MATA KULIAH
SISTEM INFORMASI KESEHATAN
DISUSUN OLEH:
INDARSIH
NIM (2020050103)
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmad dan hidayahnya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “ Publikasi Data
Identitas Pasien Covid-19 ” untuk menyelesaikan tugas mata kulia Sistem Informasi
Kesehatan.
Dalam penulisan makalah ini saya berupaya untuk semaksimal mungkin untuk
mengaplikasikan ilmu yang kita peroleh selama pembelajaran kuliah, kami
mengucapkan terimkasih kepada :
1. Zeny Fatmawati, SST,. MPH, selaku Kaprodi STIKES Husada Jombang..
2. Rista Dian A, S.TR. Keb, M. H, selaku dosen mata kuliah Sistem Informasi
Kesehatan, terimakasih untuk bimbingan dan arahannya selama proses
pembelajaran.
3. Teman-teman Prodi S1 Kebidanan STIKES Husada Jombang yang selalu
memberikan semangat.
Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari sepenuhnya, adanya
kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Untuk kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para dosen dan pembaca sangat kami harapkan, demi kesempurnaan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi saya selaku
penulis pada khusnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Rini Hastutik
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ............................................................................................................. 3
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Saat ini, penyebaran Covid-19 dari manusia ke manusia menjadi sumber
transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif. Transmisi Covid-19
dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau bersin.
Definisi operasional pada kasus Covid-19 di Indonesia mengacu pada panduan
yang ditetapkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang mengadopsi
dari WHO.
Semakin hari angka kasus confirm pasien yang terinfeksi virus Covid-19
semakin bertambah, sehingga diperlukan perhatian khusus bagi kita semua dan
lebih waspada. Pencegahan dan pengendalian yang harus kita lakukan saat ini
agar meminimalisir penularan Covid-19, saat ini belum tersedia rekomendasi tata
laksana khusus pasien Covid-19, termasuk antivirus atau vaksin. Tata laksana
yang dapat dilakukan adalah terapi simtomatik dan oksigen. Penyebaran penyakit
ini telah memberikan dampak luas secara sosial dan ekonomi. Masih banyak
kontroversi seputar penyakit ini, termasuk dalam aspek penegakkan diagnosis, tata
laksana, hingga pencegahan. Memperhatikan fakta demikian maka penulis tertarik
untuk membuat makalah dengan judul, Publikasi Data Identitas Pasien Covid-19.
2
4. Mengetahui manifestasi klinis virus Covid-19
5. Mengetahui diagnosis virus Covid-19
6. Mengetahui definisi operasional kasus Covid-19
7. Mengetahui tata laksana virus Covid-19
8. Mengetahui pencegahan dan pengendalian Covid-19
9. Mengetahui publikasi data identitas pasien Covid-19
1.4 Manfaat
A. Bagi Penyusun
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
Virus ini berasal dari famili yang sama dengan virus penyebab SARS dan
MERS. Meskipun berasal dari famili yang sama, namun SARS-CoV-2 lebih menular
dibandingkan dengan SARS-CoV dan MERS-CoV (CDC China, 2020). Proses
penularan yang cepat membuat WHO menetapkan COVID-19 sebagai
KKMMD/PHEIC pada tanggal 30 Januari 2020. Angka kematian kasar bervariasi
tergantung negara dan tergantung pada populasi yang terpengaruh, perkembangan
wabahnya di suatu negara, dan ketersediaan pemeriksaan laboratorium
4
kasus terjadi pada laki-laki. Kasus paling banyak terjadi pada rentang usia 45-54 tahun
dan paling sedikit terjadi pada usia 0-5 tahun. Angka kematian tertinggi ditemukan
pada pasien dengan usia 55-64 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh CDC China, diketahui bahwa
kasus paling banyak terjadi pada pria (51,4%) dan terjadi pada usia 30-79 tahun dan
paling sedikit terjadi pada usia <10 tahun (1%). Sebanyak 81% kasus merupakan
kasus yang ringan, 14% parah, dan 5% kritis (Wu Z dan McGoogan JM, 2020). Orang
dengan usia lanjut atau yang memiliki penyakit bawaan diketahui lebih berisiko untuk
mengalami penyakit yang lebih parah. Usia lanjut juga diduga berhubungan dengan
tingkat kematian. CDC China melaporkan bahwa CFR pada pasien dengan usia . 80
tahun adalah 14,8%, sementara CFR keseluruhan hanya 2,3%. Hal yang sama juga
ditemukan pada penelitian di Italia, di mana CFR pada usia . 80 tahun adalah 20,2%,
sementara CFR keseluruhan adalah 7,2% (Onder G, Rezza G, Brusaferro S, 2020).
