Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH UAS PRILAKU DAN ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK

“ETIKA PENYELENGGARAAN NEGARA DALAM PELAKSANAAN


VAKSINASI COVID – 19”

DOSEN PENGAMPU: Hendry Andry S.Sos., M.Si

Oleh:

BELLA MAHARANI

177110379

AP/A/VII

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

PEKANBARU

2021
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Studi Kasus ......................................................................................... 5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................ 10

Daftar Pustaka ............................................................................................... 11


BAB I

PENDAHULUAN

A, Latar Belakang

Dalam setiap penyelenggaraan negara / pemerintahan maupun dalam


menjalankan profesi sangat diperlukan adanya pedoman yang dapat dijadikan
pedoman dalam menjalankan fungsi jabatan serta profesi yang dijalankan dalam
kaitanya terhadap penilaian terhadap sistem yang ada dan sedang berlangsung,
disamping berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
mengatur mengenai hal tersebut. Selama ini banyak sekali berbagai macam
penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara negara
sehingga banyak merugikan konsumen yang dalam hal ini adalah Masyarakat.
Mulai dari KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) penyelewengan hak,
penyalahgunaan wewenang dan lain-lain. Hal ini mendorong beberapa pentingnya
Etika dalam Penyelenggara Negara. Karena sangat penting menjadi penentu
utama kesuksesan penyelenggara negara Indonesia dan memastikan agar jalannya
pemerintahan tetap berorientasi pada tercapainya tujuan dan kepentingan bersama.

Tujuan penegakan etika penyelenggaraan negara, yaitu untuk mewujudkan


kehidupan penyelengaraan negara yang harmonis, terjaganya keseimbangan hak
dan kewajiban dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, menumbuhkan
suasana yang menghargai keterbukaan, ketaatan, disiplin, rasa tanggung jawab,
menjunjung tinggi kejujuran, kesopanan dan kepedulian dalam pelayanan publik
(Pasal 3 RUU Penegakan Etika Penyelenggara Negara). (Hendry Andry, 2020, hal
178).

Penyebaran penyakit Covid-19 yang begitu cepat telah membuat seluruh


negara bergerak sedemikian rupa untuk menangani masalah ini. Indonesia pun tak
lepas dari masalah ini, penyebaran virus corona sudah sampai di Tanah Air.
Dalam menghadapi situasi krisis seperti sekarang, kepemimpinan seorang kepala
negara menjadi kunci untuk meminimalisasi penyebaran Covid-19. Rasanya kita
perlu berkaca pada negara seperti Cina, Singapura, Arab Saudi, Jerman, Vietnam,
dan Malaysia. Setidaknya, negara-negara tersebut mampu bergerak cepat dalam
mengidentifikasi warganya yang positif Covid-19 serta mampu menekan tingkat
kematian.

Untuk penyelenggaran vaksinasi covid-19 pemerintah menyediakan


apikasi pendukung pelaksanaan vaksinasi COVID-19 sesuai dengan kebutuhan
dan kewenangan; menyajikan data dan informasi sasaran penerima vaksin dan
lokasi pelaksanaan vaksinasi yang diperoleh dari perangkat daerah sesuai dengan
kebutuhan dan kewenangan dan melakukan sosialisasi dan penyebarluasan
informasi pelaksanaan vaksinasi COVID-19 kepada masyarakat melalui media
milik Pemerintah Provinsi. kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
(Dukcapil) untuk menyediakan data yang dibutuhkan dan sesuai kewenangan
untuk pendataan sasaran penerimaan vaksin COVID-19 dan berkoordinasi dengan
Dinkes, Disinfotik, dan Walikota / Bupati. Selanjutnya kepada Dinas
Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk untuk
melaksanakan pemanfaatan data CARIK Jakarta untuk mendukung pelaksanaan
vaksinasi COVID-19. Selain itu, juga melaksanakan pendampingan dan
penggerakan masyarakat pada tahap persiapan dan pelaksanaan vaksinasi bersama
dengan Dinkes.

Lalu kepada Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (Citata) untuk
melakukan pengelolaan data dan informasi berbasis spasial pada laman yang
dibuat dan dikembangkan oleh Pemprov untuk pelaksanaan vaksinasi COVID-19,
berkoordinasi dengan Dinkes dan Diskominfotik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Studi Kasus

Pada tanggal 31 Desember 2019, dilaporkan terdapat 27 kasus pneumonia


dengan etiologi yang tidak diketahui di Kota Wuhan, provinsi Hubei di Cina
(Sun et al., 2020). Pada 11 Februari 2020, WHO secara resmi menyebut
penyakit yang dipicu oleh 2019-nCoV sebagai Penyakit Virus Corona 2019
(COVID-19). Pada 30 Januari 2020, WHO mendeklarasikan wabah COVID-19 di
Cina sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (Public
Health Emergency of International Concern,PHEIC) ini meandakan COVID-19
sebagai ancaman global dunia. (Makmun, Hazhyah, 2020. Hal 1)

Pengembang vaksin Covid-19, Pfizer, mengumumkan hasil pengujian


vaksin final yang memiliki efektifitas mencapai 95 persen. Vaksin itu juga
diyakini aman dan dapat melindungi orang tua yang paling berisiko meninggal.
Meski demikian, pandemi masih berlangsung dan kini dunia tengah menunggu
musim dingin yang keras.

