Anda di halaman 1dari 8

Nama : Alyan Zaka Kamal Mandiri

NIM : 22503241025
Kelas : A

Impor Beras, Stabilisasi Harga, dan


Restriksi Pasar Dunia
Oleh : Andi Irawan, 22 Maret 2023. kompas.id

https://www.kompas.id/baca/opini/2023/03/20/impor-beras-stabilisasi-harga-dan-restriksi-pasar-
dunia

Presiden Jokowi menyampaikan bahwa saat ini sulit memenuhi kebutuhan beras
domestik dari impor karena negara-negara eksportir beras membatasi ekspor dalam
rangka berjaga-jaga untuk kepentingan domestik mereka (Kompas.tv, 23/2/2023).
Mengapa impor beras menjadi sulit bagi negara yang membutuhkan sumber pangan
tersebut dari pasar dunia? Berikut ini penjelasannya:

Perang dan konflik Rusia-Ukraina telah melambungkan harga gandum dan biji-bijian di
pasar dunia. Dua negara ini merupakan negara eksportir gandum dan serelia yang
penting di dunia. Pada musim panen 2021/2022, produksi gandum Rusia diperkirakan
mencapai 85 juta ton, rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Kontribusi produksi gandum Rusia pada musim tersebut diperkirakan sekitar 17 persen
dari total produksi gandum dunia. Rusia merupakan salah satu eksportir terbesar
gandum di dunia dan memiliki pangsa pasar sekitar 15 persen.

Baca juga: Ancaman Krisis Pangan

Baca juga: Implikasi Ekonomi Perang Rusia-Ukraina

Rusia juga dikenal sebagai produsen energi penting dunia. Menurut data International
Energy Agency (IEA), pada 2021 posisi Rusia sebagai suplai energi dunia adalah produsen
minyak mentah terbesar ke-2 di dunia setelah Arab Saudi, dan pada 2021, produksi
minyak mentah Rusia sekitar 10,5 juta barel per hari atau sekitar 11,6 persen dari total
produksi minyak mentah dunia.

Rusia juga adalah produsen gas alam terbesar di dunia. Pada 2021, produksi gas alam
Rusia sekitar 634 miliar meter kubik atau sekitar 18,4 persen dari total produksi gas alam
dunia. Rusia juga merupakan salah satu produsen batubara terbesar di dunia. Pada 2021,
produksi batubara Rusia sekitar 439 juta ton. Kontribusi produksi batubara Rusia pada
tahun tersebut sekitar 5,9 persen dari total produksi batubara dunia.

Sementara Ukraina, produksi gandum negara ini di musim panen 2021/2022, mencapai
30,5 juta ton atau sekitar 6 persen dari total produksi gandum dunia. Ukraina juga
merupakan produsen dan eksportir terbesar biji bunga matahari di dunia, dengan
pangsa pasar sekitar 25 persen. Tidak mengherankan jika negara ini menjadi produsen
dan eksportir terbesar minyak sayur di dunia, yang dibuat dari bahan baku biji bunga
matahari.

Jadi dapat dibayangkan perang Ukraina telah menimbulkan suplai shock pangan dan
sekaligus energi dunia yang menyebabkan harga gandum dan harga serealia dunia
melambung secara signifikan. Harga gandum yang tinggi membuat lebih banyak
konsumen dunia beralih ke beras sebagai substitusi. Oleh karena itu, dampak ikutan
penting dari harga gandum yang melambung adalah permintaan beras global meningkat
akibat konsumen gandum beralih ke beras dan akan menyebabkan guncangan
permintaan beras secara global.

Padahal, pasar beras adalah tipis, hanya 7-10 persen surplus beras dunia yang
diperjualbelikan di pasar dunia. Guncangan pasar pangan global yang diikuti dengan
guncangan pasar energi telah menyebabkan kelangkaan pangan yang tinggi. Hal inilah
yang kemudian menghadirkan restriksi ekspor beras oleh negara-negara eksportir beras
dalam rangka menjaga kepentingan suplai pangan domestik mereka.

Untuk setiap kenaikan 1 persentase harga pangan, tambahan 10 juta orang diperkirakan
akan jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem, khususnya untuk sebagian besar Afrika, Timur
Tengah, dan Asia Tengah.