Tingkat kematian juga dipengaruhi oleh adanya penyakit bawaan pada pasien. Tingkat
10,5% ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular, 7,3% pada pasien
dengan diabetes, 6,3% pada pasien dengan penyakit pernapasan kronis, 6% pada
pasien dengan hipertensi, dan 5,6% pada pasien dengan kanker.
2.2 Etiologi
Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam family
coronavirus. Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul
dan tidak bersegmen. Terdapat 4 struktur protein utama pada Coronavirus yaitu:
protein N (nukleokapsid), glikoprotein M (membran), glikoprotein spike S
(spike), protein E (selubung). Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga
Coronaviridae. Coronavirus ini dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau
manusia. Terdapat 4 genus yaitu alphacoronavirus, betacoronavirus,
gammacoronavirus, dan deltacoronavirus. Sebelum adanya COVID-19, ada 6
jenis coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu HCoV-229E
(alphacoronavirus), HCoV-OC43 (betacoronavirus), HCoVNL63
(alphacoronavirus) HCoV-HKU1 (betacoronavirus), SARS-CoV
(betacoronavirus), dan MERS-CoV (betacoronavirus).
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus, umumnya berbentuk bundar dengan beberapa pleomorfik, dan
berdiameter 60-140 nm. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini
5
masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah
SARS pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International
Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV) memberikan nama penyebab
COVID-19 sebagai SARS-CoV-2.
Belum dipastikan berapa lama virus penyebab COVID-19 bertahan di atas
permukaan, tetapi perilaku virus ini menyerupai jenis-jenis coronavirus lainnya.
Lamanya coronavirus bertahan mungkin dipengaruhi kondisi-kondisi yang
berbeda (seperti jenis permukaan, suhu atau kelembapan lingkungan). Penelitian
(Doremalen et al, 2020) menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat bertahan
selama 72 jam pada permukaan plastik dan stainless steel, kurang dari 4 jam pada
tembaga dan kurang dari 24 jam pada kardus. Seperti virus corona lain, SARS-
COV-2 sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas. Efektif dapat dinonaktifkan
dengan pelarut lemak (lipidsolvents) seperti eter, etanol 75%, ethanol, disinfektan
yang mengandung klorin, asam peroksiasetat, dan khloroform (kecuali
khlorheksidin).
2.3 Penularan
Coronavirus merupakan zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia).
Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet cats) ke
manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi sumber
penularan COVID-19 ini masih belum diketahui.
Masa inkubasi COVID-19 rata-rata 5-6 hari, dengan range antara 1 dan 14 hari
namun dapat mencapai 14 hari. Risiko penularan tertinggi diperoleh di hari-hari
pertama penyakit disebabkan oleh konsentrasi virus pada sekret yang tinggi. Orang
yang terinfeksi dapat langsung dapat menularkan sampai dengan 48 jam sebelum onset
gejala (presimptomatik) dan sampai dengan 14 hari setelah onset gejala. Sebuah studi
Du Z et. al, (2020) melaporkan bahwa 12,6% menunjukkan penularan presimptomatik.
Penting untuk mengetahui periode presimptomatik karena memungkinkan virus
menyebar melalui droplet atau kontak dengan benda yang terkontaminasi. Sebagai
tambahan, bahwa terdapat kasus konfirmasi yang tidak bergejala (asimptomatik),
meskipun risiko penularan sangat rendah akan tetapi masih ada kemungkinan kecil
untuk terjadi penularan.
Berdasarkan studi epidemiologi dan virologi saat ini membuktikan bahwa
COVID-19 utamanya ditularkan dari orang yang bergejala (simptomatik) ke orang lain
6
yang berada jarak dekat melalui droplet. Droplet merupakan partikel berisi air dengan
diameter >5-10 μm. Penularan droplet terjadi ketika seseorang berada pada jarak dekat
(dalam 1 meter) dengan seseorang yang memiliki gejala pernapasan (misalnya, batuk
atau bersin) sehingga droplet berisiko mengenai mukosa (mulut dan hidung) atau
konjungtiva (mata). Penularan juga dapat terjadi melalui benda dan permukaan yang
terkontaminasi droplet di sekitar orang yang terinfeksi. Oleh karena itu, penularan
virus COVID-19 dapat terjadi melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi
dan kontak tidak langsung dengan permukaan atau
benda yang digunakan pada orang yang terinfeksi (misalnya, stetoskop atau
termometer).
