Anda di halaman 1dari 27

IMPLEMENTASI PERATURAN WALI KOTA MAKASSAR NOMOR 36

TAHUN 2020 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN


CORONAVIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) DI KOTA MAKASSAR
(Telaah Yuridis Perspektif Siyasah Syar’iyyah)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar


Sarjana Hukum Jurusan Hukum Tatanegara
Pada Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Alauddin Makassar

Oleh:

RAHDI BANGSAWAN
NIM: 10200116069

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini di seluruh dunia sedang terjadi sebuah pandemi yang mempunyai

dampak cukup besar di semua sektor kehidupan manusia. World Health

Organization (WHO) telah menetapkan Coronavirus Disease 2019 atau COVID-

19 sebagai sebuah ancaman pandemi. Pengertian pandemi menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan wabah yang berjangkit serempak di mana-

mana atau meliputi geografi yang luas. Kasus ini muncul bermula terjadi di

Wuhan, Tiongkok dan mulai menyebar ke hampir seluruh dunia. Penyebaran

COVID-19 ini sangat cepat dan tidak ada yang mempu memprediksi kapan

berakhirnya pandemi COVID-19 ini.

Kasus Covid-19 yang merupakan pandemi global jelas menimbulkan

kekhawatiran dari beragam kalangan, khususnya masyarakat. Kekhawatiran

masyarakat semakin sangat terasa dengan melihat lonjakan kasus yang cukup

cepat, dan melihat kurangnya kesiapan beberapa elemen yang cukup vital guna

“memerangi” virus corona. Melihat tingginya tingkat persebarannya yang begitu

cukup mengharuskan pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis.

Dengan menetapkan kebijakan-kebijakan antisipatif untuk mengatasi dampak dari

COVID-19.

Pada tanggal 31 Maret 2020, Presiden Jokowi mengadakan Konferensi

Pers, dengan tujuan untuk mengumumkan kepada publik mengenai kebijakan

yang dipilihnya guna menyikapi COVID-19 sebagai pandemi global yang sedang

dihadapi oleh masyarakat Indonesia saat ini. Pada konferensi pers tersebut,
Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan bahwa kebijakan Pembatasan Sosial

Berskala Besar (PSBB) merupakan kebijakan yang dipilih dalam merespon

adanya Kedaruratan Kesehatan. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang

Kekarantinaan Kesehatan menjadi dasar hukum dari adanya kebijakan antisipatif

tersebut. Pengertian Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan

kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona

Virus Disease 2019 (COVID19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan

penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9).

Pada saat Konferensi Pers tersebut, presiden Jokowi juga menegaskan

bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh menerapkan kebijakan sendiri-sendiri di

wilayahnya yang tidak sesuai dengan protokol Pemerintah Pusat. Pemerintah

daerah dan pihak swasta harus tunduk pada PSBB yang ditentukan oleh

pemerintah pusat, apabila tidak mematuhi atau menghalanghalangi

penyelenggaraan PSBB maka dapat dijerat dengan sanksi pidana. Padahal, sejak

awal kasus COVID-19 muncul di Wuhan, Tiongkok, Pemerintah Pusat di

Indonesia tidak mendeklarasikan apapun kepada khalayak ramai. Namun jika

dilihat dari para pemimpin daerah, ternyata lebih sigap dalam menghadapi kasus

COVID-19 ini. Hal tersebut membuat terlihat kurangnya koordinasi antara

Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam hal membuat kebijakan,

bahkan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah

sering kali mengalami tumpang-tindih . Ditengah kekhawatiran kasus COVID -19

yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah pemerintah agar dapat memberikan

perlindungan kepada warga negaranya sesuai amanat Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945 , salah satunya adalah kebijakan dalam

menyikapi kasus COVID-19 ini.

Penyebaran Covid-19 diawali dari ada kasus 01 dan 02, Pasien 01

merupakan seorang WNI berusia 31 tahun yang tertular virus corona (COVID-

19) setelah kontak langsung dengan warga negara Jepang dalam acara di klub

dansa Paloma & Amigos di kawasan Jakarta. Pada 14 Februari 2020, pasien

kasus 1 bertemu dengan teman-temannya di sebuah pesta dansa yang diikuti

sekitar 50 orang dari berbagai negara.

