2 (2020): 235-246
November 2020
e-ISSN 2656-0194
Dina Indriyanti
Bapelkes Cikarang, Jl. Raya Lemahabang No. 1, Cikarang Utara, Bekasi, Jawa Barat 17530
dinaindriyanti26@gmail.com
ABSTRAK
Beberapa penelitian sebelumnya selama masa pandemi, banyak membahas tentang cara penularan COVID-
19 dan faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kasus COVID-19. Penelitian tersebut menjelaskan
bahwa COVID-19 sangat dipengaruhi oleh kebijakan, tingkat pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Namun
penelitian ini fokus melihat faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi protokol kesehatan sebagai
adaptasi kebiasaan baru pada tenaga puskesmas. Penelitian dilakukan di puskesmas penyumbang kasus
COVID-19 terbanyak di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Perilaku implementasi protokol kesehatan
pada petugas kesehatan di Puskesmas Cileungsi meliputi memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan
menjaga jarak atau menghindari berkerumun. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
menggunakan desain deskriptif analitik, studi kasus di puskesmas Cileungsi Kabupaten Bogor. Jumlah
responden sesuai kebutuhan penelitian adalah 40 orang petugas Puskesmas baik tenaga kesehatan maupun
non-kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa terdapat pengaruh kesadaran diri dan dukungan
lingkungan terhadap perilaku tenaga puskesmas dalam implementasi protokol kesehatan sebagai adaptasi
kebiasaan baru. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p-value memakai masker 0,013, mencuci tangan 0,016 dan
perilaku berkerumun 0,011 dengan nilai OR perilaku berkerumun 16,100, artinya lingkungan yang kurang
mendukung mempunyai resiko 16 kali terhadap perilaku berkerumun.
Kata kunci: adaptasi kebiasaan baru, kesadaran personal, lingkungan, pandemi, covid-19
ABSTRACT
Several previous studies during the pandemic period discussed the modes of transmission of COVID-19 and
the factors that influence the increase in COVID-19 cases. The study explained that COVID-19 is strongly
influenced by policies, levels of knowledge, attitudes, and skills. However, this study focuses on looking at the
factors that influence the implementation of health protocols as an adaptation to new habits of health center
personnel. The research was conducted at the health center that contributed the most to COVID-19 cases in
Bogor Regency, West Java Province. The principles of handling COVID-19 at Puskesmas are prevention,
detection, and response. These efforts are made to prevent, overcome, and stop the transmission of COVID-
19. The step that is considered the most important is to improve the implementation of health protocols as an
adaptation to new habits. The behavior of implementing health protocols for health workers at the Cileungsi
Puskesmas includes wearing masks, washing hands with soap, and maintaining distance or avoiding crowds.
This research is a qualitative study using a descriptive-analytic design, a case study at the Cileungsi
Community Health Center, Bogor Regency. According to the research needs, the number of respondents was
40 Puskesmas officers, both health and non-health workers. The results showed an effect of self-awareness and
environmental support on the behavior of health center personnel in implementing health protocols as an
adaptation to new habits. This is indicated by the p-value of wearing a mask of 0.013, washing hands of 0.016,
and crowd behavior of 0.011 with an OR value of 16.100 of crowding behavior, meaning that a less supportive
environment has 16 times the risk of crowd behavior.
Keywords: adaptation to new habits, self-awareness, environment, pandemic, covid-19
235
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 2 No. 2 (2020): 235-246
236
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 2 No. 2 (2020): 235-246
status zona merah, sementara kabupaten kota Sesuai dengan tugas, fungsi dan
lainnya dengan status zona orange dan kuning. perannya, puskesmas bertugas melakukan
Dr dr Tri Yunis Miko Wahyono, MSc, upaya-upaya mencegah, mendeteksi dan
selaku Kepala Departemen Epidemiologi bertindak responsif dalam pencegahan dan
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pengendalian COVID-19. Seluruh upaya ini
(FKM UI), menjelaskan bahwa yang masuk tentu tidak bisa dilakukan sendiri oleh
ke dalam zona merah, adalah apabila kasus puskesmas, namun harus dilakukan bersama
baru yang ditemukan, jumlahnya sangat dengan seluruh komponen masyarakat.