Dalam konteks COVID-19, transmisi melalui udara dapat dimungkinkan dalam
keadaan khusus dimana prosedur atau perawatan suportif yang menghasilkan aerosol
seperti intubasi endotrakeal, bronkoskopi, suction terbuka, pemberian pengobatan
nebulisasi, ventilasi manual sebelum intubasi, mengubah pasien ke posisi tengkurap,
memutus koneksi ventilator, ventilasi tekanan positif non-invasif, trakeostomi, dan
resusitasi kardiopulmoner. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai
transmisi melalui udara.
7
2.5. Diagnosis
WHO merekomendasikan pemeriksaan molekuler untuk seluruh pasien
yang terduga terinfeksi COVID-19. Metode yang dianjurkan adalah metode
deteksi molekuler/NAAT (Nucleic Acid Amplification Test) seperti pemeriksaan
RT-PCR.
8
3. Kasus Konfirmasi
Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang
dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus konfirmasi
dibagi menjadi 2:
a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik)
b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)
4. Kontak Erat
Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable
ataukonfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain:
a. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable ataukasus konfirmasi
dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu15 menit atau lebih.
b. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi(seperti
bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).
c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasusprobable atau
konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuaistandar.
d. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian
risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat.
5. Pelaku Perjalanan
Seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri
(domestik)maupun luar negeri pada 14 hari terakhir.
6. Discarded
Discarded apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:
a. Seseorang dengan status kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RT-PCR 2
kali negatif selama 2 hari berturut-turut dengan selang waktu >24 jam.
b. Seseorang dengan status kontak erat yang telah menyelesaikan masa
karantina selama 14 hari.
7. Selesai Isolasi
Selesai isolasi apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:
a. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik) yang tidak dilakukan
pemeriksaan follow up RT-PCR dengan ditambah 10 hari isolasi mandiri
sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.
b. Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang tidak
dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR dihitung 10 hari sejak tanggal
9
onset dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan
gejala demam dan gangguan pernapasan.
c. Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang
mendapatkan hasil pemeriksaan follow up RT-PCR 1 kali negatif, dengan
ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan
gangguan pernapasan.
.
8. Kematian
Kematian COVID-19 untuk kepentingan surveilans adalah kasus
konfirmasi/probable COVID-19 yang meninggal.
2.7 Tata laksana
saat ini, belum ada vaksin dan obat yang spesifik untuk mencegah atau
mengobati Hingga COVID-19. Pengobatan ditujukan sebagai terapi simptomatis
dan suportif. Ada beberapa kandidat vaksin dan obat tertentu yang masih diteliti
melalui uji klinis
Terapi dan Penatalaksanaan Klinis Pasien COVID-19
Penatalaksanaan klinis dilakukan pada pasien COVID-19 tanpa gejala,
sakit ringan, sakit sedang, sakit berat, kondisi kritis, dan pada kondisi tertentu.
Berikut tata laksana klinis pasien terkonfirmasi COVID-19:
1. Tatalaksana Klinis Pasien terkonfirmasi COVID-19 Tanpa Gejala, Sakit Ringan
Atau Sakit Sedang
a. Pasien terkonfirmasi tanpa gejala
Pada prinsipnya pasien terkonfirmasi COVID-19 yang tanpa gejala
tidak memerlukan rawat inap di Rumah Sakit, tetapi pasien harus menjalani
isolasi selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi, baik
isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan
pemerintah.
Isolasi ini penting untuk mengurangi tingkat penularan yang terjadi di
masyarakat. Pasien yang menjalani isolasi harus menjalankan aturan-aturan
terkait PPI dan dilakukan monitoring secara berkala baik melalui kunjungan
rumah maupun secara telemedicine oleh petugas FKTP. Pasien sebaiknya
diberikan leaflet berisi hal-hal yang harus diketahui dan dilaksanakan, pasien
diminta melakukan pengukuran suhu tubuh sebanyak dua kali sehari. Setelah
10 hari pasien akan kontrol ke FKTP terdekat.
