Disusu oleh :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah bidang penyuluhan
kesehatan dengan judul “Kesehatan Mental pada Remaja Selama Pandemi.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai
damapak pandemi covid-19 bagi kesehatan mental, terutama kesehatan mental remaja. Karena
remaja dinilai lebih rentan mengalami stress akibat dampak pandemi covid1-19.
Penulis menyadari makalah ini masih perlu banyak perbaikan. Akan tetapi dharapkan
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
C. Tujuan ......................................................................................................... 6
a. Tujuan Umum ........................................................................................ 6
b. Tujuan Khusus ....................................................................................... 6
D. Manfaat ....................................................................................................... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Remaja .......................................................................................... 7
B. Fase Remaja ............................................................................................. 7
a. Pra remaja ............................................................................................ 7
b. Remaja awal .......................................................................................... 7
c. Remaja lanjut ......................................................................................... 7
C. Karakteristik pada Remaja .......................................................................... 7
a. Masa remaja sebagai periode penting .................................................. 7
b. Masa remaja sebagai periode peralihan ............................................... 8
c. Masa remaja sebagai periode perubahan ............................................. 8
d. Masa remaja sebagai banyak bermasalah ........................................... 8
e. Masa remaja sebagai mencari identitas................................................ 8
f. Masa remaja sebagai menimbulkan ketakutan..................................... 8
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik ................................... 8
h. Masa remaja sebagai ambang dari masa dewasa ............................... 8
D. Gangguan Kesehatan Mental .................................................................... 9
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental ............................. 9
F. Indikator Kesehatan Mental........................................................................ 9
G. Bentuk Gangguan Kesehatan Mental pada Remaja .................................. 9
H. Depresi ...................................................................................................... 10
I Kecemasan ............................................................................................... 10
J. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) ..................................................10
BAB 3 PEMBAHASAN
A. Strategi Penyuluhan Kesehatan Masyarakat di Masa Pandemi ..............12
B. Aturan dalam Memilih Strategi Promosi Kesehatan ................................13
C. Penanganan Masalah Kesehatan Mental pada Remaja dengan
Strategi Penyuluhan Kesehatan yang Tepat .......................................... 13
BAB 4 PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 16
B. Saran ........................................................................................................16
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui pada awal tahun 2020, Covid-19 menjadi masalah
kesehatan dunia. Kasus ini diawali dengan informasi dari World Health Organization
(WHO) pada tanggal 31 Desember 2019 yang menyebutkan adanya kasus kluster
pneumonia dengan etiologi yang tidak jelas di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Kasus ini terus berkembang hingga adanya laporan kematian dan terjadi importasi di
luar China. Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO menetapkan Covid-19 sebagai Public
Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat Yang Meresahkan Dunia (KKMMD). Pada tanggal 12 Februari 2020, WHO
resmi menetapkan penyakit Novel Coronavirus pada manusia ini dengan sebutan
Corona Virus Disease-2019 (Covid-19). Pada tanggal 2 Maret 2020 Indonesia telah
melaporkan 2 kasus konfirmasi Covid-19. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah
menetapkan Covid-19 sebagai pandemi (Kementerian Kesehatan RI 2020a).
Menurut WHO, pandemi adalah wabah penyakit yang global yaitu penyakit yang
baru menyebar di seluruh dunia melampaui batas (Sari 2020). Penyakit Covid-19
(Corona Virus Disease-2019) yang disebabkan oleh virus SARS- CoV-2 (Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus-2) menjadi peristiwa yang mengancam kesehatan
masyarakat secara umum dan telah menarik perhatian dunia. (Emy et al. 2020). Virus
SARS- CoV-2 merupakan virus RNA strain tunggal positif yang menginfeksi saluran
pernapasan. Penegakan diagnosis dimulai dari gejala umum berupa demam, batuk dan
sulit bernapas hingga adanya kontak erat dengan negara-negara yang sudah terifinfeksi.