banyak melebihi yang ditemukan pada zona Masyarakat harus dilibatkan dalam seluruh
oranye. Dari segi penularan atau transmisi, upaya puskesmas agar dapat mengendalikan
didapatkan kasus meluas dengan sangat cepat jumlah kasus. Puskesmas dengan sistem
dibandingkan pada zona lainnya. Pada zona manajemen yang dimiliki harus mampu
oranye, didapatkan wilayah dengan jumlah mengelola sumber daya, baik sumber daya
kasus sudah relatif banyak, transmisi atau manusia tenaga kesehaatn dan non kesehatan,
penularan tidak secepat di zona merah, sumber daya sarana prasarana maupun sumber
merupakan zona risiko sedang yang daya anggaran dan informasi. Pihak
dipastikan ada dan lebih luas dibandingkan di manajemen dituntut responsif menerapkan
zona kuning. Sedangkan zona kuning atau secara efektif dan efisien seluruh sumber daya
disebut juga zona risiko rendah, bila suatu tersebut dalam upaya memutus penularan
wilayah terdapat kasus baru namun jumlahnya COVID-19, baik di level individu petugas,
hanya sedikit, penularan atau transmisi ada keluarga maupun masyarakat sasaran.
dan kemungkinan bisa terjadi. (GugusTugas, Upaya yang harus dilakukan oleh
2020). puskesmas adalah pemberdayaan masyarakat
Kabupatan Bogor adalah salah satu dan penggerakan peran serta lintas sektor.
kabupaten yang berbatasan dengan Jakarta, Kemampuan melakukan Komunikasi
berdasar status resiko merupakan zona orange Informasi dan Edukasi / KIE yang sudah
di propinsi Jabar. Beberapa kecamatan menjadi bagian dari kegiatan pendidikan
merupakan pintu masuk langsung ke wilayah kesehatan perlu diperkuat dengan pemahaman
DKI Jakarta seperti Bojonggede, tentang komunikasi risiko. Pandemi COVID-
Gunungputri, Cibinong, Cileungsi. Cileungsi 19 ini, menuntut puskesmas mampu bertindak
merupakan wilayah kecamatan dengan jumlah cepat dalam menangani, mencegah dan
kasus terbanyak di Kabupaten Bogor. Wilayah membatasi penularan infeksi. Di sisi lain,
ini merupakan daerah penyangga episentrum, fungsi Puskesmas melaksanakan Upaya
dimana laju mobilitas penduduk dari dan ke Kesehatan Masyarakat (UKM) baik esensial
Jakarta setiap harinya sangat tinggi. Jumlah maupun pengembangan dan Upaya Kesehatan
kasus per tanggal 8 September 2020 adalah Perseorangan (UKP) tingkat pertama, di
suspek aktif 31 dan kasus konfirmasi aktif 51. dalam gedung maupun di luar gedung harus
Dengan memperhatikan data dan fakta tetap dijalankan.
yang ada, maka Pusat Kesehatan Masyarakat Sesuai Permenkes nomor 43 tahun 2019,
(Puskesmas) sebagai fasilitas pelayanan maka fungsi ini harus dapat dijalankan dengan
kesehatan tingkat pertama diharapkan paling baik, agar puskesmas mampu memperkuat
siap. Puskesmas yang merupakan garda sistem pelayanan kesehatan dasar dan
terdepan dalam menghadapi masalah membantu Fasilitas Kesehatan Rujukan
kesehatan selama ini menjadi paling berperan Tingkat Lanjut/FKTRL menangani pandemi
pada masa pandemi. Puskesmas adalah ujung dengan baik (Kemenkes, 2020). Karena dari
tombak pelayanan kesehatan dasar yang hasil kajian sebelumnya menyatakan bahwa
memiliki prinsip kewilayahan mampu dari seluruh kasus COVID-19, hanya 20%
menjangkau seluruh masyarakat di wilayah yang memerlukan perawatan di rumah
kerjanya. Pada masa pandemi, peran sakit, sementara 80% lebihnya merupakan
puskesmas menjadi semakin penting. kasus yang karantina mandiri dan isolasi
Puskesmas menjadi ujung tombak dalam mandiri. Dua kasus ini merupakan
memutus mata rantai penularan COVID-19
tanggungjawab masyarakat, puskesmas
karena keberadaannya di setiap kecamatan
dan memiliki konsep pertanggungjawaban dan lintas sektor untuk melakukan
wilayah (Permenkes, 2019). pengawasan.
