Anda di halaman 1dari 2

Dunia dalam Ambang Resesi, Ketentuan Pajak Perlu Dimodifikasi

Amanda Yang
Universitas Tarumanagara

International Monetary Fund (IMF) mengindikasikan bahwa pandemi Covid-19 dan perang Rusia-
Ukraina akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap perekonomian global. Ukraina
merupakan negara yang menyumbang 10% dari pasar gandum dunia. Invasi dari Rusia
menyebabkan produksi gandum Ukraina menurun sebesar 40%. Penurunan yang signifikan ini
berpengaruh besar terhadap pangan dunia. Setianto menyatakan bahwa Ukraina telah memberikan
kontribusi sebesar 4,9% biji gandum dan meslin pada tahun 2021, namun kini hanya sebesar 0,1%
terhadap keseluruhan impor biji gandum dan meslin. Rusia merupakan negara produsen minyak
utama dunia yang menyumbang 11% dari produksi global sekaligus berperan sebagai pemasok gas
utama untuk negara Eropa. Invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan pembatasan akses gas, minyak,
dan komoditas sehingga Rusia kini menghentikan pasokan gas yang menuju negara maju, seperti
Eropa dan Amerika Serikat. Negara yang bergantung pada gandum dan migas yang dipasok oleh
kedua negara yang sedang beradu konflik tersebut mengalami ancaman krisis ekonomi. Konflik ini
mengimbas pada harga energi, pangan, dan komoditas dunia yang ikut menjulang tinggi sehingga
terjadinya desakan inflasi. Perekonomian negara maju diyakini sedang mengalami resesi dan akan
semakin parah seiring dimulainya tahun 2023. Amerika Serikat yang telah mengalami minus dalam
dua kuartal berturut-turut mulai mempertimbangkan untuk menaikkan suku bunga. Secara year-on-
year, tingkat inflasi Amerika Serikat berada di tingkat 7,9% per Agustus 2022, yang merupakan
tingkat inflasi tertinggi Amerika Serikat dalam 40 tahun terakhir. Sebagai negara dominan, resesi di
Amerika Serikat tidak hanya berdampak pada negara tersebut melainkan akan berpengaruh juga
dengan negara yang bermitra dagang termasuk Indonesia. Terdapat beberapa dampak yang mulai
dirasakan oleh Indonesia, seperti penurunan permintaan barang ekspor Indonesia ke Amerika
Serikat. Resesi Amerika Serikat berimplikasi pada lemahnya daya beli masyarakat yang diantaranya
merupakan produk tekstil, karet, alas kaki, kelapa sawit, hingga komponen elektronik. Data BPS
mencatat bahwa ekspor produk alas kaki ke Amerika Serikat mengalami penurunan sebesar 42,74%
pada akhir kuartal pertama tahun 2022. Kenaikan suku bunga oleh The Fed tampaknya cukup
mengkhawatirkan dapat berujung pada capital outflow. Investor asing kemungkinan akan menarik
modal dari Indonesia dan beralih pada instrumen yang lebih aman. Akibatnya, penurunan permintaan
terhadap rupiah di pasar uang ini akan berimplikasi pada pelemahan nilai rupiah terhadap mata uang
asing. Di sisi lain, Indonesia yang berperan sebagai top emerging market ASEAN tampaknya tidak
terdampak secara signifikan dengan kemungkinan terjadinya resesi global pada 2023 meskipun
inflasi tahunan mencapai 4,69% per Agustus 2022 dan mencapai 5,95% pada September 2022
akibat faktor kenaikan harga bahan bakar dan pangan. Hal ini disampaikan oleh Mantan Wakil
Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla (JK). Beliau menegaskan bahwa “Bagi Indonesia dan
ASEAN, krisis dunia tidaklah berpengaruh banyak. Indonesia sendiri, di sektor energi tidak ada
masalah, listrik PLN surplus dan batu bara naik tinggi harganya. Meski dunia dihadapkan pada
ancaman resesi pada tahun depan, Indonesia tetap berpeluang meraih pertumbuhan ekonomi yang
lebih tinggi. Jadi, mari kita selalu optimis karena krisis ekonomi dunia tidak berarti tersambung ke
negara dan belahan dunia lain”. Meskipun terjadinya krisis pangan dan energi di dunia, Indonesia
malah diuntungkan dengan peningkatan pesat dari harga komoditas batu bara dan CPO di pasar
global. Melonjaknya nilai ekspor ini justru menyebabkan neraca perdagangan Indonesia surplus
selama 29 bulan beruntun hingga September 2022. Namun, melihat prospek perekonomian global
yang berisiko tinggi serta tidak pasti, Indonesia tetap perlu waspada dalam menghadapi potensi
resesi global 2023. Diperlukannya bauran kebijakan yang komprehensif dalam menghadapi
