Anda di halaman 1dari 6

COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM PENANGGULANGAN

VIRUS COVID-19 DI KOTA MEDAN

DISUSUN OLEH :
BETHESDA ELRIKA SIMANJUNTAK
170903147

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Coronavirus (COVID-19), yang merupakan jenis virus baru sebagai agen
penyebab dan penularan dari manusia ke manusia virus (SARS-COV-2),
menginfeksi 216 negara dan wilayah di seluruh dunia. Itu telah diberi label
sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Virus ini memiliki
sejumlah gejala seperti batuk, flu, demam dan gangguan pernapasan akut parah
dan bahkan bisa menyebabkan kematian. Mulai pukul 08:00 pagi (GMT+8) pada
30 Agustus 2020, 24.854.140 dinyatakan positif COVID-19, dan 838.924 telah
meninggal (WHO 2020). Penyebaran virus ini bermulai di China, COVID-19
merebak dari Wuhan pada Desember 2019 dan menyebar dengan cepat. Covid-19
ini juga tersebar ke negara lain, di luar wilayah Wuhan. Covid-19 merupakan
keluarga besar dari 2 jenis virus corona yang kini diketahui menimbulkan gejala,
seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS).
Dalam kasus ini, untuk mengendalikan dan mencegah penyebaran lebih
lanjut dari penyakit pandemi ini, pemerintah pusat China memberlakukan
lockdown Wuhan. Ini meningkatkan tanggap darurat kesehatan masyarakat
nasional ke keadaan darurat tertinggi pada tanggal 23 Januari 2020. Selama
lockdown, banyak campur tangan non-medis di Wuhan yang dilakukan secara
tepat waktu dan terspesialisasi. Campur tangan semacam itu memang tidak boleh
hanya dilakukan oleh satu organisasi publik atau satu bidang kebijakan, tetapi
memerlukan tindakan bersama dari organisasi yang berbeda di berbagai bidang
kebijakan. Jaringan kolaboratif dirancang sebagai struktur tata kelola baru di mana
berbagai aktor berkolaborasi untuk mencapai tujuan terpadu yang diinginkan.
Untuk melaksanakan campur tangan non-farmasi secara cepat, kolaboratif,
dan secara efektif, Pemerintah Provinsi Hubei membangun Darurat Kesehatan
Masyarakat Hubei pada 20 Januari 2020, dengan sektor lain yang berpartisipasi
(misalnya: pemerintah, organisasi non-pemerintah (LSM), lembaga penelitian,
dan swasta organisasi). Pusat Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 Hubei
adalah inti yang terhubung dengan sebagian besar aktor yang berpartisipasi. Itu
juga pemimpin semua lokal aktor yang berpartisipasi, yang mengorganisir dan
memerintahkan para aktor ini untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat dalam
mengakhiri wabah COVID-19 di Provinsi Hubei. Dan ada hubungan kolaboratif
yang kuat di antara Kelompok Terkemuka dari Komite Sentral BPK untuk
Pencegahan dan Pengendalian COVID-19, Dewan Negara RRT, Pusat
Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 Hubei, dan Pemerintah Provinsi Hubei.
Virus Covid-19 diprediksi oleh Univertas Hardvard akan tiba secepatnya di
Indonesia, namun sejumlah pejabat Indonesia dianggap terlalu meremehkan virus
satu ini. Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto bahkan menolak mentah-
mentah prediksi Universitas Harvard. Ia mengatakan bahwa faktanya belum ada