237
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 2 No. 2 (2020): 235-246
238
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 2 No. 2 (2020): 235-246
239
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 2 No. 2 (2020): 235-246
240
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 2 No. 2 (2020): 235-246
kualitas hidup seseorang tersebut (Kurniawati, dengan kondisi atau situasi yang ada dan
2020). Beberapa referensi terkait dengan memudahkan untuk sesua atau dapat
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan diterima oleh lingkungan.
perilaku seseorang menjelaskan bahwa ada 5. Tahap adoption, merupakan tahap akhir
beberapa tahapan yang dilewati dalam dari sebuah perubahan. Pada tahap ini
perubahan perilaku seseorang. Tahap-tahap diharapkan proses penerimaan terhadap
tersebut, dimulai dari tahap mengetahui, suatu yang baru setelah dilakukan uji coba
memahami, mempraktekkan, merangkum, dan merasakan adanya manfaat dari suatu
serta tahap evaluasi (Mustikawati, 2016). yang baru tersebut, sehingga selalu
Disisi lain seorang peneliti perilaku, mempertahankan hasil perubahan untuk
Roger (1962), mengembangkan teori dari terus dilaksanakan. Proses penerimaan
Lewin (1951) tentang 3 tahap perubahan terhadap perubahan adaalh tahap
perilaku dengan menekankan pada latar perubahan yang paling kompleks. Hal ini
belakang individu yang terlibat dalam bisa terlihat jelas terutama pada setiap
perubahan dan lingkungan dimana perubahan individu yang terlibat dalam proses
tersebut dilaksanakan. Sementara Roger perubahan. Bahwa mereka dapat menerima
menjelaskan 5 tahap dalam perubahan atau menolaknya. Meskipun perubahan
perilaku, yaitu kesadaran, keinginan, evaluasi, dapat diterima,mungkin saja suatu saat
mencoba, dan penerimaan yang lebih sering akan ditolak setelah perubahan tersebut
dikenal dengan istilah AIETA (Awareness, dirasakan sebagai hal yang menghambat
Interest, Evaluation, Trial and Adoption). keberadaannya.
Sesuai dengan teori tersebut, maka untuk Dengan kondisi pandemi COVID-19 saat
terbentuknya suatu perubahan perlu beberapa ini kita semua menginginkan bahwa situasi
langkah yang ditempuh sehingga harapan atau dan kondisi ini segera berakhir. Pada semua
tujuan akhir dari perubahan dapat tercapai. pihak terlebih petugas Puskesmas sangat
Langkah-langkah tersebut adalah : dibutuhkan komitmen dan konsistensi dalam
1. Tahap awareness, merupakan tahap awal menerapkan adaptasi kebiasaan baru.
terjadinya perubahan. Tahap ini Implementasi adaptasi kebiasaan baru oleh
mempunyai arti penting, karena bila tenaga puskesmas sangat penting, karena
menginginkan terjadinya perubahan, petugas puskesmas dapat berperan sebagai
diperlukan adanya kesadaran untuk suritauladan dan panutan untuk mempercepat
berubah. Jadi kesadaran merupakan hal perubahan perilaku mematuhi protokol
penting terjadinya perubahan, karena kesehatan di semua tatanan masyarakat.
