Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH EKONOMI KESEHATAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENANGANAN COVID-19

Dosen Pengajar: Achmad Zacky Anwary, SE., MPH

Disusun oleh:
Asmawati
2107010073

Kelas: Alih Jenjang Banjarbaru 2021

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN (UNISKA)
MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARY
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah manajemen bencana yang berjudul
“Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Covid-19” dalam tugas mata kuliah
Ekonomi Kesehatan oleh dosen Achmad Zacky Anwary, SE., MPH.

Saya sadari masih banyak kekurangan dan kesalahan yang dapat ditemukan
pada makalah ini, maka saya memohon maaf atasnya. Kami menyadari bahwa
makalah saya jauh dari kesempurnaan. Lebih dan kurangnya di ucapkan Terima
Kasih.

Banjarbaru, Desember 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................... i
Kata pengantar ......................................................................................... ii
Daftar isi ................................................................................................... iii

BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................... 2
BAB II Kebijakan Kesehatan
A. Definisi ......................................................................................... 3
B. Ciri Kebijakan Kesehatan ............................................................ 3
C. Komponen Kebijakan................................................................... 5
D. Proses Kebijakan .......................................................................... 8
E. Implementasi Kebijakan............................................................... 9
F. Analisis Kebijakan ....................................................................... 9
BAB III Kebijakan Saat Covid-19
A. Kebijakan Pemerintah di Masa Pandemi Covid-19 ..................... 13
B. Fokus Pemerintah antara Negara Sejahtera dan Negara Sehat .... 16
C. Kebijakan Kementerian Keuangan .............................................. 20
BAB IV Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpuln .................................................................................... 24
B. Saran............................................................................................. 24
Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak ditetapkan sebagai terjadi penularan wabah antar manusia di Wuhan,
China pada 31 Desember 2019, infeksi coronavirus-2019 (COVID-19) yang
menyebabkan penyakit Severe Acute Respiratory Syndrome – Coronavirus 2
(SARS-Cov-2) menjadi pandemi global. Penularan virus ini ditengarai terkait
dengan penjualan daging yang berasal dari binatang liar atau penangkaran hewan
di pasar makanan laut (Cui, dkk., 2019). Gejala umum yang didapati oleh pasien
adalah demam, batuk dan mialgia atau kelelahan. Gejala yang spesifik yaitu batuk
berdahak, sakit kepala, hemoptisis (batuk yang mengandung darah) dan diare.
Komplikasi termasuk sindrom gangguan pernapasan akut, cedera jantung akut dan
infeksi bakteri sekunder (Huang, dkk., 2020). Sampai saat ini, jumlah informasi
tentang virus ini meningkat setiap hari dan semakin banyak data tentang
penularan dan rutenya, reservoir, masa inkubasi, gejala dan hasil klinis, termasuk
tingkat kelangsungan hidup yang dikumpulkan di seluruh dunia (Corman, dkk.,
2020).
Kemunculan virus jenis baru yang disebut COVID-19 ini menjangkit
hampIr seluruh populasi di dunia. Virus ini menular dengan sangat cepat dari satu
orang ke orang lain melalui droplet (tetesan kecil) yang dihasilkan saat orang yang
terinfeksi batuk, bersin, atau mengembuskan nafas. Droplet ini terlalu berat
sehingga tidak bisa bertahan di udara. Droplet dengan cepat jatuh dan menempel
pada lantai atau permukaan lainnya.
Beberapa kebijakan kemudian diambil untuk dapat menanggulangi penyakit
“baru” ini. Pandemi COVID-19 ini mengharuskan pemerintah untuk mempunyai
kebijakan yang luar biasa. Kebijakan untuk menangani masalah kesehatan,
melindungi masyarakat dengan jaminan sosial, dan menjaga dunia usaha jadi
prioritasnya. Realokasi anggaran, refocusing kegiatan, serta penyesuaian besaran
belanja wajib adalah cara utama pemerintah untuk mendanai kebutuhan penangan
covid-19.

1
2

Kondisi kedaruratan akibat Covid ini pemerintah telah menetapkan virus


Corona (Covid 19) sebagai bencana nasional melalui Keputusan Presiden Nomor
12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Covid-19
sebagai Bencana Nasional (Samudro & Madjid, 2020) Sebelumnya Presiden
juga telah mengeluarkan sejumlah peraturan dan kebijakan, diantaranya Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang – Undang No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan
Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi
Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi
ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem
Keuangan, Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease
2019 (COVID-19).
Pemberlakuan dipandang keadaan darurat bisa sebagai bentuk yang
memungkinkan negara secara cepat dapat menanggulangi krisis, namun di sisi
lain pemberian justifikasi kekuasaan terlalu luas bagi pemerintahan untuk
melakukan berbagai pembatasan-pembatasan justru menimbulkan kerawanan
untuk disalahgunakan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, maka dirumuskan
masalah :
1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan kesehatan?
2. Bagaimana kebijakan pemerintah di bidang kesehatan terkait
penanganan Covid-19?
C. Tujuan
Makalah ini dibuat selain untuk melengkapi penugasan tentang kebijakan
kesehatan, juga dibuat untuk
1. Mengetahui definisi dan maksud dari kebijakan kesehatan
2. Mengetahui kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah di bidang
kesehatan terkait penanganan Covid-19
BAB II
KEBIJAKAN KESEHATAN

A. Definisi
Kebijakan Kesehatan dianggap penting karena sektor Kesehatan merupakan
bagian dari ekonomi. Jelasnya sector kesehatan ibarat suatu sponge yang
mengabsorpsi banyak anggaran belanja negara untuk membayar sumber daya
kesehatan. Ada yang mengataka bahwa kebijakan kesehatan merupakan driver
dari ekonomi, itu disebabkan karena adanya inovasi dan investasi dalam bidang
teknologi kesehatan, baik itu bio-medical maupun produksi, termasuk usaha
dagang yang ada pada bidang farmasi. Namun yang lebih penting lagi adalah
keputusan kebijakan kesehatan melibatkan persoalan hidup dan mati manusia
(Buse, Mays & Walt, 2005). Kebijakan kesehatan itu adalah tujuan dan sasaran,
sebagai instrumen, proses dan gaya dari suatu keputusan oleh pengambil
keputusan, termasuk implementasi serta penilaian (Lee, Buse & Fustukian, 2002).
Kebijakan kesehatan dalah bagian dari institusi, kekuatan dari aspek politik yang
memengaruhi masyarakat pada tingkat lokal, nasional dan dunia (Leppo, 1997).
B. Ciri Kebijakan Kesehatan
Kebijakan kesehatan merupakan kebijakan publik. Konsep dari kebijakan
publik dapat diartikan sebagai adanya suatu negara yang kokoh dan memiliki
kewenangan serta legitimasi, di mana mewakili suatu masyarakat dengan
menggunakan administrasi dan teknik yang berkompeten terhadap keuangan dan
implementasi dalam mengatur kebijakan. Kebijakan adalah suatu konsensus atau
kesepakatan terhadap suatu persoalan, di mana sasaran dan tujuannya diarahkan
pada suatu prioritas yang bertujuan, dan memiliki petunjuk utama untuk
mencapainya (Evans & Manning, 2003). Tanpa ada kesepakatan dan tidak ada
koordinasi akan mengakibatkan hasil yang diharapkan sia-sia belaka.
Definisi kebijakan Kesehatan bervariasi, Kebijakan kesehatan didefinisikan
sebagai suatu cara atau tindakan yang berpengaruh terhadap perangkat institusi,
organisasi, pelayanan kesehatan dan pengaturan keuangan dari sistem kesehatan
(Walt,1994). Kebijakan kesehatan merupakan bagian dari sistem kesehatan

