JURNAL ILMIAH
Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2022
HALAMAN PENGESAHAN
JURNAL ILMIAH
Oleh :
Menyetujui,
Pembimbing Pertama,
H. Sofwan, SH.,M.Hum.
NIP 195901171986021002
ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG
PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR (PSBB) DALAM
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN COVID.19
ABSTRAK
ABSTRACT
I. PENDAHULUAN
kemudian ke negara lain antara Desember 2019 dan awal 2020. Penerapan langkah-
langkah karantina ketat sebelumnya di Tiongkok telah membuat sejumlah besar orang
dalam isolasi dan mempengaruhi banyak aspek kehidupan masyarakat yang memicu
setelah angka infeksi mencapai lebih dari 121.000 kasus. Setelah penetapan virus
corona sebagai suatu pandemi oleh World Health Organization (WHO), Presiden
merupakan hukum tertinggi bagi suatu Negara. Pemerintah tidak tinggal diam,
dari data yang dikeluarkan oleh Kementrian Keuangan, dana Rp. 405,1 Triliun
1
J.Qiu, B.shen, M.Zhao, et al, 2020, A nationwide survey of psychological distress
among Chinese people in the COVID.19 epidemic: Implications and policy, Gen Psychiatr,Vol
33,No 2.
2
Supriyadi, S. (2020). KEBIJAKAN PENANGANAN COVID.19 DARI
PERSPEKTIF HUKUM PROFETIK. Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh,
8(2), hlm. 91-109.
2
kebijakan serta langkah yang tepat dalam penanganan wabah pandemi virus
COVID.19 ini yakni dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018
pembatasan keluar masuknya alat angkut, orang, dan/atau barang kedalam suatu
daerah yang telah terserang wabah, dalam UU tersebut juga mengatur mengenai
memutuskan mata rantai penyebaran wabah. 4 Salah satu kebijakan yang telah
orang berada di suatu tempat. Kegiatan yang dibatasi dalam peraturan PSBB
3
Putu Sekarwangi Saraswati, 2020, Kebijakan Hukum Terhadap Penanganan Pandemi
Covid.19 di Indonesia, Kertha Wicaksana: Sarana Komunikasi Dosen Dan Mahasiswa Volume 14,
Nomor 2, hlm. 151.
4
Indonesia, Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan
3
Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
sektor bidang ekonomi kreatif, pariwisata, dan transportasi juga terkena dampak
dari kebijakan tersebut. Dalam artikel berita Media Indonesia, Komnas HAM
percepatan penanganan COVID.19. Selain itu, juga ada Maklumat dari Kopolisian
pidana yang terdapat dalam Pasal 212 dan atau Pasal 218 KUHP.5
5
Fathoni, A. (2019). Dampak COVID.19 dan Kebijakan PSBB Pemerintah terhadap
UMKM di Wiyung Surabaya. Dinar: Jurnal Prodi Ekonomi Syariah, 3(1), hlm. 30-69.
4
Pasal 93 yang mengatur bahwa orang yang tidak mematuhi dan atau menghalang-
masyarakat dapat dijatuhi sanksi pidana selama 1 tahun dan/atau sanksi denda
Hal ini didasari pada penjatuhan sanksi pidana penjara terhadap pelanggar PSBB
kurang tepat karena bobot kesalahan pelanggaran yang dilakukan tidak seberat
penjatuhan sanksi pidana7 dan juga sanksi yang diatur dalam Undang-Undang
tentang Kekarantinaan Kesehatan ini lebih berat dibandingkan dengan sanksi yang
6
Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
7
https://law.unja.ac.id/sanksi-pidana-penjara-terhadap-pelanggar-psbb/ (diakses 05
November 2021)
5
II. PEMBAHASAN
Dalam buku Achmad Ali bahwa pada teori prioritas baku, tujuan hukum
mencakupi keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Pasal 28H ayat (1)
UUD NRI 1945 menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
a) Pengawasan di Pelabuhan
e) Pengawasan Barang
f) Karantina Rumah
g) Karantina Wilayah
tanggungjawab negara dapat berupa pemeunuhan hak baik secara lahir maupun
diantaranya adalah:
bertindak dan merusak tatanan hukum yang berlaku, sangat perlu untuk
negaranya, dengan terejawantahkan dalam Pasal 28H ayat (1) UUD NRI
1945 kewajiban negara menjamin hak atas hidup masyarakatnya dan tidak
berhak dan wajib mendapat kesehatan dalam jaminan optimal, tidak hanya
berkontribusi terhadap hidup yang sehat dan juga hak atas kesehatan serta
hak atas pelayanan medis. Karena konsep Hak Asasi Manusia untuk
1. Sanksi Pidana
a. Hukuman mati;
b. Hukuman penjara;
c. Hukuman kurungan;
d. Hukuman denda;
e. Hukuman tutupan.
2. Sanksi Perdata
Kondemnator, dalam ranah hukum perdata, ditinjau dari sifatnya, putusan yang
hakim menghukum salah satu pihak untuk membayar ganti kerugian dan
biaya perkara.