Dia melakukan kontak dengan salah satu warga negara Jepang yang

tinggal di Malaysia. Kemudian, pada 16 Februari, pasien kasus 01 mengeluhkan

batuk, sedikit demam, dan lemas. Sejak itu, dia berobat rawat jalan dan

ditemani pasien kasus 02.

Namun, pada 20 Februari 2020, pasien kasus 02 juga mengalami sakit.

Mereka kemudian memutuskan untuk dirawat di rumah sakit pada 26 Februari

2020. Setelah itu, pada 28 Februari 2020, teman dansa pasien kasus 01

mengabarkan bahwa dirinya telah positif COVID-19. Lantas, pasien kasus 01

mengabarkan kepada dokter yang merawatnya tentang hal ini.

Dokter kemudian memindahkan pasien kasus 01 dan 02 ke RS Sulianti

Saroso. Setelah hasil tes laboratorium keluar, pasien kasus 01 dan 02

diumumkan positif COVID-19 pada 2 Maret lalu. Penybaran covid-19 sangat

cepat diawali kasus tersebut sampai akhirnya menyebara dibeberapa wilayah

makassar tecat ada 257.388 orang pada tanggal 23 September 2020.

Pandemi Covid-19 ini memang tidak dapat dipandang sebelah


mata karena sudah menyebar sangat cepat diseluruh dunia dan

menyebabkan sebuah kepanikan di masyarakat. Hal ini tentu menjadi

dampak besar terhadap perekonomian. Karena begitu banyaknya

kasus yang terjadi di Indonesia ini maka, pemerintah pun melakukan

gerakan PSBB.

Kota Makassar telah menjadi episentrum penyebaran corona virus disease

2019 (COVID-19) yang berdampak terhadap perekonomian dan kesejahteraan

masyarakat, sehingga diperlukan adanya upaya percepatan pengendalian secara

masif dalam rangka menekan dan memutus mata rantai penyebaran corona virus

disease 2019 (COVID-19) di Kota Makassar.

Berangkat dari masalah tersebut sehingga penulis tertarik mengangkat

masalah ini sebagai kerangka dasar dalam penelitian yang berobjek di kota

Makassar terkait “Implementasi Perwali Nomor 36 Tahun 2020 Tentang

Percepatan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Telaah

Yuridis Perspektif Siyasah Syar’iyyah).”


B. Fokus Penelitian Dan Deskripsi Fokus

1. Fokus Penelitian

Skripsi ini berjudul, “Implementasi Perwali Nomor 36 Tahun 2020

Tentang Percepatan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Di

Kota Makassar (Telaah Yuridis Perspektif Siyasah Syar’iyyah).”

Jadi, penelitian ini berfokus pada Efektifitas Implementasi Perwali Nomor

36 Tahun 2020 Tentang Percepatan Pengendalian Corona Virus Disease 2019

(COVID-19) Di Kota Makassar.

2. Deskripsi Fokus

a. Implementasi

Implementasi adalah sebuah tindakan untuk melaksanakan, melakukan,

mewujudkan, serta menyelesaikan kewajiban ataupun kebijakan yang sudah

dibuat baik yang sifatnya individu ataupn kelompok didalam pemerintahan atau

swasta yang ditargetkan pada tercapainya tujuan yang sudah ditentukan dalam

suatu keputusan atau kebijakan

b. Peraturan Wali Kota (PERWALI)

Peraturan adalah ketentuan yang digunakan untuk mengatur hubungan

antar manusia dalam konteks sebuah masyarakat yang berbangsa dan

bernegara bersifat mengikat seluruh masyarakat dalam suatu tatanan wilayah

tertentu yang dibuat dengan maksud untuk mengendalikan tingkah laku

masyarakat agar sesuai dan tidak menyimpang sedangkan wali kota adalah

kepala daerah yang menjabat di wilayah kota madya atau sebuah wilayah

yang dikepalai seorang wali kota dalam konteks pemerintahan indonesia. Jadi
peraturan wali kota adalah ketentuan atau kebijakan yang dibuat oleh wali

kota untuk mengatur hubungan antar manusia dengan sesame manusia dalam

konteks sebuah masyarakat yang berbangsa dan bernegara bersifat mengikat

seluruh masyarakat dalam suatu tatanan wilayah tertentu yang dibuat dengan

maksud untuk mengendalikan tingkah laku masyarakat agar sesuai dan tidak

menyimpang.

