OLEH:
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2021/2022
KATA PENGANTAR
Segala puja dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukan jalan yang gelap menuju jalan yang terang benderang yaitu Ad-Dinul
Islam wa wai Iman.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
B.6. Ancaman Ketersediaan Stok Pangan Nasional Yang Bersumber Dari Impor. 12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................16
ii
A. DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP KETAHANAN
PANGAN GLOBAL
Awal tahun 2020, seluruh dunia dihadapkan dengan kondisi darurat yaitu
pandemi Covid-19. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk
mempertahakan hidup. Oleh karena itu, kondisi ketahanan pangan di masa
pandemi Covid-19 menjadi hal yang serius untuk diperhatikan sebab menyangkut
dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak awal tahun hingga saat
ini memberi dampak yang begitu luas terhadap seluruh aspek kehidupan.
Mulai dari kesehatan, cara bersosialisasi, ekonomi, pariwisata, pendidikan,
bahkan dampak ini juga merambah soal ketersediaan suplai bahan makanan
pokok dunia.
Kondisi krisis ini dipicu oleh adanya penutupan perbatasan, karantina,
gangguan pasar, rantai pasokan, dan perdagangan yang membatasi
masyarakat untuk mendapatkan sumber makanan yang cukup, beragam,
dan bergizi. Terutama terjadi di wilayah negara yang terdampak pandemi
cukup parah, atau negara yang memiliki kerawanan pangan yang tinggi.
Meski begitu, Food and Agriculture Organization (FAO) menyebut
ada cukup stok makanan secara global untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Hanya saja, dibutuhkan kecermatan dan kehati-hatian para
pembuat kebijakan agar krisis pangan sebaggaimana terjadi di tahun 2007-
2008 tidak terulang di tengah krisis kesehatan yang ada sekarang.
Saat ini, gangguan telah diminalkan karena persediaan makanan yang
memadai dan kondisi pasar yang telah stabil. Namun, ada tantangan dalam
hal pengiriman logistik dari satu titik ke titik yang lain. Ini menyebabkan
1
akan ada sejumlah bahan makanan yang keberadaannya sulit ditemukan di
pasar, karena pengirimannya terhambat.
Dari semua negara, yang akan paling terdampak oleh masalah
makanan ini adalah populasi yang hidup di bawah garis kemiskinan, seperti
para migran, pengungsi, dan korban konflik wilayah.
2
selama semester pertama 2019. Banyak pihak menyayangkan perang
dagang ini tidak dapat dimanfaatkan oleh Indonesia.
Memasuki fase awal pandemi Covid-19 di Wuhan pada Desember
2019, semua komoditas pertanian dunia mengalami penurunan. Nilai
perdagangan kedelai paling besar penurunannya dibandingkan komoditas
lainnya. Turunnya kinerja produksi pada industri pakan ternak di Tiongkok
akibat Covid-19 ditengarai menjadi sebab utama penurunan tajam
perdagangan kedelai dunia, mengingat Tiongkok merupakan importir
kedelai terbesar. Sebaliknya, kelapa sawit mengalami peningkatan nilai
perdagangan di awal pandemi Covid19. Gabungan Pengusaha Kelapa
Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat bahwa kenaikan ini disebabkan oleh
peningkatan permintaan gliserin yang merupakan bahan pembuatan hand
sanitizer.
Memasuki fase pandemi Covid-19 pada bulan Maret 2020, enam
komoditas pertanian dunia mengalami penurunan nilai perdagangan.
Kebijakan PSBB dan lockdown di banyak negara menjadi faktor utama
penurunan nilai perdagangan. Kondisi ini diperparah dengan kontraksi
ekonomi dunia sehingga menyebabkan daya beli masyarakat mengalami
penurunan.
3
Irak, Lebanon, Sudan, Yaman dan Suriah. Di Afrika ada pula Burkina
Faso, Kamerun, Liberia, Mali, Niger, Nigeria, Mozambik, Sierra Leone,
Zimbabwe, Kongo, Republik Afrika Tengah.
FAO dan WFP mencatat empat faktor utama bagaimana pandemi virus
corona dapat mendisrupsi krisis pangan lebih dalam. Pertama, lapangan
kerja dan upah yang menurun. Kedua, disrupsi penanganan pandemi pada
produksi dan pasokan pangan dunia. Ketiga, menurunnya pendapatan
pemerintah, dan keempat, meningkatnya ketidakstabilan politik yang
memicu konflik berbasis sengketa sumber daya alam.
