Anda di halaman 1dari 10

ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN

KESEHATAN

PRAKTIK PENERAPAN ADMINISTRASI KEBIJAKAN COVID-19

DISUSUN OLEH :

GABRILLA
NIM : 23092004132009

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA


KENDARI

TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena
berkat limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “PRAKTIK PENERAPAN
ADMINISTRASI KEBIJAKAN COVID-19” dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah “Administrasi Kebijakan Kesehatan”.

Akhirnya makalah ini dapat penulis selesaikan berkat bimbingan dan arahan dari
dosen pengasuh yang memberikan bahan-bahan materi, dan penulis mengucapkan
terima kasih ke semua pihak yang telah membantu.

Apabila dalam makalah ini banyak terdapat kekurangan, baik dari segi isi
maupun teknik penulisannya, untuk itu penulis mengharapkan kritik, saran dan
bimbingan dari semua pihak untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga makalah
ini bermanfaat dan berguna buat kita semua. Terima Kasih.

Kendari, 22 Februari 2024

Penulis

Gabrilla
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………… i

DAFTAR ISI…………………………………………………………….…ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 2

BAB III KESIMPULAN............................................................................ 6

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 7
BAB I

PENDAHULUAN

Desember 2019, kasus pneumonia misterius pertama kali dilaporkan di Wuhan,


Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui pasti, tetapi kasus pertama
dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan. Tanggal 18 Desember hingga 29 Desember 2019,
terdapat lima pasien yang dirawat dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
Sejak 31 Desember 2019 hingga 3 Januari 2020 kasus ini meningkat pesat, ditandai dengan
dilaporkannya sebanyak 44 kasus. Tidak sampai satu bulan, penyakit ini telah menyebar di
berbagai provinsi lain di China, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan. Sampel yang diteliti
menunjukkan etiologi coronavirus baru. Awalnya, penyakit ini dinamakan sementara sebagai
2019 novel coronavirus (2019-nCoV), kemudian WHO mengumumkan nama baru pada 11
Februari 2020 yaitu Coronavirus Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Virus ini dapat ditularkan dari
manusia ke manusia dan telah menyebar secara luas di China dan lebih dari 190 negara dan
teritori lainnya. Pada 12 Maret 2020, WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik.
Hingga tanggal 29 Maret 2020, terdapat 634.835 kasus dan 33.106 jumlah kematian di seluruh
dunia. Sementara di Indonesia sudah ditetapkan 1.528 kasus dengan positif COVID-19 dan
136 kasus kematian (Susilo, 2020).

Dikarenakan hal ini Tenaga kesehatan berada di garis depan dalam penanganan Covid-
19. Hal ini berarti memiliki risiko lebih tinggi untuk tertular Covid19 karena keterpaparan dari
pasien maupun rekan kerja untuk mencegah penularan ke tenaga medis, pemerintah telah
mengajukan tata cara penularan COVID-19 di tempat kerja, termasuk menjaga semua
ruangan, termasuk lantai, dinding, dan barang-barang di dalamnya dalam kondisi higienis.
Untuk tenaga medis sendiri, mereka harus mematuhi prosedur untuk menjaga kebersihan diri
dengan melakukan prosedur cuci tangan yang benar, menggunakan APD, membatasi kontak
yang tidak perlu dengan pasien, mengatur jam kerja, dan meningkatkan daya tahan tubuh
masingmasing. Perekam medis mempunyai tugas utama mengelola dokumen rekam medis
pasien. Dalam hal keterpaparan terhadap infeksi Covid19, dapat terjadi pada saat
melaksanakan pelayanan terhadap pasien Covid-19 maupun pengelolaan dokumen rekam
medis pasien Covid-19 (Saptorini, 2021).

Implementasi pelayanan kesehatan yang baik harus meliputi ketersediaan dan


berkesinambungan, mudah dijangkau dalam hal pembiayaan harus disesuaikan dengan
perekonomian masyarakat, dapat diterima bagi seluruh kalangan, mudah dicapai terutama dari
sudut lokasi yang strategis, dan bermutu sesuai standar dan kode etik yang tersedia sehingga
dapat memuaskan pasien. Seiring terjadinya wabah COVID-19 pemerintah menetapkan cara
pencegahan dan pengendalian infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan meliputi
beberapa hal yaitu implementasi standar pencegahan untuk semua pasien, identifikasi awal
dan pengendalian sumber, penerapan pengendalian administratif, pengendalian lingkungan
dan rekayasa, serta langkah–langkah pencegahan tambahan empiris (Puspita, 2021).