Kondisi pandemi Covid-19 mengharuskan negara untuk lebih fokus dalam


perlindungan warga negara terutama perihal pengeloaan bantuan sosial.
Kerawanan itu muncul karena biaya yang dianggarkan untuk bansos sangat besar.
Sementara pengawasan penyaluran dana bansos tidak ketat. perlunya pengawasan
yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh lembaga pemerintah yang bertugas
mencegah tindakan korupsi dan memeriksa keuangan negara terutama untuk
memantau realokasi anggaran dan implementasinya dalam penanganan Pandemi
Covid-19. Lembaga yang dimaksud adalah Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP).
Dalam menangani pandemi virus corona Covid-19, salah satu langkah
yang ditempuh Indonesia adalah mengupayakan vaksin yang efektif sekaligus
aman bagi masyarakat. Diketahui, sudah ada 1,2 juta dosis vaksin Covid-
19 buatan Sinovac yang tiba di Indonesia pada Minggu (6/12/2020). Seiring
dengan tibanya vaksin Sinovac, pemerintah akan segera memulai program
vaksinasi apabila sudah mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) dan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun,
pemerintah memiliki dua skema program vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Skema
pertama, vaksinasi secara gratis lewat program Kementerian Kesehatan RI, yakni
sebesar 30 persen. Skema kedua, program vaksin mandiri yang berada di bawah
naungan Kementerian BUMN RI sebesar 70 persen. Apabila masyarakat sendiri
tak mau melakukan vaksin, terutama vaksin mandiri alias berbayar, malah akan
ada dana yang lebih besar yang dibutuhkan untuk mengobati dan merawat pasien
Covid-19.
bantuan sosial adalah dapat dikatakan sebagai salah satu jenis belanja
pemerintah yang termasuk dalam klasifikasi ekonomi. Belanja bantuan sosial
adalah pengeluaran berupa transfer uang, barang atau jasa yang diberikan oleh
Pemerintah Pusat/Daerah kepada masyarakat guna melindungi masyarakat dari
kemungkinan terjadinya risiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi
dan/atau kesejahteraan masyarakat. Pengertian risiko sosial sendiri adalah
kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan
sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat
sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam, wabah
penyakit dan bencana alam yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial akan
semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar. (Gede Made Artha
Dharmakarja, 2017, hal 375).
Suatu perbuatan menyalahgunakan dan penyelewengan bantuan sosial
tentunya sangat tercela. Idealnya negara hukum dan menjunjung nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat, Bantuan sosial selayaknya digunakan sesuai peruntukan
yang diatur dalam peraturan di Indonesia.\Kesalahan dalam pengelolaan keuangan
negara menyebabkan penggunaanya menjadi tidak tepat sasaran dan menimbulkan
kerugian negara. kesalahan terjadi karena pelakunya melakukan kesengajaan atau
kelalaian dalam mengelola keuangan negara. keterkaitan hukum pidana dalam
masalah kerugian negara karena perbuatan itu dilakukan untuk memperkaya diri
sendiri, orang lain, korporasi yang menimbulkan kerugian keuangan negara dan
bahkan perekonomian negara. (Muhammad Djafar Said, 2008, 70-71).
menurut Sjahran Basah, bantuan sosial berkaitan dengan negara
kesejahteraan, maka tujuan pemerintah tidak semata-mata di bidang pemerintahan
saja, melainkan harus melaksanakan kesejahteraan sosial dalam rangka mencapai
tujuan negara melalui pembangunan nasional. (Sjahran Basah, 1986, hal 3).
Dalam penyelenggaraan vaksinasi di indonesia ini terdapat pelanggaran
etika penyelenggaraan negara yang dilakukan pemimpin. Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) tak berhenti mengusut unsur kerugian negara dalam kasus
dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) sembako covid-19 di wilayah Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) pada 2020. Penyidik terus
mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan kasus itu. tersangka kasus
korupsi dana bansos masih dijerat dengan pasal suap kepada penyelenggara
negara. Jika terbukti terdapat unsur kerugian negara, pelaku terancam dijerat Pasal
2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan setiap perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan atau perekonomian negara dikenakan hukuman paling lama
Rp20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Kemudian dalam ayat (2)
dicantumkan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Jerat hukuman mati kerap didengungkan kepada Menteri nonaktif Sosial Juliari P