4
berisiko memperbesar gangguan di pasar pangan global, sehingga dapat
menyebabkan lonjakan harga pangan dunia yang lebih besar. Pada
akhirnya, larangan ekspor hanya dapat dilakukan dengan sementara dan
sebatas memenuhi kebutuhan pangan internal. Dalam jangka panjang,
diperlukan kebijakan yang mampu memberikan efek positif terhadap
perekonomian global. Hal ini dapat dimulai dengan pengadopsian
kebijakan perdagangan yang lebih terbuka untuk semakin memperbaiki
ketahanan pangan dunia.
5
tenaga kerja dengan kontribusi rata-rata sebesar 32,21 persen. Sedangkan
kontribusi sektor lainnya kurang dari 19 persen. Berdasarkan dua indikator
di atas dapat disimpulkan bahwa pertanian memiliki peran strategis bagi
perekonomian nasional.
Memasuki tahun 2020, perekonomian nasional mengalami tekanan
akibat dampak pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid19). Pandemi
Covid-19 telah memberikan tekanan bagi perekonomian domestik sehingga
pada tahun 2020 perekonomian nasional mengalami kontraksi
pertumbuhan sebesar negatif 2,07 persen dibanding tahun 2019. Meskipun
pertumbuhan terkontraksi, PDB sektor pertanian masih mampu tumbuh
positif. Kontribusi positif sektor pertanian terhadap PDB di tengah
pandemi Covid-19 seharusnya berdampak positif juga bagi petani. Namun,
peningkatan kesejahteraan petani yang diukur dengan nilai tukar petani
(NTP) tidak sebanding dengan PDB sektor pertanian yang mampu tumbuh
di atas 2 persen dari kuartal 1 sampai kuartal IV.
Berdasarkan analisis data dari NTP, maka faktor penyebab
pertumbuhan NTP atau kesejahteraan petani tidak sebanding dengan
pertumbuhan PDB sektor pertanian disebabkan oleh meningkatnya semua
biaya produksi pertanian. Kenaikan biaya tertinggi terjadi pada upah buruh
sebesar 1,32 persen. Kemudian bibit sebesar 1,24 persen dan Pupuk sebesar
1,05 persen. Padahal ketiga komponen tersebut merupakan biaya pokok
utama dalam produksi pertanian. Akibatnya banyak petani yang gulung
tikar karna mahalnya biaya produksi dan murahnya hasil produk
pertaniannya.
6
terkendala ke sawah dan ladang karena terserang penyakit rupanya tidak
terbukti. Justru yang anjlok adalah sisi permintaan.
Kondisi pasokan dan permintaan yang tak seimbang itu terus berlanjut,
dan pada akhirnya membuat produk tidak terbeli. Lambat laun, harga-harga
produk pertanian menjadi anjlok, tercermin dari dua bulan berturut-turut
ekonomi Indonesia mengalami deflasi. Pada Juli 2020 deflasi sebesar
0,10% dan Agustus 2020 terjadi deflasi 0,05%, dengan kelompok bahan
pangan memberi andil terbesar pada kedua bulan tersebut.
Komoditas penyumbang terbesar deflasi berasal dari produk
hortikultura, umumnya bawang merah, bawang putih, tomat, bayam, timun,
hingga cabai rawit dan daging ayam dan telur ayam ras. Rendahnya
serapan pasar untuk produk hortikultura seperti sayuran dan bumbu-
bumbuan serta produk unggas menjadi lebih rumi karena produk-produk
yang tidak bisa bertahan lama.
7
pasokan bahan pangan, telah mendorong pada peningkatan harga beberapa
komoditas, termasuk meningkatnya margin pemasaran beberapa kebutuhan
pokok.
Dampak di tingkat produsen, sekalipun tidak banyak berpengaruh pada
proses dan jumlah produksi, namun terjadinya keterbatasan penyerapan
produk akibat PSBB dibandingkan seperti kondisi sebelum pandemi
Covid-19 ke berbagai pasar tujuan menjadi kendala bagi para petani
sebagai produsen. Selain jumlah produk tidak bisa dipasarkan, harga
produk menurun dan pada akhirnya para petani mengalami kerugian usaha
tani.
8
risiko petani terpapar tetap ada, terlepas kasus terpaparnya pada saat
melakukan kegiatan usaha tani atau bukan.
Data Sensus Pertanian dari BPS (2013) menunjukkan bahwa tenaga
kerja pertanian berusia 40 sampai dengan di atas 55 tahun mencapai 60%.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian PSEKP (2016) yang menunjukkan
bahwa tenaga kerja perdesaan di Jawa yang berusia 45‒ 64 tahun mencapai
sekitar 52%. Kerentanan yang dialami oleh petani usia lanjut ini dapat
menyebabkan penurunan produktivitas mereka.
9
dilihat adalah ketika kebanyakan restoran dan kafe ditutup, maka
permintaan bahan pangan pun menurun.