apabila tidak ada kesadaran untuk berubah, Penelitian sebelumnya yang mendukung
maka tidak mungkin tercipta suatu perubahan adalah analisis perilaku masyarakat
perubahan. Indonesia dalam menghadapi pandemi. Hasil
2. Tahap interest, adalah tahap kedua dalam penelitian tersebut menjelaskan pentingnya
mengadakan perubahan. Bahwa untuk peran role model atau panutan dalam
terjadinya perubahan, harus timbul perubahan perilaku di masyarakat (Buana,
perasaan minat terhadap perubahan yang 2020). Sejalan dengan itu, maka sebagai
dituju. Dengan adanya minat inilah yang tenaga kesehatan, para petugas puskesmas
mendorong dan menguatkan kesadaran merupakan kekuatan untuk menjadi role
untuk berubah. model dalam perubahan perilaku di
3. Tahap evaluasi, adalah tahap menilai lingkungannya. Karena seiring dengan terus
perubahan. Penilaian terhadap sesuatu menyebarnya COVID-19, meningkatnya
yang baru agar tidak terjadi hambatan jumlah kasus per hari, dan keputusan
dalam melakukan perubahan tersebut. pemerintah yang menetapkan rakyat
Evaluasi yang dilakukan dengan baik Indonesia harus mampu hidup berdamai
dapat memudahkan tercapainya tujuan dan dengan virus corona, maka harus disertai
langkah dalam melakukan perubahan itu dengan perilaku hidup sehat semua komponen
sendiri. masyarakat (Ismail, 2020).
4. Tahap trial atau tahap uji coba terhadap
sesuatu yang baru atau hasil perubahan. Implementasi Protokol Kesehatan sebagai
Tahap trial mengharapkan bahwa sesuatu Adaptasi Kebiasaan Baru
yang baru dapat diketahui hasilnya sesuai
241
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 2 No. 2 (2020): 235-246
Hasil penelitian terhadap analisis faktor antara stimulus dengan respon pada perilaku
yang mempengaruhi implementasi protokol manusia. Jika suatu stimulus atau rangsangan
kesehatan sebagai adaptasi kebiasaan baru sudah diterima seseorang, maka dapat
menggunakan masker pada petugas di diprediksi pula respon dari orang tersebut
Puskesmas Cileungsi Kab. Bogor adalah sebagai wujud kesadaran diri seseorang.
sebagai berikut: Dengan demikian dapat pula disimpulkan
bahwa sosialisasi dengan melakukan
Tabel 2. Analisis faktor yang mempengaruhi komunikasi, informasi dan edukasi dapat
adaptasi kebiasaan baru perilaku menjadi satu penggerak dari dalam hati
menggunakan masker seseorang untuk melakukan atau mencapai
sesuatu tujuan perubahan (Sari, 2020).
Kes Penggunaan masker Total OR P Penelitian lain yang memperkuat hasil ini
adar ya tidak 95% value
adalah Sikap Manusia, Teori Dan
an CI
n % n % N % Pengukurannya, yang menyebutkan bahwa
baik 24 82 5 17 29 10 14,70 0,013 sikap manusia dipengaruhi oleh kesadaran diri
,7 ,2 0 0 mereka (Azwar, 2010).
(1,659 Berikutnya adalah hasil penelitian
kura 4 36 7 63 11 10 –
81,10
terhadap analisis faktor yang mempengaruhi
ng ,3 ,6 0
2) implementasi protokol kesehatan sebagai
Tota 6 34 40 10 adaptasi kebiasaan baru perilaku mencuci
l 0 tangan pakai sabun pada petugas di
Sumber : Data Primer Puskesmas Cileungsi Kab. Bogor adalah
sebagai berikut :
Berdasarkan tabel 2. analisis hubungan
antara kesadaran diri terhadap perilaku Tabel 3. Analisis faktor yang mempengaruhi
memakai masker di petugas puskesmas, adaptasi kebiasaan baru perilaku mencuci
diperoleh data bahwa 24 (82,7%) responden tangan pakai sabun
yang memiliki kesadaran, baik maka perilaku
menggunakan maskernya benar, dan 7 Kesa Kebiasaan CTPS Total OR P
(63,6%) responden yang memiliki kesadaran dara ya tidak 95% value
diri kurang baik, mempunyai perilaku n CI
menggunakan masker yang tidak benar. Hasil n % n % N %
uji statistik diperoleh nilai P value = 0,013 baik 27 77 4 12 31 10 11,6 0,01
sehingga dapat dijelaskan bahwa terdapat ,9 0 00 6
(1,6
pengaruh yang signifikan dari kesadaran diri 59 –
kura 4 44,4 5 55 9 10
terhadap perilaku menggunakan masker pada ng 81,1
,6 0
petugas puskesmas. Pada penelitian ini 02)
diperoleh nilai OR = 14,700, artinya
Tota 3 9 40 10
kesadaran diri yang kurang mempunyai resiko l 1 0
empat belas kali terhadap penggunaan masker Sumber : Data Primer
yang tidak benar.