Pengambilan swab tenggorokan dan saluran napas menjadi dasar penegakan diagnosis
penyakit Covid19. Penatalaksanaan berupa isolasi harus dilakukan untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut (Yuliana 2020).
Berdasarkan data dari (World Health Organization 2021) melalui situs daringnya,
penyebaran kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di dunia per tanggal 3 Februari 2021
mencapai 103,362,039 orang, dengan angka kematian mencapai 2,244,713 orang.
Kasus Covid-19 tertinggi berdasarkan wilayah berada di Amerika, dengan total kasus
positif mencapai 45.988.538 orang. Penyebaran kasus Covid-19 di Indonesia menurut
Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan melalui situs daringnya per tanggal
03 Februari 2021 yaitu sebanyak 1.111.671 orang terkonfirmasi positif Covid-19, dengan
angka kematian mencapai 30.770 orang dan 905.665 orang dinyatakan sembuh
(Kementerian Kesehatan RI 2021).
Berbagai upaya dilakukan untuk menekan penyebaran Covid-19. WHO
menghimbau penerapan beberapa protokol kesehatan yang cukup ketat seperti
menggunakan masker, mencuci tangan dan pembatasan sosial dan aktivitas fisik. Di
beberapa negara seperti Cina, Italia, Spanyol, Malaysia dan Filipina menerapkan sistem
Lockdown. Negara-negara tersebut menutup akses masuk maupun keluar dari negara
4
tersebut. Sedangkan di Indonesia pemberlakuan protokol kesehatan dimulai sejak
pertengahan Maret 2020, dimana hampir seluruh wilayah Indonesia menerapkan sistem
pembatasan sosial dan aktivitas fisik serta penggunaan masker dengan diberlakukannya
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Selain itu, Pemerintah melalui Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan juga mengumumkan bahwa kegiatan belajar mengajar di
sekolah ditutup, serta menetapkan pembelajaran melalui media daring. Kebijakan
tersebut sejalan dengan kebijakan yang diterapkan di negara lain. Pada 8 April 2020,
sekolah-sekolah di 188 negara ditutup. Menurut UNESCO lebih dari 90% pelajar
terdaftar (1,5 miliar anak) di seluruh dunia saat ini tidak menjalani Pendidikan (Lee,
2020).
Penelitian mengenai dampak pandemi Covid-19 terhadap kesehatan mental
telah dilakukan di beberapa negara dengan metode daring melalui Form yang disebar
pada media sosial atau pada platform survey online. Dari penelitian di Spanyol
menunjukkan bahwa 72% subjek penelitian yang berusia 18 tahun keatas mengalami
distress psikologi selama Covid-19. Jumlah paling banyak yang menderita distress
psikologi adalah pada perempuan dan subjek yang memiliki usia lebih muda beresiko
mengalami tingkat distress yang lebih tinggi (Gómez-Salgado, Andrés-Villas,
Domínguez-Salas, Díaz-Milanés, & Ruiz-Frutos, 2020). Penelitian lain juga dilakukan di
China 2 minggu setelah Covid-19 menyebar. Penelitian dilakukan pada partisipan
berusia 14-35 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir 40.4% partisipan
memiliki permasalahan psikologis dan sebanyak 14.4% menunjukkan adanya simptom
Post Traumatic Stress-Disorder (PTSD).
Faktor tingkat pendidikan yang rendah, memiliki simtom PTSD dan strategi
koping negatif akan memengaruhi seseorang untuk lebih rentan mengalami
permasalahan psikologis (Liang et al., 2020). Adanya pembatasan sosial dan aktivitas
fisik serta ditutupnya sekolah bagi remaja menjadi faktor yang dapat memengaruhi
kesehatan mental remaja (Fegert, Vitiello, Plener, & Clemens, 2020; Lee, 2020; Zaharah
& Kirilova, 2020). Kesehatan Mental didefinisikan sebagai suatu keadaan kesejahteraan
dimana individu menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan hidup
yang normal, dapat bekerja secara produktif dan bermanfaat serta mampu memberikan
kontribusi ke komunitasnya.