Meskipun jumlah produksi pangan saat ini tidak mengalami banyak
perubahan dan masih dapat dikatakan aman, permasalahan krisis pangan
tetap dapat terjadi kedepannya. Permasalahan yang paling besar terjadi
pada distribusi pangan. Dengan adanya pembatasan-pembatasan, distribusi
pangan menjadi lemah. Akibatnya, stok pangan tidak merata di semua
daerah. Ada daerah yang mengalami defisit dan ada pula yang mengalami
produksi berlebih.
Petani selaku kunci dari pangan Indonesia selama masa pandemi ini
diharapkan dapat tetap sehat dan bekerja dengan maksimal.
Permasalahannya adalah sekarang ini jumlah petani di Indonesia banyak
yang tergolong masuk ke usia tua, minim sekali jumlah petani yang berasal
dari kalangan milenial. Hal ini dapat berpengaruh pada produktivitas
pangan. Mirisnya, penggusuran dan kriminalisasi terhadap petani juga
kerap terjadi, bahkan pada masa-masa pandemi seperti ini yang diharapkan
masyarakat dapat saling berempati satu sama lain. Permasalahan lain yang
berkaitan dengan pangan adalah ketersediaan lahan. Lahan pertanian kerap
kali dialihfungsikan untuk keperluan tambang dan yang lainnya.
Akibatnya, lahan untuk bertani menjadi semakin sempit bahkan lahan
pertanian menjadi rusak tercemar oleh limbah-limbah dari tambang
maupun pabrik.
Pemerintah harus mengambil langkah dalam mencegah terjadinya
krisis pangan. Dimulai dari menyejahterakan petani melalui bantuan dan
fasilitas seperti misalnya bantuan relaksasi kredit kepada para petani
miskin. Para petani juga sebaiknya dikenalkan dengan teknologi untuk
membantu mereka dalam mendistribusikan serta menjaga kestabilan harga
produk pangan dimasa pandemi seperti ini.
Pertanian lokal dan lumbung pangan di tiap wilayah harus dihidupkan
kembali untuk membangun nasionalisme. Selain itu, pemerintah juga
10
dianggap perlu untuk memetakan potensi-potensi pertanian yang ada,
melakukan stabilisasi harga pangan, melakukan konsolidasi terkait lahan
pertanian, dan juga membuat regulasi-regulasi yang berkaitan dengan
permasalahan pangan yang ada.
Selain peran pemerintah, masyarakat juga dapat ikut andil dalam
menjaga ketahanan pangan untuk menghindari adanya krisis pangan.
Masyarakat memiliki peluang untuk membangun kedaulatan dan
kemandirian pangan. Dalam masa pandemi seperti ini, masyarakat
cenderung menjadi lebih kreatif dan bisa berkreasi untuk mengakali situasi
yang ada. Termasuk halnya dalam menjaga akses terhadap pangan.
Masyarakat diharapkan memiliki kesadaran untuk melakukan penanaman
mandiri minimal untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Ada
banyak sekali cara untuk melakukan penanaman mandiri seperti misalnya
urban farming dan juga melakukan penanaman dengan metode hidroponik
dengan memanfaatkan lahan-lahan yang ada di rumah.
11
persen. Impor akan turun sebesar 17,11 persen dan harganya diperkirakan
akan naik sebesar 1,20 persen dalam jangka pendek dan sebesar 2,42
persen pada 2022. Dengan berkurangnya pasokan dalam negeri dan dari
impor, kekurangan pangan dan inflasi harga makanan berpotensi besar
terjadi.
Di wilayah Indonesia yang miskin dan terpencil, kerawanan pangan
telah terjadi bahkan sebelum virus corona melanda. Kini, dengan hilangnya
sumber uang dari remitansi dan mata pencarian di luar pertanian,
kerawanan akan terjadi Ringkasan Kebijakan dalam skala lebih besar,
kecuali pendapatan yang hilang dari pertanian dapat tergantikan. Transfer
tunai rumah tangga tidak akan cukup untuk menutup investasi besar di
muka yang diperlukan untuk mendapatkan input pertanian.
Sampai saat ini, kebijakan ketahanan pangan pemerintah adalah
berfokus menjaga pasokan bahan makanan pokok. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan tidak hanya mengenai berbagai langkah untuk meningkatkan
produksi dalam negeri, tetapi juga tindakan yang bersifat sementara untuk
menghapus tarif dan mengurangi persyaratan lisensi impor nonotomatis
(surat persetujuan impor) untuk bahan makanan penting seperti daging sapi
dan gula. Misalnya, jika tarif dihapuskan, harga impor barang pertanian
masih mungkin akan naik tetapi hanya sebesar 0,65 persen. Upaya lain
termasuk bantuan untuk peternak ayam, peningkatan kredit pertanian, dan
insentif harga untuk sereal.
