Anda di halaman 1dari 80

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak penyebaran pertama Corona Virus Disease 2019 (Selanjutnya

disebut COVID-19) yang terjadi di Wuhan pada akhir Desember 2019, Covid-19

hingga saat ini telah menginfeksi lebih dari 977 ribu orang di seluruh dunia

dengan jumlah negara yang telah terpapar sebanyak 213 negara dan telah

menginfeksi 31.914.770 orang serta 977.109 meningal dunia.1 Keadaan ini

mendorong setiap Negara melakukan penghentian aktifitas kegiatan, dilakukan

selama 14 hari dan dapat diperpanjang sesuai kebijakan masing-masing Negara.

Banyak pekerja yang akhirnya dirumahkan, di PHK dan pada akhirnya

dipulangkan ke Negara nya masing-masing bagi tenaga kerja asing. Hal ini pula

yang menimpa para pekerja migran Indonesia (Selanjutnya disebut PMI) yang

bekerja di luar negeri. Daerah yang paling banyak menempatkan PMI adalah Jawa

Timur.

Sama halnya dengan kondisi di Indonesia yang saat ini hampir di semua

daerah menerapkan PSBB (Pembatasan berskala besar). Negara Malaysia dan

Negara-negara lain tempat bekerjanya para PMI juga mengalami lockdown.

Penerapan lockdown di Negara-negara tersebut menjadikan PMI dipulangkan di

Indonesia. Keadaan yang darurat tersebut menjadikan kepulangan PMI juga

menyisakan permasalahan di Negara tujuan. Belum lagi ada banyak PMI yang

tidak dapat pulang seperti PMI yang masuk ke Negara Malaysia secara non
1
Google Berita, Update corona 24 Sept: Seluruh dunia,
https://news.google.com/covid19/map?hl=id&mid=%2Fm%2F02j71&gl=ID&ceid=ID%3Aid,
Diakses pada hari Kamis, 24 September 2020, Pukul 20.40 WIB.

1
2

prosedural, mereka ini lebih memilih bertahan di Malaysia. Pandemi COVID-19

juga mengakibatkan sebagian besar Pengusaha dipaksa untuk menghentikan atau

mengurangi kegiatan usahanya. Ini berarti akan terjadi Pemutusan Hubungan

Kerja atau pengurangan para pekerjanya. Hal ini juga memaksa pekerja untuk

Work From Home (WFH) atau tidak bekerja sama sekali. Ini berarti berkurangnya

atau terhentinya sumber nafkah pekerja atau buruh dan keluarganya. Akibat

Pandemi COVID-19, bagi Pemerintah Pemutusan Hubungan Kerja (Selanjutnya

disebut PHK) adalah bertambahnya jumlah pengangguran yang dapat

menimbulkan keresahan sosial.2

Selain persoalan di Negara tujuan PMI, persoalan yang terjadi di Indonesia

khususnya daerah-daerah yang menerima warganya yang kehilangan pekerjaan

menjadikan jumlah pengangguran bertambah. Data Kementerian

Ketenagakerjaan, pada bulan Mei sudat 1,7 juta orang yang di PHK, diperkirakan

umbas dari pandemic ini akan terdapat 3 juta orang yang di PHK 3, Ini belum

ditambahkan dengan PMI yang dipulangkan. Terdapat beberapa kebijakan yang

diambil dibidang ketenagakerjaan yaitu padat karya produktif dan padat karya

infrastruktur. Karenanya perlu didorong kebijakan di daerah yang mampu

memberikan keberlanjutan dalam menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan di

tengah pandemic. tenaga kerja yang di PHK di dalam negeri dengan PMI yang ter

PHK dari luar negeri, tentunya memerlukan perlakuan yang berbeda untuk itu

diperlukan kebijakan yang sesuai kebutuhan para pekerja. Adanya kebijakan


2
Aloysius Uwiyono, Seminar Nasional Online “Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak
Akibat Pandemi COVID 19”, KEPRI LAWYERS CLUB INDONESIA, Jakata, 5 Mei 2020.
3
Ini Bantuan dari Pemerintah Bagi Tenaga Kerja yang Kena PHK di Indonesia,
https://manado.tribunnews.com/2020/05/10/ini-bantuan-pemerintah-bagi-tenaga-kerja-yang-kena-
phk-di-indonesia?page=2 , Diakses pada hari Kamis, tanggal 24 September 2020, pikil 20.58 WIB.
3

daerah berbasis pada kebutuhan perlu menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan

ketenagakerjaan di saat pendemi.

Pasal 27 ayat 2 UUD 1945, mengatur hak warga negara atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak. Namun karena lapangan pekerjaan yang tersedia di

dalam negeri tidak mencukupi semua permintaan kerja masyarakat maka sebagian

memilih kerja diluar negeri, untuk itu Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017

tentang Perlindungan PMI pada pasal 7 memberikan perlindungan terhadap para

pekerja migran mulai dari sebelum bekerja, perlindungan selama bekerja, dan

perlindungan setelah bekerja. Dalam konteks ini Negara memiliki kewajiban

untuk menyediakan pekerjaan bagi warga negaranya, sedangkan terkait PMI maka

Negara pun juga bertanggung jawab memberikan perlindungan saat PMI bekerja

diluar negeri. Saat pandemi ini terdapat SK Menteri Ketenagakerjaan yang

menghentikan penempatan PMI. Perlindungan terhadap PMI juga menjadi

kewajiban bagi pemerintah daerah selama proses pra, saat dan purna penempatan.

Kewenangan bagi daerah dalam merespon kepulangan para PMI di saat pandemic

ini diharapkan sebagai upaya memberikan perlindungan bagi PMI purna.

Madura sebagai daerah yang mobilitas masyarakatnya banyak bekerja ke

luar daerah, termasuk bekerja ke luar negeri sebagai pekerja migran. Tujuan

utama PMI Madura adalah Malaysia dan Arab Saudi. Dalam konteks Madura

tentunya diperlukan kebijakan daerah bidang ketenagakerjaan yang bertitik tekan

pada konteks berbasis kebutuhan, yaitu kebutuhan tenaga kerja Madura yang

memiliki pembeda dengan daerah lain. Selain itu diperlukan pula kajian kebijakan

ketenagakerjaan Negara Malaysia terkait pekerja migran (pekerja asing) di saat


4

pandemi serta adanya kebijakan pemerintah daerah dan pusat dalam menangani

kasus-kasus ketenagakerjaan untuk memenuhi hak PMI yang belum diberikan dan

para PMI yang tertahan di Malaysia. Oleh karena itu, diperlukan perangkat hukum

yang memadai untuk memberikan landasan yang kuat bagi Pemerintah dan

lembaga-lembaga terkait untuk pengambilan kebijakan dan langkah-langkah

dimaksud. Sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUUVII/2009,

kondisi tersebut di atas telah memenuhi parameter sebagai kegentingan yang

memaksa dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang antara lain4:

a) karena adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum

secara cepat berdasarkan Undang-Undang;

b) Undang-Undang yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan

hukum atau tidak memadainya Undang-Undang yang saat ini ada; dan

c) kondisi kekosongan hukum yang tidak dapat diatasi dengan cara membuat

Undang-Undang secara prosedur biasa yang memerlukan waktu yang cukup lama

sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Krisis akibat wabah COVID-19 untuk menghadapi dan menanggulangi

maka pada tanggal 31 Maret 2020, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) No. 1 Tahun 2020

dengan judul yang cukup Panjang, yaitu tentang “Kebijakan Keuangan Negara

dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus

4
Jimly Asshiddiqie, Seminar Nasional Online “PROBLEMATIKA PERPU COVID-19”
5

Desease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang

Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan”. 5

Jika diperhatikan dengan baik, PERPU dapat dipandang sebagai satu contoh

penerapan “omnibus law” di Indonesia, bahkan mendahului pembahasan pelbagai

rancangan UU yang memang diniatkan oleh Pemerintah sebagai “omnibus law”

yang pertama dalam sejarah penerapan ide ini dalam praktik. Namun, PEPRU

Nomor 1 Tahun 2020 belum mengakomodir sepenuhnya terkait dengan dunia

ketenagakerjaan. Urusan terkait dengan tenaga kerja sepenuhnya ada di tangan

perusahaan dan riskan untuk menimbulkan kesewenang-wenangan perusahaan.

Hal inilah yang menimbulkan ketertarikan untuk meneliti terkait dengan

kebijakan pada masa pandemi karena ingin melihat bagaimana memahami dan

menganalisis tata cara pelaksanaan kebijakan terhadap PMI, yang dalam

pelaksanaannya sangat penting diperhatikan agar PMI memperoleh kebijakan

daerah diperlukan strategi agar tujuan tersebut tercapai untuk mendorong

penyempurnaan model kebijakan Artinya, terdapat kekosongan hukum dalam

kebijakan pemerintah pada masa baru di saat pandemi ini. Hal inilah yang

kemudian akan dijadikan objek penelitian dengan judul : “PENGARUH

KEBIJAKAN PADA MASA PANDEMI TERHADAP PEKERJA MIGRAN

INDONESIA”

5
LNRI Tahun 2020 Nomor 87, TLNRI Nomor 6485.
6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang

ditemukan adalah sebagai berikut :

1. Apakah kebijakan ketenagakerjaan pada masa pandemi telah dapat

menyelesaikan persoalan PMI yang dipulangkan?

2. Bagaimana bentuk kebijakan daerah berbasis kebutuhan yang dapat menjadi

solusi permasalahan PMI?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian disusun berdasarkan rumusan masalah adalah

sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh model kebijakan daerah yang mampu memberikan jaminan

kebutuhan PMI Madura

2. Untuk memperoleh kajian kebijakan ketenagakerjaan bagi PMI di tengah

pandemi serta pelaksanaan nya di setiap Kabupaten yang responsive dalam

pemenuhan hak PMI.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini secara garis besar diharapkan dapat memberikan kegunaan baik

secara teoritis maupun praktis :

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu :

a. Memberikan kontribusi dan pengembangan wacana dalam materi Hukum

Kebijakan Daerah.

b. Memberikan kontribusi dan pengembangan wacana khususnya tentang

kejelasan pengaruh kebijakan pada masa pandemi terhadap PMI.


7

2. Secara praktis diharapkan penelitian ini mampu :

a. Memberikan masukan kepada pihak Pemerintah khususnya Dinas Tenaga Kerja

dan Transmigrasi (DISNAKER), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

tentang kebijakan pada masa pandemi terhadap PMI.

b. Memberikan motivasi bagi peneliti selanjutnya untuk mengupas lebih dalam

kebijakan pada masa pandemi terhadap PMI.

1.5 Keaslian

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu


No Nama/Judul Penelitian Rumusan Permasalahan
1. COVID-19 dalam Perspektif 1. Bagaimana dampak dari Covid-19
One Health Approach dan terhadap seluruh masyarakat Indonesia?
Law Enforcement Oleh Ega 2. Bagaimana perlu dilakukannya One
Ramadayanti, mahasiswa Health Approach dan Law Enforcement?
Univesitas Padjajaran pada
tahun 2020.6
2. Perlindungan Hukum 1. Bagaimana Perlindungan Hukum
Terhadap Keselamatan Kerja Terhadap Keselamatan Kerja Bagi
Bagi Tenaga Kesehatan Tenaga Kesehatan Akibat Pandemi
Akibat Pandemi Covid-19 Covid-19?
Oleh Yosia Hetharie 2. bagaimana proses atau tahapan
mahasiswa Universitas Terhadap Keselamatan Kerja Bagi
Pattimura.7 Tenaga Kesehatan Akibat Pandemi
Covid-19 yang baik?
3. Implementasi Kebijakan 1. Bagaimana implementasi kebijakan
Pemerintah Daerah pengentasan kemiskinan masyarakat oleh
Kabupaten Bekasi Dalam Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi
Pengentasan Kemiskinan dijalankan?
Masyarakat Oleh Romauly 2. Apa faktor kendala dan pendukung
ferbiana silitonga, mahasiswa dalam implementasi kebijakan
Universitas Negeri Semarang pengentasan kemiskinan oleh Pemerintah
pada tahun 2017.8 Daerah Kabupaten Bekasi?

6
Ega Ramadayanti, COVID-19 dalam Perspektif One Health Approach dan Law
Enforcement , diakses dari https://fh.unpad.ac.id/covid-19-dalam-perspektif-one-health-
approach-dan-law-enforcement/ pada tanggal 25 September 2020 pukul 15.35 WIB.
7
Yosia Hetharie, Perlindungan Hukum Terhadap Keselamatan Kerja Bagi Tenaga
Kesehatan Akibat Pandemi Covid-19, diakses dari
https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/sasi/article/view/307 pada tanggal 25 September 2020 pukul
15.40 WIB.
8

Berdasarkan tabel penelitian di atas, penelitian pertama dengan penelitian

ini memiliki persamaan yakni sama-sama membahas dampak pandemi Covid-19.

Perbedaannya adalah penelitian pertama lebih menekankan pada perspektif One

Health Approach dan Law Enforcement sementara penelitian ini lebih

menekankan pada kebijakan daerah.

Penelitian yang kedua dengan penelitian ini memiliki persamaan yakni

sama-sama membahas kebijakan tenaga kerja. Namun, perbedaannya penelitian

kedua lebih menekankan pada Perlindungan Hukum Terhadap Keselamatan Kerja

Bagi Tenaga Kesehatan Akibat Pandemi Covid-19 sementara penelitian ini lebih

menekankan pada kebijakan PMI di setiap Kabupaten.

Penelitian yang ketiga dengan penelitian ini sama-sama membahas

kebijakan pemerintah daerah. Namun perbedaannya adalah penelitian ketiga yang

menekan pada Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi

Dalam Pengentasan Kemiskinan Masyarakat sementara penelitian ini lebih

menekankan pada pengaruh kebijakan pemerintah masa pandemi terhadap PMI.

1.6 Metode Penelitian

Setiap penelitian penting adanya metode penelitian. Metode ini digunakan

untuk menganalisis permasalahan yang ingin diangkat. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian yang akan diuraikan lebih lanjut:

1.6.1 Jenis Penelitian

8
Romauly ferbiana silitonga, Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten
Bekasi Dalam Pengentasan Kemiskinan Masyarakat, diakses dari
https://lib.unnes.ac.id/31906/1/3312413045.pdf pada tanggal 25 September 2020 pukul 15.48
WIB.
9

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian

hukum normatif adalah penelitian yang mempunyai objek kajian tentang susunan

norma (kaidah atau aturan) hukum terkait peristiwa hukum dengan memberikan

argumentasi hukum.9 Dengan demikian, objek kajian dalam penelitian ini

dimaksudkan untuk memberikan argumentasi hukum mengenai kebenaran

peristiwa hukum yaitu tentang adanya kebijakan pada masa pandemic terhadap

PMI yang dipulangkan.

1.6.2 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach). Pendekatan perundang-undangan

(statute approach) merupakan pendekatan yang fokus mengkaji berbagai aturan

hukum yang berhubungan dengan tema yang diteliti. 10 Oleh sebab itu, fokus

penelitian ini dalam mengkaji peraturan perundang-undangan di bidang kebijakan

pemerintah daerah dan norma-norma dalam Hukum terkait isu hukum yang diteliti

yaitu pengaruh kebijakan pada masa pandemic terhadap Pekerja Migran

Indonesia.