Seiring melonjaknya permintaan pelayanan dan semakin terdampaknya tenaga


kesehatan oleh infeksi COVID-19 serta oleh konsekuensi-konsekuensi tidak langsung dari
pandemi ini, muncul kebutuhan untuk mengambil langkah-langkah adaptasi strategis guna
memastikan bahwa sumber daya yang dimiliki sektor publik dan sektor swasta digunakan
memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.Berbagai negara mengambil keputusan yang
sulit dalam menyeimbangkan kebutuhan untuk menanggulangi pandemi COVID-19 secara
langsung dengan kebutuhan untuk mempertahankan pemberian layanan kesehatan esensial
yang lain.
BAB II

PEMBAHASAN

Administrasi kesehatan Masyarakat adalah cabang dari Ilmu Administrasi yang


khususnva mempelajari bidang Kesehatan suatu Masyarakat. Ilmu kesehatan Masyarakat
adalah cabang Ilmu kesehatan yang mempelajari kondisi-kondisi dan kejadian-kejadian sehat
dan sakit pada masyarakat. Di era Pandemi Covid-19 peran Administrator Kesehatan selain
memiliki peran strategis, juga menuntut profesionalitas yang cukup tinggi (). Dimana
mereka harus melakukan analisis kebijakan di bidang administrasi pelayanan Covid 19
secara professional (Aguatina, 2020).

Berbagai wilayah yang berbeda di dalam satu negara yang sama sekalipun dapat
membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam nenentukan layanan-layanan kesehatan mana
yang esensial dan dalam mengorientasikan ulang unsur-unsur sistem kesehatan untuk
mempertahankan layanan-layanan tersebut. Pengambil keputusan harus menyeimbangkan
antara manfaat kegiatan-kegiatan tertentu danrisiko penyebaran virus yang ditimbulkan oleh
kegiatan-kegiatan tersebut. Analisis manfaat-risiko untukkegiatan apa pun akan bergantung
pada beban penyakit dan konteks sosial setempat, skenario penularan COVID-19, serta
kapasitas setempat untuk memberikan layanan, baik kapasitas dasar maupunkapasitas seiring
perkembangan pandemi.Berbagai negara memiliki kebijakan yang berbeda-beda untuk
langkah-langkah kesehatan masyarakat dan sosial yang diterapkan untuk membatasi penularan
COVID-19, dan pendekatannya dalam melonggarkan langkah-langkah tersebut juga berbeda-
beda. Kebijakan yang membatasi pergerakan untuk menahan penularan dapat menciptakan
hambatan akses pada pelayanan kesehatan dan akan mempengaruhi peta jalan pengembalian
layanan seperti semula. Pandemi ini secara khusus menempatkan beban yang belum pernah
ada sebelumnya pada anggota masyarakat untuk menatalaksana secara mandiri berbagai
kebutuhan kesehatan dan pada pengasuh informal – seperti keluarga, teman, dan tetangga –
yang seharusnya tidak dibatasi oleh pembatasan pergerakan yang dapat membuat mereka tidak
dapat memberikan perawatan yang dibutuhkan.Di tempat-tempat yang memiliki beban
penyakit-penyakit menular yang tinggi yang tanda dan gejalanya bertumpang tindih dengan
definisi kasus COVID-19 (seperti malaria, pneumonia, atau tuberkulosis [TB]), pesan-pesan
kesehatan masyarakat perlu diadaptasi untuk memastikan bahwa masyarakat tidak menunda
mencari pelayanan kesehatan untuk penyakit-penyakit yang berpotensi mengancam nyawa
(Farington, 2020).

Selain itu, di wilayah-wilayah yang sedang melaksanakan upaya eliminasi dan


eradikasi, adanya perubahan pendekatan pencegahan dan pengobatan yang bersifat jangka
pendek sekalipun dapat dengan cepat memutarbalikkan kemajuan-kemajuan yang telah
dicapai dengan susah payah serta memberikan konsekuensi-konsekuensi jangka panjang.Di
mana, bagaimana, dan kepada siapa masyarakat mencari pelayanan kesehatan dapat sangat
berbeda sesuai dengan konteks masing-masing. Di komunitas-komunitas tertentu, penyedia
layanan sektor swasta dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti organisasi keagamaan
merupakan pemangku kepentingan yang penting serta penyedia layanan utama. Penilaian
cepat di tingkat nasional dan daerah harus menjadi panduan dalam mengambil keputusan
perubahan strategis terkait kebijakan dan protokol, dengan mempertimbangkan bahwa
kekurangan-kekurangan yang sudah ada dalam pemberian layanan dapat semakin memburuk
selama wabah ini. Hal ini penting terutama di negara-negara dengan kapasitas yang rendah
dan dalam situasi-situasi kemanusiaan, di mana gangguan pada layanan dapat lebih cepat
timbul. Adaptasi dan inovasi perlu mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan sumber daya
dan kapasitas. Jika adaptasi dibuat secara matang dan dilakukan dengan koordinasi yang baik,
adaptasi pemberian layanan dalam konteks COVID-19 dapat membangun kapasitas sistem
kesehatan yang dapat dipertahankan selama dan setelah berakhirnya pandemi (Agustina,
2020).