3
4

(Bornemisza & Sondorp,2002). Komponen sistem kesehatan meliputi sumber


daya, struktur organisasi, manajemen, penunjang lain dan pelayanan kesehatan
(Cassels, 1995). Kebijakan kesehatan bertujuan untuk mendisain program-
program di tingkat pusat dan lokal, agar dapat dilakukan perubahan terhadap
determinan-determinan kesehatan (Davies 2001; Milio 2001), termasuk kebijakan
kesehatan internasional (Hunter 2005; Labonte, 1998; Mohindra 2007).
Kebijakan kesehatan adalah suatu hal yang peduli terhadap pengguna
pelayanan kesehatan termasuk manajer dan pekerja kesehatan. Kebijakan kesehatan
dapat dilihat sebagai suatu jaringan keputusan yang saling berhubungan, yang pada
prakteknya peduli kepada pelayanan kesehatan masyarakat (Green & Thorogood,
1998).
Kebijakan-kebijakan kesehatan dibuat oleh pemerintah dan swasta.
Kebijakan merupakan produk pemerintah, walaupun pelayanan kesehatan
cenderung dilakukan secara swasta, dikontrakkan atau melalui suatu
kemitraan, kebijakannya disiapkan oleh pemerintah di mana keputusannya
mempertimbangkan juga aspek politik (Buse, May & Walt, 2005). Jelasnya
kebijakan kesehatan adalah kebijakan publik yang merupakan tanggung jawab
pemerintah dan swasta. Sedangkan tugas untuk menformulasi dan implementasi
kebijakan kesehatan dalam satu negara merupakan tanggung jawab Departemen
Kesehatan (WHO, 2000).
Pengembangan kebijakan biasanya top-down di mana Departemen Kesehatan
memiliki kewenangan dalam penyiapan kebijakan. Implementasi dan strateginya
adalah bottom-up. Kebijakan seharusnya dikembangkan dengan partisipasi oleh
mereka yang terlibat dalam kebijakan itu. Hal ini untuk memastikan bahwa kebijakan
tersebut realistik dan dapat mencapai sasaran. Untuk itu perlu komitmen dari para
pemegang dan pelaksana kebijakan.
Kebijakan kesehatan harus berdasarkan pembuktian yang menggunakan
pendekatan problem solving secara linear. Penelitian kesehatan adalah suatu
kegiatan untuk mendapatkan bukti yang akurat. Setelah dilakukan penelitian
kesakitan dan penyakit dari masyarakat, termasuk kebutuhan akan kesehatan, sistem
kesehatan, tantangannya selanjutnya adalah mengetahui persis penyebab dari
5

kesakitan dan penyakit itu. Walaupun disadari betapa kompleksnya pengertian yang
berbasis bukti untuk dijadikan dasardari kebijakan (Fafard, 2008).
Tujuan dari kebijakan kesehatan adalah untuk menyediakan pola
pencegahan, pelayanan yang terfokus pada pemeliharaan kesehatan, pengobatan
penyakit dan perlindungan terhadap kaum rentan (Gormley, 1999). Kebijakan
kesehatan juga peduli terhadap dampak dari lingkungan dan sosial ekonomi terhadap
kesehatan (Poter, Ogden and Pronyk, 1999). Kebijakan kesehatan dapat bertujuan
banyak terhadap masyarakat. Untuk kebanyakan orang kebijakan kesehatan itu
hanya peduli kepada konten saja. Contohnya, pembiayaan kesehatan dari
pemerintah dan swasta atau kebijakan dalam hal pemantapan pelayanan kesehatan
ibu dan anak (Walt, 1994).
Kebijakan kesehatan berpihak pada hal-hal yang dianggap penting dalam
suatu institusi dan masyarakat, bertujuan jangka panjang untuk mencapai sasaran,
menyediakan rekomendasi yang praktis untuk keputusan-keputusan penting
(WHO, 2000).
Kebijakan kesehatan dapat bermanifestasi dalam berbagai hal dan tidak selalu
dalam bentuk dokumen- dokumen (Ritsatakis, 1987). Kebijakan kesehatan
diexpresikan dalam bentuk suatu konstitusi, undang- undang dan peraturan-
peraturan termasuk juga platform dari partai-partai politik atau kertas-kertas
kebijakan (Ritsatakis, 2000).
Kebijakan kesehatan tidak saja terdiri dari dokumen-dokumen strategi
dalam suatu negara, tetapi juga bagaimana kebijakan itu diimplementasi oleh
pengambil keputusan dan pemegang program kesehatan, dan bagaimana
melakukannya secara praktis pada masing-masing tingkatan pemerintahan.
C. Komponen Kebijakan
Para ahli kebijakan kesehatan membagi kebijakan ke dalam empat komponen
yaitu konten, process, konteks dan aktor (Frenk J. 1993; Buse, Walt and Gilson,
1994; May & Walt, 2005).
1. Konten
Konten kebijakan berhubungan dengan teknis dan institusi. Contoh aspek
teknis adalah penyakit diare, malaria, typus, promosi kesehatan. Aspek
6

insitusi adalah organisasi publik dan swasta.Konten kebijakan memiliki


empat tingkat dalam pengoperasiannya yaitu:
a. Sistemik atau menyeluruh di mana dasar dari tujuan dan prinsip-
prinsip diputuskan.
b. Programatik adalah prioritas-prioritas yang berupa perangkat untuk
mengintervensi dan dapat dijabarkan ke dalam petunjuk pelaksanaan
untuk pelayanan kesehatan.
c. Organisasi di mana difokuskan kepada struktur dari institusi yang
bertanggung jawab terhadap implementasi kebijakan.
d. Instrumen yang menfokuskan untuk mendapatkan informasi demi
meningkatkan fungsi dari sistem kesehatan.
2. Proses
Proses kebijakan adalah suatu agenda yang teratur melalui suatu proses
rancang dan implementasi.Ada perbedaaan model yang digunakan oleh
analis kebijakan antara lain:
a. Model perspektif (rational model) yaitu semua asumsi yang
mengformulasikan kebijakan yang masuk akal berdasarkan informasi
yang benar.
b. Model incrementalist (prioritas pilihan) yaitu membuat kebijakan
secara pelan dan bernegosiasi dengan kelompok-kelompok yang
berminat untuk menyeleksi kebijakan yang diprioritaskan.
c. Model rational (mixed scanning model) di mana penentu kebijakan
mengambil langkah mereview secara menyeluruh dan membuat suatu
negosiasi dengan kelompok-kelompok yang memprioritaskan model
kebijakan.
d. Model puncuated equilibria yaitu kebijakan difokuskan kepada isu
yang menjadi pokok perhatian utama dari penentu kebijakan.
Masing-masing model di atas memilah proses kebijakan ke dalam
komponen untuk mengfasilitasi analisis. Meskipun pada kenyataannya,
7