1.6.3 Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Bahan Hukum Primer

“Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mempunyai otoritatif,

artinya mempunyai otoritas yang merupakan hasil dari tindakan atau kegiatan

9
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 36.
10
Jhonny Ibrahim, Teori Dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Malang, Bayumedia
Publishing, 2007, hlm. 302.
10

yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu.”11 Adapun bahan hukum

primer dalam penelitian ini terdiri atas bahan hukum yang berasal dari peraturan

perundang-undangan dan bahan hukum yang bersumber dari Undang-Undang

yang diuraikan sebagai berikut :

Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan

a. Ketentuan mengenai definisi, hak untuk mendapatkan pekerjaan dalam

Undang-Undang Negara Republik Indonesia.

b. Ketentuan mengenai perlindungan pada pekerja migran Indonesia dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

c. Ketentuan mengenai perlindungan pada tenaga kerja Indonesia yang berada di

luar negeri dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

2003 Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri.

d. Ketentuan mengenai jaminan sosial pekerja migran Indonesia dalam

Peraturan Menteri Nomor 18 Tahun 2018 tentang jaminan sosial Pekerja

Migran Indonesia.

e. Ketentuan mengenai kegiatan pelayanan kepulangan PMI dalam Peraturan

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

Republik Indonesia Nomor 03 tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Pelayanan

Kepulangan Pekerja Migran Indonesia Bermasalah Sampai ke Daerah Asal.

B. Bahan Hukum Sekunder

11
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2015, hlm. 157.
11

“Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer, yang dapat berupa rancangan perundang-

undangan, hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar (koran),

pamflet, brosur dan berita internet.” 12 Bahan hukum sekunder yang dipakai dari

penelitian ini seperti hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, dan berita

internet yang berkaitan dengan pengaruh kebijakan pada masa pandemi terhadap

pekerja migran Indonesia.

1.6.4 Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukum merupakan kegiatan penelitian berupa pengolahan

serta telaah isu hukum terhadap bahan-bahan hukum yang telah diperoleh untuk

menjawab isu hukum yang telah dirumuskan.13 Isu hukum dalam penelitian ini

terkait pengaruh kebijakan pada masa pandemi terhadap pekerja migran

Indonesia. “Metode analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode preskriptif di mana analisis ini memberikan argumentasi atas hasil

penelitian yang telah dilakukan untuk memberikan penilaian benar atau salah atau

apa yang seyogianya dalam hukum terhadap suatu fakta atau peristiwa hukum dari

hasil penelitian.”14

Analisis preskriptif dalam penelitian ini dilakukan dengan menyajikan

argumentasi untuk memberikan penilaian menurut kebiajakan pemerintah daerah

terhadap pengaturan dalam perlindungan pada pekerja migran Indonesia dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan

Pekerja Migran Indonesia


12
Ibid, hlm. 158
13
Ibid, hlm. 183
14
Ibid, hlm. 184
12

BAB II
13

DASAR HUKUM KEBIJAKAN PEMERINTAH BAGI PEKERJA


MIGRAN INDONESIA PADA MASA PANDEMI

2.1 Terminologi Pekerja Migran Indonesia

Pekerja Migran Indonesia dalam istilah Kamus Besar berarti orang yang

berpindah ke daerah lain, baik dalam maupun luar negeri untuk bekerja dalam

jangka waktu tertentu. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia tidak disebutkan istilah TKI namun

disebut sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI). Istilah TKI muncul dalam

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia di Luar negeri. Istilah TKI lebih sempit artinya daripada

istilah Pekerja Migran Indonesia (PMI). Pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga

Kerja Indonesia di Luar negeri disebutkan bahwa Tenaga Kerja Indonesia (yang

selanjutnya disebut sebagai TKI) adalah setiap warga negara Indonesia yang

memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka

waktu tertentu dengan menerima upah.

Dalam pengertian pasal tersebut, yang disebut TKI hanyalah yang masih

bekerja atau selama bekerja. Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia disebutkan bahwa

Pekerja Migran Indonesia adalah setiap warga negara Indonesia yang akan,

sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah

Republik Indonesia. Pengertian ini lebih luas karena mencakup 3 status pekerja

13
14

migran Indonesia sekaligus yaitu sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah

bekerja.

Paradigma pengiriman tenaga kerja atau buruh migran menjadi latar

belakang yang dapat menarik pengertian buruh migran itu sendiri. Seperti yang

telah dirumuskan dalam Konvensi PBB No. 86 Tahun 1990 tentang Perlindungan

Terhadap Pekerja Migran dan Keluarganya. Menurut pengertian tersebut, pekerja

migran merupakan orang yang dilibatkan dalam urusan remunarasi di negara lain.

Remunerasi adalah pemberian balas jasa atau upah atas apa yang telah ia

kerjakan.15 Remunerasi yang dimaksud disini adalah gaji yang didapatkan oleh

pekerja migran Indonesia selama bekerja di luar negeri. 16 Phillipus menguraikan

pengertian pekerja migran Indonesia adalah buruh yang berkewarganegaraan

Indonesia baik sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja yang

melibatkan dirinya dalam sistem pungupahan di negara penempatan baik yang

berangkat lewat badan penyelenggaraan maupun tidak, baik yang memiliki

dokumen lengkap maupun tidak.17

Dari beberapa pengertian yang disampaikan diatas ditarik kesimpulan

bahwa pekerja migran Indonesia adalah buruh yang bekerja di luar negeri baik

yang tidak memiliki keterampilan atau memilki keterampilan dengan kontrak

15
Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional
(Jakarta, 2008), 1194.
16
Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,
hlm. 806.
17
Devi Rahayu. Hukum Ketenagakerjaan, Teori dan Studi Kasus. (Yogyakarta: New
Elmatera. 2011), 153.
15

kerja berjangka. Pada tahun 2017 melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017

tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, pemerintah telah mengganti

istilah TKI sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Secara umum hak dan kewajiban pekerja migran Indonesia diatur dalam

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pekerja Migran Indonesia. Setiap

calon pekerja migran Indonesia memilki hak dan kesempatan yang sama dalam:

a. memilih dan memperoleh pekerjaan di luar negeri sesuai dengan

kompetensi yang dimiliki, sebelum penempatan, calon pekerja migran

Indonesia berhak mendapatkan akses peningkatan kapasitas diri melalui

pendidikan dan pelatihan dalam penampungan,

b. memperoleh informasi yang benar tentang pasar kerja, prosedur

penempatan, dan kehidupan kerja di luar negeri,

c. memperoleh pelayanan yang baik sebelum, selama, dan setelah bekerja,

menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya,

d. menerima upah sesuai dengan perjanjian dan standar upah di negara

penempatan,

e. mendapatkan perlindungan dan bantuan hukum,

f. memperoleh penjelasan tentang hak dan kewajiban yang sudah disepakati

dalam kontrak,

g. memperoleh ijin berkomunikasi,

h. menguasai dokumen perjalanan selama bekerja,

i. mendapatkan ijin untuk berserikat dan berkumpul,

j. memperoleh perlindungan saat kepulangan ke daerah asal, dan


16

k. memperoleh dokumen perjanjian kerja.

Kewajiban pekerja migran Indonesia adalah sebagai berikut:

a. taat terhadap peraturan perundang-undangan baik di dalam negeri maupun

di negara penempatan menghormati adat istiadat di negara penempatan,

b. melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kontrak kerja yang telah

disepakati,

c. melaporkan kedatangan, keberadaan, dan kepulangannya kepada

Perwakilan Republik Indonesia di negara penempatan.

Praktek pengiriman pekerja migran dari Indonesia ke luar negeri sudah

berlangsung sejak jaman penjajahan Belanda pada tahun 1890-an. Dahulu

Belanda mengirimkan Buruh dari Indonesia ke Suriname, Amerika Selatan untuk

bekerja pada perkebunan mereka.18 Pengiriman PMI ke Suriname dilakukan

secara reguler, pada permulaan tahun 1890, Belanda mengirimkan 94 pekerja

migran Indonesia dan pengiriman ini berakhir pada tahun 1939 dimana total

pekerja migran Indonesia yang telah dikirimkan ada 32.986 orang.19

Indonesia merupakan negara penyumbang pekerja migran Indonesia

paling besar di kawasan Asia, baik karena jumlah tenaga kerja yang melimpah,

pendidikan rendah maupun karena sikap yang penurut terhadap orang lain. 20

18
Agusmidah. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Dinamika dan Kajian Teori. (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010), hlm 85.
19
BNP2TKI, “Sejarah TKI”, http://www.bnp2tki.go.id/profil-sejarah, diakses tanggal 22
Oktober 2020 pukul 10.12
20
Devi Rahayu. Hukum Ketenagakerjaan, Teori dan Studi Kasus. (Yogyakarta: New
Elmatera. 2011), 149.
17

Jumlah pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri didominasi oleh para

wanita yang biasanya disebut sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW).21

2.1.1 Sejarah Pekerja Migran Indonesia

Mulai tahun 1945, setelah Indonesia merdeka, pekerja migran Indonesia

atas kemauannya sendiri menyebar ke Malaysia dan Arab Saudi. Secara

geografis, Malaysia merupakan negara yang dekat dengan Indonesia sehingga

memudahkan pekerja migran Indonesia dalam perjalanannya ke tempat bekerja

sedangkan Arab saudi dipilih karena ada kedekatan religius dengan bangsa

Indonesia yang mayoritasnya adalah beragama Islam.22

Masa perjuangan dan masa kemerdekaan waktu itu menghentikan aktifitas

pengiriman pekerja migran Indonesia ke luar negeri. Mobilitas pengiriman

pekerja migran Indonesia baru dimulai pada tahun 60-an diawali dengan

kurangnya tenaga kerja di “perusahaan kayu” di Sumatra dan Kalimantan yang

akhirnya melatarbelakangi pengiriman pekerja migran Indonesia ke Malaysia,

Brunei Darussalam dan Singapura.23

Melihat manfaat yang ditimbulkan atas pengiriman pekerja migran

Indonesia ke luar negeri, akhirnya pemerintah mengeluarkan regulasi yang

ditetapkan pada tahun 1980-an. Kebijakan ini berisi tentang penempatan dan

21
Database Dinas Tenaga Kerja Kota Malang,“DataKetenagakerjaan”,
https://disnaker.malangkota.go.id/database/data-pengangguran/, diakses anggal 22 Oktober 2020
pukul 10.40
22
Fimela, “Sejarah Awal Tenaga Kerja Indonesia” ,https://www.fimela.com/li festyle-
relationship/read/3725017/sejarah-awal-tenaga-kerja-indonesia, diakses tanggal 22 Oktober 2020
pukul 10.56
23
Ibid, 150.
18

perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri. Penempatan pekerja migran

Indonesia berdasarkan regulasi yang dikeluarkan Pemerintah baru dilakukan pada

tahun 1969 oleh Departeman Perburuhan. Kemudian pada tahun 1970 lahir PP

No. 4 Tahun 1970 yang mendasari diperkenalkannya program Antar Kerja Antar

Daerah (AKAD) dan Antar Kerja Antar Negara (AKAN). 24 Lahirnya regulasi ini

tidak tentram namun semakin banyak kasus yang dialami oleh para pekerja

migran Indonesia.

Pasca Reformasi, perlindungan dan penempatan pekerja migran Indonesia

di luar negeri diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang

Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Pada

tahun 2017, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 diubah menjadi Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Tujuan perubahan ini adalah untuk memberikan porsi tugas yang seimbang antara

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan juga pihak swasta dalam perlindungan

pekerja migran Indonesia.25

2.1.2 Pengaturan Pekerja Migran Indonesia

Pengaturan yang terdapat pada Pekerja Migran Indonesia diatur dalam :

a. Perundang-Undangan

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945


24
Agusmidah. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Dinamika dan Kajian Teori. Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010, hlm 85.
25
Kepala BP3TKI Bandung, Delta SH.,MM. saat jadi narasumber dalam acara Dialog
Khusus di JTV Bandung, Jawa Barat, Senin (26/8/2020), “Peranan Undang-Undang Baru Terkait
Pelindungan Pekerja Migran Indonesia”, http://bnp2tki.go.id/berita-detail/peranan-undang-
undang- baru-terkait-pelindungan-pekerja-migran-indonesia, diakses tanggal 22 Oktober 2020
pukul 12.10
19

Hak untuk mendapatkan pekerjaan sudah diatur dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Tiap-

tiap warga negera berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan.” Semua warga negara Indonesia berhak memilih pekerjaan yang

diingikannya asalkan tidak bertentangan dengan perundang- undangan. Pasal ini

seharusnya menjadi cermin pemerintah untuk selalu mampu menyediakan

lapangan pekerjaan untuk warga negaranya.26

2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan

Pekerja Migran Indonesia

Secara lebih spesifik, Pekerja Migran Indonesia diatur dalam Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia

atas perubahan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan

Perlindungan Tenega Kerja Indonesia di Luar Negeri serta peraturan dibawahnya.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 22 November 2017. Tujuan

dikeluarkannya peraturan ini adalah untuk memberikan jaminan pemenuhan dan

penegakan hak asasi manusia sebagai pekerja migran Indonesia di luar negeri dan

memberikan jaminan bidang hukum, ekonomi, dan sosial terhadap pekerja migran

Indonesia di luar negeri.27

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan

Pekerja Migran Indonesia mengatur tentang pekerja migran yang bekerja pada
26
Devi Rahayu. Hukum Ketenagakerjaan, Teori dan Studi Kasus, (Yogyakarta: New
Elmatera. 2011), Hal 155
27
Utami Diah Kusumawati, “Perlindungan TKI Rendah, DPR Desak Pemerintah Revisi
UU”,https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160224115013-32-113137/perlindungan-tkirenda
h- dpr-desak-pemerintah-revisi-uu, diakses tanggal 24 Oktober 2020 Pukul 15.45
20

pemberi kerja berbadan hukum, pemberi kerja perseorangan (sebagai pembantu

rumah tangga), awak kapal dan perikanan, hak dan kewajiban pekerja migran

Indonesia, perlindungan pekerja migran Indonesia, layanan terpadu satu

atap, pembiayaan, jaminan sosial, hukum, dan ekonomi. Selain terhadap pekerja

migran Indonesia, Undang- Undang ini juga mengatur tentang kewenangan

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, serta peran serta badan pelaksana

perlindungan pekerja migran Indonesia.28

3) Peraturan Pemerintah

Dasar hukum perlindungan pekerja migran Indonesia dalam Peraturan

Pemerintah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2013 tentang

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Peraturan Pemerintah ini

merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang

Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Peraturan

Pemerintah tersebut masih diberlakukan sampai Peraturan Pemerintah yang

diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2917 tentang Perlindungan

Pekerja Migran Indonesia dikeluarkan dengan syarat peraturan tersebut tidak

bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

4) Peraturan Menteri

Peraturan Menteri terkait Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia adalah Peraturan Menteri Nomor 18

28
Jogloabang, “UU 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran
Indonesia” https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-18-tahun-2017-tentang-pelindungan-pekerja-
migran- indonesia diakses 20 Oktober 2019.
21

Tahun 2018 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia. Sebenarnya dalam

sebuah Undang-Undang pasti ada beberapa peraturan turunan terkait. Namun

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia bisa disebut peraturan baru sehingga belum banyak peraturan turunan

yang diamanatkannya. Selain itu, mengenai peaksanaannya, masih diatur dalam

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2014

tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di

Luar Negeri.

5) Peraturan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga

Kerja Indonesia Republik Indonesia Nomor 03 tahun 2019 tentang Petunjuk

Teknis Pelayanan Kepulangan Pekerja Migran Indonesia Bermasalah Sampai ke

Daerah Asal.

2.1.3 Prinsip Pekerja Migran Indonesia

Negara wajib melindungi setiap warga negaranya dimanapun mereka

berada dan apapun yang mereka kerjakan. Dalam Pasal 18 UU Nomor 37 Tahun

1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Pemerintah Republik Indonesia melindungi

kepentingan warga negara atau badan hukum Indonesia yang menghadapi

permasalahan hukum dengan perwakilan negara asing di Indonesia. Pada Pasal 19b

menyatakan Perwakilan RI berkewajiban untuk memberikan pengayoman,

perlindungan, dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia

di luar negeri.