c. Tinjauan Yuridis

Tinjauan adalah usaha untuk merangkum dan menganalisis beberapa data

kemudian memilah dan mengkalisifikasikan data yang satu dengan yang lain

sehingga relevan dan menjawab pokok permasalahan. Yuridis adalah

pertimbangan atau yang berlandaskan hukum. Jadi, tinjauan yuridis adalah

mempelajari dengan cermat, memeriksa (untuk memahami), segala sesuatunya

yang berupa pandangan atau pendapat dari sudut pandang hukum.

d. Siyasah Syar’iyyah

Siyasah Syar’iyyah sebagai kaidah hukum islam yang membicarakan

pengaturan dan pengurusan kehidupan manusia dalam bernegara demi

mencapai kemaslahatan dan kepentingan ummat.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan penguraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan

pokok masalah yang dikaji dalam skripsi ini yaitu bagaimana Efektifitas

Implementasi Peraturan Wali Kota Nomor 36 Tahun 2020 Tentang Percepatan

Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Di Kota Makassar

(Telaah Yuridis Perspektif Siyasah Syar’iyyah). Berdasarkan pokok masalah


tersebut, agar pembahasan lebih fokus maka dapat merumuskan beberapa sub

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi pemberlakuan Peraturan Wali Kota Nomor 36

Tahun 2020 Tentang Percepatan Pengendalian Corona Virus Disease 2019

(COVID-19) Di Kota Makassar?

2. Bagaimana pencegahan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dalam

perspektif siyasah syar’iyyah?

D. Kajian Penelitian Terdahulu

Agar nantinya pembahasan ini lebih fokus pada pokok kajian maka

dilengkapi beberapa literatur yang masih berkaitan dengan pembahasan yang

dimaksud diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Buku ini secara

komprehensif dari segi definisi dan metode menjelaskan corak keilmuan

bidang hukum tata negara dalam perkembangannya diindonesia. Hanya

saja buku ini memuat seluruhnya corak hukum tata negara secara umum

dan positif, sedangkan yang ingin diteliti terkait administrasi pemberian

izin untuk mendirikan bangunan dalam hukum tata negara Islam (Siyasah

Syar’iyyah).

2. Eman Supriatna, Wabah Corona Virus Disease Covid 19 Dalam

Pandangan Islam, pembahasan dari jurnal ini sangatluas jangkauannya

dan menurut pandangan saya bahwa Covid-19 dalam Pandangan Islam

merupakan sebuah kejadian pandemi wabah virus menular seperti di

zaman Nabi Muhammad SAW. dan para sahabat yang disebut dengan
Tho’un. Meskipun masih terjadi perdebatan diantara para ulama tentang

penyebutan Tho’un untuk covid-19 ini, namun faktanya wabah covid-19

ini memang sangat mirip kasusnya dengan peristiwa di zaman Nabi

Muhammad SAW. dan para sahabat. Akhirnya kita bisa menyimpulkan

pula bahwa dalam pandangan Islam pandemi virus covid-19 ini merupakan

suatu ujian dari Allah SWT. Kepada umat manusia, agar manusia bisa

mengingat kembali bahwa Allah SWT. Maha kuasa atas segala-galanya

tentang dunia ini. Sebagai manusia biasa yang tiada daya dan upaya

tentunya kita harus selalu memanjatkan doa kepada Allah SWT. Semoga

wabah covid-19 segera berakhir.