proses kebijakan itu memiliki karakteristik tersendiri yang merujuk kepada


model-model tersebut.
3. Konteks
Konteks kebijakan adalah lingkungan atau setting di mana kebijakan itu
dibuat dan diimplementasikan (Kitson, Ahmed, Harvey, Seers, Thompson,
1996). Faktor-faktor yang berada di dalamnya antara lain politik, ekonomi,
sosial dan kultur di mana hal-hal tersebut sangat berpengaruh terhadap
formulasi dari proses kebijakan (Walt, 1994). Ada banyak lagi bentuk yang
dikategorikan ke dalam konteks kebijakan yaitu peran tingkat pusat yang
dominan, dukungan birokrasi dan pengaruh aktor-aktor international juga
turut berperan.
4. Aktor
Aktor adalah mereka yang berada pada pusat kerangka kebijakan kesehatan.
Aktor-aktor ini biasanya memengaruhi proses pada tingkat pusat, provinsi
dan kabupaten/kota. Mereka merupakan bagian dari jaringan, kadang-
kadang disebut juga mitra untuk mengkonsultasi dan memutuskan
kebijakan pada setiap tingkat tersebut (Walt, 1994). Hubungan dari aktor
dan peranannya (kekuasaannya) sebagai pengambil keputusan adalah
sangat tergantung kepada kompromi politik, daripada dengan hal-hal
dalam debat-debat kebijakan yang masuk diakal (Buse, Walt and Gilson,
1994).
Kebijakan itu adalah tentang proses dan power (Walt, 1994).
Kebijakan kesehatan adalah efektif apabila pada tingkatan maksimal dapat
mencapai tujuan yang optimal, dan efisien apabila
diimplementasikan dengan biaya yang rendah (Sutton & Gormley, 1999).
Efisiensi dalam hal ini karena pemerintah memiliki keterbatasan dalam
investasi untuk memantapkan status kesehatan. Jadi adalah sangat penting
untuk untuk mengalokasikan sumber daya itu kepada masyarakat yang
membutuhkan dan tentu saja berdasarkan bukti-bukti (Peabody, 1999).
8

D. Proses Kebijakan
Proses kebijakan adalah cara dari kebijakan itu diinisiasi, dikembangkan
atau diformulasikan, dinegosiasikan, dikomunikasikan, diimplementasi dan
dievaluasi (Sutcliffe & Court, 2006). Ada dua langkah dalam mengformulasikan
proses kebijakan yaitu tentukan pilihan dari kebijakan dan pilihlah yang
diutamakan. Pada kedua tahapan ini pembuat kebijakan idealnya harus memahami
situasi yang spesifik dan membandingkan pilihan-pilihan secara rinci, sehingga
dapat membuat keputusan untuk dapat diimplementasi (Sutton, 1999).
Proses pengembangan kebijakan menurut Brehaut dan Juzwishin adalah
mengumpulkan, memproses, dan mendesiminasikan informasi yang
berhubungan dengan kebijakan yang akan dikembangkan; mempromosikan
pilihan-pilihan untuk langkah yang akan diambil; mengimplementasi pada pengambil
keputusan; memberikan sanksi bagi yang tidak bisa mentaati; dan mengevaluasi
hasil pencapaian (Brehaut & Juzwishin, 2005).
Pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengerti suatu proses
kebijakan adalah yang disebut “stages heuristic” yaitu memilah proses kebijakan
tersebut ke dalam suatu rangkaian tingkatan dengan menggunakan teori dan model
serta tidak mewakili apa yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Langkah-
langkahnya adalah, pertama, identifikasi masalah dan pengenalan akan hal-hal
yang baru termasuk besar persoalan-persoalannya. Pada langkah ini dieksplorasi
bagaimana hal-hal yang menjadi perhatian masuk dalam ke dalam agenda. Kedua,
formulasi kebijakan yang mengexplorasi siapa-siapa saja yang terlibat dalam
perumusan kebijakan, bagaimana kebijakan itu disepakati dan bagaimana akan
dikomunikasikan. Ketiga, implementasi kebijakan. Tahap ini sering kali diabaikan
namun demikian merupakan fase yang sangat penting dalam membuat suatu
kebijakan, karena apabila kebijakan tidak diimplementasikan maka dapat dianggap
keliru. Keempat, evaluasi kebijakan dimana diidentifikasi apa saja yang terjadi
termasuk hal-hal yang muncul dan tidak diharapkan dari suatu kebijakan (Pollard
& Court, 2005).
Agenda-agenda dari kebijakan kesehatan didominasi oleh hal-hal
yang spesifik yang berhubungan dengan kebutuhan yang dirasakan dalam
9

konteks sistem kesehatan untuk menjawab persoalan kesehatan masyarakat,


penyebab penyakit- penyakit atau hal-hal yang behubungan dengan organisasi dan
manajemen kesehatan. Contohnya, obat-obatan, peralatan, akses terhadap fasilitas
kesehatan dan lain sebagainya (Leppo, 2001).
E. Implementasi Kebijakan
Implementasi diidentikasikan sebagai apa yang terjadi sesuai dengan
harapan dan akibat dari kebijakan yang dirasakan (DeLeon, 1999). Implementasi
kebijakan cenderung untuk memobilisasi keberadaan lembaga (Blakie & Soussan,
2001).
Pada kebijakan dilihat apakah ada kesenjangan antara yang direncanakan
dan yang terjadi sebagai suatu akibat dari kebijakan. Sebagai contohnya ada
banyak studi kasus dari dampak kebijakan. Contohnya, studi kebijakan upaya
penanggulanggan kekurangan garam yodium di mana kesenjagaan antara aktor-
aktor yang berperan dan proses juga implementasi tidak terlibat.
Pendekatan pengembangan kebijakan oleh pembuat kebijakan biasanya
berdasarkan hal-hal yang masuk akal dan mempertimbangkan informasi- informasi
yang relevan. Namun demikian apabila pada implementasi tidak mencapai apa yang
diharapkan, kesalahan sering kali bukan pada kebijakan itu, namun kepada faktor
politik atau managemen implementasi yang tidak mendukung (Juma & Clarke,
1995). Sebagai contoh, kegagalan dari implementasi kebijakan bisa disebabkan
oleh karena tidak adanya dukungan politik, managemen yang tidak sesuai atau
sedikitnya sumber daya pendukung yang tersedia (Sutton, 1999).
Suatu kebijakan kesehatan dapat berubah saat diimplementasikan, di mana
bisa muncul output dan dampak yang tidak diharapkan dan tidak bermanfaat untuk
masyarakat (Baker, 1996).
F. Analisis Kebijakan
Menurut Springate, Baginski & Soussan, 2007, ada beberapa tujuan untuk
melaksanakan suatu analisis dari kebijakan yaitu:
- Untuk dapat memahami proses kebijakan yang dikembangkan dan
diimplementasi.
10

- Untuk mengetahui tujuan dan motivasi di balik kebijakan yang


diimplementasi termasuk fokus pada pendekatan pendapatan keluarga dan
kemiskinan.
- Untuk memahami cara kebijakan tersebut berpengaruh terhadap area
keberadaan pendapatan keluarga.
- Untuk memahami area-area yang potensial untuk diintervensi dalam proses
kebijakan. Dalam hal ini untuk mendapatkan efek pemantapan dalam
pengembangan kebijakan dan proses implementasi.