Jika melihat kepada UU Nomor 37 Tahun 1999 tersebut, Negara wajib

melindungi seluruh warga negaranya tanpa kecuali. Perlindungan yang


22

dimaksudkan disini diberikan secara umum kepada semua warga negaranya yang

berada di luar negeri. Jadi, pekerja Indonesia di luar negeri mempunyai hak yang

setara atas perlindungan dan pengakuan, tanpa memandang status dan sektor kerja

mereka. Oleh sebab itu, pekerja Indonesia termasuk mereka yang bekerja di sektor

domestik, berhak atas perlindungan tersebut.29

Perlindungan pekerja Indonesia lebih mengarah pada perlindungan yang

lebih substansial demi peningkatan kesejahteraan pekerja Indonesia dan keluarga

pekerja Indonesia yang didasarkan pada nilai non diskriminasi, keselamatan dan

perlakuan yang adil, pengakuan atas martabat dan hak asasi manusia, informasi

yang benar bagi pekerja Indonesia dan keluarganya, akses atas keadilan,

kesetaraan dan keadilan gender, kepemilikan pengetahuan dan keterampilan,

demokrasi dan representasi, kerjasama dan peran serta masyarakat, serta keadilan

dan pemerataan pembangunan.

Dalam upaya perlindungan yang diberikan oleh negara, perlu kejelasan

mengenai perlindungan hukum yang berlaku dan wajib diikuti oleh setiap WNA

yang ada di negara tersebut. Oleh karena itu, dalam proses penempatan Pekerja

Indonesia di Luar Negeri, negara wajib melakukan perjanjian bilateral (bilateral

agreemen) dengan negara penerima yang belum memiliki peraturan perundang-

undangan bagi Tenaga Kerja Asing atau dengan negara penerima yang sudah

memiliki peraturan perundang-undangan bagi Tenaga Kerja Asing.

2.2 Pendekatan Konsep Pekerja Migran Indonesia

29
Artikel ILO, “Memerangi Kerja Paksa dan Perdagangan Pekerja Migran Indonesia”,
didownload tanggal 26 Oktober 2020 Pukul 17.55
23

Perlindungan pekerja migran Indonesia adalah upaya yang dilakukan oleh

berbagai pihak terkait dengan pekerja migran. Perlindungan tersebut dilakukan

untuk melindungi kepentingan dan hak- hak pekerja migran saat bekerja di luar

negeri. Penempatan pekerja migran ke negara tujuan bekerja memiliki asas-asas

yang disebut sebagai asas penempatan tenaga kerja untuk melindungi hak-hak

pekerja migran.30 Pasal 31 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja berhak untuk memilih,

mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak

baik di dalam maupun di luar negeri.31 Pasal ini mensyaratkan bahwa jelas tidak

boleh melakukan diskriminasi terhadap pekerja. Pasal 32 ayat (1) menyatakan

beberapa asas dalam penempatan tenaga kerja yaitu:32

1) Terbuka

Asas terbuka merupakan transparansi informasi yang harus diterima oleh

calon pekerja migran meliputi jenis pekerjaan, besarnya gaji, serta jam kerja.

Transparansi informasi ini sangat diperlukan untuk menghindari perselisihan yang

mungkin saja terjadi saat pekerja migran berada di negara penempatannya.

2) Bebas

Bebas dimaksudkan bahwa pencari kerja bebas memilih pekerjaan

sedangkan pemberi kerja berhak memilih tenaga kerja sehingga tidak ada unsur

pemaksaan.

30
Abdul Haris, Migrasi Internasional di Asia Tenggara: Prospek dan Implikasi yang
Ditimbulkan, (Malang: UMM Press, 1997), hlm 46.
31
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
32
Ibid
24

3) Objektif

Objektif maksudnya adalah pemberi kerja menawarkan lowongan kerja

kepada pencari kerja yang sesuai dengan kemampuan dan persyaratan jabatan

yang dibutuhkan. Asas objektif juga harus memperhatikan kepentingan umum

atau tidak memihak kepada pihak tertentu saja.

4) Adil dan Setara Tanpa Diskriminasi

Adil artinya penempatan tenaga kerja harus berdasarkan kemampuan

pencari kerja, tidak boleh berdasarkan ras, agama, suku jenis kelamin, dan

pembeda-pembeda lainnya.

Selain asas penempatan tenaga kerja yang tercantum dalam Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 2 Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia

juga memberikan asas perlindungan terhadap pekerja migran yaitu:33

a. Asas Keterpaduan yaitu sinergi yang dibuat pihak-pihak terkait

penempatan dan perlindungan pekerja migran,

b. Asas Persamaan Hak merupakan jaminan untuk pekerja migran agar

memperoleh perlakuan yang sama kesempatan yang sama dalam

pekerjaan dan juga penghidupan yang layak seperti yang telah

diamanatkan oleh perundang-undangan,

c. Asas Pengakuan Atas Martabat dan Hak Asasi Manusia yaitu

perlindungan pekerja migran harus mencerminkan adanya penghormatan

terhadap keberadaan manusia sebagai makluk Tuhan yang memiliki hak


33
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
25

yang sama demi menjunjung martabat manusia,

d. Asas Demokrasi adalah asas yang menjamin pekerja migran untuk bebas

memberikan pendapat, berserikat, dan berkumpul.

e. Asas Keadilan Sosial merupakan asas yang menekankan kepada

pemerataan, tidak diskriminatif dan menyeimbangkan antara hak dan

kewajiban,

f. Asas Kesetaraan dan Keadilan Gender merupakan asas yang memberikan

kedudukan dan peran yang seimbang antara laki-laki dan perempuan,

g. Asas Non diskriminasi adalah asas penjaminan kesetaraan hak tanpa

memandang ras, suku, agama, etnis, kelompok, golongan, bahasa dan lain

sebagainya,

h. Asas Anti Perdagangan Manusia adalah asas untuk tidak melakukan

perekrutan tenaga kerja dengan cara kekerasan yang dikendalikan oleh

pihak-pihak yang ingin mengeksploitasi pekerja migran,

i. Asas Transparansi merupakan asas perlindungan pekerja migran yang

terbuka, jelas, dan jujur,

j. Asas Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat

dalam perlindungan pekerja migran,

k. Asas berkelanjutan maksudnya adalah asas yang perlindungan PMI

harus mencakup seluruh tahapan perlindungan pekerja migran baik

sebelum, selama, maupun setelah bekerja untuk menjamin

kesejahteraan masa kini dan masa yang akan datang.


26

Pada hakikatnya, urusan penempatan dan perlindungan PMI ke luar negeri

merupakan praktek penyelenggaraan pemerintahan. Namun tanpa dibantu oleh

instansi-instansi lain pemerintah tidak mampu bertindak sendiri karena

menyangkut urusan antar negara.34 Dalam melaksanakan penempatan dan

perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri, pemerintah membutuhkan

koordinasi dengan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten atau Kota

maupun isntitusi swasta. Lembaga swasta yang diberi kewenangan terkait urusan

penempatan dan perlindungan haruslah lembaga yang kompeten dan kredibel

didalamnya. Karena penempatan dan perlindungan terkait dengan keamanan dan

keselamatan jiwa raga, harkat dan martabat warga negara yang menjadi pekerja

migran Indonesia di luar negeri:35

Terkait dengan perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri, beberapa

lembaga yang berwenang adalah:36

1. Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), merupakan perusahaan

jasa penempatan pekerja migran Indonesia di luar negeri,

2. Departemen Tenaga Kerja, berperan sebagai penyalur informasi dan

mendata penempatan tenaga kerja,

3. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia (BNP2TKI), merupakan lembaga nasional yang berperan dalam

penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia, BNP2TKI

34
Arief Syafrianto, “Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah
Asal Kalimantan Barat yang Bekerja di Malaysia, Skripsi Universitas Tanjungpura, 2013.
35
Abdul Haris, Migrasi Internasional di Asia Tenggara: Prospek dan Implikasi yang
Ditimbulkan, (Malang: UMM Press, 1997), hlm 52.
36
Devi Rahayu. Hukum Ketenagakerjaan, Teori dan Studi Kasus, hlm 155.
27

memiliki beberapa unit kerja yang ada di tingkat provinsi maupun

kabupaten seperti BP3TKI, LP3TKI, dan P4TKI,

4. Kantor Imigrasi,

5. Departemen Luar Negeri atau Perwakilan RI

Perlindungan pekerja migran mencakup tiga aspek yaitu perlindungan

ekonomi, sosial dan hukum.37 Perlindungan ekonomi berkaitan dengan

perlindungan terhadap hak pekerja migran dalam menerima upah atau gaji dari

majikannya.38 Perlindungan sosial adalah hak-hak pekerja migran di negera

penempatan untuk melakukan interaksi dengan lingkungannya sedangkan

perlindungan hukum adalah perlindungan pekerja migran yang diberikan oleh

perundang-undangan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dan juga

dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menimpanya seperti pelecehan

seksual, kekerasan dan pemaksaan kehendak.39 Perlindungan pekerja migran

dibagi dalam tiga bagian yaitu:

1. Perlindungan Sebelum Bekerja

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja

Migran Indonesia pada Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (6) mendefinisikan

Perlindungan Sebelum Bekerja adalah keseluruhan aktivitas untuk memberikan

perlindungan sejak pendaftaran sampai pemberangkatan. Perlindungan sebelum

bekerja dibagi menjadi dua aspek yaitu perlindungan administratif dan juga

perlindungan teknis.
37
Muslan Abdurrahman, Ketidakpatuhan TKI Sebuah Efek Diskriminasi Hukum, (Malang:
UMM Press, 2006), hlm 31
38
Ibid
39
Ibid,.
28

Perlindungan pekerja migran harus dilakukan secara berkesinambungan

mulai dari pra penempatan, pemberangkatan, penempatan hingga pemulangan

setelah kontrak berakhir.Hal ini dikarenakan, pekerja migran sudah menjadi objek

yang dikelola oleh balai penampungan sehingga jangan sampai pekerja migran

tidak mendapatkan hak-haknya. Selain hal itu, menjelang keberangkatan pekerja

migran ke negara penempatannya, banyak sekali oknum- oknum yang akan

mencari keuntungan melalui para pekerja migran.

2. Perlindungan Selama Bekerja

Perlindungan pekerja migran selama bekerja didefinisikan dalam Pasal 1

angka 7 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja

Migran Indonesia adalah keseluruhan aktivitas untuk memberikan perlindungan

selama Pekerja Migran Indonesia dan anggota keluarganya berada di luar negeri.

Perlindungan pekerja migran selama bekerja lebih dipusatkan kepada pejabat

dinas luar negeri yang telah ditunjuk oleh negara. Ada berbagai bentuk

perlindungan selama bekerja yaitu pendataan kedatangan pekerja migran,

pemantauan dan evaluasi pekerja migran, pemenuhan hak, penyelesaian kasus

ketenagakerjaan, jasa kekonsuleran, pendampingan hukum, pembinaan dan

dasilitasi repatriasi atau pelayanan pemulangan. Pada skripsi ini fokus penelitian

adalah perlindungan pekerja migran selama bekerja yaitu fasilitasi repatriasi yang

diuraikan secara rinci sebagai berikut:

a. Fasilitasi Repatriasi

Fasilitasi Repatriasi merupakan istilah yang muncul dalam Pasal 21 huruf

h Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran


29

Indonesia yang dimaksud Fasilitasi Repatriasi adalah rangkaian proses

pemulangan yang dilakukan oleh Pemerintah atau lembaga terkait penempatan

dan perlindungan pekerja migran dalam hal pekerja migran mengalami

permasalahan di negara penempatan. Permasalahan tersebut diantaranya adalah

peperangan, kekerasan, pelecehan seksual, tindak pidana perdagangan orang,

terkena penyakit, bencana alam dan permasalahan-permasalahan lainnya yang

membuat pekerja migran harus segera dipulangkan ke tempat tinggal asalnya.

Permasalahan yang menimpa pekerja migran Indonesia bisa secara perdata

karena urusan kontrak kerja ataupun pidana terkait kekerasan, pelecehan seksual

maupun tindak pidana perdagangan orang (TPPO).40 Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia tahun 1945 telah mengamanatkan perlindungan bagi

seluruh rakyat Indonesia sehingga negara mengupayakan semaksimal mungkin

untuk melindungi rakyatnya dengan pengerahan lembaga dan instansi terkait

penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia bahkan TNI dan POLRI

juga mengambil bagian dalam aspek perlindungannya.

BNP2TKI sebagai lembaga nasional yang berperan dalam hal penempatan

dan perlindungan pekerja migran Indonesia, menindaklanjuti disahkannya

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia lembaga tersebut mengeluarkan peraturan terkait teknis pelaksanaan

repatriasi yaitu Peraturan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga

Kerja Indonesia RI Nomor 03 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Pelayanan

Kepulangan Pekerja Migran Indonesia Bermasalah Sampai ke Daerah Asal.

Pelayanan repatriasi pekerja migran Indonesia bermasalah selanjutnya


40
Kaleidoskop Tahun Ketiga Kabinet Kerja “Perlindungan WNI”, 2017, Hlm. 65
30

disebut sebagai pelayanan kepulangan pekerja migran Indonesia bermasalah

merupakan pelayanan yang diberikan kepada pekerja migran Indonesia

bermasalah sejak berada di debarkasi, shelter, atau tempat kedatangan lainnya

yang telah ditunjuk sampai pada daerah asalnya. Debarkasi merupakan titik

kedatangan pekerja migran Indonesia baik di bandara, pelabuhan, atau pos

kedatangan lainnya sedangkan shelter adalah tempat singgah sementara bagi para

pekerja migran Indonesia yang meunggu proses kepulangan.

Pekerja migran Indonesia di luar negeri bisa mendapatkan pelayanan

kepulangan jika terjadi hal-hal sebagai berikut menurut Pasal 27 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran:

1) tidak jadi berangkat karena ada pencegahan dan juga penipuan,

2) terjadi kecelakaan yang membuat fisiknya cidera sehingga tidak

bisa melaksanakan pekerjaannya sesuai kontrak kerja yang telah

disepakati,

3) terjadi masalah ketika pulang cuti dan kontrak kerja telah berakhir,

4) di PHK sebelum kontrak berakhir,

5) terjadi perang, bencana alam, wabah penyakit di negera

penempatan,

6) deportasi

7) sakit,

8) meninggal dunia,

9) karena permasalahan lainnya.

Untuk mendapatkan pelayanan pemulangan, pekerja migran Indonesia


31

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut sebagaimana pada Pasal 3 Peraturan

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia RI Nomor

03 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Kepulangan Pekerja Migran

Indonesia Bermasalah Sampai ke Daerah Asal :

1. memiliki surat bukti bahwa dia terdaftar sebagai pekerja migran Indonesia

yang bermasalah dalam surat pengantar dari Perwakilan Republik

Indonesia atau Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei,

2. terdaftar sebagai pekerja migran Indonesia bermasalah dalam surat

pengantar atau surat pernyataan dari instansi berwenang di dalam negeri,

3. memiliki paspor atau surat perjalanan lainnya,

4. tidak terkait dengan pihak lainnya yang bertanggung jawab terhadap

kepulangan pekerja migran Indonesia.

Pelayanan pemulangan pekerja migran Indonesia bermasalah ada empat

jenis pelaksanaan yang mana pada Pasal 4 Peraturan Badan Nasional Penempatan

dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia RI Nomor 03 Tahun 2019 tentang

Petunjuk Teknis Pelayanan Kepulangan Pekerja Migran Indonesia, yaitu:

1. pemberian informasi, informasi bisa disebarkan melalui brosur, papan

pengumuman, serta media yang dapat diakses oleh pekerja migran

Indonesia secara mudah,

2. pelayanan pendataan dan pengaduan

3. pelayanan penanganan dan pemulangan pekerja migran Indonesia

bermasalah. Dalam pemulangan pekerja migran Indonesia ada tiga skema

yang bisa dilalui oleh pekerja migran Indonesia yaitu pulang secara
32

mandiri, kepulangan yang dijemput oleh keluarga, pemulangan yang

difasilitasi oleh BNP2TKI/ BP3TKI/ LP3TKI/ P4TKI, pemulangan

pekerja migran Indonesia bermasalah yang difasilitasi oleh lembaga atau

instansi lain.