3. Yuliana, Corona Virus Disease (Covid 19); Sebuah Tinjauan Literaturi.

Yang dapat saya simpulkan dalam jurnal ini ialah Covid-19 merupakan

infeksi virus baru Virus ini bermula di Wuhan, China pada 31 Desember

2019. Virus yang merupakan virus RNA strain tunggal positif ini

menginfeksi saluran pernapasan. Penegakan diagnosis dimulai dari gejala

umum berupa demam, batuk dan sulit bernapas hingga adanya kontak erat

dengan negara-negara yang sudah terifinfeksi. Pengambilan swab

tenggorokan dan saluran napas menjadi dasar penegakan diagnosis

coronavirus disease. Penatalaksanaan berupa isolasi harus dilakukan untuk

mencegah penyebaran lebih lanjut


E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini untuk menjawab rumusan

masalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dan menganalisis tujuan pemberlakuan Peraturan Wali

Kota Nomor 36 Tahun 2020 Tentang Percepatan Pengendalian Corona Virus

Disease 2019 (COVID-19) Di Kota Makassar?

b. Untuk mengetahui dan menganalisis tingkat kepatuhan masyarakat dalam

penerapan Peraturan Wali Kota Nomor 36 Tahun 2020 Tentang Percepatan

Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Di Kota Makassar?

c. Untuk mengetahui dan menganalisis procedure pemberlakuan peraturan

perundang-undangan perspektif siyasah syar’iyyah?

2. Kegunaan Penelitian

a. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan berguna meningkatkan perkembangan ilmu

pengetahuan pembaca terkhusus Efektifitas Implementasi Peraturan Wali Kota

Nomor 36 Tahun 2020 Tentang Percepatan Pengendalian Corona Virus Disease

2019 (COVID-19) Di Kota Makassar (Telaah Yuridis Perspektif Siyasah

Syar’iyyah) dan semoga bisa menjadi dasar bagi peneliti selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

Dari sudut manfaat praktis semoga dapat bermanfaat bagi semua orang

terutama membantu masyarakat lebih patuh dan sadar hukum dalam mengikuti

Peraturan Wali Kota Nomor 36 Tahun 2020 Tentang Percepatan Pengendalian


Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Di Kota Makassar (Telaah Yuridis

Perspektif Siyasah Syar’iyyah dan menjadi rujukan dan referensi buat para

pemerintah atau pejabat negara dalam membuat peraturan sesuai dengan

kebutuhan masyarakat dan berbasis siyasah syar’iyyah serta buat pendidik dan

mendidik menjadikan penelitian ini sebagai bahan rujukan dan referensi untuk

menyelesaikan tugas atau penelitian yang berhubungan.


BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Tinjauan Tentang Implementasi

1. Pengertian Implementasi

Implementasi adalah sebuah tindakan untuk melaksanakan,

melakukan, mewujudkan, serta menyelesaikan kewajiban ataupun kebijakan

yang sudah dibuat baik yang sifatnya individu ataupn kelompok didalam

pemerintahan atau swasta yang ditargetkan pada tercapainya tujuan yang

sudah ditentukan dalam suatu keputusan atau kebijakan, dan secara sederhana

implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan.Browne dan

Wildavsky mengemukakan bahwa “implementasi adalah perluasan aktivitas

yang saling menyesuaikan”Menurut Syaukani implementasi merupakan suatu

rangkaian aktivitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada

masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana

diharapkan.Rangkaian kegiatan tersebut mencakup, Pertama persiapan

seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari kebijakan

tersebut.Kedua, menyiapkan sumber daya guna menggerakkan kegiatan

implementasi termasuk didalamnya sarana dan prasarana, sumber daya

keuangan dan tentu saja penetapan siapa yang bertanggung jawab

melaksanakan kebijaksanaan tersebut.Ketiga, bagaimana mengahantarkan

kebijaksanaan secara kongkrit ke masyarakat.

Berdasarkan pandangan tersebut diketahui bahwa proses implementasi

kebijakan sesungguhnya tidak hanya menyangkut prilaku badan administratif


yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan

ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan menyangkut jaringan

kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang langsung atau tidak langsung

dapat mempengaruhi prilaku dari semua pihak yang terlibat untuk

menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai

hasil kegiatanpemerintah. 1

2. Faktor-faktor keberhasilan implementasi

a. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan.

b. Sumber daya.

c. Karakteristik organisasi pelaksana.

d. Sikap para pelaksana.

e. Komunikasi antar organisasi terkaitkegiatan-kegiatan pelaksanaan.

f. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik.