tantangan ini. Resesi yang dialami oleh Amerika Serikat perlu ditanggapi sebelum dampaknya
semakin luas. Demi meningkatkan keberlanjutan pertumbuhan perekonomi dan mendukung
percepatan pemulihan perekonomian serta mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai
pembangunan nasional, pemerintah sempat menggencarkan Undang-Undang tentang harmonisasi
peraturan perpajakan atau yang biasa disebut sebagai UU HPP. Terdapat beberapa perubahan
kebijakan dalam kelompok pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), ketentuan
umum dan tata cara perpajakan, serta program pengungkapan sukarela (PPS). Dalam kelompok
pajak penghasilan, terdapat perubahan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) pada Wajib Pajak
Orang Pribadi yang memiliki usaha serta tarif dan bracket pada PPh Orang Pribadi yang bekerja.
Perubahan ini ditujukan pemerintah untuk mengedepankan masyarakat menengah/bawah. Dalam
kelompok pajak pertambahan nilai, terdapat kenaikan tarif dari 10% menjadi 11%, dengan tujuan
untuk meningkatkan penerimaan serta keadilan dalam proses pemungutan PPN. Kebijakan UU HPP
yang telah digencarkan dengan tujuan memihak masyarakat kelas bawah oleh pemerintah memang
sudah cukup efektif untuk menangani pemulihan ekonomi selesai hingga saat ini akibat pandemi
virus Corona-Omicron. Namun, masalah pandemi yang masih dalam tahap pemulihan malah
diserang kembali dengan konflik antara Rusia-Ukraina. Konflik ini menyebabkan timbunan masalah
baru yang saling bertautan antara satu dengan lainnya. Sebagai respon atas risiko dampak
permasalahan ini, pemerintah dinilai perlu untuk mengubah beberapa kebijakan fiskal demi
memaksimalkan penerimaan pajak dan meminimalkan biaya. Terdapat 2 tahap yang perlu
digencarkan sebagai langkah mitigasi atas risiko resesi global, yakni intensifikasi dan ekstensifikasi.
Dalam tahap intensifikasi, terdapat beberapa kebijakan yang dapat diimplementasikan. Yang
pertama ialah diperlukannya kebijakan tax holiday guna untuk mengumpan aliran modal masuk asing
(capital inflow) yang akan mengusung eskalasi perekonomian Indonesia. Tax holiday berupa
divestasi beban Pajak Penghasilan Badan Usaha (PPh Badan) maupun penurunan tarif PPh bagi
perusahaan asing yang hendak menanamkan modal ke dalam negeri dalam kurun waktu yang
ditentukan. Fasilitas ini dapat dialokasikan pada perusahaan asing di sektor industri pionir yang
berpotensi mengalami pertumbuhan secara eksponensial seperti Startup Company dan Tech
Company. Yang kedua ialah berkolaborasi bersama kementerian lainnya untuk mewujudkan sistem
yang terintegrasi dengan penghasilan dan belanja Wajib Pajak sehingga dapat memberikan
kemudahan bagi Wajib Pajak maupun pemerintah dalam proses pemungutan pajak. Pembayaran
dan pelaporan pajak dapat diintegrasikan ke dalam sistem tersebut sehingga praktik penghindaran
pajak dapat diatasi. Dalam pengaplikasiannya, sistem yang terintegrasi ini perlu disosialisasikan
kepada masyarakat melalui media yang tepat, seperti melalui televisi, radio, media sosial, dan
lainnya. Dengan terwujudnya sistem yang diiringi dengan adanya sosialisasi pajak, kesadaran Wajib
Pajak akan pembayaran dan pelaporan pajak dapat timbul sehingga tax ratio juga mampu menanjak
secara eksplisit. Yang ketiga ialah memberikan tax allowance pada UMKM sebagai bentuk dukungan
pemerintah pada usaha mikro yang sedang berkembang. Fasilitas ini dapat diberikan dalam bentuk
intensif pajak atau pengurangan pajak dengan beberapa ketentuan. Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan telah mewujudkan integrasi penggunaan nomor induk kependudukan (NIK)
sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP). Tujuannya untuk mempermudah Wajib Pajak dalam
proses administrasi perpajakan. Wajib Pajak akan lebih mudah untuk mengingat nomor ketika
melaporkan dan melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dalam tahap ekstensifikasi, pemerintah
perlu berkoperasi dengan market place dan bidang perbankan dalam pencatatan pajak melalui NIK.
Hal ini cukup krusial mengingat masih banyaknya oknum yang kerap melakukan penghindaran pajak
secara sengaja. Stimulus fiskal ini diharapkan dapat menjadi pijakan bagi Indonesia ditengah
gempuran resesi dunia.

Anda mungkin juga menyukai