Pembiayaan pekerja migran Indonesia bermasalah dari negara penempatan

dibebankan kepada APBN BNP2TKI sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang mana dijelaskan pada Pasal 4 Peraturan Badan Nasional

Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia RI Nomor 03 Tahun 2019

tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Kepulangan Pekerja Migran Indonesia.

c. Perlindungan Setelah Bekerja

Sesuai pasal 1 angka 8 Undang-Undang Perlindungan Pekerja Indonesia

bahwa perlindungan setelah bekerja adalah perlindungan yang diperoleh pekerja

migran setelah sampai di negara asal sampai ia kembali bekerja secara

produktif di negeranya sendiri.

2.2.1 Pemulangan Pekerja Migran Indonesia

Masa pra pemulangan merupakan keadaan dimana proses setelah pekerja

Indonesia ditempatkan di negara penerima. Tahapan ini merupakan proses akhir

untuk pemulangan pekerja Indonesia dari luar negeri, termasuk di dalamnya

kegiatan rekrutmen yang dilakukan setelah ada permintaan pengiriman pekerja

Indonesia dari agen di luar negeri yang telah di verifikasi oleh Perwakilan RI di

negara penerima. Dalam proses rekrutmen ini, dilakukan verifikasi data calon

pekerja Indonesia, apakah sudah sesuai dengan syarat sebagai calon pekerja
33

Indonesia, termasuk tes kesehatan dan psikologi bagi Calon Pekerja Indonesia di

Luar Negeri. Kemudian setelah secara administrasi Calon Pekerja Indonesia di

Luar Negeri tersebut dinyatakan lulus dan memenuhi syarat, maka tahap

selanjutnya dilakukan pelatihan dimana bahan dan lamanya pelatihan ditentukan

berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Bagi Calon Pekerja Indonesia di Luar Negeri dengan tujuan Negara Timur

Tengah, lamanya pelatihan minimal 400 jam berdasarkan Keputusan Dirjen

Binallatas No.Kep163/Lattas/XI/2009 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan

Pelatihan dan Sertifikasi CTKI PLRT penempatan kawasan Timur Tengah untuk

CTKI berpengalaman dan non berpengalaman. Pekerja Indonesia yang sudah

mengikuti pelatihan, bisa mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP).

Pada tahap ini, pelaksanaan PAP bertujuan untuk memberikan informasi tentang

bahasa negara penerima, kultur dan budaya, serta informasi lain menyangkut

keadaan dan kondisi negara penerima tersebut. Pekerja Indonesia yang sudah

mengikuti PAP baru bisa diberangkatkan.

Penempatan Tahap penempatan adalah tahap pekerja Indonesia mulai atau

selama bekerja di negara penerima sampai pekerja Indonesia ingin kembali ke

tanah air. Tahap ini dimulai sejak pekerja Indonesia tiba di negara penerima dan

diterima oleh agensi di luar negeri, yang selanjutnya melaporkan kedatangan

pekerja Indonesia tersebut kepada Perwakilan RI di luar negeri sebelum pekerja

Indonesia tersebut disalurkan kepada penguna. Dalam tahapan ini, atase

ketenagakerjaan dan/atau Perwakilan RI juga melakukan pendataan dan verifikasi

ulang data dan kontrak kerja pekerja Indonesia yang dilakukan di kantor
34

perwakilan negara tujuan. Hal ini untuk mendapatkan kepastian tempat kerja

apakah sudah sesuai seperti diperjanjikan dalam perjanjian penempatan atau

kontrak kerja yang telah disepakati sebelumnya. Pada masa ini, atase

ketenagakerjaan berkoordinasi dengan Perwakilan RI juga memberikan

pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan pekerja Indonesia

agar ketika pekerja Indonesia kembali ke tanah air, pekerja Indonesia bisa

melakukan pekerjaan lain dan tidak harus kembali lagi bekerja sebagai pekerja

Indonesia di luar negeri.

Atase ketenagakerjaan dan/atau Perwakilan RI harus memonitor dan

mengawasi kontrak kerja pekerja Indonesia yang sudah menyelesaikan

kontraknya. Setelah itu, masuk kepada proses pemulangan ke tanah air yang

dilaporkan kepada Perwakilan RI. Melalui proses pendataan yang demikian, dapat

diketahui lebih awal setiap permasalahan yang menimpa pekerja Indonesia di luar

negeri.

Pasca penempatan berlangsung sejak pekerja Indonesia telah

menyelesaikan kontrak sesuai dengan perjanjian kerja yang dilakukan dengan

pengguna di negara penerima, kemudian ingin kembali ke tanah air. Pada tahap

ini, termasuk proses kepulangan pekerja Indonesia dari bandara negara penerima

sampai tiba di tanah air dan kembali ke daerah asalnya. Pada tahap ini, prosedur

yang dilakukan adalah mendata pekerja Indonesia dari kepulangan sampai

kedatangannya kembali ke tanah air yang dilakukan oleh BNP2TKI. Sebelum

pekerja Indonesia kembali ke daerah asalnya, mereka akan melakukan tes

kesehatan, baik jasmani maupun rohani guna mendeteksi lebih awal apakah
35

mereka terjangkit penyakit selama bekerja. Jika mereka sakit, maka segera

dilakukan pengobatan dan perawatan selama pekerja Indonesia tersebut berada di

bandara debarkasi yang umum disebut sebagai rumah singgah, sementara bagi

pekerja Indonesia yang mengalami gangguan mental setelah bekerja di luar

negeri, tetap mendapat perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang ada. Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan oleh Dinas kesehatan

kab/kota di bandara debarkasi. Jika pekerja Indonesia tidak mengalami masalah

kesehatan, maka pekerja Indonesia tersebut bisa langsung pulang ke daerah

asalnya dengan mendapatkan perlindungan selama perjalanan sampai ke daerah

asal oleh BP3TKI bekerjasama dengan Disnaker Kab/Kota. Namun sebelumnya,

hak-hak pekerja Indonesia diselesaikan oleh BP3TKI dan Disnaker Kab/Kota.

Pada masa pasca penempatan ini, pemerintah melalui Disnaker Kab/Kota

daerah asal pekerja Indonesia mempersiapkan program reintegrasi sosial dan

ekonomi untuk pekerja Indonesia setelah kembali ke daerah asal. Program ini

dilakukan dalam bentuk pelayanan permodalan bagi mantan pekerja Indonesia,

pemberian pendidikan dan pendampingan kewirausahaan dan pengelolaan hasil

kerja, pendidikan dan pendampingan bagi organisasi pekerja Indonesia, termasuk

organisasi koperasi bagi pekerja Indonesia dan keluarganya, serta program

peningkatan kesejahteraan bagi pekerja Indonesia.

2.3 Hak dan Kewajiban Pekerja Migran Indonesia

Pekerja Indonesia yang bekerja di luar negeri digolongkan atas

kepemilikan dokumen, yaitu pekerja Indonesia berdokumen dan tidak

berdokumen. Pekerja Indonesia yang memiliki dokumen lengkap dan sah serta
36

direkrut melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan merupakan pekerja

Indonesia berdokumen41, sementara pekerja Indonesia tidak berdokumen adalah

pekerja Indonesia yang tidak memiliki dokumen lengkap atau dokumen jati

dirinya dipalsukan dan atau yang direkrut dengan tidak melalui prosedur yang

ditetapkan dalam peraturan.42 Selain itu juga dapat dikelompokkan berdasarkan

Profesi; a) pekerja Indonesia yang memiliki keterampilan (skilled) dan b) pekerja

Indonesia tidak memiliki keterampilan (unskilled).

Hak merupakan tuntutan yang sifatnya asasi yang dimiliki oleh semua

orang. Seseorang dapat menuntut sesuatu yang menjadi kebutuhan pribadinya

sesuai dengan keadilan, moralitas dan legalitas. Setiap manusia mempunyai hak

untuk berbuat, menyatakan pendapat, memberikan sesuatu kepada orang lain dan

menerima sesuatu dari orang lain atau lembaga tertentu. 43 Dalam Kamus Bahasa

Indonesia hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik,

kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah

ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu

atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Sedangkan kewajiban

merupakan sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan.

Dalam upaya perlindungan pekerja Indonesia, Negara harus memahami

apa yang menjadi hak dan kewajiban pekerja Indonesia agar tujuan perlindungan

dapat terlaksana dengan baik sehingga tercapai kesejahteraan bagi pekerja

Indonesia dan anggota keluarganya. Dalam Konvensi Internasional Tahun 1990


41
Naskah akademik Ecosoc Rights, 2010
42
Ibid,.
43
Hak dan kewajiban “Pekerja Migran Indonesia”, https://syehaceh.wordpress.com
/tag/hak/ Diakses pada 27 Oktober 2020 12.09
37

tentang perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

diyakini bahwa hak buruh migran dan anggota keluarganya belum diakui secara

memadai dimanapun juga, dan karenanya membutuhkan perlindungan

Internasional yang layak. Konvensi ini dapat dijadikan salah satu referensi karena

bersifat multilateral yang mengikat bagi Negara yang ikut meratifikasi. Konvensi

Internasional 1990 tidak saja memberikan perlindungan terhadap hak buruh

migran itu sendiri, namun juga melindungi seluruh hak anggota keluarga buruh

migrant. Perlindungan hak yang diberikan kepada buruh migran itu seperti

tersebut dibawah ini:

a) Hak buruh migran sesuai dengan Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan

Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya. Setiap buruh migran dan

anggota keluarganya memiliki hak-hak yang meliputi,

1) Hak untuk bekerja di luar negeri

2) Hak untuk memasuki dan tinggal di negara tujuan

3) Hak atas hidup yang harus dilindungi oleh hukum

4) Hak untuk tidak dapat dijadikan sasaran penyiksaan atau perlakuan atau

penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat

5) Hak untuk tidak diperbudak

6) Hak untuk tidak diwajibkan melakukan kerja paksa atau kerja wajib

7) Hak atas kebebasan berfikir, berkeyakinan, dan beragama

8) Hak untuk berpendapat


38

9) Hak atas kebebasan dan keamanan

10) Hak atas perlindungan yang efektif oleh Negara terhadap tindak

kekerasan, kerugian fisik, ancaman dan intimidasi, baik yang dilakukan

oleh pejabat publik maupun perseorangan, kelompok ataupun lembaga.

BAB III
BENTUK KEBIJAKAN BERBASIS KEBUTUHAN BAGI PEKERJA
MIGRAN INDONESIA PADA SAAT PANDEMI

3.1 Gambaran Umum Penanganan Pekerja Migran Indonesia Saat

Pandemi

Pekerja Migran Indonesia dilindungi oleh BP2MI yang bermula ketika

zaman sebelum kemerdekaan Indonesia, Tenaga Kerja Indonesia (Selanjutnya


39

disebut TKI) bermigrasi ke luar negeri oleh pemerintah Hindia Belanda lewat

penempatan buruh kontrak wilayah koloni Belanda, yaitu negara Suriname,

Amerika Selatan. Tujuan awalnya adalah sebagai wujud penghapusan

perbudakan, pengganti tugas budak-budak asal Afrika yang pada tanggal 1 Juli

1863 telah dibebaskan untuk dapat memilih lapangan pekerjaan yang diinginkan.

Namun hal tersebut memberikan dampak bagi perkebunan dan perekonomian di

Suriname turun drastis karena budak sudah tidak dipekerjakan lagi. Pemerintah

Belanda memilih tenaga kerja asal Jawa karena memiliki tingkat perekonomian

yang rendah akibat Gunung Merapi yang meletus, dan penduduk Jawa yang

padat.

Belanda memberangkatkan TKI sebanyak 94 orang yang terdiri dari 31

wanita, 61 pria dan 2 anak-anak, pada gelombang pertama dari Batavia (Jakarta)

dengan 58 Kapal SS Koningin Emma pada 21 Mei 1890 dan tiba di Suriname

pada 9 Agustus 1890. Sejak tahun 1890 hingga 1939 ada 32.986 TKI yang telah

diberangkatkan ke Suriname dengan menggunakan 77 kapal laut. Hingga pada

akhirnya Indonesia merdeka dan pada 3 Juli 1947 Kementerian Perburuhan Era

Kemerdekaan menjadikan tanggal bersejarah bagi lembaga Kementerian

Perburuhan. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3/1947

membentuk lembaga Kementerian 39


Perburuhan yang mengurus masalah

perburuhan di Indonesia.

Kementerian Perburuhan diganti menjadi Departemen Tenaga Kerja,

Transmigrasi dan Koperasi pada awal orde baru sampai berakhirnya kabinet

pembangunan III, kemudian diganti lagi menjadi Departemen Tenaga Kerja dan
40

Transmigrasi dan membentuk kementerian Koperasi sendiri pada Kabinet

Pembangunan IV. Setelah kemerdekaan hingga tahun 1960, penempatan TKI

belum melibatkan pemerintahan, tetapi berdasarkan orang perorangan,

kekerabatan serta bersifat tradisional. Malaysia dan Arab Saudi menjadi negara

tujuan utama.

Orang Indonesia yang mengurus haji atau umroh di Arab Saudi merupakan orang

yang membawa Pekerja dari Indonesia. Sedangkan TKI yang ke Malaysia

berangkat sendiri tanpa dokumen karena sejak dulu sudah terjadi lintas batas

antara kedua negara tersebut. Penempatan TKI baru dilakukan oleh pihak swasta

sejak tahun 1970 berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 4/1970 melalui

program Antarkerja Antardaerah (Selanjutnya disebut AKAD) dan Antarkerja

Antarnegara (Selanjutnya disebut AKAN) dan pada 1999 diganti menjadi

Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (Selanjutnya disebut PTKLN).

Kemudian melalui Keppres No. 29/1999 tanggal 16 April 1999 didirikan

pula Badan Koordinasi Penempatan TKI (Selanjutnya disebut BKPTKI) yang

terdiri oleh 9 instansi dalam rangka peningkatan pelayanan penempatan dan

perlindungan TKI. Hingga pada tahun 2001 diganti namanya menjadi Balai

Pelayanan dan Penempatan TKI (Selanjutnya disebut BP2TKI) dan diubah nama

menjadi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar

Negeri (Selanjutnya disebut BNP2TKI) sesuai Undang-Undang No. 39 Tahun

2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Hingga terbit

Undang-Undang baru yaitu UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja

Migran Indonesia, yang merubah nama dari TKI menjadi PMI dan dari BNP2TKI
41

menjadi BP2MI. BNP2TKI yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor

81 Tahun 2006 berganti nama menjadi BP2MI melalui peraturan Presiden Nomor

90 Tahun 2019. BP2MI adalah sebuah lembaga Pemerintah Non Departemen di

Indonesia yang mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan

dan perlindungan PMI diluar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi.

Banyaknya penduduk pada setiap Kabupaten yang memiliki minat besar

dalam bekerja di luar negeri, maka untuk memberikan kemudahan dan

kelancaran Pemerintah mendirikan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesian

(Selanjutnya disebut PJTKI). PJTKI tersebut bertujuan untuk meningkatkan

pelayanan yang mudah, murah, aman, cepat dan berkualitas dalam rangka

penempatan dan perlindungan PMI. Dalam PJTKI terdapat beberapa loket yang

berkaitan dengan pendaftaran PMI, yaitu Dispendukcapil, Disnakertrans, Dinas

Kesehatan, Imigrasi, Kepolisian, BPJS Kesehatan, BP2MI dan Perbankan.

BP2MI berkantor pusat di Jakarta dan memiliki unit kerja di daerah yang

bernama Badan Pembinaan Perlindungan dan Penempatan Pekerja Migran

Indonesia (Selanjutnya disebut BP3MI) atau Loka Pelayanan Penempatan dan

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (Selanjutnya disebut LP3TKI), dan telah

dirubah menjadi BP2MI Surabaya. BP2MI Surabaya membawahi 5 (lima) unit

kerja disebut Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia (Selanjutnya disebut P4TKI). Lima unit itu adalah P4TKI Madiun,

P4TKI Pamekasan, P4TKI sidoarjo, P4TKI Malang, dan P4TKI Banyuwangi.