B. Peraturan Wali Kota (Perwali)

1. Pengertian Perwali

Peraturan adalah ketentuan yang digunakan untuk mengatur hubungan antar

manusia dalam konteks sebuah masyarakat yang berbangsa dan bernegara bersifat

mengikat seluruh masyarakat dalam suatu tatanan wilayah tertentu yang dibuat

dengan maksud untuk mengendalikan tingkah laku masyarakat agar sesuai dan

tidak menyimpang sedangkan wali kota adalah kepala daerah yang menjabat di

wilayah kota madya atau sebuah wilayah yang dikepalai seorang wali kota dalam

konteks pemerintahan indonesia. Jadi peraturan wali kota adalah ketentuan atau

1
Repository.uin-suka.ac.id, diakses pada tanggal 23 september 2020, pukul 23.05 WITA
kebijakan yang dibuat oleh wali kota untuk mengatur hubungan antar manusia

dengan sesama manusia dalam konteks sebuah masyarakat yang berbangsa dan

bernegara bersifat mengikat seluruh masyarakat dalam suatu tatanan wilayah

tertentu yang dibuat dengan maksud untuk mengendalikan tingkah laku

masyarakat agar sesuai dan tidak menyimpang.

2. Hirarki Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Daerah merupakan salah satu jenis Peraturan Perundang-

undangan dan merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan

Pancasila. Pada saat ini Peraturan Daerah mempunyai kedudukan yang sangat

strategis karena diberikan landasan konstitusional yang jelas sebagaimana diatur

dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Hirarki Peraturan Daerah dalam sistem Peraturan Perundang-undangan di

Indonesia, pada saat ini secara tegas diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundangundangan. Pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa ”Jenis dan hierarki

Peraturan Perundang-undangan” terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawarat an Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang;

d. Peraturan Pemerintah ;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.


Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Daerah mencakup Peraturan

Daerah Provinsi dan/atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan Menteri,

walaupun tidak secara tegas dicantumkan dalam hierarki Peraturan Perundang-

undangan, namun keberadaannya diakui sebagai salah satu jenis Peraturan

Perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Mengingat lingkup berlakunya Peraturan Daerah hanya terbatas pada daerah yang

bersangkutan sedangkan lingkup berlakunya Peraturan Menteri mencakup seluruh

wilayah Negara Republik Indonesia, maka dalam hierarki, Peraturan Menteri

berada di atas Peraturan Daerah. Selanjutnya materi Peraturan Daerah dilarang

bertentangan dengan kepentingan umum dan atau/Peraturan Perundang-undangan

yang lebih tinggi. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 136 ayat (4)

UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang

menyatakan bahwa “Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang

bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau Peraturan Perundang-undangan

yang lebih tinggi”. Dalam penjelasan Pasal tersebut, yang dimaksud dengan

”bertentangan dengan kepentingan umum” dalam ketentuan ini adalah kebijakan

yang berakibat terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, terganggunya

pelayanan umum, dan terganggunya ketentraman/ketertiban umum serta kebijakan

yang bersifat diskriminatif. Selanjutnya dalam Penjelasan Umum Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah angka 7 ditegaskan pula

bahwa: Dalam membentuk Peraturan Daerah terdapat 3 (tiga) aspek penting yang
perlu diperhatikan oleh setiap Perancang Peraturan Perundang-undangan, yaitu:

“Kebijakan Daerah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang

undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta Peraturan Daerah lain."

Definisi Peraturan Daerah/Kota dapat kita lihat dalam Pasal 1 ayat (8)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yaitu: “Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

adalah Peraturan Perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.”

Peraturan Walikota terkait hal ini, Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 mengatur:13 “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)mencakup peraturan yang

ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan

Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga,

atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan UndangUndang atau

Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,


2
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.”

Jadi, Peraturan Walikota termasuk jenis peraturan perundang-undangan

yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011, namun ditetapkan oleh

walikota. Dari sini dapat kita tarik kesimpulan bahwa Peraturan Walikota adalah

jenis peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Walikota. Namun

begitu, Peraturan Walikota baru diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan

2
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 8 ayat 1
hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan

yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan berdasarkan Pasal 8 ayat

(2) UU 12/2011.

