Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MATA KULIAH ANALISA DAN EVALUASI KEBIJAKAN

Analisa Peraturan Wali Kota Malang Nomor 30 Tahun 2020 Tentang


Penerapan Disiplin Dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai
Upaya Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019

Kelas : D

Semester: VII

Nama Anggota Kelompok 2 :

1.Dorotea Febriani Jimur(18031000148)

2. Modesta Cesilia Timbu (18031000150)

3.Benedita Heldiana Junut (18031000087)

4. Plasida A. B.Pati (18031000153)

5. Derfina Jelina(18031000151)

6.Stefanya Yanti Moru (18031000137)


BAB I

URGENSI PENELITIAN

A.Tujuan Pembahasan

COVID-19 merupakan pandemi global yang tentunya menimbulkan

kekhawatiran bagi berbagai kalangan, terutama di kalangan masyarakat. Sejak

ditetapkan oleh WHO sebagai pandemi global, manajemen penanganan COVID-

19 menjadi tantangan tersendiri bagi negara yang memiliki keterbatasan

sumberdaya maupun sistem pelayanan kesehatannya . Covid 19 menjadi sebuah

penyakit pandemi di tahun 2019, dimana penanganan dan pencegahannya dapat

dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan. Implementasi protokol

kesehatan diatas tidak akan maksimal apabila tidak didukung kepatuhan

masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Kepatuhan masyarakat  ini dapat

dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Sebagai upaya pencegahan penyebaran covid 19 pemerintah pusat maupun

daerah mengeluarkan berbagai jenis kebijakan,salah satunya adalah Analisa

Peraturan Wali Kota Malang Nomor 30 Tahun 2020 Tentang Penerapan Disiplin

Dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Dan

Pengendalian Corona Virus Disease 2019.Ini merupaka salah satu kebijakan

pemerintah Kota Malang untuk mencegah penyebaran covid 19 di Kota Malang.


B.Luaran Pembahasan

Dengan keluarnya kebijakan penegakan hukum protokol kesehatan yang


dijadikan upaya dan pencegahan virus corona, kiranya masyarakat dapat bekerja
sama untuk mewujudkan kebijakan sebagaimana tertera dalam peraturan walikota
malang no.30 tahun 2020 tentang upaya pencegahan dan pengendalian dan
pencegahan virus corona.
BAB II

RUMUSAN MASALAH

a. Identifikasi Masalah Umum

Munculnya 2019-nCoV telah menarik perhatian global, dan Pada 30

Januari WHO telah menyatakan COVID-19 sebagai darurat kesehatan masyarakat

yang menjadi perhatian internasional (Dong et al., 2020). Penambahan jumlah

kasus COVID-19 berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran antar

negara. Sampai dengan tanggal 25 Maret 2020, dilaporkan total kasus konfirmasi

414.179 dengan 18.440 kematian (CFR 4,4%) dimana kasus dilaporkan di 192

negara/wilayah. Diantara kasus tersebut, sudah ada beberapa petugas kesehatan

yang dilaporkan terinfeksi (Kemenkes RI, 2020). Coronavirus Disease 2019

(COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah diidentifikasi

sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan Sars-CoV-

2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia).


b. Identifikasi Masalah Khusus dan Spesiaifik

PERATURAN WALI KOTA MALANG NOMOR 30 TAHUN 2020

PENERAPAN DISIPLIN DAN PENEGAKAN HUKUM PROTOKOL

KESEHATAN SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN DAN

PENGENDALIAN CORONA VIRUS DESIASE 2019

WALI KOTA MALANG

Menimbang :