Masing-masing unit P4TKI tersebut memiliki wilayah kerja yang disesuaikan

dengan wilayahnya, sebagaimana P4TKI Madiun yang membawahi beberapa


42

wilayah yaitu Kediri, Tulungagung, Trenggalek, Ponorogo, Pacitan, Bojonegoro,

Madiun. Berikut merupakan gambar bagan yang dapat menjelaskan susunan

BP2MI:

Bagan 3.1 Hubungan antara BP2MI, P4TKI dan P3MI

Sumber : Dibuat berdasarkan Penelitian dari Disnakertrans Kabupaten

Hubungan hukum antara BP2MI dan P3MI adalah berupa pembinaan yang

dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi yang mana telah dijelaskan pada Pasal

37 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2019

Tentang Tata Cara Penempatan Pekerja Migran Indonesia, pelaksana kebijakan

dalam pelayanan perlindungan PMI secara terpadu terdapat pada Pasal 37

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2019

Tentang Tata Cara Penempatan Pekerja Migran Indonesia. serta merupakan pusat

verifikasi seluruh dokumen yang digunakan calon PMI sebagai persyaratan dalam

mendaftarkan diri menjadi PMI. BP2MI juga mengawasi P3MI yang berada pada

wilayahnya dan memastikan prosedur penempatan telah sesuai dengan kebijakan

BP2MI.
43

Visi BP2MI adalah “Terwujudnya PMI yang profesional, bermartabat dan

sejahtera. Sedangkan Misi BP2MI adalah :

(1) Meningkatkan pemanfaatan peluang kerja luar negeri,

(2) Meningkatkan pelayanan penempatan PMI yang mudah, murah, cepat dan

aman,

(3) Meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan PMI,

(4) Melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih Dalam

menjalankan kebijakannya.

BP2MI memiliki susunan organisasi berupa Kepala, sekretariat utama, deputi

bidang kerja sama luar negeri dan promosi, deputi bidang perlindungan, deputi

bidang penempatan, balai pelayanan penempatan dan perlindungan PMI,

inspektorat serta pos pelayanan. Kepengurusan tersebut dibantu pula oleh

anggota yang terdiri dari wakil-wakil instansi pemerintahan terkait dan dapat

melibatkan tenaga profesiaonal. Tugas pokok dan fungsi diantaranya yaitu44:

(1) Mengatur masalah penempatan yang didasarkan pada perjanjian tertulis

antara pemerintah Indonesia dan pemerintah di negara tujuan.

(2) Dalam pelayanan, pengkoordinasian, serta pengawasan terkait dokumen dan

pembekalan akhir pemberangkatan

(3) Menyelesaikan masalah PMI, pembiayaan, dari mulai pemberangkatan

hingga pemulangan, peningkatan kualitas calon PMI, pemberian informasi, serta

penjaminan kualitas pelaksana penempatan dan kesejahteraan PMI dan

keluarganya.

44
Titik Triwulan dan Ismu Gunadi Widodo. Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia. (Jakarta : Kencana, 2011) hlm. 189
44

3.2 Kebijakan Pemerintah Kabupaten Pada Pekerja Migran Indonesia

Kebijakan pemerintah di setiap Kabupaten pada Pekerja Migran

Indonesia bahwa belum ada kebijakan yang khusus pada pemerintah Kabupaten

karena seluruh kebijakan pemerintah terkait Pekerja Migran Indonesia langsung

diatur dari pusat, yaitu Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang

sebelumnya bernama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga

Kerja Indonesia yang merupakan lembaga Pemerintah Non Departemen di

Indonesia yang mempunya fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan

Pekerja Migran Indonesia.

3.2.1 Upaya Pemerintah dalam Memberikan Perlindungan Hukum Bagi

Pekerja Migran Indonesia (PMI)

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pekerja migran

yang tidak sedikit. Persoalannya, banyak PMI yang bekerja di luar negeri menjadi

bermasalah lantaran berangkat tidak sesuai prosedur. Selama tahun 2019,

pemerintah telah memulangkan sebanyak 3.100 Pekerja Migran Indonesia

Bermasalah (Selanjutnya disebut PMIB).

Asisten Deputi Pemberdayaan Perempuan Kementerian Koordinator

Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Selanjutnya disebut Kemenko

PMK) menyebut Jawa Timur merupakan daerah asal atau kantong PMI. Selain

itu, sebagai daerah transit bagi PMI dari luar negeri. Selama Pandemi Covid-19

ini, Pemerintah Pusat telah melakukan berbagai upaya untuk penanganan

kepulangan PMI dari negara penempatan sampai ke daerah asal.


45

Hal tersebut menunjukkan upaya pemerintah dalam memperbaiki tata

kelola layanan PMI. Diharapkan pelaksanaannya ke depan akan menjadi lebih

efektif dan efisien. Secara regulasi, dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 18

Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI, peran pemerintah daerah menjadi sangat

dominan dan sangat strategis dalam pencegahan dan penanganan PMIB.

Peran tersebut dapat dikatakan dalam bentuk peningkatan pengetahuan dan

wawasan organisasi perangkat daerah (Selanjutnya disebut OPD) sampai level

desa, bahkan untuk mencegah pemalsuan dokumen sehingga pekerja terjamin

secara legal dan formal. DPR RI menambahkan, pengetahuan, wawasan dan

keterampilan atau skill calon PMI juga ditingkatkan melalui berbagai pelatihan

sehingga menjadi PMI yang kompeten di bidangnya. Pemerintah Daerah juga

didorong untuk melaksanakan pemberdayaan bagi PMI Purna dan keluarganya

dalam Program Desa Migran Produktif (Selanjutnya disebut Desmigratif) dan

Program Kewirausahaan. Di samping itu, Pemerintah Daerah diamanatkan untuk

membangun LTSA dengan tujuan untuk mewujudkan efektivitas penyelenggaraan

pelayanan penempatan, dan pelindungan PMI.  Layanan dalam LTSA akan

mengoordinasikan delapan fungsi layanan yang meliputi ketenagakerjaan,

kependudukan, kesehatan dari RSUD, keimigrasian, BPJS Ketenagakerjaan, dan

Perbankan.

Hal itu untuk mendorong agar Calon PMI atau PMI dapat bekerja melalui

prosedur yang benar dan memiliki dokumen yang legal, terhindar dari calo,

memperoleh pelindungan jaminan termasuk bagi keluarganya, serta terhindar dari

tindak pidana perdagangan orang. Sepanjang awal tahun 2020 hingga 26 Juli 2020
46

terdata sebanyak 41.543 PMI yang telah kembali ke Tanah Air. Jumlah tersebut

terbagi atas CPMI, PMI pulang karena sakit, pulang sebagai jenazah, PMI

bermasalah, serta ABK. Selain melalui jalur udara, jalur laut, maupun jalur darat,

kepulangan PMI dalam masa pandemi Covid-19 juga melalui Pos Lintas Batas

Internasional (Selanjutnya disebut PLBI).

Dalam Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 Tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dijelaskan bahwa perlindungan Pra

Penempatan atau yang disebut sebagai perlindungan sebelum bekerja merupakan

seluruh kegiatan berupa perlindungan yang diberikan semenjak pendaftaran PMI

hingga PMI berangkat ke negara tujuan. Dalam hal ini pemerintah melalui

BP2MI yang merupakan lembaga non kementerian bertugas dalam hal

penempatan dan perlindungan PMI di bawah tanggung jawab Disnakertrans.

Dari adanya perlindungan pra penempatan hingga penempatannya

tersebut diharapkan PMI berangkat secara prosedural dan tercatat oleh sistem

negara dengan melalui PJTKI yang telah disediakan oleh pemerintah untuk

mempermudah dan mempercepat proses pemberangkatan PMI ke luar negeri,

bukan melalui calon. BP2MI berkantor pusat di Jakarta dan memiliki unit kerja di

daerah yang bernama BP3MI atau LP3TKI, untuk yang di Jawa Timur disebut

sebagai LP3TKI, tapi untuk saat ini terkait dengan perubahan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2017 diubah menjadi BP2MI Surabaya. BP2MI Surabaya

membawahi 5 unit kerja adalah P4TKI Madiun, P4TKI Pamekasan, P4TKI

Sidoarjo, P4TKI Malang, dan P4TKI Banyuwangi. Sementara masing-masing

unit P4TKI ini memiliki wilayah kerja yang disesuaikan dengan wilayahnya.
47

PJTKI memang didirikian agar mempermudah, mempercepat dan

melindungi PMI dari pendaftaran melalui calo. Dalam PJTKI tersebut terdapat

berbagai macam instansi dalam bentuk loket yang dapat mempermudah dan

mempercepat PMI untuk mendaftar karena telah berada pada satu tempat

pengurusan. Instansi tersebut diantaranya adalah pihak Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil, Dinas Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(Selanjutnya disebut BPJS), Polres, dan imigrasi. Terkait dengan tugas utama

BP2MI, narasumber menegaskan bahwa tupoksi secara umum adalah tentang

penempatan dan perlindungan PMI, memastikan bahwa semua PMI yang

berangkan ke Luar Negeri (Selanjutnya disebut LN) tercatat dalam sistemnya

negara. Sistem negara disebut Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri

(Selanjutnya disebut Siskotkln) dibawah kontrol BP2MI.

Seseorang yang berangkat ke LN tercatat dalam siskotkln berarti sudah

memenuhi prosedur yang ditetapkan, kalau tidak tercatat dalam siskotkln berarti

berangkat ke luar negeri tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. PMI

akhir-akhir ini dapat dikatakan tidak ada ilegal dan legal. Jika terlegalitas atau

secara prosedural berarti mengikuti kaidah yang ditetapkan pemerintah,

kaidahnya sendiri seperti di Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 pasal 5

terdapat lima poin yang menjadi dasar bagaimana Warga Negara Indonesia yang

akan berangkat di luar negeri.

Sebagaimana pada Pasal 1 ayat (26) Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2017 yang menyatakan bahwa BP2MI memiliki tugas dalam pelayanan

penempatan dan perlindungan PMI secara terpadu. Begitu pula dengan yang
48

disampaikan narasumber bahwa BP2MI memiliki tugas untuk memastikan

bahwasannya PMI terlindungi mulai dari pra penempatan, masa penempatan

hingga purna penempatan. Serta memastikan bahwa PMI berangkat ke luar

negeri dengan prosedural dan tercatat pada Siskotkln. Siskotkln yaitu sistem

pendataan bagi calon PMI yang akan berangkat ke luar negeri dengan

memanfaatkan teknologi yang mampu memberikan informasi kepada PMI terkait

penempatan dan pemberangkatan. Hasil akhir dari Siskotkln yaitu

dikeluarkannya Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (Selanjutnya disebut KTKLN)

yang menjadi kartu identitas PMI.

Peran Negara terhadap migrasi Indonesia sangatlah penting. Potret peran

negara sejauh ini hanya dapat dilihat dari bentuk peraturan dan perundangan yang

dikeluarkan sebagai respon terhadap kebutuhan PMI. Indikator atas kondisi

perlindungan terhadap PMI setidaknya dapat dilihat dari tiga aspek yaitu pra

penempatan, penempatan dan purna penempatan.45

Permasalahan yang dihadapi oleh Pekerja Migran Indonesia di luar negeri belum

terselesaikan, dan sangat membutuhkan perhatian khusus Pemerintah untuk

memberikan perlindungan kepada Pekerja Migran Indonesia agar para pekerja

migran juga dapat melaksanakan pekerjaan dan mendapatkan kehidupan yang

layak di negara tempat mereka bekerja. Pemerintah Indonesia berkewajiban

untuk memberikan perlindungan kepada pekerja migran dimulai dari tahap pra

penempatan, tahap penempatan, dan tahap purna penempatan.

Pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 tentang Perlindungan


45
Fenny Sumardiani,“Peran Serikat Buruh Migran Indonesia Dalam Melindungi Hak
Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri”, Jurnal, Pandecta Volume 9 Nomor 2 Desember 2014,
Hlm 256
49

Pekerja Migran Indonesia, terdapat distribusi tanggung jawab diantara

Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota/Kabupaten dan Desa.

Tanggung jawab, tugas, dan kewajiban Pemerintah tercantum dalam

UndangUndang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia bab 5 Pasal 39 yakni Pemerintah memiliki tugas untuk mengatur,

membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan pada penempatan dan

perlindungan Pekerja Migran Indonesia di luar negeri. Adapun tanggung jawab

Pemerintah yaitu meningkatkan upaya perlindungan Pekerja Migran Indonesia di

luar negeri yang mana terkait pada Pasal 39 Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2017 tentang Perlindugan Pekerja Migran Indonesia. Selain itu, Pemerintah

mempunyai kewajiban untuk menjamin hak-hak Calon Pekerja Migran/Pekerja

Migran Indonesia baik yang berangkat melalui jalur pelaksana penempatan

pekerja migran maupun jalur mandiri dapat terpenuhi, mengawasi pelaksanaan

atau penyelenggaraan penempatan calon pekerja migran, membentuk dan

mengambangkan sistem informasi penempatan calon pekerja migran di luar

negeri, melakukan upaya diplomatik dalam memenuhi hak-hak dan perlindungan

pekerja migran secara optimal di negara tujuan, dan memberikan perlindungan

kepada Pekerja Migran Indonesia dari masa pra penempatan, masa penempatan,

dan purna penempatan.

Sehubungan dengan memberikan perlindungan menyeluruh kepada

pekerja migran yang bekerja di luar negeri, Pemerintah bekerja sama dengan

beberapa instansi terkait seperti Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,

Kementerian Luar Negeri, dan BNP2TKI, serta sektor swasta seperti Pelaksana
50

Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (Selanjutnya disebut PPTKIS). Pada

penempatan dan perlindungan Pekerja Migran Indonesia di luar negeri,

Kemenaker mempunyai beberapa fungsi seperti untuk pemantauan legalisasi

Perjanjian Kerja Sama Penempatan antara PPTKIS dengan Mitra Usaha atau

Pengguna, Perjanjian Penempatan Pekerja Migran Indonesia antara PPTKIS

dengan calon Pekerja Migran Indonesia, dan Perjanjian Kerja antara Pekerja

Migran Indonesia dengan Pengguna, dan beberapa fungsi lainnya menurut

Permenakertrans Nomor Per.12/Men/X/2011 tentang atase ketenagakerjaan dan

staf teknis ketenagakerjaan pada perwakilan RI di Luar Negeri, terdapat pada

Pasal 7 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Dan Trasmigrasi Nomor 12 Tahun

2011 Tentang Ataseketenagakerjaan Dan Staf Teknis Ketenagkerjaan Pada

Perwakilan Republik Indoneia Di Luar Negeri.

Selain Kemenaker, instansi pemerintah lainnya yang berperan penting

untuk melindungi pekerja migran di luar negeri adalah Kementerian Luar Negeri

(Kemenlu). Berbeda dengan Kemenaker, jangkauan perlindungan Kemenlu lebih

luas, artinya Kemenlu membantu Pemerintah tidak hanya memberikan

perlindungan kepada pekerja migran namun kepada seluruh Warga Negara

Indonesia WNI. Lembaga Pemerintah ini memberikan perlindungan dan bantuan

hukum kepada seluruh WNI yang bermasalah di luar negeri termasuk pekerja

migran. Selain Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian

Luar Negeri, terdapat lembaga Pemerintah non kementerian yaitu BNP2TKI

yang berwenang untuk penyelenggaraan program penempatan dan perlindungan

pekerja migran di luar negeri.