10
b. Pasien terkonfirmasi sakit ringan
Pada prinsipnya tatalaksana pasien terkonfirmasi COVID-19 yang
mengalami sakit ringan sama dengan pasien terkonfirmasi yang tanpa gejala.
pasien harus menjalani isolasi minimal selama 10 hari sejak muncul gejala
ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernafasan. Isolasi dapat
dilakukan mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan
Pemerintah. Pasien yang sakit ringan dapat diberikan pengobatan simptomatik
misalnya pemberian anti-piretik bila mengalami demam. Pasien harus
diberikan informasi mengenai gejala dan tanda perburukan yang mungkin
terjadi dan nomor contact person yang dapat dia hubungi sewaktu-waktu
apabila gejala tersebut muncul. Petugas FKTP diharapkan proaktif untuk
melakukan pemantauan kondisi pasien. Setelah melewati masa isolasi pasien
akan kontrol ke FKTP terdekat.
c. Pasien terkonfirmasi sakit sedang dan pasien sakit ringan dengan penyulit
Pasien terkonfirmasi COVID-19 yang mengalami sakit sedang dan pasien
yang sakit ringan tetapi memiliki faktor penyulit atau komorbid akan menjalani
perawatan di Rumah Sakit.
Prinsip tatalaksana untuk pasien yang sakit sedang adalah pemberian
terapi simptomatis untuk gejala yang ada dan fungsi pemantauan, dilaksanakan
sampai gejala menghilang dan pasien memenuhi kriteria untuk dipulangkan dari
Rumah Sakit
2. Tatalaksana Pasien Terkonfirmasi COVID-19 yang Sakit Berat
a. Terapi Suportif Dini dan Pemantauan
Pemberian terapi suplementasi oksigen segera pada pasien ISPA berat
dan pasien yang mengalami distress pernapasan, hipoksemia, atau syok.
1) Terapi oksigen dimulai dengan pemberian 5 L/menit dengan nasal kanul dan
titrasi untuk mencapai target SpO2 ≥90% pada anak dan orang dewasa, serta
SpO2 ≥ 92% - 95% pada pasien hamil.
2) Pada anak dengan tanda kegawatdaruratan (obstruksi napas atau apneu,
distres pernapasan berat, sianosis sentral, syok, koma, atau kejang) harus
diberikan terapi oksigen selama resusitasi untuk mencapai target SpO2 ≥
94%;
3) Semua pasien dengan ISPA berat dipantau menggunakan pulse oksimetr dan
sistem oksigen harus berfungsi dengan baik, dan semua alat-alat untuk
11
menghantarkan oksigen (nasal kanul, sungkup muka sederhana, sungkup
dengan kantong reservoir) harus digunakan sekali pakai.
b. Terapkan kewaspadaan kontak saat memegang alat-alat untuk menghantarkan
oksigen (nasal kanul, sungkup muka sederhana, sungkup dengan kantong
reservoir) yang terkontaminasi dalam pengawasan atau terbukti COVID-19.
Lakukan pemantauan ketat pasien dengan gejala klinis yang mengalami
perburukan seperti gagal napas, sepsis dan lakukan intervensi perawatan suportif
secepat mungkin.
1) Pasien COVID-19 yang menjalani rawat inap memerlukan pemantauan vital
sign secar memungkinkan menggunakan sistem kewaspadaan dini (misalnya
NEWS2) untuk memantau perburukan klinis yang dialami pasien.
2) Pemeriksaan darah lengkap, kimia darah dan EKG harus dilakukan pada
waktu pasien masuk perawatan untuk mengetahui dan memantau komplikasi
yang mungkin dialami oleh pasien seperti: acute liver injury, acute kidney
injury, acute cardiac injury atau syok.
3) Setelah melakukan tindakan resusitasi dan stabilisasi pasien yang sedang
hamil, harus dilakukan monitoring untuk kondisi janin.
c. Pahami pasien yang memiliki komorbid untuk menyesuaikan pengobatan dan
penilaian prognosisnya.
Perlu menentukan terapi mana yang harus dilanjutkan dan terapi mana
yang harus dihentikan sementara. Berkomunikasi secara proaktif dengan
pasien dan keluarga dengan memberikan dukungan dan informasi prognostik.
d. Melakukan manajemen cairan secara konservatif pada pasien dengan ISPA berat
tanpa syok.