Jauh sebelum Rusia menginvasi Ukraina, kerawanan pangan telah mencapai rekor
tertinggi. Karena pandemi, kekeringan, dan konflik regional lainnya, hampir 770 juta
orang kelaparan pada tahun 2021—jumlah tertinggi sejak 2006. Organisasi Pangan dan
Pertanian PBB, FAO, memperkirakan perang di Ukraina meningkatkan jumlah orang
yang kekurangan gizi hingga 13 juta orang pada 2022 dan 17 juta orang lagi pada 2023.
Sementara itu, Bank Dunia mengingatkan bahwa untuk setiap kenaikan 1 persentase
harga pangan, tambahan 10 juta orang diperkirakan akan jatuh ke dalam kemiskinan
ekstrem, khususnya untuk sebagian besar Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tengah, di
mana konsumsi bahan pokok melebihi produksi.

Dampak negatifnya sangat besar dirasakan oleh negara-negara di Timur Tengah dan
Afrika yang bergantung pada impor dari Ukraina dan Rusia. Mesir telah meminta
bantuan IMF, inflasi di Turki telah melonjak hampir 80 persen, sementara Bank Dunia
menggambarkan krisis di Lebanon sebagai salah satu yang paling parah dalam 100 tahun
terakhir.

Baca juga: Instabilitas Harga Pangan Picu Kemiskinan Warga

Harga makanan pokok seperti roti, pasta, dan minyak goreng naik dengan cepat.
Sepotong roti di Bulgaria harganya hampir 50 persen lebih mahal di bulan Juni 2022
dibandingkan tahun sebelumnya. Minyak goreng di Spanyol sekarang hampir dua kali
lebih mahal di tahun 2022 dibandingkan tahun sebelumnya dan harga gula di Polandia
telah meningkat 40 persen.

Pengalaman juga menunjukkan bahwa krisis pangan bisa berimbas kepada guncangan
politik. Lonjakan harga pangan pada 2007-2008 dan 2010-2011 mengakibatkan
kerusuhan di seluruh dunia, dan harga pangan yang melambung tinggi merupakan
faktor kunci pemacu kerusuhan melanda Sri Lanka pada Juli 2022.

Stabilisasi harga

Impor beras adalah niscaya sebagai alat untuk menstabilkan harga domestik. Tetapi, di
kita, anomali yang muncul karena impor beras yang seharusnya menjadi alat stabilisasi
harga ternyata tidak mampu menekan harga beras yang tinggi. Padahal, Januari 2023
dilakukan impor beras dalam jumlah yang tinggi. Volume impor beras Januari 2023
sebesar 243,65 juta kilogram atau naik 550,01 persen year on year jika dibandingkan
impor beras Januari tahun 2022 yang sebesar 37,48 juta kilogram.

Impor beras ini sama sekali tidak berdampak terhadap harga beras. Harga beras masih
tetap meningkat. Kita ambil contoh di daerah sentra produksi Cirebon, Jawa Barat,
harga beras di September 2022 adalah Rp 11.350, pekan pertama Desember Rp 11.650, di
akhir Januari 2023 menjadi Rp 11.700, dan di pekan pertama Maret 2023 ini naik lagi
menjadi Rp 12.300.

Fenomena yang simetris kita lihat juga di daerah konsumsi penting, bahkan menjadi
barometer harga beras nasional, yakni DKI Jakarta. Harga beras di Jakarta di September
2022 adalah Rp 13.550, naik menjadi Rp 14.000 di pekan pertama Desember 2022, naik
lagi menjadi Rp 14.300 di akhir Januari 2023, dan naik lagi menjadi Rp 14.400 di awal
Maret 2023.

Kebijakan tarif impor lebih bernas dipilih karena akan menghilangkan distorsi yang
timbul karena kebijakan kuota impor di atas. Semua importir bisa impor tanpa harus
mendapatkan persetujuan kuota dari pengambil kebijakan.

Pemerintah seharusnya hanya punya misi tunggal terkait impor ini bahwa impor beras
yang dilakukan adalah untuk menstabilkan harga beras di tingkat konsumen. Agar tujuan
ini tercapai, biaya transaksi impor harus ditekan dan pasar impor dijadikan kompetitif
tidak distortif seperti saat ini. Untuk menekan biaya transaksi, kebijakan kuota
impor seharusnya dihilangkan, karena kebijakan ini berimplikasi menciptakan distorsi
pasar impor.