51

Lembaga ini sangat mendorong sosialisasi program Penempatan dan

PPTKLN ke seluruh wilayah Indonesia bekerjasama dengan Keterbukaan

Informasi Publik (Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor: Per.14/KA/2010 tentang

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia).46 Tanggung jawab BNP2TKI dalam penempatan dan perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri terkandung dalam Undang-Undang Nomor

39 Tahun 2004.

Adapun PPTKIS yang merupakan badan hukum yang telah memperoleh

izin tertulis dari Pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pelayanan

penempatan TKI di luar negeri (Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor:

Per.14/KA/2010, hlm.4). Ada perubahan signifikan dalam tata kelola migrasi

tenaga kerja pada Undang-Undang nomor 18 tahun 2017 terutama melibatkan

peran Pemerintah desa untuk melindungi pekerja migran Indonesia. Sehingga,

penguatan peran untuk memberikan perlindungan pekerja migran di luar negeri

dapat dilakukan di semua tingkat dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai

desa. tanggungjawab pemerintah dan kelembagaan yang turut bertanggungjawab

pada Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Nomor 18 Tahun

2017 tersebut adalah:

1. Pemeritah pusat

Pemerintah pusat bertanggungjawab untuk melindungi tidak hanya calon pekerja

migran atau pekerja migran saja, akan tetapi keluarga calon pekerja

migran/pekerja migran juga akan mendapatkan askes perlindungan. Hal ini

46
Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor: Per.14/KA/2010 2010 tentang Kepala Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
52

merupakan suatu kemajuan untuk meningkatkan perlindungan kepada pekerja

migran. Berbeda dengan Undang-Undang lama, Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2017 ini mencantumkan secara jelas bentuk perlindungan apa saja yang

diberikan oleh Pemerintah pusat kepada pekerja migran pada masa sebelum

bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja. Adapun tata letak tanggung jawab

Pemerintah sangat jelas yang dimuat dalam satu bab yakni pada Bab lima dalam

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017.

2. Pemerintah provinsi

Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, terdapat penguatan

peran dari Pemerintah Provinsi melalui beragam tanggung jawab yang tercantum

di dalamnya. Sehingga, Pemerintah Provinsi tidak hanya melaksanakan tugasnya

atas pelimpahan kewenangan semata dari Pemerintah pusat. Namun, Pemerintah

provinsi mempunyai tanggung jawab spesifik dalam melindungi pekerja migran.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menjabarkan

serangkaian tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Kota. Hal

tersebut menandakan adanya penguatan peran dan tanggungjawab dari

kelembagaan untuk melindungi pekerja migran. Sehingga, ada tanggungjawab

spesifik oleh Pemerintah kota. Adapun, dalam UndangUndang ini menjadikan

tanggungjawab Pemerintah kota tidak sebatas melindungi calon pekerja

migran/pekerja migran namun juga melindungi kelurga pekerja migran dari segi

sosial dan ekonomi.

4. Pemerintah Desa
53

Undang-Undang Pekerja Migran Indonesia, sudah mengatur peran dan tanggung

jawab dari Pemerintah desa. Undang-Undang ini mendorong peran kepala desa

dimana semua pekerja migran yang diberangkatkan harus diketahui oleh kepala

desanya sehingga jika pekerja migran terlibat masalah dapat dibantu dan

diketahui identitas pekerja migran tersebut melalui kepala desa.

5. Kementerian Tenaga Kerja

Pengesahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 diharapkan dapat menjadi

solusi dari salah satu permasalahan ketidakterpaduan kewenangan Kementerian

Tenaga Kerja dan BNP2TKI. Dalam Undang-Undang tersebut, secara jelas

menyatakan tugas pemerintah di bidang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia

akan diselenggarakan oleh Kementerian dan Badan dalam Pasal 44 Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Dalam konteks ini, Kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Tenaga

Kerja mempunyai tugas sebagai pembuat kebijakan atau regulator tercantum

dalam Pasal 45 Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Sehingga, terlihat jelas wewenang yang dimiliki oleh Kementerian ini dalam

menjalankan tugasnya untuk melindungi pekerja migran di luar negeri.

6. Kementerian Luar Negeri

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 secara implisit tanggung jawab dari

Kementerian Luar Negeri dapat ditemukan dalam Pasal 45 huruf c Undang-

Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yakni melakukan kerja sama

luar negeri untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan dari para pekerja

migran Indonesia melalui koordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja.


54

7. Badan Nasional Pelaksana dan Penempatan Pekerja Migran Indonesia

(BNP2TKI)

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 menjabarkan mengenai tugas dan

kewajiban dari BNP2TKI tertera dengan jelas yaitu sebagai pelaksana kebijakan

atau operator. Sehingga menciptakan wewenang yang jelas antara Kementerian

Tenaga dan BNP2TKI dalam melaksanakan tugasnya pada tata kelola

perlindungan pekerja migran di luar negeri.

8. Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS)

Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan

Perlindungan Tenega Kerja Indonesia di Luar Negeri, PPTKIS memiliki banyak

tanggung jawab yang diamanatkan oleh Pemerintah. Terutama, pada Pasal 82

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri menyebutkan bahwa PPTKIS

bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada calon pekerja

migran/pekerja migran Indonesia.

Pemberian tanggung jawab ini dinilai beresiko dikarenakan kepentingan

dari PPTKIS adalah untuk mendapatkan keuntungan atau bisa dikatakan orientasi

bisnis tenaga kerja (Kemenkumham). Hal tersebut mengindikasikan bahwa

Undang-Undang ini masih lemah untuk melindungi pekerja migran di luar negeri.

Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 melakukan perbaikan

tanggung jawab pada PPTKIS.

Sebagaimana dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017

tentang Perlindunga Pekerja Migran Indonesia Di Luar Negeri mencantumkan


55

tanggung jawab P3MI adalah mencari peluang kerja, menempatkan pekerja

migran, dan menyelesaikan permasalahan PPTKIS di negera yang

ditempatkannya. Pasal tersebut memberikan wewenang dan batasan yang jelas

pada PPTKIS dalam perlindungan pekerja migran di luar negeri. Sehingga, dapat

menghindari ketidakjelasan wewenang antara Pemerintah dan PPTKIS dalam

melakukan perlindungan kepada pekerja migran.

Permasalahan pekerja migran Indonesia sebenarnya merupakan persoalan yang

kompleks, karena hampir dalam setiap tahapan mulai dari perekrutan, masa

penempatan, hingga pasca penempatan para pekerja migran sangat rawan

terhadap terjadinya permasalahan.

Pada umumnya Pekerja Migran Indonesia banyak bekerja pada sektor-

sektor domestik yang mana pekerjaan tersebut adalah sudah ditinggalkan atau

tidak diminati oleh warga negara pemberi kerja karena kondisi kerja yang keras,

upah, status rendah, dan perlindungan minim. Sehingga hal ini menyebabkan

timbulnya persoalan-persoalan yang menimpa Pekerja Migran Indonesia tersebut

seperti;

a. Diperjual-belikan antar agensi di luar negeri

b. Jenis pekerjaan tidak sesuai dengan perjanjian kerja

c. Jam kerja malapaui batas, tanpa uang lembur

d. Dilarang berkomunikasi dengan orang lain bahkan keluarganya

e. Tidak memegang dokumen apapun, karena semua dokumen ditahan

majikan

f. Tidak mendapatkan upah yang sesuai bahkan tidak dapat sama sekali.
56

Adapun beberapa faktor penyebab belum efektifnya perlindungan hukum

terhadap Pekerja Migran Indonesia yang bekerja di luar negeri adalah:

1. Kelemahan diplomasi Indonesia.

2. Lemahnya hukum yang menjamin Pekerja Migran Indonesia yang

bermasalah di negara tujuan.

3. Pemerintah tidak mampu menciptakan lapangan kerja di Indonesia.

4. Sulitnya mendata keberadaan Pekerja Migran Indonesia di negara tujuan.

5. Keberadaan perwakilan Republik Indonesia tidak berfungsi secara

optimal.

6. Kurangnya perjanjian bilateral antara Indonesia dengan negara tujuan

Pekerja Migran Indonesia di luar negeri.

Kendala-kendala yang dihadapi dalam perlindugan Pekerja Migran Indonesia saat

ini adalah:

a. Kurangnya tingkat kesadaran hukum Calon Pekerja Migran/Pekerja Migran

Indonesia

b. Penegakan hukum (Law Enforcement) yang lemah

c. Lemahnya sistem pengawasan Pekerja Migran Indonesia di luar negeri.47

Dari hasil penelitian mengenai upaya pemerintah dalam memberikan

perlindungan hukum bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) peneliti

menyimpulkan bahwa ada beberapa hal yang diatur di dalam Undang-Undang

Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dalam

47
Endar Susila, “Rekonstruksi Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Dalam
Perspektif UU No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia Di Luar Negeri Yang Berbasis Nilai Keadilan”, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE
Vol.9 No. 2 November 2006, hlm, 161.
57

upaya melindungi hak-hak Pekerja Migran Indonesia. Pertama, hak memperoleh

jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas

tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatn ya, dalam beberapa

kasus yang pernah menimpah Pekerja Migran Indonesia, mereka mendapatkan

perlakuan semena-mena dari majikannya berupa penganiayaan. Ini merupakan

bukti nyata bahwa hak-nya untuk mendapat perlakuan yang manusiawi telah di

rampas. Dalam hal ini, harusnya mereka mendapatkan rasa aman dan hak untuk

mendapatkan perlindungan dari negara terhadap kekerasan fisik. Padahal, para

pekerja migran Indonesia telah melakukan kewajibannya sebagai pekerja migran

yaitu melayani majikannya.

Kedua, hak untuk diberikan bantuan hukum sesuai dengan ketentuan

perturan perundang-undangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan

internasional. Dalam beberapa kasus pemberian bantuan hukum yang diberikan

oleh Pemerintah Indonesia melalui perwakilan negara Indonesia di luar negeri

sangat lambat di berikan. Seharusnya pemerian bantuan hukum diberikan sesegera

mungkin agar kasus cepat terselesaikan. Inilah yang harusmya di benahi oleh

instansi terkait perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Perwakilan Pemerintah Negara Republik Indonesia di Negara tempat Pekerja

Migran Indonesia bekerja tersebut meskipun memiliki peran utama dalam

memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap warga negara Indonesia yang

berkerja di luar negeri namun perwakilan pemerintah negara Republik Indonesia

masih belum mampu melindungi warga negaranya yang bekerja di luar negeri dari

berbagai macam ancaman, tindak kekerasan, maupun diskriminasi dari majikan.


58

Masih lemahnya penegakan hukum tersebut dapat dilihat dari banyaknya

pelanggaran yang terjadi terhadap Pekerja Migran Indonesia, dan pelanggaran

tersebut tidak mencerminkan cita hukum bangsa Indonesia sebagai nilai positif

yang tertinggi yakni pancasila khususnya sila kedua kemanusiaan yang adil dan

beradab, yang menempatkan manusia sebagai makhluk yang memiliki harkat dan

martabat.

Kedudukan hukum yang demikian itu telah memosisikannya sebagai alat

(tool) sarana untuk mewujudkan ide, cita dan harapan-harapan perwujudan nilai-

nilai keadilan kemanusiaan. Keadilan kemanusiaan hanya akan ada bila hak asasi

manusia di hormati.

3.2.2 Implementasi dan Bentuk Perlindungan Penempatan Pekerja

Migran Indonesia menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2017

Sebagaimana menurut Philipus M. Hadjon, bahwa perlindungan hukum

merupakan suatu perlindungan yang diberikan untuk subjek hukum berupa

perangkat hukum baik berupa represif atau preventif.48 Dimana represif bertujuan

dalam penyelesaian sengketa, sedangkan preventif bertujuan dalam pencegahan

sengketa. Perlindungan PMI dirasakan sangat perlu bagi PMI dan juga

pemerintah, hal tersebut dikatakan narasumber dengan beberapa faktor yaitu,

ingin memastikan bahwa berangkat ke luar negeri, sebelum berangkat dan setelah

berangkat keluar negeri hingga pulang ke indonesia, yang biasa disebut pra, masa

dan purna, itu terpenuhi semua hak-haknya. Ibaratnya berangkat ke luar negeri

dalam kondisi nyaman, di luar negeri nyaman, dan pulang dengan kondisi

48
Muhshi Adam, Teologi Konstitusi Hukum Hak Asasi Manusia atas Kebebasan
Beragama di Indonesia, Yogyakarta: Printing Cemerlang, 2015, hlm 45
59

nyaman kembali. Ibaratnya hak-haknya mereka menjadi paham apa saja yang

dipersiapkan berangkat ke luar negeri karena yang menjadi hak dari PMI.

Uraian di atas memberi penegasan bahwa perlindungan hukum yang

dilakukan pada saat PMI sebelum bekerja atau pra penempatan PMI termasuk ke

dalam jenis perlindungan preventif. Dikatakan bahwa perlindungan preventif

memberikan perlindungan berupa pencegahan sengketa yang terjadi. BP2MI

mengadakan perlindungan awal guna menghindarkan PMI dari hal-hal yang tidak

diinginkan semasa bekerja di luar negeri.

Sebagaimana bahwa faktor utama PMI harus mendapatkan perlindungan

adalah karena masyarakat yang ingin menjadi PMI memiliki kategori tingkat

pendidikan yang rendah yaitu Sekolah Menengah Pertama (Selanjutnya disebut

SMP) ke bawah. Hal tersebut menimbulkan PMI tidak memiliki banyak

pengetahuan dan pemahaman terkait hal-hal yang berhubungan dengan PMI dan

pekerjaannya, termasuk dengan hak-hak yang seharusnya diperoleh dan

kewajiban yang seharusnya dilakukan. Karena ketidak pahaman tersebut

menimbulkan PMI sering mengalami kendala dan hambatan ketika telah bekerja

di luar negeri. Seperti halnya kesulitan berkomunikasi hingga yang paling

dihindari adalah kekerasan. Sehingga perlindungan preventif pra penempatan

sangat dibutuhkan dalam menanggulangi hal-hal yang tidak diinginkan.

Proses pendaftaran merupakan salah satu bentuk perlindungan pra

penempatan, yaitu perlindungan administratif sebagaimana pada Pasal 8 ayat (1)

huruf a, juga termasuk dalam perlindungan teknis yang mampu memberikan

desiminasi informasi kepada PMI melalui registrasi sesuai Pasal 8 ayat (3) huruf
60

a. Berikut merupakan proses pendaftaran PMI oleh PJTKI Disnakertrans. Proses

keberangkatan PMI ke luar negeri itu dibagi menjadi 3, pra, masa dan purna. Pra

itu selama masih dalam negeri indonesia, dimulai pertama kali tercatat dalam

sistem negara di siskotkln, pertama kali tercatat pada saat yang bersangkutan

terdaftar di dinas tenaga kerja setempat. Setelah itu prosesnya akan dimulai,

pendaftaran siskotkln, setelah itu sudah daftar PMI mendapatkan ID, nomor urut

pendaftaran. Itu yang akan tercatat di sistem negara. Dari ID mereka akan terus

melalui proses-proses mulai dari rekomendasi paspor, pembuatan paspor,

pelatihan, medikal cek-up, uji kompetensi, hingga nanti akhirnya mereka

dinyatakan siap mengikuti pembekalan akhir pemberangkatan tapi kalau memang

sudah dilalui itu tahap semuanya sampai tahap akhir tercatat dalam sistem negara

baru dinyatakan sah.

Sebagaimana penjelasan di atas, alur pendaftarannya yaitu :

a. Pendaftaran PMI dilakukan di PJTKI Disnakertrans dengan mendaftar di

loket.

b. Pihak PJTKI akan menginput data di SISKOTKLN

c. Calon PMI akan mendapatkan ID atau KTKLN.

d. Mengurus berkas rekomendasi paspor dan pembuatan paspor

e. Pelatihan

f. Medical check up

g. Uji kompetensi

h. Pembekalan Akhir Pemberangkatan Dari proses pendaftaran hingga PMI

berangkat.
61

Skema pemberangkatan PMI yang berangkat keluar negeri itu ada 5 (lima)

skema, dan kelima skema itu di bawah kontrol dari PJTKI dengan harus tercatat

dalam SISKOTKLN yang di kontrol oleh BP2MI, diantara skema tersebut

yaitu:49

1. Government To Government (G2G)

PMI yang ditempatkan oleh pemerintah Indonesia kepada pemerintah negara

tujuan. Program G2G ini baru ada MoU dengan dua negara, yaitu Korea dan

Jepang.