Green et al. (1999) menguatkan bahwa Dari tabel 3. dapat dideskripsikan
faktor perilaku dibentuk oleh tiga faktor utama analisis hubungan antara kesadaran diri
yaitu faktor predisposisi (predisposing terhadap perilaku mencuci tangan pada
faktors), faktor pemungkin (enabling faktors) petugas puskesmas. Hasil analisis data
dan faktor pendorong atau penguat menjelaskan bahwa 27 (77 %) responden yang
(reinforcing faktors) (Kurniawati, 2020). memiliki kesadaran baik, maka perilaku
Diperkuat dengan teori komunikasi yang mencuci tangannya benar, dan 4 (44,4%)
dikembangkan oleh ilmuwan asal Amerika responden yang memiliki kesadaran diri
Serikat bernama Jhon B. Watson (1878 – kurang, mempunyai perilaku mencuci tangan
1958). Para ahli tersebut menjelaskan dalam yang tidak benar. Hasil uji statistik
Teori Behaviorisme yang mencakup semua menunjukkan nilai P value = 0,016. Nilai ini
perilaku, termasuk tindakan balasan atau menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang
respon terhadap suatu rangsangan atau signifikan antara kesadaran diri dengan
stimulus. Dijelaskan bahwa selalu ada kaitan perilaku mencuci tangan pakai sabun pada
242
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 2 No. 2 (2020): 235-246
petugas puskesmas. Dari hasil analisis membentuk pola-pola perilaku baru. Selain
diperoleh pula nilai OR = 11,600, artinya itu, hubungan stimulus dan respons
kesadaran diri yang kurang mempunyai resiko merupakan suatu mekanisme proses belajar
sebelas kali terhadap perilaku mencuci tangan dari lingkungan. Proses belajar ini
yang tidak benar. mempengaruhi perilaku seseorang.
Perilaku merupakan hasil dari segala Dipertegas dengan adanya ganjaran (reward)
macam pengalaman serta interaksi manusia yang akan memberikan penguatan kepada
dengan lingkungannya yang terwujud dalam respons atau tetap untuk mempertahankan
bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. respons. Lalu adanya hukuman (punishment)
Perilaku juga merupakan respon/reaksi yang akan melemahkan respons atau
seorang individu terhadap stimulus yang mengalihkan respons ke bentuk respons yang
berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. lain. Perubahan perilaku akibat perubahan dari
Berdasarkan dari teori Bloom, seorang ahli ganjaran atau hukuman juga sering dijumpai
perilaku menjelaskan bahwa perilaku dibagi di sekitar kita.