a. Bahwa penerapan disiplin dan penegakan hukum kepada masyarakat

dalam pencegahan dan mengurangi penyebaran corona virus desease 2019

merupaqkan wewenang dan tugas pemerintah daerah yang bertujuan

mewujudkan masyarakat yang sehat dan sejahtera,

b. Bahwa penyebaran virus corona desease 2019 dengan jumlah kasus yang

telah meningkat dan meluas yang berdampak pada aspek

politik,ekonomi,sosial,budaya,dan kesejahteraan masyarakat sehingga

diperlukan strategi dan upaya yang konferhensif dalam percepatan

penanganan corona virus desease 2019,


c. Bahwa instruksi presiden nomor 6 tahun 2020 tentang peningkatan disiplin

dan penegakan hukum protokol kesehatan dalam mencegah pengendalian

virus corona desease 2019 dan instruksi kementrian dalam negeri nomor 4

tahun 2020 tentang pedoman teknis tentang penyusunan peraturan kepala

daerah dalam rangka penerapan disiplin dan penegakan hukum protokol

kesehatan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian corona virus

desease 2019 mengamanahkan agar wali kota menyusun dan menetapkan

peraturan walikota terkait kewajiban mematuhi protokol kesehatan bagi

perorangan, pelaku usaha,pengelola,penyelenggara, atau penanggung

jawab tempat dan fasilitas umum, penerapan sanksi administratif,

sosialisasi dan partisipasi masyarakat dalam pengendalian virus corona

desease 2019,

d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pertimbangan dalam huruf

a,huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan peraturan wali kota tentang

penerapan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan sebagai

upaya pencegahan dan pengendalian virus corona desease 2019.

.
1. Konteks masalah

VISI

“KOTA MALANG BERMARTABAT”

Hakekat martabat:

Perwujudan dan Implementasi dari Kewajiban dan Tanggung Jawab

Manusia Sebagai Khalifah, Kepada Masyarakat yang Dipimpin.

Bermartabat Merujuk Pada Sebuah Nilai Harga Diri Kemanusiaan, yang

Memiliki Arti Kemuliaan.

Baldatun Thoyibatun Wa Robbun Ghofur:

Tercipta Situasi, Kondisi, Tatanan Dan Karakter Yang Mulia Bagi Kota

Malang Beserta Segenap Masyarakatnya

MISI

 Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, kesehatan dan layanan dasar

lainnya bagi semua warga.

 Mewujudkan kota produktif dan berdaya saing berbasis ekonomi kreatif,

keberlanjutan dan keterpaduan.

 Mewujudkan kota yang rukun dan toleran berazaskan keberagaman dan

keberpihakan terhadap masyarakat rentan dan gender.

 Memastikan kepuasan masyarakat atas layanan pemerintah yang tertib

hukum, profesional dan akuntabel.


Seperti yang tertera pada visi Pemerintahan Kota Malang yang pertama

yaitu, meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, kesehatan dan layanan dasar

lainnya bagi semua warga. Visi tersebut dapat dilihat pada kebijakan yang terteta

dalam peraturan Pemerintah Kota Malang no 30 tentang Penerapan Disiplin Dan

Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Dan

Pengendalian Corona Virus Disease 2019.

Hal tersebut merupakan sebuah upayah yang di targetkan oleh

pemerintahan Kota Malang dalam mengendalikan penyebaran virus corona.

Tetapi dalam usaha penerapannya atau dalam mengimplementasikan kebijakan

tersebut ditemui berbagai macam halangan atau masalah dimana banyak perilaku

masyrakat yang masih belum bisa menaati protokol kesehatan yang ditetapkan

oleh pemerintah Kota Malang. Oleh sebab itu dengan adanya kebijakan yang

dibuat deharapkan dapat membawa perubahan pada perilaku masyrakat dalam

mengahadapi penyebaran virus corona ini.

a.Siapa dan apa saja dampak dari munculnya masalah

Corona merupakan sebuah penyakit yang menular. Siapapun dapat tertular

oleh virus yang satu ini. Indonesia menjadi salah satu Negara yang warganya

bannyak terlurat oleh virus corona ini. Virus ini dapat menular ke semua lapisan

masyrakat, entah presdiden, para menteri, jajaran pemerintah, ataupun masyrakat

pada umumnya.
Memperhatikan penyebaran virus corona yang saat ini makin merebak,

pemerintah pun menerapkan kebijakan physical distancing dan

menganjurkan work from home demi meminimalisir penyebaran virus Covid-19

ini. Dengan diterapkannya kebijakan physical distancing ini, maka aktivitas di

luar rumah sangat dibatasi, sehingga mengakibatkan berbagai sektor bisnis

mengurangi atau bahkan menghentikan aktivitasnya hingga waktu yang belum

ditentukan.