2. Government To Private (G2P)

Pemberangkatan dari pemerintah Indonesia kepada pihak swasta di luar negeri

langsung. Untuk saat ini sekitar tahun 2018 bekerjasama antara pemerintah

Indonesia dengan pihak swasta di Kuwait.

3. UKPS (Untuk Kepentingan Perusahaan Sendiri)

Perusahaan Indonesia yang punya proyek di luar negeri, jadi tenaga kerjanya

dibawa ke luar negeri.

4. PMI Mandiri

Berangkat ke luar negeri atas dasar kemauannya sendiri.

Dalam proses pendaftaran, sebagaimana pada Pasal 8 ayat (2) huruf a UU

No. 18 Tahun 2017 bahwa perlindungan administratif berupa keabsahan

dokumen, maka PJTKI juga meminta kepada PMI terkait kelengkapan data.

Berangkat ke luar negeri harus memiliki dokumen lengkap ada di persyaratan

nomor 5 poin e. Terdapat banyak dokumen, Kartu Tanda Penduduk (Selanjutnya

disebut KTP), Akta Kelahiran, Ijazah, Buku Nikah, Kartu Keluarga.


49
Ibid,.
62

Terkait dengan ketenagakerjaan selama pelatihan terdapat tambahan dokumen

seperti uji kompetensi atau sertifikat yang harus dikeluarkan, Visa, kontrak kerja,

perjanjian penempatan. Salah satu dokumen yang harus dilengkapi calon PMI

pada perlindungan pra penempatan adalah diberikannya surat perjanjian.

Perjanjian penempatan ditandatangani oleh PMI dan PJTKI. Perjanjian terdapat 2

perjanjian yaitu perjanjian penempatan dan perjanjian kerja.

Perjanjian penempatan itu dibuat di awal pada saat yang bersangkutan

registrasi di Disnakertrans. Perjanjian penempatan terdapat tanda tangan PMI dan

PJTKI diketahui oleh dinas tenaga kerja setempat. Perjanjian tersebut berisi tujuan

keberangkatan, tenggang waktu, posisi, serta biaya semua tertulis dalam

perjanjian penempatan. Setelah perjanjian penempatan yang di awal PMI yang

bersangkutan melalui pembuatan Paspor, Surat Kesehatan, setelah semua dilalui

lulus uji kompetensi, serta tujuan keberangkatan maka terbuatlah Surat Perjanjian

Kerja. Perjanjian kerja ditandatangani oleh PMI itu sendiri dan pengguna (dalam

artian majikan) dan diketahui oleh kedutaan besar yang ada di luar negeri, tetapi

khusus untuk program G2P harus dilegalitas oleh perwakilan PMI setempat.

Perjanjian penempatan itu telah memenuhi standar yang ditentukan oleh

kementerian tenaga kerja. Isinya standar, yang membedakan itu hanya terkait

biaya penempatan. Biaya penempatan masing-masing negara berbeda-beda,

sehingga klausul yang membedakan dalam perjanjian penempatan hanya klausul

terkait pembiayaan. Jadi secara umum semua klausul dari a sampai terakhir tetap

sama.

Terkait dengan perjanjian kerja yang standar hanya membedakan pada


63

jenis pekerjaan dan gaji. Sesuai dengan Pasal 13 poin g dan h, calon PMI wajib

memiliki surat perjanjian. Pada Pasal 14 juga disebutkan bahwa hubungan antara

PMI dan pemberi kerja bersangkutan dengan perjanjian kerja. Begitu pula dengan

PJTKI yang memberikan surat perjanjian yang berupa perjanjian baku

sebagaimana telah ditetapkan oleh kementerian tenaga kerja, sekaligus

memberikan pemahaman kepada PMI atas isi dan maksud surat perjanjian

tersebut.

Ada dua macam surat perjanjian yaitu :

l. Perjanjian Penempatan

Perjanjian yang dilakukan di awal saat PMI melakukan registrasi di dinas dengan

ditandatangani oleh calon PMI yang bersangkutan, P3MI dan Disnakertrans. Isi

dari perjanjian penempatan tersebut meliputi negara tujuan, jenis pekerjaan, waktu

pemrosesan, hak dan kewajiban serta biaya pemberangkatan. Perjanjian

penempatan dikeluarkan oleh pihak P3MI yang bentuknya telah disesuaikan

dengan aturan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Selanjutnya

disebut Kemnaker), kemudian dari P3MI diberikan kepada pihak BP2MI untuk

kemudian diserahkan dan ditandatangani oleh PMI yang bersangkutan.

Bagan 3.2 Alur Perjanjian Penempatan P3MI, PMI dan BP2MI


64

Sumber : Dibuat dari berdasarkan Disnakertrans setiap Kabupaten

2. Perjanjian Kerja

Perjanjian yang dilakukan setelah melalui proses di Balai Latihan Kerja

(Selanjutnya disebut BLK) sampai dengan lulus uji kompetensi. Perjanjian ini

memiliki skema dari negara penempatan yang disahkan oleh perwakilan.

Perjanjian ini di tandatangani oleh calon PMI dan pemberi kerja (majikan di

negara tujuan) serta diketahui oleh kedutaan besar yang ada di luar negeri. Isi dari

perjanjian ini meliputi peraturan dan prosedur kerja, jangka waktu kontrak, hak-

hak dan lain sebagainya yang bersangkutan dengan pekerjaannya di luar negeri.

Bagan 3.3 Alur perjanjian kerja antara Pemberi kerja, BP2MI dan PMI

Sumber : Dibuat berdasarkan dari Disnakertrans setiap Kabupaten

3.3 Implementasi Jaminan Sosial terhadap Pekerja Migran Indonesia


65

pada Pemerintahan daerah menurut UU No. 18 Tahun 2017 tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia

Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia merupakan suatu bentuk kemajuan apabila dibandingkan dengan

Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari

adanya Bab dan Pasal-pasal spesifik mengenai Perlindungan Buruh Migran, Hak-

hak Buruh Migran, Jaminan Sosial, Tugas dan Tanggung jawab Pemerintah Pusat

dan Pemerintah Daerah, serta Layanan Terpadu Satu Atap Penempatan dan

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Pasal 29 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia menyatakan bahwa “Dalam upaya perlindungan Pekerja Migran

Indonesia, Pemerintah Pusat menyelenggarakan Jaminan Sosial bagi Pekerja

Migran Indonesia dan keluarganya.” Dengan adanya ketentuan tersebut maka

Pekerja Migran Indonesia tidak lagi menggunakan asuransi swasta, tetapi BPJS

Ketenagakerjaan. Undang-Undang ini lebih menekankan dan memberikan peran

yang lebih besar kepada pemerintah dan mengurangi peran swasta dalam

penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Kennet Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal International

Social Security Association (ISSA) di Jenewa, dalam Regional Training Seminar

ISSA di Jakarta bulan Juni 1980, mengatakan bahwa “Jaminan sosial dapat

diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi

anggotaanggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan


66

tujuan sejauh mungkin untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut

yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan,

dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap

konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk

tunjangan keluarga dan anak.”50

Jaminan sosial dapat diartikan secara luas dan secara sempit. Pengertian luas

jaminan sosial meliputi usaha-usaha yang berupa:

a. Pencegahan dan pengembangan, yaitu di bidang kesehatan, keagamaan,

keluarga berencana, pendidikan, bantuan hukum, dan lainnya yang dapat

dikelompokkan dalam pelayanan sosial (social security).

b. Pemulihan dan penyembuhan, seperti bantuan untuk bencana alam, lanjut usia,

yatim piatu, penderita cacat dan berbagai ketunaan yang dapat dikelompokkan

dalam pengertian bantuan sosial (social assistance).

c. Pembinaan, dalam bentuk perbaikan gizi, perusahaan, transmigrasi, koperasi,

dan lainnya yang dapat dikategorikan dalam sarana sosial (social infra structure).

Sedangkan dalam pengertian yang sempit, jaminan sosial ini meliputi usaha-

usaha di bidang perlindungan ketenagakerjaan, yang berupa bantuan sosial dan

asuransi sosial.51

Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 memberikan perlindungan Jaminan

Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia yang selama ini dilaksanakan oleh

perusahaan asuransi yang tergabung dalam konsorsium asuransi dengan program

perlindungan meliputi perlindungan prapenempatan, masa penempatan, dan


50
Sentanoe Kertonegoro, 2000, Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia, Mutiara,
Jakarta, hlm. 29
51
Zainal Asikin, 2012, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 101
67

purna penempatan. Peran perlindungan tersebut saat ini dialihkan dan

dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sesuai dengan

UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No. 24

Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Untuk risiko tertentu

yang tidak tercakup dalam program Jaminan Sosial, BPJS dapat bekerja sama

dengan lembaga pemerintah atau swasta.

Penjelasan narasumber terkait bentuk perlindungan yang diberikan PJTKI

pada saat pra penempatan yaitu pada masa pra penempatan ada beberapa item di

BPJS, salah satunya apabila yang bersangkutan mengalami kecelakaan di tempat

kerja disebut BPJS Ketenagakerjaan, jadi hal-hal yang bersangkutan atau

berkaitan dengan ketenagakerjaan, tetapi selama yang bersangkutan belum

berangkat ke luar negeri.

Terkait dengan fasilitas jaminan sosial sebagaimana pada Pasal 8 ayat (3)

huruf c Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja

Migran Indonesia yang berupa asuransi. Berikut penjelasan lanjutan dari

narasumber yakni “Masa pra penempatan tersebut PMI sudah masuk dalam

kategori dilindungi dari sistem asuransi, karena sesuai pasal 5 tersebut salah

satunya berbunyi terlindung dalam asuransi jaminan sosial, BPJS

Ketenagakerjaan. Pra ini sudah terlindungi, yaitu pra penempatan mendapatkan

asuransi 5 bulan, jadi sesuai perjanjian penempatan, pada saat yang bersangkutan

teregistrasi Disnakertrans terkait, yang bersangkutan menandatangani perjanjian,

namanya perjanjian penempatan antara PMI dengan PJTKI atau Perusahaan yang

memberangkatkan.
68

Dalam perjanjian penempatan tersebut ada klausul yang menyatakan

bahwa akan diberangkatkan dalam kurun waktu kurang lebih sekitar 5 bulan.

Masa tunggu waktu 5 bulan tersebut yang bersangkutan sudah dilindungi oleh

asuransi BPJS dalam pra penempatan, biayanya kurang lebih sekitar 37500 untuk

mengganti selama 5 bulan. Setelah berangkat masa penempatan itu juga tercover

oleh asuransi penempatan. Penempatan itu tercover sesuai lamanya masa kerja

ada yang 2 tahun atau 3 tahun, biayanya kurang lebih sekitar 270.000 untuk yang

2 tahun, kalau yang 3 tahun sekitar 525000 untuk mengcover 3 tahun, termasuk

purna penempatan. Purna penempatan berlaku sampai satu bulan yang

bersangkutan pulang dari luar negeri. untuk teknis bisa dilihat di Permenaker No

18 tahun 2018 tentang BPJS Ketenagakerjaan.”52

Jadi, asuransi yag diberikan oleh PJTKI kepada PMI adalah :

a. Pra penempatan selama 5 bulan

b. Masa penempatan sesuai dengan lamanya masa kerja yang tertera dalam

perjanjian kerja

c. Purna penempatan berlaku satu bulan setelah kepulangan.

Disnakertrans setiap daerah juga mengadakan sosialisasi secara umum.

Masing-masing beberapa instansi dari BP2MI, BPTKI dan juga dinas memiliki

namanya kegiatan sosialisasi penempatan dan perlindungan TKI, jadi skop yang

disampaikan hanya sebatas bagaimana cara seseorang berangkat ke luar negeri

yang baik dan benar. Detailnya untuk sosialisasi pada saat yang bersangkutan

mengikuti kegiatan pada saat registrasi, akan disampaikan terkait apa saja yang

bersangkutan lalui sebelum berangkat ke luar negeri.


52
Ibid.
69

Sosialisasi dilakukan sebelum pendaftaran. Seperti ketentuan pada Pasal 8

ayat (3) huruf a bahwa perlindungan teknis sebelum bekerja adalah dengan

pemberian sosialisasi. Sosialisasi yang dilakukan oleh PJTKI setiap daerah adalah

sosialisasi sebelum pendaftaran yang dilakukan ketika calon PMI melakukan

registrasi. Selain itu pihak PJTKI dan instansi terkait juga mengadakan sosialisasi

di daerah wilayah kabupaten tersebut terkait pemberangkatan PMI ke luar negeri

yang prosedural.

Pendidikan dan pelatihan kerja juga dilakukan oleh PJTKI di BLK yang

dilakukan oleh BLK swasta, karena mereka ditampung di balai latihan kerja

swasta, dan selama di BLK yang bersangkutan diminta untuk mempersiapkan

dalam artian dilatih sesuai dengan kompetensi apa yang akan dilakukan di luar

negeri. pendidikan dan pelatihan kerja dilakukan selama proses perjalanan. Yang

pertama registrasi ID, setelah mendaftar dan mendapatkan ID mereka langsung

mengetahui akan di berangkatkan di negara mana sudah langsung tercatat dalam

sistem negara. Pelatihan tersebut mengikuti sesuai dengan negara tujuannya. Apa

saja yang dibutuhkan pelatihan dan pendidikan untuk ke negara tujuan selama

kurang lebih 5 bulan. Yang melakukan pendidikan dan pelatihan kerja bukan dari

BP2MI tapi oleh BLK swasta yang telah dilatih oleh instruktur yang sudah

tersertifikasi oleh BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesional) dan mereka

harus mengikuti uji kompetensi yang dilangsungkan oleh lembaga sertifikat di

profesi yang sudah di standarkan BNSP itu sendiri.

Perlindungan teknis dalam pra penempatan yang terdapat dalam Pasal 13

poin c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja


70

Migran Indonesia adalah pengadaan pendidikan dan pelatihan kerja guna

peningkatan kualitas calon PMI. Begitu juga dengan PJTKI yang

bertanggungjawab dalam pendidikan dan pelatihan kerja yang diadakan di Balai

Latihan Kerja (BLK) Swasta. Pelatihan tersebut dilakukan setelah PMI mendaftar

dan memiliki KTKLN, serta telah mengetahui di negara mana mereka akan

ditempatkan. Pada saat di BLK, PMI akan dilatih sesuai dengan negara tujuan dan

juga mengikuti ujian kompetensi yang bersertifikat sebagai salah satu syarat

kelengkapan dokumen yaitu sertifikat kompetensi kerja.

Seleksi calon PMI pada pra penempatan juga diselenggarakan oleh BLK,

bukan dari BP2MI Pusat atau PJTKI. Sebelum pra penempatan, menurut Undang-

Undang baru seleksi dilakukan di LTSA. Pihak Disnakertrans masih menunggu

peraturan turunan. Apabila mengerucut pada Undang-Undang yang lama seleksi

dilakukan oleh BLK, menyatakan bahwa seseorang akan mendaftar kemana dan

apa saja yang dibutuhkan tetapi untuk kedepannya sesuai paradigma Undang-

Undang yang baru akan dilakukan di LTSA.

Pembinaan dan Pengawasan selama berproses di BLK merupakan

kewenangan dari Disnakertrans. Pembinaan dan pengawasan harus izin dari BLK

swasta itu sendiri karena keluar dari pemerintah kabupaten. Pembinaan dan

pengawasan dilakukan pada waktu tertentu apabila dibutuhkan. Berupa terjun

langsung hanya memastikan bahwa mereka dinyatakan latihannya sesuai dengan

SOP, perlakuan di tempat BLK manusiawi dan tidak ada hal-hal yang keluar dari

SOP tersebut.