Pasien dengan ISPA berat harus hati-hati dalam pemberian cairan
intravena, karena resusitasi cairan yang agresif dapat memperburuk oksigenasi,
terutama dalam kondisi keterbatasan ketersediaan ventilasi mekanik.
3. Tatalaksana Pasien Terkonfirmasi COVID-19 Pada Kondisi Tertentu
a. Pemberian antibiotik empirik berdasarkan kemungkinan etiologi pada kasus yang
dicurigai mengalami sepsis (termasuk dalam pengawasan COVID-19) yang
diberikan secepatnya dalam waktu 1 jam setelah dilakukan asesmen.
Pengobatan antibiotik empirik berdasarkan semua etiologi yang
memungkinkan (pneumonia komunitas, pneumonia nosokomial atau sepsis)
berdasarkan data epidemiologi, peta kuman penyebab, serta pedoman
12
pengobatan yang berlaku. Terapi empirik harus di de-ekskalasi apabila sudah
didapatkan hasil pemeriksaan mikrobiologis dan penilaian klinis.
b. Tatalaksana pada pasien hamil, dilakukan terapi suportif dan sesuai dengan
kondisi kehamilannya.a rutin dan apabila pelayanan persalinan dan terminasi
kehamilan perlu mempertimbangkan beberapa faktor seperti usia kehamilan,
kondisi ibu dan janin. Perlu dikonsultasikan ke dokter kandungan, dokter anak,
dokter lain sesuai kondisi kehamilannya, dan konsultan intensive care.
c. Jangan memberikan kortikosteroid sistemik secara rutin untuk pengobatan
pneumonia karena virus atau ARDS di luar uji klinis kecuali terdapat alasan
lain.
Penggunaan jangka panjang sistemik kortikosteroid dosis tinggi dapat
menyebabkan efek samping yang serius pada pasien dengan ISPA berat/SARI,
termasuk infeksi oportunistik, nekrosis avaskular, infeksi baru bakteri dan
replikasi virus mungkin berkepanjangan. Oleh karena itu, kortikosteroid harus
dihindari kecuali diindikasikan untuk alasan lain.
d. Perawatan pada Pasien Terkonfirmasi COVID-19 yang berusia lanjut
1) Perawatan pasien terkonfirmasi COVID-19 berusia lanjut memerlukan
pendekatan multidisipliner antara dokter, perawat, petugas farmasi dan tenaga
kesehatan yang lain dalam proses pengambilan keputusan mengingat masalah
multi-morbiditas dan penurunan fungsional tubuh.
2) Perubahan fisiologis terkait umur akan menurunkan fungsi intrinsik pasien
seperti malnutrisi, penurunan fungsi kognitif dan gejala depresi. Deteksi dini
mengenai kemungkinan pemberian obat yang tidak tepat harus dilakukan
untuk menghindari munculnya kejadian tidak diharapkan dan interaksi obat
untuk pasien lanjut usia.
Orang berusia lanjut memiliki resiko yang lebih besar mengalami
polifarmasi, dengan adanya pemberian obat-obat baru terkait COVID-19 maka
diperlukan koordinasi dengan caregiver atau keluarga selama proses
tatalaksana COVID-19 untuk menghindari dampak negatif terhadap kesehatan
pasien.
e. Perawatan pada Pasien COVID-19 anak
Terapi definitif untuk COVID-19 masih belum diketahui, tidak ada obat
yang efikasi dan keamanannya terbukti. Beberapa terapi masih dalam evaluasi
(terutama pada dewasa), penggunaan pada kasus COVID-19 pada anak masih
13
dalam penelitian. Pemberian antivirus maupun hidroksiklorokuin harus
mempertimbangkan derajat beratnya penyakit, komorbid dan persetujuan orang
tua. Perawatan isolasi pada pasien balita dan anak yang belum mandiri dilakukan
sesuai dengan standar.
4) Ventilasi mekanik menggunakan volume tidal yang rendah (4-8 ml/kg prediksi
berat badan, Predicted Body Weight/PBW) dan tekanan inspirasi rendah
(tekanan plateau <30 cmH2O). Sangat direkomendasikan untuk pasien ARDS
dan disarankan pada pasien gagal napas karena sepsis yang tidak memenuhi
kriteria ARDS.