Analisis dari kebijakan umumnya bersifat retrospektif yaitu dengan


mengexplorasi determinan- determinan kebijakan (bagaimana memasukkan dalam
agenda yang diawali dari perumusan) dan apa kontennya. Di sini termasuk hasil
monitoring danevaluasi, apakah kebijakan itu mencapai sasaran atau tidak. Demikian
juga, analisis dari kebijakan bersifat prospektif dengan melihat ke depan hal-hal
yang berhubungan. Contohnya kemungkinan apa yang akan terjadi apabila suatu
kebijakan dikembangkan. Pemikiran-pemikiran strategi ke depan, yang
terkadang menggunakan advokasi dan lobi (Buse, Mays & Walt, 2005).
Untuk melakukan analisis hubungan antara proses kebijakan dan
implementasi ada beberapa langkah yang diusulkan (Blaikie et al 2001),
1. Milestones Kunci Kebijakan
Pada umumnya kebijakan baru dikembangkan dari kebijakan dan aturan-
aturan yang sudah ada kemudian digabungkan dengan pengalaman-
pengalaman di waktu lampau serta prioritas-prioritas yang akan
dikembangkan. Milestones kunci kebijakan adalah keseluruhan dari kebijakan
yang lampau, yang sudah ada, peraturan-peraturan, program-program yang
sementara dijalankan.
2. Konteks Pemerintahan dan Politik
Kelanjutan proses kebijakan adalah antara konteks dan gaya birokrasi serta
kemampuan institusi publik, termasuk unsur-unsur sosial dan politik serta
kecenderungan perubahannya.
11

3. Pendekatan Isu-isu Kunci Kebijakan dan Hubungannya dengan Pendapatan


Keluarga
Mengidentifikasi kunci hal-hal kebijakan yang mendesak sehubungan
dengan hal-hal yang baru.
4. Proses Pengembangan Kebijakan
Inti daripada proses pengembangan kebijakan adalah menganalisis proses
pengembangan kebijakan tersebut. Untuk memahami proses ini, identifikasi dan
pengertian termasuk interaksi dan respons dari aktor sangatlah penting dalam
hal mengformulasikan kebijakan, di mana hasil daripada proses ini dapat
berbentuk suatu formulasi kebijakan makro.
Pada proses ini dibutuhkan suatu pengertian dari struktur formal organisasi
yang berhubungan dengan pengembangan dan implementasi kebijakan.
Demikian juga identifikasi dari aktor-aktor utama di setiap tingkatan pada
proses pengembangan kebijakan, yang meliputi peran dan kekuatan, dan
bagaimana kebijakan tersebut dilakukan pengujian.
Hal-hal yang berpengaruh dalam pada point ini antara lain strategi yang
digunakan oleh aktor- aktor yang terlibat dalam proses kebijakan untuk
memenuhi atau mengalihkan tujuan-tujuan daripada implementasi kebijakan;
aktor-aktor utama yang sangat memengaruhi proses formal di tingkat
implementasi; aksi dari kelompok masyarakat lokal serta ketergantungan
pada hubungan antar pusat dan daerah.
5. Hasil luaran dan dampak untuk kesejahteraan masyarakat
D e n ga n m e m p e r t i m b a n g k a n p ro s e s pengembangan kebijakan,
perhatian ditujukan kepada proses implementasi. Hal ini ditandai dengan aksi
terhadap output, outcome dan impak terhadap kesejahteraan masyarakat.
Institusi yang membuat suatu kebijakan pada hakikatnya akan mengalihkan
kepada pemegang manajemen di tingkat bawah, dan diharapkan hasilnya dapat
berpengaruh terhadapkesejahteraan masyarakat.
Ilustrasi analisis kebijakan yang dapat dikemukakan dalam tinjauan kepustakaan
ini adalah kebijakan kesehatan untuk keluarga miskin. Pengertian dari
keluarga miskin adalah tidak memiliki kemampuan atau tidak memiliki
12

uang untuk membayar jasa atau barang. Dalam kenyataan sehari-hari


keluarga miskin cenderung menggunakan fasilitas kesehatan yang
disediakan oleh publik termasuk pengobatan tradisional dibandingkan
dengan fasilitas swasta.
Dari keadaan ini hal-hal yang perlu dialamatkan kepada kebijakan kesehatan
untuk keluarga miskin antara lain: bagaimana memantapkan status
kesehatan mereka? bagaimana memastikan apakah pelayanan
kesehatan berkualitas jelasnya apakah pelayanan tersebut terjangkau?
Bagaimana memastikan masyarakat tidak akan jatuh miskin disebabkan oleh
biaya untuk Kesehatan
Kebijakan kesehatan oleh karena sebab- sebab di atas adalah untuk
memastikan bahwa pertanyaan-pertanyaan di atas harus dapat dijawab dan
kebijakan kesehatan perlu dikembangkan dan diimplementasikan. Tujuan
untuk memantapkan kesehatan keluarga miskin di sini harus lebih implisit
apakah benar-benar berpihak kepada keluarga miskin (Brehaut & Juzwushin,
2005).
Demikian juga apakah kebijakan kesehatan terhadap keluarga miskin
tersebut untuk memaksimalkan pemantapan kesehatan mereka.
Selanjutnya pemantapan kesehatan dan pemantapan kesejahteraan harus
dibedakan karena dari dua kebijakan ini karena sangatlah berbeda
maknanya. Kebijakan kesehatan untuk keluarga miskin adalah untuk
memantapkan kesehatan mereka. Contoh, penyediaan pelayanan kesehatan
dasar bagi semuakeluarga miskin melalui kebijakan jaminan sosial kesehatan
masyarakat. Pada hakikatnya walaupun kebijakan kesehatan di atas sangat
luas perlindungan dari penyakit terhadap keluarga miskin dan penurunan beban
biaya penyakit, perlu dipastikan apakan keluarga miskin itu memiliki akses
pengobatan yang sesuai untuk kesehatan mereka (Brehaut & Juzwushin,
2005).
BAB III
KEBIJAKAN SAAT COVID-19

A. Kebijakan Pemerintah di Masa Pandemi COVID-19


Di masa Pandemi Covid-19 seperti saat ini segi kesehatan masyarakat tetap
menjadi prioritas utama (Ratih & Junaidi, 2020). Sehubungan dengan hal tersebut,
pemerintah tidak tinggal diam. Guna menjaga stabilitas dan memulihkan ekonomi
nasional, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk tetap mendukung
UKM di masa pandemi. Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi
Nasional (PEN) yang merupakan amanat dari Peraturan Pengganti Undang-
undang tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk
Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman
yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem
Keuangan antara lain insentif pajak, subsidi bunga dan penjaminan modal kerja
baru UMKM (Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 Tentang Program
Pemulihan Ekonomi Nasional, 2020).
Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengakibatkan masyarakat
merasakan keresahan dan kerugian yang berdampak pada kesehatan maupun
perekonomian, sehingga, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang diatur
dalam PP No. 21 Tahun 2020 tentang PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar)
dengan tujuan untuk memutus rantai penyebaran Pandemi Covid-19
(Juaningsih, 2020). Akibat utama yang paling disoroti pada kebijakan tersebut
adalah membuat para pengusaha mengambil langkah untuk melakukan
pengurangan karyawan untuk menekan biaya kerugian dan operasional imbas dari
Pandemi Covid-19.
Sektor pertanian tak luput menjadi sorotan karena memiliki kaitan erat
dengan ketahanan pangan nasional. Tentunya pada masa pandemi yang sulit
seperti sekarang ini ketahanan pangan menjadi sesuatu yang harus diupayakan
untuk menghindar dari krisis pangan yang seakan menghantui Indonesia
13
14