Pada perlindungan teknis pra penempatan, seperti pada pasal 8 ayat (3)
71

huruf g yang mengharuskan pengadaan pembinaan dan pengawasan, pemerintah

melalui Disnakertrans juga mengadakan pembinaan dan pengawasan berupa

terjun langsung di BLK Swasta yang bersangkutan pada waktu tertentu tanpa ada

waktu yang rutin. Orientasi Pra Pemberangkatan (Selanjutnya disebut OPP) Pada

pasal 12 ayat (1) dijelaskan bahwa calon PMI yang akan berangkat wajib

mengikuti persyaratan sebelum bekerja sesuai dengan peraturan di instansi terkait.

Di BP2MI, tahapan akhir dalam perlindungan pra penempatan adalah kegiatan

OPP atau Pembekalan Akhir Pemberangkatan (Selanjutnya disebut PAP).

Orientasi Pra Pemberangkatan atau Pembekalan Akhir Pemberangkatan

dilakukan oleh BP2MI ini di bagian paling akhir dari semua proses yang dilalui

oleh PMI. Proses pertama verifikasi ID, proses terakhir yaitu PAP. OPP yang

diselenggarakan oleh BP2MI ini berupa in house class dengan mengumpulkan

calon PMI yang sudah lolos segala proses pendaftaran dalam satu hari. Kegiatan

tersebut berupa orientasi yang memberikan gambaran tentang bagaimana

perjanjian kerja, karena pada umumnya PMI hampir sebagian tidak memahami isi

dari perjanjian kerja, pada saat OPP itulah peran PJTKI untuk memastikan mereka

benar-benar paham apa yang mereka tanda tangani.

Dalam satu hari tersebut, OPP berlangsung dengan 5 (lima) materi yang

disampaikan, diantaranya yaitu :

a. Perjanjian kerja

b. Peraturan Perundang-Undangan

c. Bahaya perdagangan narkoba

d. Adat istiadat, dan


72

e. Kepribadian.

Sebelum mengikuti OPP, PJTKI melakukan verifikasi dokumen PMI yang

akan berangkat ke luar negeri untuk memastikan bahwa semua dokumen legalitas

yang PMI miliki adalah benar untuk perjanjian kerja, sudah di tanda tangani dan

sudah diketahui oleh perwakilan negara penempatan. Pengaduan Pra Penempatan

PJTKI dalam melakukan perlindungan pra penempatan PMI juga menerima

berbagai macam pengaduan. Menurut narasumber, pengaduan yang banyak

dikeluhkan oleh PMI pada sebelum pemberangkatan adalah :

a. Lamanya proses menunggu.

Proses menunggu ini disebabkan oleh berbagai macam variabel, salah satunya

yang kebanyakan terjadi adalah PMI tidak kunjung mendapatkan majikan. PMI

dikumpulkan dalam suatu BLK berdasarkan pemberangkatan negara yang sama,

setelah itu akan disampaikan bahwa ada WNI yang akan berangkat ke luar negeri

dengan persetujuan pengguna PMI. Biasanya akan dilakukan tes interview antara

PMI dengan pengguna, biasanya terkait dengan bahasa. Sehingga tidak tahu

kapan akan berangkat.

b. Pembiayaan yang melebihi dari batas (overcharging).

Keluhan yang muncul tersebut karena biaya yang dikeluarkan oleh PMI melebihi

batas yang disampaikan. Pembiayaan ini sangat sulit di kontrol, sebenarnya

Pemerintah memfasilitasi PMI untuk pembiayaan ke luar negeri, fasilitasnya

namanya kredit pembiayaan target Kredit Usaha Rakyat (Selanjutnya disebut

KUR), pemerintah memfasilitasi dengan kredit pembiayaan KUR yang difasilitasi

oleh perbankan. Namun dalam pelaksanananya ada biaya-biaya lainnya yang


73

tidak diketahui. Sebenarnya pemerintah sudah menetapkan biaya-biaya ini dan itu

berapa total biayanya. Tapi dalam lapangan tidakn dan hal itu biasanya muncul

masalah pembiayaan itu pada saat mengikuti kegiatan OPP.

OPP termasuk dalam pra pemberangkatan, sebelum berangkat mereka

baru menyatakan bahwa pembiayaannya tidak seperti apa yang disampaikan,

melebihi dari yang ada. Standar pembiayaan misalnya Hongkong Rp. 14.530.000,

(Empat Belas Juta Lima Ratus Tiga Puluh Ribu Rupiah) untuk Taiwan Rp.

17.925.000, (Tujuh Belas Juta Sembilan Ratus Dua Puluh Lima Ribu Rupiah) dan

untuk Singapura Rp. 12.397.000. (Dua Belas Juta Tiga Ratus Sembilan Puluh

Tujuh Ribu Rupiah). Ketiga negara tersebut adalah negara tujuan penempatan

yang paling banyak dituju oleh PMI. Biaya tersebut sebenarnya sudah termasuk

keseluruhan dengan tiket pemberangkatan. Sedangkan apabila pulang karena

kontrak kerja telah habis, maka hal tersebut sudah menjadi kewajiban majikan

untuk membiayai kepulangan PMI. Namun jika sebelum kontrak berakhir yang

bersangkutan memutuskan untuk pulang ke Indonesia, maka biaya kepulangan itu

menjadi tanggung jawab sendiri.

c. Masalah dokumen.

Dokumen yang menjadi salah satu permasalahan adalah terkait dengan surat izin

pemberangkatan. Apabila sudah menikah surat izin dengan suami, jika belum

menikah menggunakan surat izin dengan orang tua. Permasalahannya adalah surat

tersebut banyak yang dipalsukan oleh PMI yang bersangkutan. Narasumber

menjelaskan permasalahannya yaitu : “Permasalahan yang timbul adalah orang

menjadi PMI banyak latar belakangnya. Pisah tetapi belum memiliki akta cerai
74

resminya. Hal tersebut akan menjadi sulit juga dalam artian sudah berpisah tapi

tidak ada landasan akta cerai, tidak diberikan nafkah berapa tahun, ingin

berangkat ke luar negeri, tidak diberikan izin suami karena suami tidak tau

keberadaannya dimana, akhirnya yang menandatangani adalah keluarganya. Nah

setelah tau akan berangkat si suami tiba-tiba datang memperkarakan masalah

tersebut.”

Calon PMI yang tidak mendapatkan izin sehingga dokumen yang harus digunakan

dalam syarat pendaftaran tidak lengkap maka PJTKI tidak mungkin mengikuti

urusan keluarga calon PMI sebagaimana di contohkan di atas.

Perlindungan Keluarga PMI Selain perlindungan diberikan oleh PMI,

perlindungan juga diberikan oleh keluarga PMI yang bersangkutan. Berikut

adalah penjelasan dari narasumber:

“Keluarga yang terlindungi maksudnya adalah terkait dengan apabila ada

permasalahan di luar negeri dan terus berlanjut sampai di indonesia yang

dilindungi jika dilihat adalah aspek pembiayaan. Jadi pihak keluarga tidak

mengeluarkan biaya sama sekali. Apabila yang bersangkutan mengalami

kecelakaan atau meninggal dunia di luar negeri sampai ke indonesia, keluarga

tidak mengeluarkan biaya sama sekali.”

Maksud dari penjelasan narasumber tersebut adalah pihak keluarga PMI

tidak dibebankan biaya apapun ketika ada permasalahan yang berkaitan dengan

biaya. Seperti halnya sakit dan kecelakaan. Karena PMI telah tercover dengan

asuransi kesehatan mulai dari sebelum bekerja, selama bekerja dan setelah bekerja

di Indonesia dan di negara penempatan. Hal tersebut demi mewujudkan Pasal 1


75

ayat (5) yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perlindungan PMI juga

termasuk perlindungan terhadap keluarga PMI yang bersangkutan.

Bagan 3.4 Alur Perlindungan Pra Penempatan PMI Oleh PJTKI

LTSA

Sumber : Dibuat berdasarkan Penelitian dari Disnakertrans setiap Kabupaten

Dari uraian gambar di atas, berikut merupakan alur perlindungan pra

penempatan di PJTKI. Pertama, calon PMI mendaftarkan diri ke LTSA, setelah

melengkapi berkas dan mendapatkan ID berupa KTKLN, BP2MI megurusi

kelengkapan dokumen yang digunakan untuk pergi ke luar negeri seperti visa,

paspor, asuransi kesehatan, dan administrasi ke loket yang telah tersedia di LTSA.

Kemudian PMI diseleksi untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. Selama

pendidikan dan pelatihan, PMI melakukan uji kompetensi untuk kemudian

dinyatakan lulus dan mendapatkan majikan atau negara tujuan penempatan.

Terakhir, sebelum pemberangkatan PMI dikumpulkan dalam satu tempat untuk

mendapatkan OPP.

Kendala Perlindungan Pra Penempatan oleh PJTKI dari segala macam

perlindungan pra penempatan yang dilakukan oleh PJTKI dengan memberikan

kemudahan dan keefektifan proses pendaftaran bagi PMI, masih ada kendala yang
76

menjadi penghambat kesempurnaan kinerja PJTKI yaitu adanya PMI yang

berangkat ke luar negeri dengan cara non prosedural. Narasumber mengatakan

kendala PMI yang pulang ke Indonesia baik yang PMI yang bermasalah maupun

yang meninggal adalah yang berangkat secara non prosedural. Apabila PMI

dengan prosedural berangkat ke luar negeri yang tercatat dalam sistem negara

apabila ada permasalahan, itu bisa didampingi secara maksimal.

Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa PMI yang tidak tercatat

dalam Siskotkln tidak mendapatkan perlindungan dari pemerintah Indonesia,

sehingga pemerintah tidak dapat memperjuangkan hak, baik hak PMI maupun hak

dari si ahli warisnya, karena tidak ada dokumen-dokumen pendukung untuk

memperjuangkan dari hak-hak yang bersangkutan. Narasumber mengatakan

kembali terkait faktor yang menyebabkan PMI berangkat dengan cara non

prosedural yaitu banyak sekali dugaannya. Salah satunya adalah cepat. Ibaratnya

berangkat ke luar negeri hanya dengan bermodal visa pelancong atau visa

kunjungan atau visa wisata, disana berubah fungsi menjadi tenaga kerja.

Pendaftaran melalui PJTKI memang memerlukan waktu yang cukup lama

untuk seorang PMI berangkat ke luar negeri, sebagaimana dikatakan di awal

membutuhkan waktu kurang lebih 5 bulan. Karena lamanya waktu tersebut, PMI

yang memiliki banyak latar belakang termasuk keinginannya untuk segera

mendapatkan pekerjaan, maka PMI berangkat melalui calo yang penanganannya

lebih cepat. Hal tersebut pasti bahaya, yang paling utama tidak terlindungi hak-

hak seorang PMI ketika terjadi permasalahan, hal tersebut juga menyalahi aturan

karena visa turis yang seharusnya digunakan hanya untuk berkunjung,


77

disalahgunakan peruntukannya untuk bekerja menetap di luar negeri dan itu bisa

mengakibatkan penahanan oleh pihak negara yang bersangkutan maupun

deportasi.

Mengatasi hal tersebut, BP2MI dan Disnakertrans serta instansi-instansi

yang terkait sudah sangat masif untuk melakukan kegiatan sosialisasi yang

melibatkan berbagai macam pihak. BP2MI memiliki unit di desa, namanya

Keluarga Komunitas Buruh Migran (Selanjutnya disebut KKBM). Tentunya

sosialisasi tidak dapat mencakup secara keseluruhan. Masih ada beberapa daerah

yang tidak terjangkau. Terkait biaya apabila lewat calo pun sangat merugikan

karena tidak ada batasannya, karena mereka akan dikenakan biaya yang tidak

mengerti harga batasan. Apabila dengan melalui pemerintah mereka akan

mengerti berapa batas maksimum berangkat ke luar negeri peruntukannya untuk

apa saja. Dari pernyataan di atas, kegiatan sosialisasi oleh KKBM ini

menyampaikan ke desa-desa bahwa untuk berangkat ke luar negeri dengan

berangkat secara prosedural. Serta menyampaikan dampak merugikan yang terjadi

ketika PMI berangkat secara non prosedural. Pengaruh Perlindungan Pra

Penempatan bagi PMI Perlindungan pra penempatan dirasa sangat memiliki peran

penting dalam proses pemberangkatan PMI sebelum bekerja. Segala kesiapan

baik pemahaman, pelatihan dan lain sebagainya telah mampu memberikan

pengaruh positif, yaitu mengurangi angka kekerasan yang timbul karena kurang

harmonisnya antara PMI dan pemberi kerja. Apabila kekerasan dilihat pada

umumnya mulai menurun, awal mula calon PMI pada saat OPP selalu

disampaikan untuk menjalin hubungan baik dengan majikan agar tidak timbul hal-
78

hal yang tidak diinginkan, dan selalu mengikuti peraturannya. Kekerasan masih

tetap ada tapi presentasenya menurun. Pernyataan tersebut adalah salah satu

pengaruh yang terjadi ketika PMI melakukan masa pra penempatan dengan baik

dan benar mengikuti peraturan yang ada dengan perlindungan yang diberikan oleh

pemerintah. Sebagaimana BP2MI yang senantiasa mensinergikan Undang-

Undang No. 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indoesia pada

pernyataan berikut harapannya regulasi tentunya adalah untuk kembali pada

perlindungan PMI. Sepakatnya adalah bagaimana Undang-Undang PMI tersebut

harus bersinergi antara instansi satu dengan instansi lainnya itu tujuannya untuk

perlindungan PMI. Hal tersebut membuktikan bahwa adanya perlindungan pra

penempatan sangat membawa peran penting bagi kelangsungan kinerja PMI di

luar negeri. Tentunya dengan bekal pemahaman yang diberikan mulai dari

perlindungan hukum, sosial dan ekonominya.

BAB IV
79

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan sebelumnya, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Kebijakan pemerintah bagi Pekerja Migran Indonesia di setiap Kabupaten

yang dipulangkan ke daerah asal di masa pandemi hingga saat ini belum

dibentuk kebijakan yang khusus oleh pemerintah Kabupaten maupun dari

Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi serta DPRD. Namun, hingga saat

ini kebijakan pemerintah bagi Pekerja Migran Indonesia masih tetap diatur

secara khusus oleh Pusat. Sehingga kebijakan di Kabupaten Daerah masih

mengikuti aturan yang terdapat di Pusat. Sedangkan kebijakan di Pusat

belum mengatur secara khusus untuk pengaturan kebijakan di setiap

daerah yang ada.

2. Dalam hal bentuk kebijakan di Kabupaten Daerah yang berbasis

kebutuhan, yang dapat menyelesaikan solusi pemulangan Pekerja Migran

Indonesia pada daerah asal, ternyata dari masa pandemic hingga sampai

saat ini belum dibuat secara spesifik atau khusus, bentuk kebijakan yang

seharusnya ada minimal adalah Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, atau

bahkan Peraturan Desa yang ada pada masing-masing desa. Sehingga

menyebabkan banyak terjadinya pemulangan Pekerja Migran Indonesia

dapat dikatakan pemulangan Pekerja Migran Indonesia tersebut secara

79
80

illegal karena belum ada prosedural yang berarti mengikuti kaidah yang

ditetapkan oleh Pemerintah di Kabupaten tersebut.

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang diberikan sebagai

berikut:

1. Diperlukan adanya penambahan aturan terkait kebijakan yang secara jelas

dan khusus pada Pekerja Migran Indonesia dan ketentuan pemulangan

Pekerja Migran Indonesia serta Kebijakan pada Pemerintah Daerah

Pekerja Migran Indonesia di setiap Kabupaten.

2. Diperlukan adanya Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, atau bahkan

Peraturan Desa yang ada pada masing-masing desa yang mengatur secara

jelas terkait pemulangan Pekerja Migran Indonesia atau tentang upaya

hukum yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah

Daerah jika terjadi pemulangan secara illegal di setiap daerah.

Anda mungkin juga menyukai