3. Perbedaan antara Peraturan Daerah Kota dengan Peraturan Walikota

adalah:

a. Peraturan Daerah Kota dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(“DPRD”) Kota dengan persetujuan bersama Walikota, sedangkan

Peraturan Walikota dibentuk oleh Walikota tanpa melibatkan DPRD

Kota

b. Peraturan Daerah Kota diundangkan dalam Lembaran Daerah,

sedangkan Peraturan Walikota diundangkan dalam Berita Daerah Ketentuan ini

diatur dalam Pasal 86 ayat (1) dan (2) UU 12/2011: 1) Peraturan Perundang-

undangan yang diundangkan dalam Lembaran Daerah adalah Peraturan Daerah

Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 2) Peraturan Gubernur dan

Peraturan Bupati/Walikota diundangkan dalam Berita Daerah.

Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 berisi, Jenis

Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat

(1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung,

Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank

Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk

dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan


Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. 3

C. Tinjauan Yuridis

Tinjauan yuridis berasal dari kata “tinjauan” dan “yuridis”. Tinjauan

berasal dari kata tinjau yang artinya mempelajari dengan cermat. Kata tinjau

mendapat akhiran –an menjadi tinjauan yang artinya perbuatan meninjau.

Pengertian kata tinjauan dapat diartikan sebagai kegiatan pengumpulan data,

pengolahan, dan analisa sebagai sistematis. Sedangkan, yuridis diartikan sebagai

menurut hukum atau yang ditetapkan oleh undang-undang. Jadi dapat disimpulkan

bahwa tinjauan yuridis adalah mempelajari dengan cermat, pengumpulan data,

atau penyelidikan yang dilakukan secara sistematis dan objektif terhadap sesuatu

menurut atau berdasarkan hukum dan undang-undang. Adapun pengertian lain

dari Tinjauan Yuridis jika dikaji menurut menurut Hukum Pidana, adalah dapat

kita samakan dengan mengkaji Hukum Pidana Materiil yang artinya kegiatan

pemeriksaan yang teliti terhadap semua ketentuan dan peraturan yang

menunjukkan tentang tindakan-tindakan mana yang dapat dihukum, delik apa

yang terjadi, unsur-unsur tindak pidana terpenuhi, serta siapa pelaku yang dapat

dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana tersebut dan pidana yang

dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana tersebut.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tinjauan adalah

mempelajari dengan cermat, memeriksa (untuk memahami), pendapat dan

3
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5514ad1af157a/perbedaan-
peraturan-daerah-kota-dan-peraturan-walikota/
pandangan.4 Jadi, tinjauan sebagai usaha untuk merangkum dan menganalisis

beberapa data kemudian memilah dan kemudian mengklasifikasikan data satu

dengan yang lainnya sehingga relevan agar dapat menjawab pokok permasalahan.

Sedangkan yuridis berasal dari bahasa Romawi kuno, yaitu Yuricus. Lalu

kemudian diadopsi oleh bangsa Perancis dengan istilah yurisque. Setelah itu

berkembang di belanda dikenal dengan istilah yuridisch yang berarti menurut

hukum.

Sebagaimana diketahui bahwa landasan yuridis merupakan pertimbangan

atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk

mengadaptasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan

mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan

dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan

yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi

yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru.

Beberapa persoalan hukum itu, antara lain peraturan yang sudah ketinggalan,

peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih

rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya

sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum

ada.5

4
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi IV (Cet. I
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 1470
5
https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt59394de7562ff/arti-landasan-filosofis-
sosiologis-dan-yuridisdiakses pada tanggal 11 Januari 2020, pukul 12.00 WITA.
Mengacu pada pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tinjauan

yuridis adalah mempelajari dengan cermat, memeriksa (untuk memahami)

pendapat menurut hukum atau dari segi hukum.