Kesehatan mental merupakan suatu hal yang penting bagi setiap individu karena
berkaitan dengan perilaku di semua tahap kehidupan (WHO, 2004). Kesehatan mental
penting bagi remaja terutama berhubungan dengan kurangnya kualitas tidur, kesulitan
fokus, sering lupa dan dapat membuat remaja demotivasi dalam belajar sehingga
menjadikan belajar kurang (Fitria & Ifdil, 2020; Nurkholis, 2020).
B. Rumusan Masalah
Remaja merupakan tahapan yang rawan terhadap perkembangan emosional
dan perilaku karena merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Tahap
remaja merupakan tahapan yang mengalami banyak perubahan baik biologis,
5
psikologis, dan sosial (Huang, et al., 2007 dalam Aulia, 2016). Remaja lebih menyukai
kegiatan di luar rumah dan berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Kelompok
teman sebaya memiliki peran penting dalam odentitas remaja ( Marcell, 2007). Hal ini
tentu menjadi tantangan bagi tumbuh kembang remaja dari segi psikososial,
perkembangan emosinya, dan juga kesehatan jiwanya. Kesehatan jiwa remaja sama
pentingnya dengan kesehatan fisik.
Pandemi COVID-19 dapat menimbulkan trauma psikologis dan diperberat
dengan adanya pembatasan aktivitas fisik dan sosial di luar rumah, tatanan baru dan
aturan baru (new normal). Masalah kesehatan jiwa jika tidak ditangani dengan baik akan
mengakibatkan gangguan stres paska trauma atau PTSD.
C. Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk memberikan informasi mengenai gambaran umum gangguan mental
emosional pada remaja dan strategi promosi kesehatan yang tepat untuk
menanganinya.
b. Tujuan khusus
1. Menginformasikan gambaran tentang kejadian kecemasan dan depresi pada
remaja.
2. Menginformasikan tentang strategi promosi kesehatan/penyulhan kesehatan
yang tepat untuk menangani masalah kesehatan mental pada remaja.
D. Manfaat
1. Diharapkan dapat memberikan informasi terhadap kesehatan mental pada remaja.
2. Dapat memberi gambaran bagi masyarakat mengenai gambaran mental emosional
yaitu depresi, kecemasan dan PTSD khususnya pada remaja dalam masa pandemi
virus corona (COVID-19)
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Remaja
Masa remaja menurut WHO adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun.
Santrock 2003 remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa
yang mencangkup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014 remaja merupakan penduduk dalam rentang usia
10-18 tahun sedangkan Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
(BKKBN) remaja adalah anak dengan usia 10-24 tahun dan belum melakukan
pernikahan (Nur Ahyani & Astuti, 2018).
Masa remaja adalah masa transisi yang mengalami perubahan biologis, kognitif,
dan sosial-emosional dengan rentang usia 10-24 tahun yang belum melaksanakan
pernikahan. Remaja juga merupakan kelompok rentan yang mudah terganggu
kesehatan mentalnya (Iqbal & Rizqulloh, 2020).
B. Fase Remaja
a. Pra remaja
Pra remaja terjadi direntang usia 11 atau 12-13 atau 14 tahun dikenal sebagai fase
negatif karena tingkah laku remaja cenderung negatif. Remaja cenderung mencari
jati diri mereka dan berusaha untuk terlihat hebat. Perubahan hormonal pada fase ini
mengakibatkan remaja memiliki perubahan suasana hati yang tak terduga.
b. Remaja awal
Remaja awal terjadi direntang usia 13 atau 14-17 tahun. Remaja masih mencari jati
diri yang menyerupai orang dewasa muda (Diananda, 2018). Remaja merasa berhak
untuk membuat keputusan sendiri, memiliki kemandirian sehingga banyak waktu
yang dihabiskan di luar rumah, pemikiran remaja juga semakin logis seiring
bertambahnya usia namun emosional dan perilaku masih belum stabil (Smirni et al.,
2020).
c. Remaja lanjut
Remaja lanjut terjadi direntang usia 17-20 atau 21 tahun. Remaja pada fase ini
mempunyai cita-cita tinggi dan memiliki semangat yang besar. Mempunyai pemikiran
yang lebih idealis, berkeinginan untuk menjadi pusat perhatian dengan cara
monjolkan identitasnya. (Diananda, 2018).