14
2.8 Pencegahan Dan Pengendalian
a. Membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan pakai sabun dan air
mengalir selama 40-60 detik atau menggunakan cairan antiseptik berbasis
alkohol (handsanitizer) minimal 20 – 30 detik. Hindari menyentuh mata,
hidung dan mulut dengan tangan yang tidak bersih.
b. Menggunakan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan
mulut jika harus keluar rumah atau berinteraksi dengan orang lain yang
tidak diketahui status kesehatannya (yang mungkin dapat menularkan
COVID-19).
c. Menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain untuk menghindari
terkena droplet dari orang yang yang batuk atau bersin. Jika tidak
memungkin melakukan jaga jarak maka dapat dilakukan dengan berbagai
rekayasa administrasi dan teknis lainnya.
d. Membatasi diri terhadap interaksi / kontak dengan orang lain yang tidak
diketahui status kesehatannya.
e. Saat tiba di rumah setelah bepergian, segera mandi dan berganti pakaian
sebelum kontak dengan anggota keluarga di rumah.
f. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan pola hidup bersih dan
sehat (PHBS) seperti konsumsi gizi seimbang, aktivitas fisik minimal 30
menit sehari, istirahat yang cukup termasuk pemanfaatan kesehatan
15
tradisional. Pemanfaatan kesehatan tradisional, salah satunya dilakukan
dengan melaksanakan asuhan mandiri kesehatan tradisional melalui
pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA) dan akupresur, yang meliputi;
Cara kesehatan tradisional untuk meningkatkan dayatahan tubuh
Cara kesehatan tradisional untuk meningkatkan nafsumakan
Cara kesehatan tradisional untuk mengatasi susah tidur
Cara kesehatan tradisional untuk mengatasi stress
Cara kesehatan tradisional untuk mengurangi keinginanmerokok
g. Mengelola penyakit penyerta/komorbid agar tetap terkontrol
h. Mengelola kesehatan jiwa dan psikososial
16
bertujuan mencegah terjadinya penularan dalam skala luas yang dapat
menimbulkan beban besar terhadap fasyankes. Tingkat penularan COVID-19
di masyarakat dipengaruhioleh adanya pergerakan orang, interaksi antar
manusia danberkumpulnya banyak orang, untuk itu perlindungan kesehatan
masyarakat harus dilakukan oleh semua unsur yang ada dimasyarakat baik
pemerintah, dunia usaha, aparat penegak hukumserta komponen masyarakat
lainnya. Adapun perlindungan kesehatan masyarakat dilakukan melalui,
17
fasyankes untuk melakukan pelacakan kontak erat, pemeriksaan
laboratorium serta penanganan lain sesuai kebutuhan. Penanganan
kesehatan masyarakat terkait respond adanya kasus COVID-meliputi:
a) Dilarang berdekatan atau kontak fisik dengan orang mengatur jaga jarak
minimal 1 meter, tidak bersalaman, tidak berpelukan dan berciuman
b) Hindari penggunaan transportasi publik (seperti kereta, bus, dan angkot) yang
tidak perlu, sebisa mungkin hindari jam sibuk ketika berpergian.
c) Bekerja dari rumah (Work from Home), jika memungkinkan dan kantor
memberlakukan ini.