Meskipun dapat memutus rantai penyebaran virus, penerapan

kebijakan physical distancing juga memberikan dampak sosial bagi masyarakat.

Pendapatan masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah seperti pedagang

asongan, pedagang pasar, atau pengemudi kendaraan umum merosot tajam. Selain

itu, dampak virus Corona juga dapat dilihat dari hilangnya kepercayaan orang lain

di sekitar kita karena takut akan terkena paparan virus mematikan ini.
BAB III

TEORI DAN METODE PENDEKATAN

1. Teori Implementasi Kebijakan

Teori Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn Van

Meter and Van Horn (1975), mendefenisikan implementasi kebijakan,

merupakan tindakan yang digunakan baik individu atau

kelompokkelompok pejabat pemerintah atau swasta, yang diarahkan agar

dapat tercapainya suatu tujuan yang telah digariskan dalam keputusan

kebijakan. Pandangan keduanya mengandaikan bahwa suatu implementasi

kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik,

implementor dan kinerja kebijakan. Meter dan Horn

mengemukakan suatu model dasar yang mencakup enam variabel yang

membentuk keterkaitan antara kebijakan dengan kinerja. Dalam 16 model

ini, variabel terikat adalah kinerja, yang didefenisikan sebagai tingkat

sejauh mana standar-standar dan tujuan-tujuan kebijakan yang

direalisasikan.

Adapun variabel-variabel yang membentuk keterkaitan antara

kebijakan dengan kinerja tersebut adalah:

1) Standard an tujuan (standards and objectives)

2) Sumber daya (keuangan) (resources)


3) Karakteristik organisasi pelaksana (characteristics of the

implementing agencies)

4) Komunikasi antar organisasi dan aktifitas penguatan

(interorganizationa

5) Sikap para pelaksana (disposition of implementors).

6) Kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan politik (economic, sosial

and political conditions) Faktor-faktor tersebut selain terkait dengan

kinerja kebijakan, juga saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Model

implementasi yang dikemukakan Van Meter and Van Horn dapat dilihat

pada gambar berikut:

Model pendekatan implementasi kebijakan yang dirumuskan Van

Meter dan Van Horn disebut dengan model implementasi kebijakan.

Proses implementasi ini adalah sebagai proses sebuah abstraksi dalam

suatu pengejewantahan kebijakan yang pada dasarnya dilakukan agar


dapat meraih kinerja implementasi kebijakan yang tinggi yang

berlangsung dalam hubungan pada berbagai variabel.

Model ini dapat memberikan petunjuk bahwa dalam implementasi

kebijakan itu dapat berjalan secara linear dari keputusan politik, pelaksana

dan kinerja kebijakan publik.

Secara rinci variabel-variabel implementasi kebijakan publik

model Van Meter dan Van Horn (1974) dijelaskan sebagai berikut:

1) Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan diukur dari tinggkat keberhasilannya dan

juga ukuran dan tujuan kebijakan yang sifatnya realistis dengan sosio-

kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan sasaran

terlalu ideal Interorganizational communication and enforcement activities

The disposition of implementers Characteristics of implementing agencies

Economic, social, and political conditions Standards and objectives

Resources (utopis), maka kebijakan akan sulit untuk dilaksanakan .Van

Meter dan Van Horn telah mengemukakan bahwa untuk mengukur kinerja

implementasi kebijakan tentunya dengan menggunakan standar dan target

sasaran tertentu yang wajib untuk dicapai oleh para pelaksana kebijakan,

kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat

ketercapaian dalam standar dan sasaran tersebut.