8
D. Gangguan Kesehatan Mental
Kesehatan mental adalah keadaan jiwa atau psikologis yang menunjukkan kemampuan
seseorang untuk mengadakan penyesuaian diri atau menyelesaikan masalah yang ada
dalam diri sendiri atau internal dan masalah-masalah yang ada si lingkungan luar atau
eksternal (Konna, 2017). Selain itu kesehatan mental didefinisikan sebagai kondisi yang
menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan kehidupan yang normal,
dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan konstribusi kepada
komunitasnya (Ayuningtyas & Rayhani, 2018). Sedangkan gangguan mental emosional
adalah keadaan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat
berkembang menjadi keadaan patologis (Prasetio, Rahman, & Triwahyuni, 2019).
9
3. Masalah disiplin
4. Masalah gangguan mental emosional (Hidayat & Herdi, 2014).
H. Depresi
Depresi merupakan suatu kondisi emosional yang ditandai dengan perasaan
sedih yang sangat dalam, perasaan tidak berarti dan bersalah dan menunjukkan
perilaku menarik diri, tidak dapat tidur, kehilangan selera, minat dalam aktivitas
seharihari (Marsasina & Fitrikasari, 2016). Menurut Rice PL 1992 depresi merupakan
gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mengganggu mental
seseorang baik pikiran, perasaan dan perilaku. Sedangkan menurut Kartono 2002
mendefinisaikan depresi adalah kemuramam hati seperti kesenduan, kepedihan,
keburaman perasaan yang patologis sifatnya (Dirgayunita, 2020).
Depresi adalah suatu gangguan emosional yang dapat membuat penderita
mengalami kemurungan yang berkepanjangan dengan menunjukkan perilaku tidak
dapat tidur, kehilangan selera, kesedihan mendalam dan dapat menarik diri dari
sosialnya. Depresi pada remaja adalah gangguan emosional remaja sehingga remaja
mengalami kemurungan yang dapat menyebabkan susah tidur, kehilangan selera,
kehilangan minat untuk beraktivitas, menarik diri dan berkurangnya konsentrasi untuk
belajar.
I. Kecemasan
Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas, merasa tidak nyaman dan
tidak didukung oleh situasi (Diferiansyah, Septa, & Lisiswanti, 2016). Gangguan cemas
merupakan gangguan jiwa paling sering terjadi, gangguan ini mencakup sekelompok
kondisi. Menurut oleh Kartini Kartono dalam Dona, Ifdi (2016) Kecemasan (anxiety)
merupakan bentuk ketidakberanian ditambah kerisauan terhadap hal-hal yang jelas.
Gangguan kecemasan termasuk gangguan panik dengan atau tanpa agorofobia,
gangguan kecemasan umum, gangguan kecemasan sosial, fobia spesifik, dan
gangguan kecemasan akan perpisahan (Bandelow & Michaelis, 2015). Kecemasan
pada remaja adalah perasaan takut atau risau, merasa tidak nyaman yang terjadi pada
remaja karena hal-hal yang tidak jelas.
10
Badrullah, (2020) mengatakan Post Traumatic Stress Disorder adalah kondisi kejiwaan
yang dipicu oleh kejadian tragis yang pernah dialami atau disaksikan. Selain itu
dikatakan sebagai suatu sindrom yang terjadi seseorang yang pernah mengalami
kejadian traumatik. Gangguan ini merupakan penyakit psikiatri atau terganggunya
kesehatan mental seseorang yang disebabkan oleh pengalaman masa lalu yang
mengancam jiwa.