D. Hukum Tatanegara Islam (Siyyasah Syar’iyyah)

1. Pengertian Hukum Tatanegara Islam (Siyyasah Syar’iyyah)

Kata fiqh berasal dari fuqaha-yafqahu-fiqhan. Secara bahasa, pengertian

fiqh adalah “ paham yang mendalam”. Imam al-Tirmidzi, seperti dikutip Amir

Syarifuddin, menyebut “fiqh tentang sesuatu” berarti mengetahui batinnya sampai

kepada kedalamannya. 6

Fiqh mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Di samping mencakup

pembahasan tentang hubungan antara manusia dengan Tuhannya (Ibadah), fiqh

juga membicarakan aspek hubungan antara sesama manusia secara luas

(muamalah). Aspek muamalah inipun dapat dibagi menjadi jinayah (pidana),

munakahat (perkawinan), mawãrîŝ (kewarisan), murafa’at (hukum acara), Siyasah

(politik/ketatanegaraan),al-ahkam al-dualiyah (hubungan internasional).7

Kata “siyasah” yang berasal dari kata sasa, berarti mengatur, mengurus

dan memerintah; atau pemerintah, politik dan pembuatan kebijaksanaan. 8 Abdul

Wahab Khallaf mendefinisikan bahwa siyasah adalah “ Pengaturan perundangan

yang diciptakan untuk memelihara ketertiba n dan kemaslahatan serta mengatur

keadaan”.9 Definisi senada juga dirumuskan oleh Ahmad Fathi Bahansi yang

6
Amir Syarifuddin, Pembaruan Pemikiran Dalam Islam, h. 15; Ma’luf, Al-Munjid,h.591.
7
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam,
(Jakarta:PRANADAMEDIA GROUP 2014), h. 3.
8
Ibn Manzhur, Lisan Al-Arab, Juz 6 (Beirut: Dar Al-Shadr, 1968), h. 108.
9
Abdul Wahhab Khallaf, Al-Siyasah al-Syar’iyyah,(Qahirah:Dar al- Anshar, 1977),h.4-5.
menyatakan bahwa siyasah adalah “pengaturan kepentingan kemaslahatan ummat

manusia sesuai dengan ketentuan syara”. 10

Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik benang merah bahwa fiqh

siyasah merupakan salah satu aspek hukum islam yang membicarakan pengaturan

dan pengurusan kehidupan manusia dalam bernegara demi mencapai kemaslahatan

bagi umat manusia itu sendiri.

2. Hakikat Siyasah Syar’iyah

a. Bahwa Siyasah Syar’iyyah berhubungan dengan pengurusan dan pengaturan

kehidupan manusia.

b. Pengurusan dan pengaturan ini dilakukan oleh pemegang kekuasaan (ulu al-

amr).

c. Tujuan pengaturan tersebut adalah untuk menciptakan kemaslahatan dan

menolak kemudaratan (jalb al-mashalih wa daf’ al-mafasid)

d. Pengaturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan roh atau semangat

syariat islam yang universal.

3. Ruang lingkup Siyasah Syar’iyyah

Salah satu ulama terkemuka di Indonesia TM. Hasbi Ash-Shiddieqy malah

membagi ruang lingkup fiqh siyasah menjadi delapan bidang, yaitu:

a. Siyasah Dusturiyyah Syar’iyyah (Politik Pembuatan Perundang-undangan)

b. Siyasah Tasyri’iyyah Syar’iyyah (Politik Hukum)

c. Siyasah Qadha’iyyah Syar’iyyah (Politik Peradilan)

10
Ahmad Fathi Bahansi, Al-Siyasah al-Jina’iyah fi al-Syariat al-Syariat al-Islam,
(Qahirah-Maktabah Dar al-Umdah,1965), h.61.
d. Siyasah Maliyyah Syar’iyyah(Politik Ekonomi dan Moneter)

e. Siyasah Idariyah Syar’iyyah(Politik Administrasi Negara)

f. Siyasah Dauliyyah/Siyasah Kharijiyyah Syar’iyyah (Politik Hubungan

Internasional)

g. Siyasah Tandfiziyyah Syar’iyyah (Politik Pelaksanaan Perundang-undangan)

h. Siyasah Harbiyyah Syar’iyyah(Politik Peperangan)


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenisi penelitian yang digunakan oleh penulis ialah penelitian lapangan

Kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting dan teknik

pengumpulan data lebih banyak didapatkan pada observasi berperan serta

wawancara mendalam dan dokumentasi. 1

2. Lokasi Penelitian

Lokasi Peneliti melaksanakan penelitiannya yakni dilaksanakan di Kantor

Bupati Gowa dan kantor DPRD Kabupaten Gowa, dengan alasan ada banyaknya

peraturan daerah yang dibatalkan di Sulawesi Selatan.