Pemahaman tentang standar dan sasaran untuk tujuan kebijakan

yaitu sangat penting. Implementasi kebijakan biasanya akan gagal


(frustrated) apabila para pelaksana (officials), sepenuhnya kurang

menyadari terhadap standar dan sasaran tujuan kebijakan. Standar dan

tujuan kebijakan mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan sikap

terhadap para pelaksana (implementors). Arah siakap (disposisi) para

pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga

merupakan suatu hal yang “crucial”. Implementors mungkin menjadi

gagal dalam mewujudkan kebijakan, dikarenkan mereka menolak atau

tidak mengerti apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan.

2) Sumber daya Setiap tahap implementasi menuntut agar adanya

sumber daya manusia yang berkualitas dan sesuai dengan pekerjaan yang

diberikan oleh kebijakan yang ditetapkan secara politik. Manusia yaitu

sebagai sumber daya yang sangat terpenting dalam menentukan

keberhasilan suatu implementasi kebijakan, hal ini dikarenakan

Keberhasilan dalam implementasi kebijakan sangat tergantung dari

kemampuan dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia khususnya

19 sumber daya manusia. Selain sumber daya manusia, sumber daya

finansial dan waktu menjadi perhitungan yang penting dalam keberhasilan

implementasi kebijakan. Sumber daya kebijakan (policy resources) tidak

kalah pentingnya dengan komunikasi.

Dalam Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia untuk

memperlancar administrasi implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini

terdiri atas dana atau intensif lain untuk memperlancar pelaksanaan


(implementasi) dalam suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana

atau intensif lain dalam implementasi kebijakan, merupakan sumbangan

besar terhadap kegagalan implementasi kebijakan.

3) Karakteristik organisasi pelaksana Pusat perhatian terhadap agen

pelaksana yaitu sebagai organisasi formal dan organisasi informal yang

akan terlibat dalam mengimplementasikan kebijakan. Hal ini penting

ddikarenakan kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi

oleh ciri yang sangat tepat serta cocok dengan para agen pelaksanannya.

Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan dilakukan pada

beberapa kebijakan yang dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan

disiplin. Pada konteks lain diperlukan agen dalam pelaksana yang

demokratis dan persuasif.

Selain itu, cakupan atau luas wilayah menjadi suatu pertimbangan

penting untuk menentukan agen pelaksana kebijakan. Terdapat dua

karakteristik organisasi pelaksana dalam hal ini krakteristik utama dari

struktur birokrasi adalah prosedur-prosedur kerja standar (SOP= Standard

Operating Procedures) dan fragmentasi (Edward III, 1980).

a. Standard Operating Procedures (SOP). SOP dikembangkan untuk

respon internal terhadap suatu keterbatasan waktu dan sumber

daya dari pelaksana dan keinginan agar keseragaman dalam

bekerjanya organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas.


SOP ini bersifat rutin didesainkan agar situasi tipikal dimasa lalu

mungkin mengambat dalam perubahan kebijkan karena tidak

sesuai dengan situasi atau program baru. SOP sangat mungkin

menghalangi suatu implementasi kebijakan-kebijakan baru yang

membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe personil baru

agar mengimplementasikan kebijakan. Semakin besar kebiajakan

membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang rutin dari suatu

organisasi, semakin besar probabilitas SOP menghambat jalanya

implementasi.

b) Fragmentasi.

Fragmentasi berasal terutama dari tekanan-tekanan di luar unit-unit

birokrasi, seperti kelompok-kelompok kepentingan, pejabatpejabat

eksekutif, konstitu komite-komite legislatif, Negara dan sifat kebiajakan

yang dapat mempengaruhi organisasi birokrasi public. Fragmentasi yaitu

penyebaran tanggung jawab terhadap wilayah dalam kebijakan diantara

beberapa unit organiasi. “Fragmentation is the dispersion of responsibility

for a policy area among several organizational units.” Semakin banyak

actor-aktor dan badan-badan yang terlibat dalam suatu kebijakan tertentu

dan semakin saling berkaitan dengan keputusankeputusan mereka, maka

akan semakin kecil kemungkinan keberhasilan dalam implementasi.