11
BAB III
PEMBAHASAN
12
b. Strategi ini berdasarkan kemandirian, kesepakatan bersama dalam pemecahan
masalah.
c. Penyuluh bertindak sebagai fasilitator
d. Evaluasi strategi ini lebih sulit dibandingkan strategi lain karena efeknya terjadi
dalam waktu yang lama
13
Perubahan gaya hidup seperti nutrisi yang baik, olahraga dan tidur yang cukup
dapat mendukung kesehatan mental (Herrman, et al., 2005). Prevensi kesehatan mental
berfokus pada mengurangi risk factor dan meningkatkan protective factor yang terkait
dengan kesehatan mental (WHO, 2004). Deteksi dini dan mengenalkan bagaimana
penanganan perilaku maladaptif dalam keluarga dan komunitas menjadi fokus yang
sering dilakukan dalam tindakan prevensi. Prevensi dan promosi seringkali hadir dalam
program dan strategi yang sama. Walaupun begitu, hasil yang didapat berbeda namun
saling melengkapi. Untuk itu, promosi dan prevensi harus dipahami sebagai pendekatan
konseptual yang berbeda tetapi saling terkait. Intervensi umum digunakan dalam
menjelaskan berbagai macam tindakan yang dimaksudkan untuk memberikan
kesembuhan atau meningkatkan penyesuaian diri. Intervensi pun dapat dilakukan pada
setiap pihak seperti intervensi individual, intervensi berbasis keluarga (family-based
intervention), intervensi sekolah (school-based intervention), serta intervensi pada
komunitas (community-based interventions). Intervensi individual biasanya berupa
konseling atau psikoterapi.
Psikoterapi pun memiliki banyak jenis tergantung pendekatan yang akan
digunakan, seperti terapi perilaku, terapi kognitif, terapi humanistik serta terapi
psikodinamik. Dalam memilih dan merancang intervensi yang tepat, kita perlu memiliki
beberapa pertimbangan seperti apa saja gejala yang muncul dan seberapa parah
gejalanya dan seberapa banyak gejala ini menyebabkan distress dan memengaruhi
kehidupan sehari-hari. Pemahaman terkait resiko dan manfaat dari intervensi tersebut
untuk individu dan faktor kepribadian serta kebutuhan individu lainnya pun perlu
dijadikan pertimbangan. Dalam merancang rencana kesehatan mental anak dan remaja,
penting untuk memperhatikan tahapan perkembangan anak serta mempertimbangkan
faktor perbedaan budaya yang dapat memengaruhi perkembangan tahapan tersebut.
Misalnya ketika ingin merancang intervensi terkait kesehatan mental pada remaja.
Apabila masyarakat memandang bahwa remaja masih dalam periode ketergantungan
yang berkelanjutan pada orang tua, maka kita perlu mempertimbangkan peran penting
orang tua dalam mengidentifikasi, mengevaluasi serta menyetujui intervensi yang
diberikan. Orang tua dapat memulai dengan memberikan nutrisi yang cukup pada anak,
kesempatan pada anak untuk belajar baik sendiri maupun bersama teman, serta waktu
untuk bermain yang akan meningkatkan kualitas hidup anak sedari dini.
Pemberian pola pengasuhan yang memberikan rasa aman, adanya kedekatan
terhadap seluruh anggota keluarga dan komunikasi yang terjalin dengan baik membuat
keluarga menjadi sebuah sistem yang memiliki fungsi optimal pada pertumbuhan dan
perkembangan anak. Pemerintah dapat memberikan kebijakan terkait perlindungan
serta peningkatan kualitas hidup, seperti meningkatkan pemberian dan penyebaran
makanan yang bernutrisi, hunian rumah yang nyaman serta akses untuk mendapat
pendidikan yang memadai. Hal tersebut tentu berkaitan pula dengan kondisi
perekonomian serta jaringan komunitas yang ada. Selain itu, berpikir positif, expressive
writing therapy, relaksasi dengan terapi musik, adaptasi kebiasaan baru dan selektif
14
terhadap informasi merupakan terapi relaksasi modifikasi yang menggabungkan latihan
Berpikir positif, expressive writing therapy, relaksasi berupa terapi musik, adaptasi
kebiasaan baru dan selektif terhadap informasi yang mempunyai manfaat yang besar
dalam pengelolahan kecemasan remaja di masa pandemi COVID-19.