2
laporan pasien terjangkit covid saat itu. Setelah itu barulah diketahui bahwa
penyebaran Covid-19 pertama kali ditemukan di Indonesia pada tanggal 20 Maret
2020 dengan diumumkannya dua orang pasien pertama oleh Presiden Joko
Widodo. Semenjak itulah, jumlah pasien Covid-19 terus meningkat. Pada 13
Maret 2020, pemerintah secara resmi mengumumkan bahwa 35 orang telah
terinfeksi, 3 orang sembuh, dan 2 orang meninggal.
Pemerintah Indonesia dianggap lambat dalam merespon virus ini. Disaat
negara lain sudah berbondong-bondong menyiapkan rumah sakit, sosialisasi
terkait virus, bahkan menetapkan protokol kesehatan. Koordinasi antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang dinilai buruk, serta buruknya
komunikasi antara Kementerian Kesehatan dengan instansi lain terlihat dari
pemberitahuan kasus pertama, dan juga pelanggaran privasi pasien. Hal itu
diperparah dengan kebijakan pemerintah yang sengaja membatasi informasi
tentang perkembangan virus di Indonesia. Pemerintah berulang kali menyebarkan
hoax. Disimpulkan dari kurangnya informasi tentang pengaruh virus pada pasien
dan di mana penyebarannya. Kebijakan ini sangat berbeda negara lain dalam
menghadapi Covid-19. Misalnya Negara Korea secara berkala menerbitkan kasus,
mempublikasikan lokasi di mana kasus tersebut ditemukan, informasi yang
transparan, lengkap dan jelas. Respon pemerintah yang cepat, tepat dan
bertanggung jawab akan berdampak positif karena itu akan membangun
kepercayaan publik dan meningkatkan kesiapan masyarakat.
Stagnasi pemerintah Indonesia juga dapat dilihat dari bandara-bandara di
Indonesia yang juga belum melakukan pengawasan ketat seperti menggunakan
thermo gun terhadap warga negara asing yang berkunjung ke Indonesia, padahal
kan bisa saja warga negara asing tersebut yang membawa virus tersebut ke
Indonesia. Data Badan Pusat Statistik Nasional per Januari 2020 menyebut
796.934 wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia melalui 32 bandara
internasional. Bandara Internasional Ngurah Rai di Denpasar menjadi pintu masuk
tertinggi berjumlah 526.823 orang, berikutnya Bandara Internasional Soekarno-
Hatta, Tangerang berjumlah 173.453 orang, Bandara Internasional Juanda,
Surabaya dengan jumlah 17.047 orang, dan Bandara Internasional Kualanamu,
Medan dengan jumlah 19.327 orang. (https://tirto.id/teledor-penanganan-wabah-
covid-19-di-indonesia-eDPG diakses pada 14 Desember 2020).
Positif virus corona (Covid-19) per tanggal 14 Desember 2020 bertambah
5.489 kasus dari yang awalnya 617.820 orang pada tanggal 13 November 2020.
Dengan demikian, total kasus positif di Indonesia sejak pertama kali diumumkan
pada awal Maret lalu yaitu mencapai 623.309 orang. Dari jumlah tersebut,
sebanyak 510.957 orang dinyatakan sembuh (bertambah 5.121) dan 18.956 orang
lainnya meninggal dunia.
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201214155118-24-581938/video-14-
desember-total-positif-corona-di-ri-jadi-623309 diakses pada 14 Desember 2020).
Penyebaran virus ini per 14 Desember 2020 turut merambah ke Provinsi Sumatera
Utara yaitu 16.769 kasus, dengan Kota Medan sebagai kota dengan kasus tertinggi
di Provinsi Sumatera Utara. Kini, informasi mengenai virus Covid19 sudah
diupdate setiap hari. Dapat dilihat dari laman website setiap provinsi. Seperti di
laman Covid19.pemkomedan.go.id, masyarakat dapat dengan mudah melihat