menjadi tiga yaitu pengetahuan (knowledge), Lebih khusus perilaku kesehatan dapat
sikap (attitude), dan praktik (practice) ditunjukkan dalam symbol-simbol atau atribut
(Notoatmodjo, 2010). - atribut seperti kepercayaan, ekspektasi,
Sementara Judge dan Bono (2001), motif-motif, nilai-nilai, persepsi elemen
menyebutkan teori perubahan perilaku kognitif lainnya, karakteristik kepribadian,
sebagai self efficacy yang menekankan adanya termasuk mood dan status emosi dan sifat-
contoh dari seseorang sehingga perilaku sifat serta pola perilaku yang jelas, tindakan
seseorang dicontoh oleh orang lain atau oleh dan kebiasaan yang berhubungan dengan
masyarakat sekitar sehingga menjadi budaya pemeliharaan kesehatan, restorasi dan
masyarakat. Teori perubahan perilaku ini peningkatan kesehatan. Perilaku kesehatan
sering digunakan dalam melakukan telaah adalah suatu respon (organisme) terhadap
perubahan perilaku masyarakat dan dalam stimulus atau obyek yang berkaitan dengan
perubahan perilaku masyarakat, khususnya sakit dan penyakit, sistem pelayanan
dalam bidang kesehatan dengan kesehatan, makanan dan minuman, serta
memanfaatkan tokoh masyarakat di suatu lingkungan. Dari batasan ini, dapat dijelaskan
lingkungan yang dianggap mempunyai peran bahwa perilaku pemeliharaan kesehatan
penting dan bisa menjadi suri tauladan terjadi dari beberapa aspek. Aspek tersebut
khususnya dibidang kesehatan (Ismail, 2020). meliputi aspek perilaku pencegahan penyakit,
Sebagai respon atau reaksi seseorang penyembuhan penyakit bila sakit, dan
terhadap rangsangan dari luar (stimulus), pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh
perilaku dapat dikelompokkan menjadi dua, dari sakit. Selanjutnya adalah perilaku
yaitu perilaku tertutup (covert behaviour) dan peningkatan kesehatan, apabila seseorang
perilaku terbuka (overt behaviour). Perilaku dalam keadaan sehat. Dan terakhir adalah
tertutup adalah perilaku yang terjadi bila perilaku gizi (makanan) dan minuman
respons terhadap suatu stimulus belum bisa (Mustikawati, 2016).
diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas. Sebagian dari kita sangat paham, bahwa
Respon yang diberikan oleh seseorang masih keberhasilan mencapai target pelaksanaan
terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, suatu program kesehatan banyak dipengaruhi
persepsi, dan sikap terhadap stimulus yang dan ditentukan oleh faktor perilaku. Kita dapat
bersangkutan. Sementara perilaku terbuka mengambil contoh diantaranya, program
(overt behaviour), apabila muncul respons peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
dalam bentuk tindakan yang dapat diamati (PHBS). Beberapa program terkait lainnya
dari luar (orang lain) atau “observabel seperti peningkatan akses jamban masyarakat,
behavior” sehingga tampak sebagai praktek peningkatan peran serta masyarakat pada
(practice) yang tampak . gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
Perilaku dapat terjadi karena suatu sebab (PSN), dan lain sebagainya, menempatkan
atau muncul sebagai akibat dari beberapa hal, faktor perilaku masyarakat sebagai hambatan
diantaranya karena adanya hubungan timbal utama dalam mencapai target. Diantara alasan
balik antara stimulus dan respons yang lebih pembenar yang sering diungkapkan (atas
dikenal dengan rangsangan tanggapan. kegagalan mencapai tujuan), bahwa merubah
Hubungan stimulus dan respons ini akan perilaku seseorang memang sulit, diperlukan
243
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 2 No. 2 (2020): 235-246
waktu panjang (bahkan beberapa generasi benar, dan 9 (56,25%) bila lingkungan
untuk melakukannya (Adhani, 2020). sekitarnya tidak mendukung, maka perilaku
Menurut Becker, (1979) perilaku tidak berkerumun menjadi dilakukan. Hasil uji
kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu statistik diperoleh nilai P value = 0,011,
perilaku hidup sehat (healthy life style), sehingga diketahui bahwa terdapat pengaruh
perilaku sakit (illness behavior), dan Perilaku yang signifikan antara lingkungan dengan
peran sakit (the sick role behavior). Perilaku perilaku berkerumun pada petugas
hidup sehat adalah perilaku yang berhubungan puskesmas. Dari hasil analisis diperoleh pula
dengan usaha-usaha untuk meningkatkan nilai OR = 16,100, artinya lingkungan yang
kesehatan dengan gaya hidup sehat (makan kurang mendukung mempunyai resiko enam
menu seimbang, olahraga yang teratur, tidak belas kali terhadap perilaku berkerumun.