9
hakim tentang suatu tentang sesuatu hak atau titel maupun status yang
menyatakan bahwa hak pemilikan atas benda yang disengketakan tidak sah
sebagai milik penggugat, atau penggugat tidak sah sebagai ahli waris.
keadaan hukum baru kepada suami dan istri sebagai janda dan duda.
3. Sanksi Administratif
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”)
yang memuat baru Pasal 71A ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (“UU 27/2007”) yaitu:
10
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Penutupan lokasi;
d. Pencabutan perizinan berusaha;
e. Pembatalan perizinan berusaha; dan/atau
f. Denda administratif
suatu pilihan, artinya tidak harus ketiga-tiganya diterapkan tetapi dapat dipilih mana yang
paling efektif dan yang paling tepat dikaitkan dengan lingkup substansi pengaturannya.
sama sekali tidak diperlukan adanya sanksi. Sanksi dalam peraturan perundang-
undangan merupakan suatu opsi, jika diperlukan, termasuk ketentuan pidana. Oleh
Terdapat beberapa sanksi dalam aturan PSBB yaitu yang pertama sanksi
Pasal 90
Pasal 91
Pasal 92
Pasal 93
untuk melakukan kriminalisasi agar tetap menjaga dalil ultimum remedium dan
dengan pemidanaan akan lebih besar dari pada kerugian oleh tindak pidana
Untuk menjerat seseorang dengan ancaman pidana, maka setiap unsur yang
ada pada ketentuan dalam Pasal 93 harus terpenuhi. Unsur yang harus dibutikan
menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wlayah atau lintas
penyebaran penyakit menular yang berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas
negara.
Secara sederhana tidak disebutkan dalam unsur pidana Pasal tersebut bahwa
orang yang melanggar PSBB dapat dipidana. Namun dalam tafsir teks hukum
Code Penal Prancis yang berbunyi la loi poenale est d’interpretation stricte
(hukum pidana harus ditafsirkan secara sempit). Kemudian hal tersebut juga
berkenaan dengan penafsiran undang-undang titulus est lex est rubrica est lex
terbatas pada aspek penentuan pelaku tindak pidananya saja, melainkan juga
berkenaan dengan kausalitas pidana. Bahwa akibat hukum atas suatu perbuatan
14
pidana dapat terjadi jika ada sebabnya (causal verband). Jika konteksnya
demikian, maka akan sulit menentukan kapan dan kepada siapa Pasal tersebut
sebelumnya dan hal tersebut ditetapkan oleh Presiden. Jika dalam Pasal 93 UU
Karena kausalitas pidananya sulit dipenuhi atau bahkan tidak akan pernah
yang berbunyi “Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan bagian dari respons
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat”. Jelas dan terang bahwa PSBB adalah bagian
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 selain tidak memuat hak dan
Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan juga tidak memuat sanksi bagi
sanksi secara umum. Sehingga dalam hal ini kriteria dari pelanggaran ringan
tiga yaitu teori pembalasan, teori tujuan dan yang terakhir adalah teori gabungan.
perbuatan terhadap orang yang telah melakukan kejahatan Sedangkan Teori tujuan
15
mengatakan bahwa penjatuhan pidana itu punya tujuan tertentu yang memiliki
manfaat salah satunya untuk melindungi masyarakat dan juga untuk mencegah
terjadinya kejahatan. Dan yang terakhir adalah teori gabungan yang muncul
sebagai reaksi dari kedua teori sebelumnya, teori ini mengatakan bahwa
pemidanaan itu diberikan sebagai pembalasan atas kejahatan yang telah dibuat
Dalam hal ini, penjatuhan sanksi pidana penjara terhadap pelanggar PSBB
dirasa kurang tepat karena bobot kesalahan pelanggaran yang dilakukan tidak
dengan perikeadilan.
tepat, hal itu didasari pada sanksi pidana itu sendiri, dimana terdapat satu asas di
dalam hukum pidana Indonesia yang mengatur hukum pidana merupakan ultimum
16
remedium. Maksudnya jika suatu perkara dapat diselesaikan dengan jalur lain
maka hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam penegakan hukum.
efektif maka seharusnya yang dilakukan untuk menjerat pelanggar PSBB dengan
selayaknya UndangUndang.
17
III. PENUTUP
berikut:
1. Apabila melihat dari rumusan Pasal 4 PP PSBB, maka PP PSBB tidak secara
tegas dan jelas mengatur mengenai tanggung jawab negara atas kebijakan
aspek pemenuhan kebutuhan dasar penduduk. Tetapi jika dilihat dari Undang-
kebutuhan dasar disebut secara tidak langsung sebagai pelayanan dasar yaitu
DAFTAR PUSTAKA
2. Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
LNRI, No. 75, 1959
Indonesia, Uundang-Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular, LN 1984/20; TLN NO. 3273
Indonesia, Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan
Kesehatan , LNRI No. 128 Tahun 2018.
Indonesia,Undang-Undang 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan, LN No. 292 Tahun 2014, TLN No.5601.
Indonesia, Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, LN. No. 82 Tahun 2011, TLN No.
5324.
Indonesia, Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2020 tentang Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan
Corona Virus Disease 2019 (COVID.19),LN No. 91 Tahun 2020.
Indonesia, Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2021 Tentang
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian
PenyebaranCOVID.19.