B. Pendekatan Penelitian

Untuk memperoleh pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalam

penelitian ialah pendekatan yuridis empiris dan normative Syar’I.

C. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan oleh penulis yakni:

1. Sumber data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden langsung dari

orang-orang yang bekerja di instansi tersebut. Maka sumber data primer dalam

penelitian diperoleh dari hasil wawancara dengan Ketua Balegda DPRD Kab.

Gowa dan Kepala Biro Hukum Pemerintah Kabupaten Gowa, dan anggota DPRD.

1
Amiruddin dan H zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta:
Grafindo Persada, 2004), h. 25.
2. Sumber data sekunder

Data sekunder adalah data bersifat normative sekaligus sebagai pendukung

karena mempunyai daya mengikat. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data

yang langsung dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber utama.

Literatur-literarur ilmiah, jurnal, dan artikel-artikel yang dibuat dalam berbagai

media yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti untuk digunakan sebagai

acuan dalam pembahasan lebih lanjut. 2

D. Metode Pengumpulan Data

Sehubungan dengan pendekatan penelitian di atas, teknik pengumpulan

data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan,

dilakukan dengan cara mengunjungi langsung ke objek penelitian yaitu Kantor

Bupati Gowa dan kantor DPRD Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu:

1. Observasi

Observasi yaitu pencatatan secara sistematis terhadap gejala-gejala yang

tampak pada objek penelitian. 3

Selain itu observasi juga dapat diartikan sebagai metode pengumpulan

data dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

kenyataan yang diselidiki. Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung.

2. Wawancara

Wawancara adalah proses memberikan keterangan untuk tujuan penelitian

dengan metode tanya jawab, sambil bertatap muka antara yang mewawancari
2
Soerjono Soekarto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Perss, 1984), h. 296.
3
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta; Alpabet,
1992), h. 180.
dengan informan dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide

(panduan wawancara). Wawancara yang jawabannya tidak terbatas pada satu

tanggapan saja dan mengarah pada pengalaman informasi serta dilakukan secara

formal terstruktur.4

Pengumpulan data yang diperoleh melalui informasi atau hasil wawancara

terhadap pihak-pihak di kantor Bupati dan DPRD Gowa yang mengetahui atau

menguasai objek penelitian terkait dengan peraturan daerah.

3. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yaitu barang-barang yang tertulis

dalam melaksanakan metode dokumentasi peneliti, menyelidiki benda-benda

tertulis seperti buku majalah, dokumen, catatan harian, dan sebagainya. Hasil

penelitian dari observasi dan wawancara akan lebih kredibel.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan sebuah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan dan atau informasi yang bermanfaat untuk menjawab

permasalahan penelitian. Instrument sebagai alat pada waktu penelitian yang

menggunakan suatu metode, Peneliti, Pedoman wawancara, alat perekam, alat

tulis informan.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan Data

Metode pengolahan data dalam penelitian ini antara lain sebagai

berikut:

4
Dedi Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002),
h. 180.
a. Klasifikasi data (memilah-milah data), metode ini digunakan

untuk menyusun data secara sistematis atau menurut beberapa

aturan atau kaidah yang telah ditentukan.

b. Reduksi data untuk memilih dan memilah data yang relevan

dengan pembahasan dimana data tersebut diperoleh dari

penelitian agar penulisan skripsi ini dimudahkan untuk

dipahami oleh yang membacanya.

c. Editing data adalah salah satu pemeriksaan dari hasil penelitian

yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dan keabsahan

data yang akan dideskripsikan dalam menemukan jawaban

pokok permasalahan.

2. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis secara pendekatan

kualitatif terhadap data sekunder dan data primer. Yang kegiatan yang dilakukan

oleh peneliti untuk menentukan isi atau makna aturan hukum.

G. Pengujian Keabsahan Data

Dalam menguji suatu keabsahan data yang diperoleh guna mengukur

validitas hasil penelitian, peneliti dituntu untuk meningkatkan ketekunan dalam

penelitian, pengamatan yang cermat dan berkesinambungan dengan menggunakan

triangulasi adalah suatu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembandingan terhadap data itu.


SPP TERAKHIR

Anda mungkin juga menyukai