merokok, istirahat cukup, menjaga perilaku Hasil penelitian ini sejalan dengan teori
yang positif bagi kesehatan). Sementara Green yang menyatakan bahwa faktor-faktor
perilaku sakit (illness behavior), merupakan pemungkin (enabling faktors) sangat
perilaku yang terbentuk karena adanya respon mempengaruhi perubahan perilaku. Factor
terhadap suatu penyakit, yang dapat muncul pemungkin disini adalah faktor yang
karena pengetahuan tentang penyakit dan berhubungan dengan sarana dan prasarana
upaya pengobatannya. Sedangkan perilaku untuk terjadinya suatu perilaku, diantaranya
peran sakit (the sick role behavior) adalah lingkungan fisik, prasarana dan sarana serta
perilaku seseorang ketika sakit. Perilaku ini sumber daya dan ketersediaan fasilitas
mencakup upaya untuk menyembuhkan pelayanan kesehatan setempat (Notoatmodjo,
penyakitnya (Azwar, 2010). 2010). Penelitian sebelumnya juga
Menerapkan protokol kesehatan sebagai menyebutkan bahwa faktor lingkungan
adaptasi kebiasaan baru yang benar-benar memiliki kekuatan besar dalam menentukan
merupakan kebiasaan baru akibat COVID-19 perilaku, bahkan kekuatannya lebih besar dari
adalah menjaga jarak atau menghindari karakteristik individu (Azwar, 2010).
berkerumun. Berikut adalah analisis faktor Penelitian lain yang juga menyebutkan
yang mempengaruhi adaptasi kebiasaan baru pengaruh lingkungan terhadap perubahan
perilaku berkerumun di Puskesmas Cileungsi sikap perilaku menerangkan bahwa sikap
lingkungan sangat mungkin dipengaruhi oleh
Tabel 4. Analisis faktor yang mempengaruhi perilaku beribadah sebagian orang dalam
adaptasi kebiasaan baru perilaku berkerumun beragama saat ini. Kondisi pandemi
menyebabkan masyarakat sangat tertekan,
pun terhadap kegiatan ibadah yang biasa
lingk Jaga jarak/ Total OR P mereka lakukan. Ketika daerah sudah
ungan tidak berkerumun 95% value
diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala
dilakuk Tidak CI
an dilakuka
Besar (PSBB), kegiatan berjamaah di masjid
n dibatasi bahkan tidak diperbolehkan. Namun
n % n % N % demikian masih banyak umat Islam dan
mend 17 70 7 29 24 100 16,10 0,011 penganut agama lain di Indonesia yang merasa
ukun ,8 ,1 0 berat untuk meninggalkan kebiasaan mereka
g (1,659 beribadah bersama di masjid, pura, gereja.
–
Tidak 7 43 9 56 16 100 81,10
Hakekat sebagai makhluk sosial dan tuntunan
mend ,7 ,2 2) beribadah secara tidak langsung menyebabkan
ukun 5 5 perubahan perilaku untuk tidak berkerumun
g
menjadi sulit untuk diterapkan.
Total 24 16 40 100 (Darmawan, 2020).
Sumber : Data Primer Tahun 2020
Triangulasi
Tabel 4. mendeskripsikan hasil analisis
hubungan antara faktor lingkungan terhadap Hasil wawancara kepada beberapa profesi
perilaku berkerumun pada petugas tenaga kesehatan di puskesmas menyatakan
puskesmas. Diperoleh data bahwa 17 (70,8%) bahwa para petugas sudah sangat lelah dengan
responden berpendapat bila lingkungan situasi pandemic yang belum menampakkan
mendukung, maka perilaku berkerumun tanda-tanda akan berakhir.
244
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 2 No. 2 (2020): 235-246
A (Pengelola Program Penyakit Menular), belas kali terhadap perilaku memakai masker.
menyatakan “Sejak awal pandemi, seluruh Kesadaran diri yang kurang, mempunyai
tenaga kesehatan sudah melaksanakan praktik resiko sebelas kali terhadap perilaku mencuci
memakai masker, CTPS, namun untuk tangan pakai sabun dan lingkungan yang
menghindari berkerumun sangat sulit kurang mendukung, mempunyai resiko enam
diterapkan”. D (Dokter Umum), dengan hati- belas kali terhadap perilaku tidak berkerumun
hati menyampaikan bahwa masyarakat atau menjaga jarak. Artinya yang berpengaruh
sebetulnya sudah menerima banyak informasi terhadap implementasi protokol kesehatan
dari media sosial dan penyuluhan - dalam berperilaku adaptasi kebiasaan baru
penyuluhan yang dilakukan oleh puskesmas, memakai masker, mencuci tangan pakai sabun
namun pada praktiknnya mereka masih sangat dan air mengalir adalah kesadaran diri dan
sulit untuk tidak berkerumun, selama tidak terhadap perilaku berkerumun atau menjaga
diterapkan punishmen bagi yang melanggar”. jarak dipengaruhi oleh faktor lingkungan .