(Diwangkara, 2020). Pemerintah juga tidak melupakan betapa pentingnya sektor


pangan dalam penanganan pandemi, apabila hal ini terlewatkan dapat
mengakibatkan keributan dikarenakan tingginya harga bahan pangan di masa
pandemi. Kegiatan utama yang dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan
perubahan pola rantai pasok pangan, meningkatkan fasilitas produksi dan
konsumsi di sektor pangan serta optimasi distribusi pangan.
Menurut sektor pariwisata, Bali yang merupakan destinasi wisata
international, menjadikan pariwisata sebagai komoditi utama sehingga dampak
pandemi sangat terasa bagi perekonomian Bali dan juga pelaku pariwisata di
dalamnya, seperti hampir sekitar 98% objek wisata, hotel, restoran, spa dan
fasilitas pariwisata ditutup untuk umum. Oleh karena itu membawa keterpurukan
yang sangat hebat bagi perekonomian rakyat Bali sendiri, dengan meningkatnya
pengangguran dan juga masalah yang dihadapi oleh manajemen hotel untuk
keberlangsungan hotel mereka karena biaya operasional hotel seperti kebersihan,
air, listrik, dan perawatan gedung harus tetap berjalan walaupun tidak beroperasi
(Asmoro et al., 2020) Pemerintah tidak dapat melakukan banyak hal pada sektor
ini mengingat pola penyebaran Covid-19 sangat cepat di lokasi wisata yang rentan
terjadi kerumunan diantaranya.
Kegiatan keagamaan pun turut dibekali kebijakan oleh pemerintah dengan
diberlakukannya beribadah di rumah masing-masing terutama dikhususkan
daerah yang berzona merah/wilayah yang menerapkan PSBB. Hal ini didukung
oleh Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 14 tahun 2020 tentang
Penyelenggaran Ibadah Dalam Situasi Wabah Covid-19 (Fahiza & Zalikha, 2021,
p. 29). Dalam sektor ini pada awal dikeluarkannya kebijakan tesebut, pemerintah
mendapatkan penolakan yang cukup keras dari masyarakat. Namun tujuan dari
pemerintah sendiri adalah melakukan mitigasi bencana agar tidak menyebar lebih
meluas.
Dampak yang ditimbulkan oleh segi ekonomi terhadap menurunnya
pendapatan masyarakat, maka salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah berupa pemberian perlindungan sosial dalam bentuk pemberian
Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada masa pandemi Covid-19, BLT diberikan
15

kepada kelompok masyarakat paling terdampak pandemi Covid-19, meliputi


masyarakat miskin, pekerja informal serta pelaku usaha transportasi daring (Iping,
2020). Meskipun niat pemerintah sangat disambut baik oleh masyarakat dengan
diberikannya bantuan ini, pada tataran eksekusi pemerintah gagal
mengimplementasikanya secara tepat sasaran mengingat salah satu pembantu
presiden terkena kasus korupsi berkenaan dengan dana bantuan sosial. Miris
melihat fakta lapangan tersebut mengingat niat yang baik namun dieksekusi oleh
orang yang tidak tepat.
Sektor pendidikan pun tidak luput dalam kebijakan yang diberikan oleh
pemerintah, diatur dalam Ketentuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 25 Tahun 2020 tentang Ketentuan Penyesuaian UKT, Dana Bantuan UKT
Mahasiswa, BOS Afirmasi dan BOS Kinerja. Baik orang tua mahasiswa, orang
tua siswa dan mahasiswa mendapatkan dampak positif dari kebijakan ini
mengingat rendahnya pendapatan sebagian besar penduduk Indonesia di masa
Pandemi Covid-19 ini.Pada sektor keuangan, OJK beserta pemerintah dan Bank
Indonesia (BI) mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus keuangan untuk
memberikan ruang bagi masyarakat dan sektor jasa keuangan baik jasa keuangan
perbankan, pasar modal maupun non perbankan yang terdampak secara langsung
maupun tidak langsung akibat Pandemi Covid-19 (Septiana Na’afi, 2020).
Terdapat beberapa langkah stimulus berupa kebijakan yang dikeluarkan oleh OJK
pada sektor keuangan khususnya dalam bidang jasa keuangan pasar modal antara
lain pembelian kembali (buyback) saham oleh emiten atau perusahaan publik
dalam kondisi pasar berfluktuatif secara signifikan, penyederhanaan mekanisme
perdagangan saham di pasar modal, relaksasi penyampaian laporan berkala,
penyelenggaraan RUPS oleh emiten dan perusahaan publik dan perubahan jam
perdagangan di bursa efek.
Beberapa sample acak dari kebijakan pemerintah yang dikeluarkan disaat.
Pandemi Covid-19 melanda di Indonesia. Indonesia dirasa cukup efektif
mengeluarkan sejumlah kebijakan tersebut namun tidak dapat dirasakan secara
langsung semuanya perihal dampak positifnya, hal ini akan dirasakan secara
berjangka kedepannya.
16

B. Fokus Pemerintah antara Negara Sejahtera dan Negara Sehat


Pemerintah dalam hal ini menjadi penentu arah kebijakan skala nasional
yang menjadi nahkoda untuk tujuan tertentu. Tentu Pemerintah Negara Indonesia
tidak dapat menitikberatkan kepada titik manapun dalam menentukan kebijakan,
seluruh kebijakan sudah pasti berlandaskan asas walfare state yang memiliki arti
negara yang sejahtera, adil dan makmur. Hal ini dapat terlihat dalam beberapa
kebijakan ataupun peraturan perundang-undangan yang disusun oleh pemerintah
selama Covid-19 melanda Indonesia.

Tabel 1. Daftar Peraturan atau Kebijakan terkait Kesejahteraan dan


Kesehatan
Kebijakan terkait Kesejahteraan Kebijakan terkait Kesehatan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang UU Nomor 6 Tahun 2018
– undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang tentang Karantina Kesehatan
Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan Untuk
Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau
dalam Rangka Menghadapi Ancaman
yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan/atau
Stabilitas Sistem Keuangan
Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 Peraturan Pemerintah Nomor 21
tentang Refocusing Kegiatan, Relokasi Tahun 2020 tentang PSBB dalam
Anggaran, Serta Pengadaan Barang dan Rangka Percepatan Penanganan
Jasa dalam Rangka Percepatan Covid-19
Penanganan Covid-19
Peraturan Menteri Keuangan Nomor Keputusan Presiden Nomor 7
23/PMK.03/2020 tentang Insentif Wajib Tahun 2020 tentang Gugus Tugas
Pajak Terdampak Wabah Virus Percepatan Penanganan
Corona Covid-19
Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 Keputusan Presiden Nomor 9
tentang Stimulus Perekonomian Nasional Tahun 2020 tentang Perubahan
Sebagai Kebijakan Countercyclical atas Keputusan Presiden Nomor 7
Dampak Penyebaran Covid-19 Tahun 2020 tentang Gugus
Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19
17

Kebijakan terkait Kesejahteraan Kebijakan terkait Kesehatan


Surat Edaran KPK Nomor 8 Tahun 2020 Keputusan Presiden Nomor 11
tentang Penggunaan Anggaran Tahun 2020 tentang Penetapan
Pelaksanaan Pengadaan Pengadaan Kedaruratan Kesehatan
Barang/Jasa dalam Rangka Percepatan Masyarakat Covid-19
Penanganan Covid-19 Terkait dengan
Pencegahan Tindak Pidana Korupsi
Surat Edaran Menaker Nomor Peraturan Menteri Perdagangan
M/3/HK.04/III/2020 Nomor 23
tentang Perlindungan Tahun 2020 tentang Larangan
Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Sementara Ekspor Antiseptic,
Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Bahan Baku Masker, Alat
Penanggulangan Covid-19 Pelindung Diri dan Masker
Siaran Pers Kementrian Perekonomian Peraturan Menteri Hukum dan
Nomor: HAM Nomor 11 Tahun 2020
HM.4.6/32/SET.MEKON.2.3/03/2020 tentang Pelarangan Sementara
tentang Pemerintah Umumkan Orang Asing Masuk Wilayah
Stimulus Ekonomi Kedua untuk NKRI
Menangani Dampak Covid-19
Keputusan Menteri Komunikasi dan Peraturan Menteri Kesehatan
Informatika Republik Indonesia Nomor Nomor 9 Tahun 2020 tentang
253 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Pedoman PSBB dalam Rangka
Keputusan Menteri Komunikasi dan Perceptan Penanganan Covid-19
Informatika Nomor 171 Tahun 2020
tentang Penetapan Aplikasi Pedulilindung
dalam Rangka Pelaksanaan Surveilans
Kesehatan Penanganan Covid-19
Surat Edaran Dirjen Pelayanan Kesehatan Keputusan Ketua Gugus Tugas
Nomor HK.02.02/1/4611/2020 tentang Percepatan Penanganan Covid-19
Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Nomor 16 Tahun 2020 tentang
Rapid Tes Antigen-Swab Uraian Tugas, Struktur
Organisasi, Sekretarian dan Tata
Kerja Pelaksana Gugus
Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19
Surat Edaran Dirjen Pelayanan Kesehatan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor HK.02.02/1/3713/2020 tentang Nomor 612/MENKES/SK/V/2010
Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan tentang Pedoman Penyelenggara
Pemeriksaan Real Time Polymerase Karantina Kesehatan pada
Chain Reaction (RT-PCR) Penanggulangan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat yang
Meresahkan Dunia
18

Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/M
HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Penetapan Rumah Sakit Infeksi
Tarif Tertinggi Rapid Test Antibody Emerging Tertentu
Kebijakan terkait Kesejahteraan Kebijakan terkait Kesehatan
Ketentuan Kementerian Pendidikan dan Keputusan Menteri Kesehatan
Kebudayaan Nomor 25 tahun 2020 Nomor
tentang Ketentuan Penyesuaian UKT, HK.01.07/Menkes/182/2020
Dana Bantuan UKT Mahasiswa, BOS tentang Jejaring Laboratorium
Afirmasi Pemeriksaan Covid-19
dan BOS Kinerja
Surat edaran Menteri Perdagangan Keputusan Kepala BNPB Nomor
Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pemulihan 9A Tahun 2020 tentang Penetapan
Aktivitas Perdagangan yang Dilakukan Status Keadaan Tertentu Darurat
pada Masa Pandemi Covid-19 dan New Bencana Wabah Penyakit
Normal Akibat Virus Corona di Indonesia
Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Keputusan Kepala BNPB Nomor
Republik Indonesia Nomor 13A Tahun 2020 tentang
M/7/AS.02.02/V/2020 tentang Rencana Perpanjangan Status Keadaan
Keberlangsungan Usaha dalam Tertentu Darurat Wabah Penyakit
Menghadapi Pandemi Covid-19 dan Akibat Virus Corona di Indonesia
Protokol Pencegahan
Penularan Covid-19 di perusahaan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Surat Edaran Kepala BNPB
HK.01.07/MENKES/238/2020 tentang Nomor SE- 1/BNPB/03/2020
Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya tentang Pembentukan Gugus
Perawatan Pasien Penyait Infeksi Tugas Percepatan Penanganan
Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit Covid-19 Tingkat Provinsi dan
yang Kab/Kota
Menyelenggarakan Pelayanan Covid-19
Surat Edaran Menteri Perindustrian Surat Edaran Menteri Kesehatan
Republik Indonesia no. 7 tahun 2020 Nomor HK.02.02/III/375/2020
tentang Pedoman Pengaduan Permohonan tentang Penggunaan Bilik
Perizinan Pelaksanaan Kegiatan Industri Disinfeksi dalam Rangka
dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Pencegahan Penularan Covid-19
Masyarakat Covid-19
Surat Edaran Kementrian Keuangan Surat Edaran Menteri
Republik Indonesia no. SE-07/BC/2020 Pendayagunaan Aparatur Sipil
tentang Pedoman Penelitian Importasi Negara Reformasi Birokrasi
Barang yang Menggunakan Skema Tarif Nomor 19 Tahun 2020 tentang
Bea Masuk Berdasarkan Perjanjian atau Penyesuaian Sistem Kerja
Kesepakatan Internasional (Tarif Aparatur Sipil Negara dalam
Preferensi) Sebagai Dampak Pandemi Upaya Pencegahan Penyebaran
Covid-19 Covid-19 di Lingkungan Instansi
Pemerintah
19

Kebijakan terkait Kesejahteraan Kebijakan terkait Kesehatan


Peraturan Presiden Republik Indonesia Surat Edaran Menteri
Nomor 54 tahun 2020 tentang Perubahan Pendayagunaan Aparatur Sipil
Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan Negara Reformasi Birokrasi
dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 Nomor 36 Tahun 2020 tentang
Pembatasan Kegiatan Berpergian
Keluar Daerah dan/atau Kegiatan
Mudik bagi Aparatur Sipil Negara
dalam Upaya Pencegahan
Penyebaran Covid-
19
Surat Edaran Menteri Kementrian
dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun
2020 tentang Pencegahan
Penyebaran Covid-19 pada Satuan
Pendidikan
Surat Edaran Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor
10/SE/IV/2020 tentang Pelantikan
dan Pengambilan Sumpah/Janji
Pegawai Negri Sipil atau
Sumpah/Janji Jabatan Melalui
Media Conference pada Masa
Status Keadaan Tertentu Darurat
Bencana Wabah
Covid-19
Surat Edaran Menteri Dalam
Negeri Nomor 440/2622/SJ tentang
Pembentukan Gugus
Tugas Percepatan Penanganan
Covid Daerah
Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Nomor 14 Tahun 2020 tentang
Penyelenggaraan Ibadah
dalam Situasi Terjadi Wabah
Covid-19

Apabila dianalisa secara kuantitas jumlah aturan ataupun kebijakan yang


dikeluarkan oleh negara memang lebih menitikberatkan kepada negara sehat ke
depannya, namun ini tidak dapat dilihat secara kuantitas saja. Apabila melihat
20

dalam prespektif kualitas aturan aturan yang dibuat untuk menuju negara
sejahtera dimasa Pandemi dirasa cukup adil, luas dan efektif. Namun tidak
dipungkiri apabila masyarakat masih banyak terpapar Covid-19 artinya roda
penggerak bangsa pun akan rapuh yang tetap menyebabkan Indonesia terpuruk
dalam jurang kemiskinan.
Sebagai warga negara, sudah sepatutnya kita mengikuti seluruh aturan
maupun kebijakan pemerintah untuk mensuksesi segala tujuan bangsa. Sejatinya
bangsa ini memiliki visi dan misi yang baik untuk seluruh warga negaranya.
Dengan mengikuti segala kebijakan ini dapat dipastikan masyarakat akan terbebas
dari Covid-19 dan pasca penyebaran pun akan menjadi penentu arah kemajuan
bangsa ke depannya.

C. Kebijakan Kementerian Keuangan


Pemerintah, melalui kementerian keuangan juga memberikan kebijakan
dalam mendukung penanganan Covid-19. Melalui laman resmi kemenkeu,
diketahui kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah, yaitu:
1. PPN ditanggung pemerintah (DTP) kepada industri farmasi produksi vaksin
dan/atau obat atas impor atau perolehan bahan baku vaksin dan/atau obat
untuk penanganan COVID-19, berlaku hingga Desember 2020.
2. PPN DTP kepada wajib pajak yang memperoleh vaksin dan/atau obat untuk
penanganan COVID-19 dari industri farmasi produksi vaksin dan/atau obat,
berlaku hingga Desember 2020.
3. Pembebasan PPh 22 Impor dan/atau PPh 22 atas impor atau pembelian
bahan baku untuk memproduksi vaksin atau obat untuk penanganan
COVID-19 oleh industri farmasi produksi vaksin dan/atau obat, berlaku
hingga Desember 2020.
4. Fasilitas pembebasan bea masuk, cukai, PPn/PPnBM, dan PPh 22 atas
impor barang untuk keperluan penanganan COVID-19 yang tercakup pada
lampiran PMK 34/2020 sebagaimana telah diubah dengan PMK 83/2020
yang telah diubah dengan PMK 149/2020.
5. Rp87,55 triliun untuk belanja penanganan kesehatan:
21

