibatkan Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat kebijakan publik tindakan
tersebut dilakukan oleh para pemangku kepentingan tidak hanya pemerintah, tetapi
memungkinkan keterlibatan pemangku kepentingan lainnya, seperti swasta dan
masyarakat sipil
Kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah pusat telah semaksimal
mungkin diterapkan dan dijalankan di daerah masing-masing dengan berbagai macam
cara, sesuai dengang kondisi daeranyanya masisng-masing sebagaimana undang-undang
yang diberlakukan yaitu undang-undang no 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.
Maka jika ada perbedaan dalam kebijakan hal itu itu hal yang dinamakan dinamika
kebijakan dalam dinamika kebijakan ini minimbukan pro dan kontra begitupun yang
terjadi dalam dinamika kebijakan penanggulangan covid-19 di Kabupaten Rokan Hilir
mulai dari masyarakatnya yang masih saja ada yang melanggar kebijakan yang di buat
pemerintah sampai pihak dari pemerintah yang menjalankan kebijakan yang tidak sesuai
intruksi pusat. Hal ini diperlukan koordinasi baik koordinasi intern dan ekstern agar
semua kebijakan sejalan meskipun yang terjadi di lapangan masih saja ada pelanggaran-
pelanggaran yang terjadi.
B. Saran
1. Diharapkan pemerintah pusat dan daerah dapat mengedepankan koordinasi yang
lebih baik lagi dalam menjalankan kebijakan yang telah dibuat agar apa yang
diharapkan yaitu mengurangi penyebaran covid-19 di Kabupaten Rokan Hilir dapat
terwujud,
2. Diharapkan pemerintah agar lebih meningkatkan koordinasinya dan ketegasannya
menindak masyasyarakat yang melanggar kebijakan terkait covid-19 agar
menurunkan angka peninggakatan penyebaran covid-19.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah , I. (14 juli 2017). Disparitas Pemidanaan Dalam Perkara Tindak Pidana
Korupsi (prnyrbab dan penanggulangannya). Pekan baru: ISBN 9786025000904
6025000905.

Chadijah, S. (2020). Harmonisasi Kewenangan Penanganan Pandemi Covid-19 Antara


Pemerintah Pusat Dan Daerah. jurnal kertha samaya, Vol.8.No 6.

chadijah, s. d. (2020). Tarik Menarik Kewenangan Pemerintah Pusat dan Derah dalam
Penanganan Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmu Hukum , Vol 3 No 2.

Dr. Sujarwoto S.IP., M.Si., M.P.A. (2020). MODUL 01 Dinmika Konsep kebijakan
publik.
Tanggerang Selatan: 2020.

khatrina, r. (2020). Relasi Pemerintah Pusat-Pemerintah Daerah Dalam Penanganan


Covid-19. kajian singkat terhadap isu aktual bidang politik dalam negri,
Vol,XXI,NO 5.

Moleong, P. (2019). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung.

Palit, C. (2020). Koordinasi Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan Dalam Pencegahan


Penyebab Virus Corona (Covid-19) Di Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa
Utara. Jurnal Politico, vol 9, no 3.

Pamanto Ramdhan, M. (2021). INOVASI PENANGGULANGAN PANDEMI COVID-19


MAKASSAR RECOVER . Makassar.

Said, A. R. (oktober 2015). Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat- Pemerintah


Daerah Dalam Otonomi Seluas-Luasnya Menurut UUD 1945. Fiat Justisia jurnal
ilmu hukum, volume 9 no 4.

Sufianto, D. (2020). Pasang Surut Otonomi Daerah Di Indonesia. jurnal academia praja,
volume 3 nomor 2.

Tuwu, D. (2020, juli). Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Pandemi Covid-19.


Journal Publicuho, VOL 3. NO

Anda mungkin juga menyukai