M (Dokter gigi), juga menjelaskan bahwa Saran disampaikan guna percepatan
“Sampai sekarang kami belum membuka perubahan perilaku implementasi protokol
pelayanan karena kurangnya dukungan sarana kesehatan adaptasi kebiasaan baru. Kesadaran
ruang tunggu yang dapat mendukung upaya diri merupakan faktor penting dalam perilaku
menjaga jarak atau menghindari memakai masker dan mencuci tangan. Maka
berkerumun”. Disisi lain N (Bidan) harus dilakukan upaya-upaya untuk
menyampaikan bahwa selama sarana masker meningkatkan dan menjaga kesadaran itu
tersedia, tempat cuci tangan ada dan tetap ada. Upaya tersebut bisa dengan
lingkungan disetting untuk menerapkan jaga memanfaatkan media informasi yang sudah
jarak, maka masyarakat mau mengikuti tersedia, melakukan audit internal tingkat
anjuran yang disampaikan oleh puskesmas”. kepatuhan memakai masker dan mencuci
Dipertegas dengan pernyataan T (Perawat), tangan secara berkala dan memberikan
bahwa “Masyarakat sekarang sangat paham apresiasi kepada pertugas dengan tingkat
tentang perjalanan COVID-19, mereka sadar kepatuhan terbaik.
betul pentingnya mengikuti anjuran Terhadap dukungan lingkungan yang
puskesmas, kader atau tokoh masyarakat dan berpengaruh pada perilaku berkerumun, maka
tokoh agama dalam menerapkan protokol penting untuk melakukan pendekatan kepada
kesehatan adaptasi kebiasaan baru, sepanjang pemangku kebijakan lintas sektor untuk
lingkungan sekitar mendukung”. menerbitkan kebijakan yang mendukung
percepatan perubahan perilaku adaptasi
kebiasaan baru dan kebijakan pemenuhan
SIMPULAN DAN SARAN prasarana sarana dan sumber daya serta
ketersediaan fasilitas pada pelayanan
Gambaran implementasi protokol kesehatan.
kesehatan adaptasi kebiasan baru di
Puskesmas Cileungsi menunjukkan bahwa
UCAPAN TERIMA KASIH
seluruh responden sudah menerapkan
protokol kesehatan adaptasi kebiasaan baru Ucapan terimakasih disampaikan
yaitu memakai masker, mencuci tangan kepada Kepala Balai Pelatihan Kesehatan
dengan sabun dan air mengalir dan dalam Cikarang yang sudah memberikan motivasi
menjaga jarak atau menghindari kerumunan. dan dukungan untuk tersusunnya karya tulis
Gambaran perilaku memakai masker, ini dan seluruh pihak yang telah memberikan
mencuci tangan dan menghindari kerumunan kontribusi dalam penelitian dan ruang
petugas puskesmas Cileungsi dikatakan baik, publikasi jurnal.
dimana lebih dari setengah sampel, masuk
kategori melakukan. Terdapat pengaruh
antara kesadaran diri dengan perilaku DAFTAR PUSTAKA
memakai masker dan mencuci tangan
Sementara perilaku berkerumun lebih Adhani, L. (2020). Sosialisasi Media Sosial
dipengaruhi oleh dukungan lingkungan. dan Pembuatan Hand sanitizer, Hand
Adapun terhadap resiko, maka kesadaran soap Dalam Rangka Ikut serta
diri yang kurang, mempunyai resiko empat Menanggulangi COVID-19. Jurnal
245
MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur Vol. 2 No. 2 (2020): 235-246
246