Selain itu, terdapat teraapi relaksasi berupa expressive writing therapy yang
nyatanya dapat menurunkan kecemasan remaja sesuai dengan penelitian Danarti, et al
(2018) bahwa expressive writing therapy dapat menurunkan depresi, cemas, dan stres
pada remaja di panti rehabilitasi sosial PSMP Antasena Magelan. Pelatihan ini juga
dikombinasikan dengan terapi relaksasi dengan mendengarkan musik selama 30 menit
dengan musik kesukaan atau favorite didapatkan hasil dapat menurunkan kecemasan
remaja dimasa pandemi COVID-19 (Sulistyorini et al, 2021).
15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk mewujudkan atau mencapai visi dan misi promosi kesehatan secara efektif dan
efisien, maka diperlukan cara dan pendekatan yang strategis yaitu strategi promosi
kesehatan. Berdasarkan rumusan WHO (1994) strategi promosi kesehatan secara
global ini terdiri dari 3 hal, yaitu Advokasi (Advocacy), Dukungan Sosial (Social support),
dan Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment). Di dalam piagam Ottawa dirumuskan
pula strategi baru promosi kesehatan, yang mencakup 5 butir, yaitu Kebijakan
Berwawasan Kebijakan (Health Public Policy), Lingkungan yang mendukung (Supportive
Environment), Reorientasi Pelayanan Kesehatan (Reorient Health Service),
Keterampilan Individu (Personnel Skill), dan Gerakan masyarakat (Community Action).
Dalam pemilihan srategi promosi kesehatan agar masyarakat lebih mudah untuk
mengingat dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Pemilihan srategi
promosi kesehatan yaitu diantaranya Ceramah, Media Massa, Instruksi individual,
Simulasi, Modifikasi Perilaku dan Pengembangan Masyarakat. Dalam pemilihan srategi
promosi kesehatanpun ada aturan-aturan tersendiri, intinya adalah agar srategi promosi
kesehatan program-programnya semakin berkembang dan tidak salah sasaran.
B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya kita sebagai penyuluh
kesehatan dapat memahami tentang strategi promosi kesehatan dalam rangka
memajukan kesehatan masyarakat serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
dan dengan promosi kesehatan yaitu melalui penyuluhan kesehatan atau pendidikan
kesehatan kita sebagai penyuluh kesehatan dapat menjadi bagian dari pembangunan
kesehatan.
16
DAFTAR PUSTKA
Ananda, S., & Apsari, N. C. (2020). Mengatasi Stress Pada Remaja Saat Pandemi
Covid-19 Dengan Teknik Self Talk, 7(2), 248–256.
Fitria, L., & Ifdil, I. (2020). Kecemasan Remaja Pada Masa Pandemi Covid -19. Jurnal
Education, 6(1), 1–4.
Herrman, H., et al. (2005). Promoting Mental Health: Concepts, Emerging Evidence,
Practice. A Report of the WHO. Geneva: World Health Organization.
Iqbal, M., & Rizqulloh, L. (2020). Deteksi Dini Kesehatan Mental Akibat Pandemi Covid-
19 Pada Unnes Sex Care Community Melalui Metode Self Reporting
Questionnaire, 3(1), 20–24.
Notoatmodjo, S., 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Nurfadhilah, Purnamawati, D., & Robalais, A. (2021). Penguatan Peran Remaja Dalam
Pencegahan Dan Pengendalian Napza Pada Masa Pandemi Covid-19, 6(4),
572–578.
Rahmawati, S., Fimiana, M., & Hadiansyah, A. (2021). Manajemen Stress Dan Menjaga
Kesehatan Mental Di Masa Pandemi Covid 19.
17