, MM Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Islam Malang
Khittah Menghadapi Krisis Pangan
Banyak negara di dunia sedang mengalami inflasi besar – besaran. Inflasi ini disebabkan karena kenaikan harga pokok pangan, energi dan barang konsumsi yang lainnya. Hal ini telah menjadi perhatian utama oleh amerika serikat dan sejumlah negara maju lainnya. Masalahnya kenaikan harga pangan menjadi maslah serius bagi negara – negara berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika. Menurut Food Security Information Network (2022), Harga pangan global terus meningkat dimulai tahun 2020 sampai 2022. Kenaikan harga pangan dikarenakan dari kekurangan pasokan yang disebabkan dari cuaca ekstrim diperburuk oleh iklim, perang dan goncangan ekonomi pasca Pandemi covid-19 terutama akibat terganggunya rantai pasokan global. Pada tahun 2022, World Food Program menjelaskan tren kenaikan harga pangan ini diperkuat adanya invasi Rusia ke Ukraina dan diblokirnya ekspor pertanian yang signifikan dari wilayah laut hitam. Harga pangan global kemungkinan akan terus meningkat dan mengacam jutaan masyarakat di dunia. Kenaikan ini sangat rawan dan serius terhadapa kekurangan gisi. Selain itu Pada tahun 2022, tren ini diperkuat oleh invasi Rusia ke Ukraina dan pemblokiran ekspor pertanian yang signifikan dari wilayah Laut Hitam (World Food Program 2022). Harga pangan global kemungkinan akan terus meningkat mengancam jutaan orang di seluruh dunia dengan kerawanan pangan yang serius dan kekurangan gizi. Sementara itu The United Nations Food and Agriculture Organization (FAO) telah menerbitkan indeks harga pangan dunia berdasarkan harga daging, susu, biji sereal, minyak sayur, dan gula. Baik dalam indeks harga riil (sesuai inflasi) maupun indeks harga nominal. Menurut sejarahnya harga pangan riil meningkat pesat pada awal 1970-an disebabkan dari akibat kekurangan pasokan dan kenaikan harga minyak yang disebabkan oleh kebijakan dari Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC). Makanan dan harga komoditas turun selama tahun 1980-an dan tetap stabil hingga lonjakan Kembali harga komoditas tahun 2007 – 2010. Sebelum lonjakan harga pada saat ini, harga pangan riil tidak pernah melebihi tingkat yang dicapai pada tahun 1974 (37,4% diatas tingkat dasar pada tahun 2014-16). Berdasarkan harga rata-rata untuk empat bulan pertama tahun 2022, harga riil adalah 45,5% di atas tingkat dasar, kemudian terakhir 58,5% di atas dasar pada bulan April 2022. Menurut The International Monetary Fund (IMF) perhitungan indeks harga komoditas termasuk harga pangan yang mencapai 60,2% diatas 2016 pada April 2022. Gangguan pasokan menyebabkan kenaikan harga untuk komoditas tertentu seperti gandum dan minyak biji bunga matahari dapat menyebabkan efek multliplier pada komoditas lain. Pada negara Asia, masyarakat meningkatkan konsumsi beras karena harga gandum naik dan permintaan terhadap beras yang lebih tinggi. Kemudian invasi Rusia ke Ukraina telah menyebabkan kenaikan harga pangan dan menghalangi sumber pasokan komoditas yang signifikan seperti gandum, dan minyak biji bunga matahari. Melihat data dari United States Department of Agriculture (USDA) tahun 2022 menunjukkan bahwa pada tahun 2021, Rusia dan Ukraina masing-masing menyumbang 16,5% dan 9,5 ekspor gandum dunia. Belajar dari kisah Nabi Yusuf AS sebagai penasehat Kerajaan Mesir Ketika menghadapi masa krisis pangan selama tujuh tahun. Nabi yusuf memberikan masukan kepada Raja Mesir untuk melakukan perencanaan khittah untuk membangun ketahanan pangan yang kuat. Strategi ketahanan pangan ada tiga yaitu pertama Nabi yusuf menerapkan kebijakan produksi pangan. Kedua, menyimpan Sebagian besar hasil produksi pertanian dan yang ketiga kebijakan hidup hemat yang harus dipatuhi oleh semua elemen negara. Implikasi dari kebijakan ini antara lain stok pangan dalam negeri akan tercukupi sehingga tidak banyak impor bahan pangan dari luar negeri. Maka akan terjadi stabilisasi mata uang rupiah kita karena memiliki cadangan devisa yang cukup besar dari kekayaan alam Indonesia yang melimpah. Dari kisah diatas seharusnya masyarakat Indonesia mengambil pembelajaran dan kemudian menerapkan khittah strategi untuk menghadapi krisis pangan. Salah satunya dengan menanam berbagai jenis tanaman pangan di lahan-lahan terlantar untuk memtigasi dampak negative dari rantai pasok komoditas pangan global yang semakin berkurang. Kemudian saat dunia menghadapi ancaman krisis pangan, perlu adanya strategi memanfaatkan alternatif bahan pangan. Misalnya yang selama ini masyarakat yang mengkonsumsi beras untuk bisa mengkonsumsi bahan makanan lain sebagai pengganti karbohidrat. Untuk mendukung hal itu pemerintah harus memastikan luasan lahan yang dapat digunakan untuk menanam sorgum. Sehingga tidak bergantung pada bahan pangan lainnya. Strategi terakhir yang dilancarkan pemerintah untuk mewujudkan ketersediaan pangan, yakni mengamankan suplai, diversifikasi pangan, dan melakukan efisiensi.