Edward juga menyatakan bahwa secara umum, semakin koordinasi

yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan dalam suatu kebijakan,

semakin kecil pula peluang untuk berhasil.

4) Komunikasi antar organisasi terkait dan suatu kegiatan-kegiatan

pelaksanaan Agar kebijakan public bias dapat dilaksanakan secara efektif,

menurut Van Meter dan Van Hort apa yang akan menjadi standar tujuan

harus dipahami oleh para individu (implementors).

Yang akan bertanggung jawab atas pencapaian suatu standard an

tujuan kebijakan, karena itu standard an tujuan harus dikomunikasikan

pada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi

kepada para pelaksana dalam kebijakan tentang apa yang menjadi standard

an tujuan dan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity)

dari berbagai sumber informasi.

Jika tidak adyaan kejelasan dan konsistensi serta keseragaman

terhadap suatu standard an tujuan kebijakan, maka akan menjadi standar

dan tujuan kebijakan sulit agar bias dicapai. Dengan kejelasan itu, para

pelaksana kebijakan akan mengetahui apa yang diharapkan darinya dan

mengetahui apa yang harus dilakukan. Dalam suatu organisasi publik,

komunikasi sering yaitu proses yang sulit dan komplek. Proses

pentransferan berita kebawah di dalam organisasi atau dari suatu

organisasi ke organisasi lain, dan ke komunikator lain, sering mengalami

ganguan (distortion) baik disengaja maupun tidak.


Jika sumber komunikasi yang berbeda dapat memberikan

interpretasi yang tidak sama (inconsistent) terhadap suatu standard an

tujuan, atau sumber informasi sama dalam memberikan interpretasi yang

penuh dengan pertentangan (conflicting), maka pada suatu saat pelaksana

kebijakan akan menemukan suatu kejadian yang lebih sulit agar dapat

melakukan suatu kebijakan secara intensif. Dengan demikian, prospek

implementasi kebijakan yang efekti, sanagt ditentukan oleh komunikasi

kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan konsisten (accuaracy

and consistency). Disamping itu, koordinasi juga merupakan suatu

mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan. Semakin baik

koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam

implementasi kebijakan, maka kesalahannya akan semakin kecil, demikian

sebaliknya.
5) Disposisi atau sikap para pelaksana Menurut pendapat Van

Meter dan Van Hornt: “ sikap dalam penerimaan atau penolakan dari agen

pelasana kebijakan akan sangat mempengaruhi keberhasilan atau

kegagalan dalam implementasi kebijakan publik. Hali ini sangat mungkin

terjadi karena kebijakan yang akan dilaksanakan bukanlah suatu hasil

formulasi warga setempat yang akan mengenal betul suatu permasalahan

dan persoalan yang mereka rasakan.

Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat

mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu

menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus

diselesaikan”.

Sikap mereka itu dipengaruhi dengan adanya pandangan terhadap

suatu kebijakan dengan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap suatu

kepentingan-kepentingan dalam organisasinya dan kepentingan-

kepentingan pribadinya. Implementasi kebijakan diawali dengan

penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui persepsi dari pelaksana

(implementors) dalam batas mana kebijakan itu dilaksankan. Terhadap tiga

macam elemen respon dapat mempengaruhi kemampuan dan

kemauannyauntuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain terdiri dari

pertama, pengetahuan (cognition), pemahaman dan pendalaman

(comprehension and understanding) terhadap kebijakan.


Kedua, arah respon mereka apakah menerima, netral atau menolak

(acceptance, neutrality, and rejection), dan ketiga, instansi terhadap

kebijakan. Pemahman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan

kebijakan adalah penting.