a. Alat kesehatan (APD, test kit, reagen, ventilator, hand sanitizer, dll);
b. Sarana dan prasarana kesehatan, antara lain upgrade 132 rumah sakit
rujukan bagi penanganan pasien Covid-19, termasuk Wisma Atlet;
c. Dukungan SDM.
d. Insentif tenaga media pusat dan daerah (total Rp5,6 triliun, terdiri atas
insentif tenaga medis di wilayah pusat sebesar Rp1,9 triliun dan insentif
tenaga medis di daerah sebesar Rp3,7 triliun);
e. Santunan kematian bagi tenaga kesehatan;
f. Subsidi iuran untuk penyesuaian tarif Pekerja Bukan Penerima Upah
dan Bukan Pekerja sesuai Perpres 75 tahun 2019.
6. Insentif tenaga kesehatan di daerah sebesar Rp3,7 triliun dimaksud berasal
dari Dana Alokasi Khusus Non Fisik untuk Belanja Kesehatan (BOK
Tambahan).
7. Pemerintah juga menyediakan alokasi anggaran untuk biaya perawatan
pasien Covid-19 yang disentralisasi melalui Kementerian Kesehatan.
Seluruh biaya perawatan tersebut ditanggung pemerintah sesuai standar
biaya penanganan. Standar biaya perawatan sudah meliputi paket lengkap,
mulai dari biaya dokter hingga biaya pemulangan jenazah jika pasien
meninggal dunia. Pendanaan pasien Covid-19 diambil dari APBN 2020 dan
APBD.
8. Pemberian fasilitas pajak terhadap barang dan jasa yang diperlukan dalam
penanganan pandemi Covid-19:
a. PPN ditanggung pemerintah bagi badan/instansi pemerintah, rumah
sakit rujukan, atau pihak lain yang ditunjuk untuk membantu
penanganan COVID-19 atas impor, perolehan, dan/atau pemanfaatan
barang dan jasa untuk penanganan COVID-19, berlaku April s.d.
Desember 2020.
b. Pembebasan PPh 22 Impor dan/atau PPh 22 atas impor dan/atau
pembelian barang untuk penanganan COVID-19 yang dilakukan oleh
badan/instansi pemerintah, rumah sakit rujukan, atau pihak lain yang
22

ditunjuk untuk membantu penanganan COVID-19, berlaku April s.d.


Desember 2020.
c. Pembebasan PPh 22 atas penjualan barang untuk penanganan COVID-
19 kepada badan/instansi pemerintah, rumah sakit rujukan, atau pihak
lain yang ditunjuk untuk membantu penanganan COVID-19, berlaku
April s.d. Desember 2020.
d. Pembebasan PPh 21 kepada WP orang pribadi dalam negeri yang
menerima imbalan dari badan/instansi pemerintah, rumah sakit rujukan,
atau pihak lain yang ditunjuk atas jasa penanganan COVID-19, berlaku
April s.d. Desember 2020.
e. Pembebasan PPh 23 kepada WP badan dalam negeri dan bentuk usaha
yang menerima imbalan dari badan/instansi pemerintah, rumah sakit
rujukan, atau pihak lain yang ditunjuk atas jasa teknik, manajemen,
konsultan, atau jasa lain yang diperlukan dalam penanganan COVID-
19, berlaku April s.d. Desember 2020.
9. Relaksasi ketentuan impor alat kesehatan untuk keperluan penanganan
COVID-19 berupa pembebasan dari kewajiban izin edar atau Special
Access Scheme (SAS).
10. Fasilitas PPh sebagaimana diatur dalam PP 29/2020 yang diperpanjang
hingga 31 Desember 2020 yaitu: (1) tambahan pengurangan penghasilan
neto bagi WP dalam negeri yang memproduksi alat kesehatan atau
perbekalan kesehatan rumah tangga; (2) sumbangan yang dapat menjadi
pengurang penghasilan bruto; (3) pengenaan tarif PPh 0% dan bersifat final
atas tambahan penghasilan yang diterima tenaga kerja di bidang kesehatan;
dan (4) pengenaan tarif PPh 0% dan bersifat final atas penghasilan berupa
kompensasi atau penggantian atas penggunaan harta.
11. Rp87,55 triliun untuk belanja penanganan kesehatan:
a. Tambahan pengurangan penghasilan neto untuk Wajib Pajak Dalam
Negeri (WPDN) yang memproduksi alat kesehatan atau Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) untuk COVID-19, diberikan
tamgahan pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari biaya
23

langsung produksi Alkes dan PKRT. Alkes berupa masker bedah,


respirator N95, pakaian pelindung, sarung tangan bedah dan
pemeriksaan, ventilator dan reagan test serta PKRT berupa antiseptic
hand sanitizer dan disinfektan.
b. Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) memberi sumbangan untuk
COVID-19 maka sumbangan tersebut dapat menjadi pengurang
penghasilan bruto sebesar nilai yang sesungguhnya dikeluarkan.
Sumbangan tersebut perlu didukung oleh bukti penerimaan dan
diterima penyelenggara pengumpulan sumbangan yang memiliki
NPWP.
c. Tarif 0% pada PPh 21 bersifat final untuk tambahan penghasilan dari
pemerintah berupa honorarium atau imbalan yang diterima orang WP
Pribadi untuk tenaga kesehatan yang mendapat penugasan menangani
COVID-19.
d. Penghasilan berupa kompensasi dan penggantian atas penggunaan
harta. Penghasilan WP dari pemerintah yang dikenakan PPh Final 0%
atas kompensasi atau penggantian dari persewaan harta berupa tanah,
dan atau bangunan sesuai PP 34/2017 dan sewa serta penghasilan lain
sehubungan harta selain tanah/bangunan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kebijakan pemerintah yang dikeluarkan saat Pandemi Covid-19 melanda
Indonesia dirasa cukup efektif, namun sejumlah kebijakan tersebut tidak dapat
dirasakan secara langsung semuanya perihal dampak positifnya, hal ini akan
dirasakan secara berjangka ke depannya. Pemerintah menyusun segala kebijakan
bertujuan agar masyarakat merasakan kesejahteraan, kemakmuran, kesehatan
maupun keadilan. Sebagai warga negara kita dapat membantu pemerintah dengan
cara mengikuti segala kebijakan yang ada untuk menyongsong welfare state.

B. Saran
Pemerintah perlu membuat kebijakan dengan cara sebelumnya analisa
situasi serta kekonsistenan kebijakan agar tidak memberikan kebingungan pada
masyarakat serta kebijakan yang dapat mengoptimalkan segala lapisan dalam
masyarakat dan juga meningkatkan kesadaran akan peran serta masyarakat dalam
penanggulangan Covid-19

24
DAFTAR PUSTAKA

Alon, T., Kim, M., Lagakos, D., & VanVuren, M. (2020). How Should Policy
Responses To the Covid-19 Pandemi Differ.

Baker C, 1996. The Health Care Policy Process. Sage Publication Inc. London.
UK.

Baker, P., White, A., & Morgan, R. (2020). Men’s health: COVID-19 Pandemi
highlights need for overdue policy action. The Lancet, 395(10241),
1886–1888. https://doi.org/10.1016/S0140-
6736(20)31303-9

Blaikie P and JG Soussan, 2001. Understanding Policy Processes. University of


Leeds. UK

Bolliger, I., Chong, T., Druckenmiller, H., Huang, L. Y., Hultgren, A., Krasovich,
E., Lau, P., Lee, J., Rolf, E., Tseng, J., & Wu, T. (2020). The effect
of large-scale anti-contagion policies on the COVID-19 Pandemi.
Nature, 584(7820),262–267. https://doi.org/10.1038/s41586-020-
2404- 8

Bowen S and Zwi AB, 2005. Pathways to “Evidence- Informed” Policy and
Practice: A Framework for Action. PLoS Medicine. Vol. 2. 7. 166.