Importir tertentu akan mencoba untuk melobi pemerintah untuk mendapatkan kuota
impor yang sebanyak-banyaknya. Lobi ini berimplikasi biaya dalam bentuk fee impor
untuk pihak-pihak yang berwenang memberikan izin impor tersebut. Pasar impor
pangan menjadi terdistorsi dan harga tidak bisa diturunkan karena biaya transaksi
dalam bentuk fee impor dan insentif ilegal lainnya yang diberikan kepada para
pengambil kebijakan itu semua akan dibebankan kepada masyarakat. Hal inilah yang
kemudian menyebabkan harga menjadi sulit turun di pasar.

Kebijakan tarif impor lebih bernas dipilih karena akan menghilangkan distorsi yang
timbul karena kebijakan kuota impor di atas. Semua importir bisa impor tanpa harus
mendapatkan persetujuan kuota dari pengambil kebijakan. Kontrol impor dilakukan dari
harga domestik yang terjadi dan waktu impor yang rentang waktunya tidak boleh
bersamaan dengan waktu panen petani. Jadi, ketika harga domestik telah sesuai dengan
yang ditargetkan, impor dihentikan. Begitu juga dari sisi waktu impor, sebulan sebelum
panen raya dan sebulan sesudahnya impor ditiadakan.

Baca juga: Basis Ketahanan Pangan Nasional

Satu lagi yang tidak kalah penting adalah monopoli impor. Kebijakan ini juga
menyebabkan impor gagal menekan harga beras domestik. Menetapkan importir
tunggal dalam impor pangan kepada Bulog menyebabkan timbulnya biaya transaksi
implikasi dari terjadinya perburuan rente. Akibatnya, sekali lagi, biaya-biaya itu semua
akan dibebankan kepada masyarakat konsumen dan berdampak harga beras domestik
gagal atau menjadi sangat lamban untuk turun seperti yang ditargetkan.
Refleksi Penanganan Anak Berhadapan
dengan Hukum
Oleh : Antonius PS Wibowo, 24 Maret 2023. kompas.id

https://www.kompas.id/baca/opini/2023/03/23/refleksi-penanganan-anak-berhadapan-dengan-
hukum

Setelah tersedot ke perkara FS, kini perhatian publik terarah ke perkara MDS vs CDO dan AG. Pada
perkara FS, relasi kuasa tampak pada hubungan atasan dan bawahan. Pada perkara MDS, relasi
kuasa tergambar pada relasi anak pejabat dan orang biasa.

Menurut hukum perlindungan anak, perkara MDS merupakan contoh perkara anak berhadapan
dengan hukum (ABH), di mana CDO (korban) dan AG (pelaku pembantu) adalah anak, yaitu orang
berusia di bawah 18 tahun.

Refleksi berguna untuk perbaikan penanganan ABH ke depan, menuju pemenuhan hak anak korban
dan anak pelaku, serta tumbuh kembang ABH secara baik di kemudian hari. Berdasarkan
pengalaman LPSK menangani ratusan anak korban, sejumlah hal berikut patut dijadikan perhatian
bersama: privasi anak, perspektif korban, koordinasi, dan kolaborasi.

Privasi anak

Masih ada (beberapa) media memberitakan perkara di atas dengan menyebut secara lengkap nama
CDO dan AG. Juga menyebut secara gamblang afiliasi sekolah dan/atau tempat tinggal keduanya.
Tentu saja ini tak sesuai dengan perlindungan privasi ABH dan dapat menyulitkan perkembangan
anak di masa depan. Sesungguhnya privasi ABH telah diatur di banyak regulasi dan menghendaki kita
patuhi bersama tanpa kecuali.

Baca juga: Melindungi Anak dan Masa Depan Kita

Privasi sebagai bagian dari hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,
dilindungi, dan dipenuhi oleh semua pihak. Tujuan menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya
adalah agar anak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaannya.

Privasi meliputi juga kerahasiaan identitas. UU No 31/2014 sebagai induk regulasi perlindungan saksi
dan korban di Indonesia mengatur korban tindak pidana berhak atas kerahasiaan identitas dan atas
identitas baru. Apabila korban tindak pidana adalah anak, UU No 35/2014 tentang Perlindungan
Anak mengatur perlindungan khusus bagi ABH dilakukan antara lain melalui penghindaran publikasi
atas identitasnya.

Berdasarkan UU No 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), ABH meliputi anak yang
jadi korban tindak pidana dan anak yang melakukan tindak pidana. Pasal 3 (i) dan 19 UU ini
menentukan anak berhak tak dipublikasikan identitasnya dalam proses peradilan pidana, dan
identitas ABH wajib dirahasiakan dalam pemberitaan media cetak dan elektronik.