Batubara karena perbuatan rasuahnya di saat negara tengah menghadapi pandemi
covid-19. Penggunaan Pasal 2 ayat (2) juga kerap disinggung publik.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong Pemerintah bersama DPR
RI kembali membahas dan menyelesaikan RUU Etika Penyelenggara
Negara. Sebelumnya, RUU tersebut pernah masuk dalam Prolegnas 2014-2019,
namun keterbatasan waktu membuatnya tak sempat diselesaikan. Penyelesaian
RUU tersebut merupakan amanah sekaligus turunan dari Ketetapan MPR RI
Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Di dalam Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001 tersebut, etika politik
dan pemerintahan yang akan menjadi tema bahasan dalam konferensi ini
mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur,
amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, dan rendah
hati. Serta siap mundur dari jabatan politik apabila terbukti melakukan kesalahan
dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
Etika merupakan pondasi bagi kelangsungan hidup bangsa. Runtuhnya
etika berbangsa, akan mengakibatkan runtuhnya bangsa tersebut. Dalam
hubungan inilah, MPR RI mengeluarkan Ketetapan MPR RI Nomor
VI/MPR/2001, yang meletakkan basis etika dalam kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan, demi terwujudnya tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara
sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NKRI 1945).
Menurut Ipi Maryati selaku Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi
Pemberantasan Korupsi setidaknya terdapat 5 (lima) hal yang dapat menjadi titik
rawan korupsi yakni pendataan penerima, klarifikasi dan validasi data, belanja
barang, distribusi bantuan, dan pengawasan (Prasetyo, 2020). Selain itu,
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat
102 kasus dugaan penyelewengan dana bansos di seluruh Indonesia. Adapun
pelaku penyelewengan tersebut yang saat ini sedang dalam tahap penyelidikan
berasal dari pejabat publik mulai dari tingkat tertinggi hingga terendah (Anonim,
2020).
Ubtuk mencegah terjadinya pelanggaran etika penyelenggaraan negara
maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
Pertama, transparansi (transparency) para pemangku kebijakan
mengungkapkan keputusan yang diambil secara transparan. Publik diberitahu
kriteria apa yang mendasari keputusan tersebut. Kedua, inklusivitas
(inclusiveness), artinya keputusan yang diambil oleh pemangku kebijakan harus
terbuka untuk direvisi. Ketiga, konsistensi (consistency) artinya keputusan harus
bersifat konsisten, sehingga semua orang dalam kategori yang sama diperlakukan
dengan cara yang sama. Jadi, tidak ada perlakuan istimewa terhadap golongan
tertentu. Keempat, akuntabilitas (accountability) artinya pemangku kebijakan
memberi alasan dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil.
Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa, rentannya penyalahgunaan dana
bansos di masa pandemi Covid-19 yang membuka peluang bagi pihak-pihak yang
tidak bertanggungjawab melakukan korupsi ialah karena belum adanya sistem
pelayanan publik yang transparan dan akuntabel dalam proses distribusi dana
bansos ke masyarakat dari tingkat pusat hingga daerah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rentannya penyalahgunaan dana bansos di masa pandemi Covid-19 yang
membuka peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab melakukan
korupsi ialah karena belum adanya sistem pelayanan publik yang transparan dan
akuntabel dalam proses distribusi dana bansos ke masyarakat dari tingkat pusat
hingga daerah.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Hendry Andry, Yussa. 2020. Perilaku dan Etika Administrasi Publik. Pekanbaru.
Marpoyan Tujuh.
Muhammad Djafar Saidi, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
Sjahran Basah, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi Di
Indonesia, Alumni, Bandung, 1986
JURNAL
Alfedo, Azmi, 2020. Sistem Informasi Pencegahan Korupsi Bantuan Sosial (Si
Pansos) di Indonesia: Rumusan Konsep dan Pengaturan. DOI:
10.32697/integritas.v6i2.668.
Gede Made Artha Dharmakarja, Rekonstruksi Belanja Bantuan Sosial, Jurnal
Substansi, Politeknik Keuangan Negara STAN, Terakreditasi Dikti Sinta
4, Volume 1 Nomor 2, 2017, hlm. 375
Makmun, Hazhyah, 2020. Tinjauan Terkait Pengembangan Vaksin Covid –19.
Volume 13, Nomor 2,Oktober 2020.

Sun, P. et al.(2020) ‘Understanding of COVID-19 based on current evidence’,


Journal of Medical Virology, pp. 0–1. doi: 10.1002/jmv.25722.

Anda mungkin juga menyukai