Menetapkan alur pasien yang aman dan efektif (yang mencakup skrining COVID-19,
triase, dan rujukan tersasar) tetap penting dan harus dilakukan di semua tingkat layanan.
Banyak layanan kesehatan rutin dan elektif dihentikan sementara dan pendekatan-pendekatan
pemberian layanan mulai diadaptasi sesuai konteks perkembangan pandemi serta seiring
berubahnya analisis manfaat-risiko untuk setiap kegiatan (Ardiani, 2021). Saat pemberian
layanan kesehatan esensial menjadi terancam, mekanisme-mekanisme tata kelola dan
koordinasi yang efektif, serta protokol untuk penetapan prioritas dan penyesuaian layanan,
dapat memitigasi risiko kegagalan sistem. Sistem-sistem kesehatan di seluruh dunia
menghadapi tantangan dalam bentuk peningkatan kebutuhan akan pelayanan kesehatan oleh
orang-orang dengan COVID-19, yang semakin diperburuk oleh rasa takut, stigma,
misinformasi, dan pembatasan pergerakan yang mengganggu pemberian pelayanan kesehatan
untuk semua penyakit. Saat sistem kesehatan kelebihan kapasitas dan masyarakat tidak dapat
mengakses layanan kesehatan yang diperlukan, angka kematian langsung akibat wabah dan
kematian tidak langsung dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dan diobati akan
meningkat drastis (1, 2, 3). Menjaga rasa percaya masyarakat pada kapastias sistem kesehatan
untuk dengan aman memenuhi kebutuhan-kebutuhan esensial dan mengendalikan infeksi
risiko di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan kunci untuk memastikan adanya perilaku
pencarian pelayanan kesehatan yang benar dan kepatuhan pada anjuran-anjuran kesehatan
masyarakat. Kemampuan suatu sistem dalam mempertahankan layanan-layanan kesehatan
akan bergantung pada beban dasar penyakitnya, skenario penularan COVID-19 (yang
diklasifikasikan menjadi tidak ada kasus, sporadis, klaster, atau penularan masyarakat) serta
kapasitas sistem kesehatan tersebut seiring berkembangnya pandemic (Farington, 2020).
BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas ialah ketika masa pandemic
covid-19 para tenaga kesehatan sangat kesulitan dan harus cepat beradaptasi dengan keadaan.
Seiring terjadinya wabah COVID-19 pemerintah menetapkan cara pencegahan dan
pengendalian infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan meliputi beberapa hal yaitu
implementasi standar pencegahan untuk semua pasien, identifikasi awal dan pengendalian
sumber, penerapan pengendalian administratif, pengendalian lingkungan dan rekayasa, serta
langkah–langkah pencegahan tambahan empiris.

Penguatan pelayanan kesehatan primer dalam rangka realisasi cakupan kesehatan


semesta memberikan pondasi penting untuk beradaptasi ke dalam konteks pandemi. Sistem
kesehatan yang ditata dan dipersiapkan dengan baik akan mampu mempertahankan akses
terhadap layanan-layanan kesehatan esensial berkualitas yang merata selama berlangsungnya
kedaruratan, sehingga dapat membatasi kematian langsung dan menghindarkan kematian tidak
langsung.Pada tahap awal wabah COVID-19, banyak sistem kesehatan yang berhasil
mempertahankan pemberian layanan rutin ketika dihadapkan pada beban kasus COVID-19
dalam jumlah yang masih terbatas.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, D. (2020). Administrasi Kebijakan Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat :

Sumatra Utara.

Ardiani, W, S., Damayanti, I, D., Pratidila., dkk. (2021). Efektofitas pendidikan kesehatan

terhadap penerapan protocol kesehatan covid-19. Jurnal penelitian ilmu social dan

eksakta. 1(1).

Farrington, J., Griekspoor, A., Gurung, S., dkk. (2020). Mempertahankan Layanan Kesehatan

Esensial : Panduan Operasional Untuk Kontek COVID-2019. Panduan interim.

Puspita, R, N. & Mustakim. (2021). Persepsi pasien dalam implementasi pelayanankesehatan

pada masa pandemic COVID-19 Di Wilayah Kota Bekasi Tahun 2020. Jurnal

Kedokteran Dan Kesehatan. 17(1).

Saptorini, K, K., Fani, T. & Setijaningsih, A, R. (2021). Praktik Penerapan Protokol Kesehatan

Pada Praktisi Rekam Medis Di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal HIGEIA. 5(4).

Susilo, A., Rumendel., M, C., Pitoyo, W, C., dkk. (2020). Coronavirus Disease 2019: Tinjauan

Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam. 7(1).

Anda mungkin juga menyukai