Kerahasiaan identitas anak yang diduga melakukan tindak pidana dijamin pula dalam UU Pers. Pasal
7 (2) UU No 40/1999 tentang Pers mengatur bahwa wartawan memiliki dan menaati Kode Etik
Jurnalistik (KEJ). Pasal 5 KEJ mengatur bahwa wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan
menyiarkan identitas anak yang menjadi pelaku tindak pidana. Yang dimaksud identitas adalah
semua data dan informasi menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.

Ahli pidana anak dari Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak Ahmad Sofian menyebut
penanganan anak berkonflik dengan hukum seperti yang dialami pelaku A berbeda dengan
penanganan pelaku dewasa.

Pasal 17 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia No 01/P/ KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku
Penyiaran mengatur bahwa penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau
pembatasan program siaran bermuatan kekerasan. Ini meliputi juga siaran tentang kekerasan fisik
dan melarang mengekspose identitas korban.

Pemberitaan media tentang peristiwa kekerasan MDS pada CDO dapat dipandang sebagai partisipasi
publik/media mengawal penanganan ABH agar sesuai rule of the game-nya. Masih perlu
ditingkatkan literasi media soal perlunya memperhatikan privasi ABH dalam pemberitaan. Atau
peningkatan peran Dewan Pers dalam mengawal pelaksanaan KEJ dan KPI dalam memastikan
pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran.

Perspektif korban

Perspektif aparat tentang penanganan ABH sungguh penting sebab perspektif akan mengarahkan
sikap dan tindakan. Perspektif tentang the best interest principle of the child atau kepentingan
terbaik bagi anak sebaiknya terus diasah, diingat, dan dipraktikkan.

UU Perlindungan Anak dan UU No 11/2012 mewanti-wanti tentang persyaratan yang harus dipenuhi
untuk menjadi aparat berperspektif anak yang meliputi penyidik anak, penuntut umum anak, hakim
anak, pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial, pendamping, advokat, bahkan aparat instansi
yang menangani fasilitasi kesehatan untuk publik, termasuk untuk anak korban.

UU No 11/2012 menentukan persyaratan untuk menjadi aparat SPPA meliputi, antara lain, punya
minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak dan telah mengikuti pelatihan teknis
tentang peradilan anak.

Yang dimaksud pelatihan teknis adalah diklat terpadu minimal 120 jam (vide Pasal 26 Ayat 3, Pasal
41 Ayat (2) dan Pasal 43 Ayat (2), dan 92 Ayat (2) UU SPPA). Sudah saatnya untuk menambahkan
materi tentang anak korban dalam diklat terpadu ini agar perspektif tentang korban menjadi kian
nyata atau kuat dimiliki aparat.

Perspektif tentang korban dapat menjadi solusi untuk menemukan makna yang tepat atas norma
regulasi yang kurang sinkron tentang fasilitasi kesehatan untuk korban kekerasan.

Perspektif tentang korban dapat menjadi solusi untuk menemukan makna yang tepat atas norma
regulasi yang kurang sinkron tentang fasilitasi kesehatan untuk korban kekerasan. Di satu sisi, kita
mempunyai Pasal 90 UU SPPA, yang menentukan bahwa anak korban kekerasan, termasuk
kekerasan fisik seperti CDO dalam perkara di atas, punya hak atas rehabilitasi medis.

Kita juga memiliki Pasal 6 Ayat (1) UU No 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang
menentukan (anak) korban penganiayaan berat berhak mendapatkan bantuan medis dan bantuan
rehabilitasi psikososial dan psikologis.

Namun, di sisi lain, kita juga punya Perpres No 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, khususnya Pasal
52 Ayat (1) yang menentukan bahwa pelayanan kesehatan yang tak dijamin meliputi, antara lain,
pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan
tindak pidana perdagangan orang. Jadi, korban penganiayaan dan korban kekerasan seksual tidak
dijamin pelayanan kesehatannya oleh perpres tersebut.

Sesungguhnya, Jaminan Kesehatan dalam perpres di atas banyak manfaatnya. Namun, sayang sekali
manfaatnya dikecualikan untuk sekelompok orang yang menjadi korban tindak pidana, yang
sesungguhnya sangat membutuhkannya. Menurut hierarki, perpres tidak boleh bertentangan
dengan UU. Ketidaksinkronan regulasi itu dapat dibereskan melalui amendemen atau judicial review.