Karena, bagaimanapun juga implementasi kebijakan yang berhasil,

bias jadi gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak

sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah

disposisi para pelaksana (implementors) terhadap standard an tujuan

kebijakan. Arah disposisi para pelaksana (implementors) terhadap standard

an tujuan kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors

mungkin bias jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan

mereka menolak apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan.

Sebaliknya, penerimaan yang menebar dan mendalam terhadap

standard an tujuan kebijakan diantara mereka yang bertanggung jawab

untuk melaksankan kebijakan tersebut, adalah merupaka suatu potensi

yang besar terhadap keberhasilan implementasi kebijakan. Pada akhirnya,

intesitas disposisi para pelaksana (implementors) dapat mempengaruhi

pelaksana (performance) kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya intensitas

disposisi ini, akan bias menyebabkan gagalnya implementasi kebijakan.


6) Lingkungan sosial, ekonomi dan politik Hal terakhir yang perlu

diperhatikan guna menilai kinerja implementasi adalah sejauh mana

lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik.

Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi

sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena

itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan

eksternal yang kondusif. 3. Teori Model Politik Ad.

2. Metode yang digunakan adalah : metode kepustakan

Studi kepustakan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti

untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah

yang akan atau sedang diteliti.

Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan

penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-

peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia dan sumber-

sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.

Studi kepustkaan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat

dipisahkan dari suatu penelitian. Teori-teori yang mendasari masalah dan

bidang yang akan diteliti dapat ditemukan dengan melakukan studi

kepustakan. Selain itu seorang penelitian dapat memperoleh informasi

tentang penelitian-penelitian sejenis atau yang ada kaitannya dengan

penelitiannya.
Dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Dengan melakukan studi kepustakan peneliti dapat memanfaatkan semua

informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitiannya.

Studi kepustakan memuat sitematis tentang kajian literatur dan hasil penelitian

sebelumnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan dan

diusahakan menunjukkan kondisi mutakhir dari bidang ilmu tersebut “the state of

the art”, studi kepustakaan yang dilakukan sebelum malakukan penelitian yang

bertujuan untuk.

1. Menemukan sebuah masalah guna diteliti.

2. Mencari informasi yang relevan dengan masalah yang bakal diteliti.

3. Mengkaji sejumlah teori dasar yang relevan dengan masalah yang bakal

diteliti.

4. Mencari landasan teori yang adalahpedoman untuk pendekatan solusi

masalah dan pemikiran guna perumusan hipotesis yang bakal diuji dalam

penelitian.

5. Memperdalam pengetahuan peneliti mengenai masalah dan bidang yang

bakal diteliti.Mengkaji hasil-hasil riset terdahulu yang terdapat kaitannya

dengan riset yang bakal dilakukan.


Menelaah hasil riset sebelumnya ditunjukkan pada beberapa atau semua dari

unsur-unsur riset yaitu: destinasi penelitian, metode, analisis, hasil utama dan

kesimpulan. Mendapat informasi mengenai aspek-aspek mana dari sebuah

masalah yang telah pernah dianalisis untuk menghindari supaya tidak

menganalisis hal yang sama. Selama riset berlangsung, studi kepustakaan pun

perlu dilakukan, tujuannya merupakan:

 Mengumpulkan informasi-informasi yang lebih khusus mengenai masalah

yang sedang diteliti.

 Memanfaatkan informasi yang terdapat kaitannya dengan teori-teori yang

relevan dengan riset yang sedang dilakukan.

 Mengumpulkan dan memanfaatkan informasi-informasi yang sehubungan

dengan pelajaran dan metodologi dan riset tersebut.

Sebelum penelitian sangat penting sebab dengan melakukan kegiatan ini

hubungan antara masalah, penelitian-penelitian yang relevan dan teori akan

menjadi lebih jelas.


BAB 1V

Skenario Pemecahan Masalah

Analisis Kebijakan Regulasi

Sumber Daya Implementasi Keberhasilan yang dicapai


Manusia

Anda mungkin juga menyukai