d) Dilarang berkumpul massal di kerumunan dan fasilitas umum
e) Hindari bepergian ke luar kota/luar negeri termasuk ke tempat-tempat wisata
f) Hindari berkumpul teman dan keluarga, termasuk berkunjung atau
bersilaturahmi atau mengunjungi orang sakit atau melahirkan tatap muka dan
menunda kegiatan bersama. Hubungi mereka dengan telepon, internet, dan
media sosial
g) Gunakan telepon atau layanan online untuk menghubungi dokter atau fasilitas
lainnya
h) Jika anda sakit, dilarang mengunjungi orang tua/lanjut usia. Jika anda tinggal
satu rumah dengan mereka, maka hindari interaksi langsung dengan mereka
dan pakai masker kain meski di dalam rumah
i) Untuk sementara waktu, anak sebaiknya bermain bersama keluarganya
sendiri di rumah
j) Untuk sementara waktu, dapat melaksanakan ibadah di rumah
k) Jika terpaksa keluar harus menggunakan masker kain
l) Membersihkan /disinfeksi rumah, tempat usaha, tempat kerja, tempat ibadah,
kendaraan dan tempat tempat umum secara berkala
18
m) Dalam adaptasi kebiasaan baru, maka membatasi jumlah pengunjung dan
waktu kunjungan, cek suhu pengunjung, menyediakan tempat cuci tangan
pakai sabun dan air mengalir, pengecekan masker dan desinfeksi secara
berkala untuk mall dan tempat tempat umum lainnya
n) Memakai pelindung wajah dan masker kepada para petugas/pedagang yang
berinteraksi dengan banyak orang
19
2) Penerapan Etika Batuk dan Bersin
20
Selama proses pemantauan, pasien harus selalu proaktif
berkomunikasi dengan petugas kesehatan. Petugas kesehatan yang
melakukan pemantauan menggunakan APD minimal berupa masker bedah
dan sarung tangan karet sekali pakai (jika harus kontak dengan cairan
tubuh pasien). Prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi untuk isolasi
di rumah:
21
boleh dipegang selama digunakan. Jika masker kotor atau basah segera
ganti dengan yang baru. Buang masker dengan cara yang benar (jangan
disentuh bagian depan, tapi mulai dari bagian belakang dengan
memegang tali masker). Buang masker bedah segera dan segera cuci
tangan.
i. Gunakan sarung tangan dan masker bedah jika harus memberikan
perawatan mulut atau saluran nafas dan ketika kontak dengan darah,
tinja, air kencing atau cairan tubuh lainnya seperti ludah, dahak, muntah
dan lain-lain. Cuci tangan sebelum dan sesudah membuang sarung
tangan dan masker.
j. Jangan gunakan masker atau sarung tangan yang telah terpakai.
k. Pisahkan alat makan untuk pasien (cuci dengan sabun dan air hangat
setelah dipakai agar dapat digunakan kembali).
l. Bersihkan permukaan di sekitar pasien termasuk toilet dan kamar
mandi secara teratur. Sabun atau detergen rumah tangga dapat
digunakan, kemudian larutan NaOCl 0.5% (setara dengan 1 bagian
larutan pemutih dan 9 bagian air).
m. Cuci pakaian, seprai, handuk, masker kain pasien menggunakan sabun
cuci rumah tangga dan air atau menggunakan mesin cuci dengan suhu
air 60-900C dengan detergen dan keringkan. Tempatkan pada kantong
khusus dan jangan digoyang-goyang, dan hindari kontak langsung kulit
dan pakaian dengan bahan-bahan yang terkontaminasi. Menggunakan
sarung tangan saat mencuci dan selalu mencuci tangan sebelum dan
setelah menggunakan sarung tangan.
n. Sarung tangan, masker dan bahan-bahan sisa lain selama perawatan
harus dibuang di tempat sampah di dalam ruangan pasien yang
kemudian ditutup rapat sebelum dibuang sebagai kotoran infeksius.
o. Hindari kontak dengan barang-barang terkontaminasi lainya seperti
sikat gigi, alat makan-minum, handuk, pakaian dan sprei.
p. Ketika petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan rumah,
maka selalu perhatikan APD dan ikut rekomendasi pencegahan
penularan penyakit melalui droplet.
22
2.9 Publikasi Data Identitas Pasien Covid-19
Dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis selain medapat
sanksi hukum juga dapat dikenakan sanksi displin dan etika sesuai dengan UU
Parktik Kedokteran, Peraturan KKI, Kode Etik Kedokteran Indonesia. Dalam
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VII/2006 tentang
tata cara penanganan kasus dugaan pelanggaran disiplin yaitu :
Selain sanksi disiplin, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam
medis dapat dikenakan sanksi etik oleh profesi organisasi yaitu Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Gigi (MKEKG). Ada tiga alasan yang menyebabkan para pelayan kesehatan
23
(dokter dan para medis) yang wajib menandatangani rekam medis yang berisi
sejarah perkembangan kesehatan pasien dan ringkasannya, yaitu :
Dengan tiga alasan tersebut di atas, maka rekam medis dapat berfungsi
sebagai dokumen hukum yaitu sebagai alat bukti dokumen undang-undang yang
bernilai sebagai keterangan/saksi ahli/”expert wittness” (Periksa pasal 164RIB
untuk perkara perdata, dan pasal 184 KUHP untuk perkara pidana). Dengan
demikian pembubuhan tanda tangan itu sebagai bukti bahwa keputusan yang
diambil oleh pasien itu tanggung jawabnya, sedangkan apa yang dilakukan oleh
pelayan kesehatan (dokter dan paramedik) yang memberikan informasi yang
lengkap dan akurat bertanggungjawab atas kelengkapan dan kenaran
informasinya.