KOMPAS

AG Jalani Pemeriksaan Perdana sebagai Anak Berkonflik dengan Hukum

Koordinasi dan kolaborasi

Di zaman kini, koordinasi dan kolaborasi antarinstansi terkait merupakan sebuah keniscayaan. Di
tengah sumber daya yang terbatas di instansi, koordinasi dan kolaborasi adalah pilihan rasional dan
bijak.

Semua demi terwujudnya penanganan ABH yang prima, yaitu penanganan yang cepat, termasuk
pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, pemberian perlindungan dan pendampingan
pada setiap proses peradilan, dan pemenuhan hak-hak lain sesuai amanat UU Perlindungan Anak
dan UU Perlindungan Saksi dan Korban.

Koordinasi dan kolaborasi adalah jembatan untuk sharing sumber daya di antara beberapa instansi
terkait. Di provinsi dan atau kabupaten/kota besar tertentu, mungkin sumber daya bukan jadi
persoalan. Namun, Indonesia bukan hanya provinsi dan/atau kabupaten/kota yang maju, melainkan
meliputi juga yang belum/tidak maju.

Di zaman kini, koordinasi dan kolaborasi antarinstansi terkait merupakan sebuah keniscayaan.

Dalam konteks itulah koordinasi dan kolaborasi bisa jadi jembatan berbagi sumber daya antara
instansi pusat dan daerah, atau antarinstansi di daerah, untuk penanganan ABH. Di beberapa
daerah, untuk mewujudkan koordinasi dan kolaborasi, dibentuk wadah yang permanen ataupun ad
hoc.
Di Yogyakarta dibentuk Forum Perlindungan Korban Kekerasan yang beranggotakan perwakilan
beberapa instansi, seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Sosial,
Dinas Kesehatan, rumah sakit, kepolisian, dan kejaksaan.

Di tempat lain digelar case conference, yaitu konferensi/ meeting bersama dihadiri wakil instansi
terkait, untuk bersama-sama menangani kasus konkret yang pelik dan/atau mengundang perhatian
publik. Tujuannya, mengoordinasikan penanganan perkara agar sinergis: siapa melakukan apa,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, dan sebagainya.

Kritik artikel 1 (Impor Beras, Stabilisasi Harga, dan Restriksi Pasar Dunia)
1. Artikel tersebut terlalu banyak membahas perang Russia-Ukraina dan dampak dari
perang tersebut sehingga topik mengenai impor beras belum cukup memenuhi
ekspektasi pembaca. Seharusnya opini tersebut tidak berlama-lama membahas perang
Russia-Ukraina dan lebih mengarah ke topik impor beras.
2. Artikel tersebut hanya sedikit menyinggung topik restriksi pasar dunia yang terdapat
pada judul. Seharusnya topik itu diperjelaskan lebih lanjut dan dijabarkan dengan detail
karena topik tersebut terdapat pada judul artikel.
3. Meskipun artikel tersebut memberikan beberapa data dan statistik, namun tidak
dijelaskan secara detail tentang bagaimana data tersebut dikumpulkan dan diolah
sehingga kurang jelas kredibilitasnya. Seharusnya data dan statistik itu di jelaskan
bagaimana dan darimana data tersebut diperoleh.
4. Artikel kurang memberikan solusi/antisipasi mengenai dampak dari perang Rusia-
Ukraina yang menyebabkan harga bahan pangan meroket tinggi.

Kritik artikel 2 (Refleksi Penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum)


1. Artikel belum menjelaskan bagaimana kronologi kasus tersebut, sehngga bagi pembaca
yang belum mengetahui akan kasus tersebut akan sekidit bingung. Seharusnya artikel
memberikan penjelasan kronologi kasus tersebut agar lebih jelas.
2. Artikel sudah banyak menggunakan pasal hukum perundang-undangan yang berlaku
sehingga membantu pembaca untuk mengetahui pasal apa saja yang digunakan dalam
proses hukum yang berlaku.
3. Artikel tersebut juga kurang memberikan solusi konkret untuk meningkatkan
penanganan ABH ke depannya. Seharusnya opini dapat memberikan rekomendasi
untuk meningkatkan kerjasama antara lembaga-lembaga terkait, memberikan pelatihan
dan dukungan bagi aparat penegak hukum dalam menangani kasus ABH.

Anda mungkin juga menyukai