Buse K, May N, Walt G, 2005. Making Health Policy. Understanding Public


Health. Open University Press McGraw – Hill House. Berkshire
England. UK.

Cassels A, 1995. Health sector reform: key issues in less developed countries.
Journal of international health development 7(3): 329–49.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2008. US State Policy Guide:
Using Research in Public Health Policymaking A Publication of
The Council of State Governments 2008. U.S. Department of Health
and Human Services.

Corman, V. M., Landt, O., Kaiser, M., Molenkamp, R., Meijer, A., Chu, D. K.,
Bleicker, T., Brünink, S., Schneider, J., Schmidt, M. L., Mulders, D.
G., Haagmans, B. L., van der Veer, B., van den Brink, S., Wijsman,
L., Goderski, G., Romette, J.-L., Ellis, J., Zambon, M., … Drosten,
C. (2020). Detection of 2019 novel coronavirus (2019-nCoV) by
real-time RT-PCR. Eurosurveillance, 25(3).
https://doi.org/10.2807/1560-7917.ES.2020.25.3.2000045
Cui, J., Li, F., & Shi, Z.-L. (2019). Origin and evolution of pathogenic
coronaviruses. Nature Reviews Microbiology, 17(3), 181–192.
https://doi.org/10.1038/s41579-018-0118-9

Diwangkara, C. (2020). UPAYA BELA NEGARA MELALUI KETAHANAN


PANGAN DIMASA PANDEMI COVID-19 (EFFORTS TO DEFEND
COUNTRIES THROUGH FOOD SECURITY IN THE PANDEMI
COVID-19 ) (Vol. 19).

Evans G, Manning N, 2003. Helping Governments Keep Their Promises Making


Ministers and Governments More Reliable Through Improved Policy
Management Report No. IDP-187 South Asia Region- Internal
Discussion Paper.

Fafard P, 2008. Evidence and Healthy Public Policy: Insights from Health and
Political Sciences. National Collaborating Centre for Healthy Public
Policy US.

Fahiza, Z., & Zalikha, S. N. (2021). Kebijakan Pemerintah dalam Kegiatan Shalat
Berjamaah di Masa Pandemi Covid-19 . … Riset Dan Pengabdian
Masyarakat, 1(1), 48–55. https://journal.ar-
raniry.ac.id/index.php/jrpm/article/view/6 29

Grenn J and Thorogood N, 1998. Analysing Health Policy. A sociological Approach.


Addision Wesley Longman Ltd. Essex https://covid19.go.id/peta-
sebaran Muhyiddin, O. (2020). Edisi Khusus tentang Covid-
https://doi.org/10.35817/jpu.v3i2.12535 Zhang, D., Hu, M., & Ji, Q.
(2020). Financial markets

Huang, C., Wang, Y., Li, X., Ren, L., Zhao, J., Hu, Y., Zhang, L., Fan, G., Xu, J.,
Gu, X., Cheng, Z., Yu, T., Xia, J.,Wei, Y., Wu, W., Xie, X., Yin, W.,
Li, H., Liu, M., … Cao, B. (2020). Clinical features of patients
infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. The Lancet,
395(10223), 497–506. https://doi.org/10.1016/s0140-
6736(20)30183-5

Hunter DJ, 2005. Choosing or losing health? Journal of Epidemiology and


Community Health 59(12) (December 1): 1010–3

Iping, B. (2020). Perlindungan Sosial Melalui Kebijakan Program Bantuan


Langsung Tunai (Blt) Di Era Pandemi Covid-19 : Tinjauan
Perspektif Ekonomi Dan Sosial. Jurnal Manajemen Pendidikan Dan
Ilmu Sosial, 1(2), 516–526. https://doi.org/10.38035/jmpis.v1i2.290
Juaningsih, I. N. (2020). Analisis Kebijakan PHK Bagi Para
Pekerja Pada Masa Pandemi Covid-19 di Indonesia. Buletin Hukum
Dan Keadilan, 4(1), 189–196.
Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. (2021). Tren
Nasional (Akumulasi Data).

Lee K, Buse K and Fustukian S, 2002. Health Policy in a Globalising World.


Cambridge University Press. UK

Leppo K, 2001. Strengthening capacities for policy development and strategic


management in national health systems. A background paper prepared
for the Forum of senior policy maker and manager of health systems
WHO. Geneva, 16–18 July.

Makara P, 2000. Exploring health policy development in Europe.WHO regional


publications. European series; No. 86. Copenhagen Denmark.

Milio N. (2001). Glossary: healthy public policy. Journal of Epidemiology and


Community Health 55(9) (September 1): 622–3. model for
promoting research-based practice. J Adv Nurs 23: 430–40

Mohindra KS, 2007. Healthy public policy in poor countries: Tackling macro-
economic policies. Health Promotion International 22(2) (June 1):
163–9.

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Program Pemulihan


Ekonomi Nasional, (2020) (testimony of Republik Indonesia).

Poter J, Ogden J, Pronyk P, 1999. Infectious disease policy: towards the production
of health. Health Policy and Planning; 14(4): 322–8.

Ratih, K., & Junaidi, A. (2020). Strategi Bisnis Dan Pemanfaatan Kebijakan
Pajak Di Masa Pandemi COVID-19 Dan Era New Normal (Studi
Kasus Pelaku UKM Marketplace). Prosiding Seminar
Stiami, 7(2). http://mpoc.org.my/malaysian-palm-oil-
industry/

RIDLO, I.A., (2020). Pandemi COVID-19 dan Tantangan Kebijakan Kesehatan


Mental di Indonesia. INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental
· November 2020. DOI: 10.20473/jpkm.v5i22020.162-171

Ritsatakis A, 1987. Framework for the analysis of country (HFA) policies. :+2
5HJiRQDO 2IfiFH IRU (XURSH, 1987

Samudro, E.G., Madjid. M.A., Pemerintah Indonesia Menghadapi Bencana


Nasional Covid -19 Yang Mengancam Ketahanan Nasional.
JURNAL KETAHANAN NASIONAL Vol. 26, No. 2, Agustus 2020,
Hal 132-154 DOI:http://dx.doi.org/ 10.22146/jkn.56318
Sutcliffe S and Court J, 2006. A Toolkit for Progressive Policymakers in
Developing Countries. Overseas Development Institute. Research
and Policy in Development Programme. London UK.

Sutton F and Gormley K, 1999. Social Policy and Health Care. Churchill
Livingstone Harcourt Brace. London. UK.

Tuwu, D. (2020). Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Pandemi Covid-19 .


Journal Publicuho, 3(2),267. under the global Pandemi of COVID-
19 . Finance Research Letters, 36(April), 101528.
https://doi.org/10.1016/j.frl.2020.101528

Walt G and Gilson L, 1994. Reforming the health sector in developing countries:
the central role of policy analysis. Health Policy and Planning 9(4):
353–70.

Walt G, 1994. Health policy: an introduction to process and power. London: Zed
Books. UK.

Wooding S, Scoggins A, Lundin P, Ling T, 2004. Talking Policy An examination


of public dialogue in science and technology policy. RAND
Corporation Santa Monica, CA US.

World Health Organisation (WHO), 2000. The World Health Report: Health
System: Improving Perfomance (p. 1–125). Geneva.

Zulfa Harirah MS, A. R. (2020). Merespon Nalar Kebijakan Negara Dalam


Menangani Pandemi Covid 19 Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan
Kebijakan Publik Indonesia, 7(1), 36–53.
https://doi.org/10.24815/ekapi.v7i1.17370

Anda mungkin juga menyukai