3
berita terkini tentang penyebaran Covid19 ini. Informasi seperti mengenai statistik
penyebaran, imbauan tentang prosedur dan protokol kesehatan, serta layanan
darurat Covid (call center).
Kota Medan menjadi daerah yang ditetapkan sebagai zona merah dengan
kasus Covid19 tertinggi se-Sumatera Utara dengan kasus sebanyak 11.554. Dari
jumlah tersebut, sebanyak 8.102 orang yang positif Covid19, 6.864 orang yang
sembuh (bertambah 42 orang dari kasus tanggal 13 Desember 2020), 327 orang
yang meninggal dan 962 orang yang sedang dirawat. (sumber: @bpbdkotamedan).
Penyebaran yang pesat ini didukung oleh masyarakat kota Medan yang tertalu
apatis dalam menyikapi pandemi ini. Faktanya, masih banyak masyarakat yang
belum mematuhi protokol kesehatan serta pembatasan sosial. Seiring waktu,
peningkatan Covid19 ini mengakibatkan berjatuhannya korban jiwa, kerugian
materi semakin besar, yang berdampak pada sosial, ekonomi, dan
kemasyarakatan, serta aspek kesejahteraan. Berdasarkan pertimbangan tersebut,
Pemerintah Republik Indonesia menetapkan publik status darurat kesehatan dan
menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional dan memutuskan agar kebijakan
penanganannya dilakukan dengan menjaga jarak fisik, bekerja dan belajar dari
rumah (online) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pemerintah
memanfaatkan penggunaan media sosial (sosialisasi) guna mendorong masyarakat
turut andil berperan. Dalam situasi ini, tidak hanya itu bentuk tanggung jawab
pemerintah, kolaboratif tata kelola juga dibutuhkan karena kolaborasi dengan
masing-masing pemangku kepentingan dengan duduk bersama, berdiskusi,
membangun pemahaman dan komitmen, membentuk regulasi peraturan-
perundangan serta rasa tanggung jawab untuk segera mengakhiri pandemi ini.
Adapun regulasi yang dibuat oleh pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor
21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam
Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid19)
Diharapkan, dalam menyikapi virus Covid19 ini, para aktor menerapkan tata
kelola kolaborasi atau yang sering disebut dengan Collaborative Governance.
Konsep Collaborative Governance adalah sebagai sebuah alternatif langkah
penanganan sebuah kasus covid-19 yang diharapkan mampu mewujudkan
percepatan dan implementasi dari penanganan kasus covid-19. Collaborative
Governance adalah partisipasi semua pihak yang mempunyai kebutuhan sendiri-
sendiri tetapi dapat mencapai tujuan bersama. Balogh (2011:2) menegaskan
bahwa pemerintahan kolaboratif adalah proses dan struktur yang mengelola dan
mengambil keputusan suatu kebijakan publik, termasuk para aktor di semua
tingkatan pemerintahan dan lembaga publik, lembaga swasta, dan masyarakat sipil
untuk mencapai tujuan bersama yang tidak bisa dicapai oleh satu pihak saja.
Sumber kerjasama manajemen terletak pada berbagai disiplin ilmu pembelajaran-
seperti mempelajari hubungan antar pemerintah, aksi kolektif, partisipasi publik
dan swasta, mobilisasi masyarakat, dialog, dan pemerintahan publik lintas
sektoral. Collaborative Governance, adanya bentuk kerjasama dimana satu atau
lebih badan publik dan pemangku kepentingan non-pemerintah terlibat dalam
proses pengambilan keputusan formal, berbasis konsensus dan negosiasi yang
bertujuan untuk menerapkan kebijakan publik.

4
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku
Donahue, John. 2004. On Collaborative Governance, Corporate Social
responsibility Initiative Working paper No.2. Cambrigde.
Sumber Peraturan
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
(Covid19)
Sumber Internet
Covid19.pemkomedan.go.id
@bpbdkotamedan
(https://tirto.id/teledor-penanganan-wabah-covid-19-di-indonesia-eDPG diakses
pada 14 Desember 2020)
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201214155118-24-581938/video-14-
desember-total-positif-corona-di-ri-jadi-623309 diakses pada 14 Desember 2020)
Sumber Jurnal
Balogh, Stephen, dkk. 2011. An Integrative Framework for Collaborative
Governance. Journal of Public Administration 50 Research and Theory.
Choi, Taehyon & Peter J. Robertson. 2013. Deliberation and Decision in
Collaborative Governance: A Simulation of Approaches To Mitigate Power
Imbalance. Journal Public Administration Research and Theory. JPART 24: 495-
518
Donahue, John D. & Richard. J Zeckhauser. 2011. Collaborative Governance :
Provate roles for public goals in turbulent times. New Jersey : Princention
University Press.
Emerson, Kirk., Tina Nabatchi & Stephen Balogh. 2012. Integrative Framework
for Collabborative Governance. Journal of Administration Reasearch and
Theory, Vol. 22 no. 1, hal. 1-29.
Harley, James, Blismas, & Nick. 2010. An Anatomy of Collaburation Within the
Online Environment. e-research collaboration.
Mutiarawati, T. 2017. Collaborative Governance dalam Penanganan Rob di
Kelurahan Bandengan Kota Pekalongan. Jurnal Wacana Publik, 1(2), 48- 62.

5
Thomson, Ann Marie dan james L. Perry. 2007. Collaboraton processes: inside
the black box, paper presented on Public Administration Review. Academic
Reseach Libraray.

Anda mungkin juga menyukai