24
4. Tidak sembarang orang bisa mengakses data dan identitas pasien. Setiap orang
yang dengan sengaja mengakses riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan
fisik dan psikis seseorang akan dikenakan sanksi. (Pasal 54 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik)
25
komunikasi (dengan orang positif Covid-19) maka akan sangat mudah diketahui
orang yang menjalin kontak dan ke rumah sakit. Jadi tidak memudahkan upaya
penularan, ujarnya. Apalagi, dia menambahkan, infeksi Covid-19 bukanlah
sebuah keadaan yang memalukan sehingga tidak akan mendapatkan stigma dan
diskriminasi dari masyarakat. ujarnya saat konferensi pers sikap IDI dan
organisasi profesi kesehatan menyikapi perkembangan hasil rapat dan arahan
Ketua BNPB Selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Infeksi
COVID-19, di kantor IDI, di Jakarta, Senin (16/3).
26
dan lingkungan (Babinsa dan Babinkamtibmas) serta aspek kesehatan pasien
dan warga sekitarnya di pantau oleh bidan desa.
3. Membantu mengurangi persebaran Covid-19, dengan mengetahui data pasien
maka, masyarakat tidak akan melakukan kontak dengan pasien Covid-19,
sehingga akan memutus mata rantai penularannya.
4. Masyarakat menjadi lebih waspada untuk menghindari terjadinya penularan
virus Covid-19.
5. Meningkatkan upaya-upaya pencegahan agar tidak tertular virus Covid-19.
6. Dengan mengetahui data pasien memunculkan peran serta masyarakat sekitar
rumah, untuk pemberian bantuan berupa bahan makanan atau makanan matang
kepada pasien yang terpapar Covid-19.
7. Dengan mengetahui data pasien yang terpapar Covid-19 maka akan
memudahkan petugas untuk melakukan kontak tracking, sehingga mampu
mencegah persebaran virus Covid-19.
8. Dengan di publikasinya data pasien Covid-19 warga yang kontak secara
langsung dengan pasien bisa melaporkan kepada petugas, sehingga bisa di
lakukan tidak lanjut berupa pemeriksaan, isolasi mandiri di rumah atau
penangan di ruang isolasi Rumah Sakit.
Akan tetapi sangat di sayangkan dengan di publish nya data pasien covid-
19, banyak timbul stigma negatif di masyarakat kepada keluarga pasien yang
terpapar Covid-19. Hal tersebut merupakan tugas dari petugas medis beserta lintas
terkait guna memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa tidak perlu
mengucilkan pasien terpapar Covid-19 baik yang masih dalam perawatan
difasilitas kesehatan, proses isolasi mandiri taupun sudah berstatus sembuh.
27
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
28
mencegah terjadinya penularan dan untuk melakukan tracking agar mampu mencegah
persebaran virus Covid-19.
3.2 Saran
1. Perlu adanya kerja sama antara lintas sektor, antara pemerintah desa, babinsa
petugas kesehatan dan elemen masyarakat untuk melakukan pencegahan dan
memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19.
2. Tidak melakukan diskriminasi atau mengucilkan pasien yang terpapar Covid-
19.
3. Memberikan dukungan baik secara moril atau materiil pada pasien yang
terpapar Covid-19 sehingga membantu proses penyermbuhan.
29
DAFTAR PUSTAKA
https://www.ponjong.desa.id/first/artikel/1860-PERLINDUNGAN-HUKUM-
TERHADAP-IDENTITAS-PASIEN-COVID-19
https://republika.co.id/berita/q7aalu384/idi-identitas-pasien-positif-covid19-boleh-
diungkap
https://mediaindonesia.com/humaniora/297442/pemerintah-akan-publikasikan-
identitas-pasien-positif-covid-19
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/413/2020
Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-
19)
Jurnal Medika Malahayati, Volume 4, Nomor 3, Juli 2020
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 1 | Maret 2020|
30