Namun, pilar utama strategi ketahanan pangan berada di tangan petani
sendiri. Krisis tidak hanya akan memengaruhi konsumsi rumah tangga
mereka, tetapi juga kemampuan mereka untuk menanam dan memanen
tanaman. Indonesia hampir sepenuhnya bergantung pada produksi makanan
pokok dalam negeri, termasuk beras, jagung, dan singkong. Dengan adanya
larangan ekspor beras di Vietnam dan India, pemerintah Indonesia harus
memastikan petani skala kecil tidak melewatkan musim tanam tahun ini.
Hal ini sangat penting mengingat banyak petani yang mungkin menghadapi
12
kesulitan mendapatkan input untuk menanam, baik karena kekurangan atau
kehilangan remitansi dari anggota keluarga maupun hilangnya upah dari
pekerjaan di luar musim tanam.
Ketersediaan bahan pangan pokok pada kondisi pandemi memegang
peranan penting mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar penduduk.
Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat pandemi Covid-19 berpengaruh
pada krisis pangan jika tidak dikelola dengan baik. Di satu sisi, pandemi
Covid-19 mendorong penerapan pembatasan sosial. Di sisi lain, kebutuhan
pangan diperkirakan dikonsumsi dalam kuantitas yang sama meskipun
aktivitas masyarakat lebih terbatas.
Ketersediaan bahan pangan pokok pada kondisi pandemi memegang
peranan penting mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar penduduk.
Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat pandemi Covid-19 berpengaruh
pada krisis pangan jika tidak dikelola dengan baik. Di satu sisi, pandemi
Covid-19 mendorong penerapan pembatasan sosial. Di sisi lain, kebutuhan
pangan diperkirakan dikonsumsi dalam kuantitas yang sama meskipun
aktivitas masyarakat lebih terbatas.
13
pangan lokal. Kementan akan mengembangkan diversifikasi pangan lokal
berbasis kearifan lokal yang berfokus pada satu komoditas utama. Ketiga,
penguatan cadangan dan sistem logistik pangan dengan cara penguatan cadangan
beras pemerintah provinsi (CBPP), kemudian penguatan cadangan beras
pemerintah kabupaten/kota (CBPK). Keempat, pengembangan pertanian modern,
caranya melalui pengembangan smart farming, pengembangan dan
pemanfaatan screen house untuk meningkatkan produksi komoditas hortikultura
di luar musim tanam, pengembangan korporasi petani, dan pengembangan food
estate untuk peningkatan produksi pangan utama (beras/jagung).
Kementan juga mempunyai agenda yang bersifat jangka pendek, menengah
dan panjang dalam menghadapi pandemi Covid-19. Untuk jangka pendek agenda
SOS atau emergency, diantaranya dengan menjaga stabilitas harga pangan dan
membangun buffer stock pangan utama di daerah,padat karya pertanian, social
safety net, fasilitasi pembiayaan petani melalui KUR dan asuransi pertanian,
memperluas akses pasar melalui pengembangan toko tani dan usaha kemitraan.
Agenda jangka menengah diwujudkan dengan melanjutkan padat karya
pasca Covid-19, diversifikasi pangan lokal, membantu ketersediaan pangan di
daerah defisit, antisipasi kekeringan, menjaga semangat kerja pertanian melalui
bantuan saprodi dan alsintan, mendorong family farming (KPRL), membantu
kelancaran distribusi pangan, meningkatkan ekspor pertanian, dan memperkuat
Kostratani.
Sementara agenda jangka panjang (permanen) dilakukan, antara lain
dengan mendorong peningatan produksi 7% per tahun, menurunkan kehilangan
hasil (losses) menjadi 5%, ekstensifikasi tanaman pangan pada lahan rawa,
penumbuhan pengusaha petani milenial, pengembangan korporasi petani,
pengembangan B30 dan kelapa sawit, pertanian 4.0., peningkatan ekspor 3 kali
lipat, dan peningkatan NTP.
14
DAFTAR PUSTAKA
Syahyuti, dan Bambang Sayaka. (2020). Enam Bulan Pandemi: Permintaan Produk
Pertanian Anjlok. https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/covid-
19/berita-covid19/568-enam-bulan-pandemi-permintaan-produk-pertanian-
anjlok/ (diakses pada 17 Desember 2021)
15
dibayangi-krisis-pangan-gara-gara-pandemi-covid-19/ (diakses pada 17
Desember 2021)
Mintarja, Kathleen, dkk. (2020). Polemik Pembatasan dan Larangan Ekspor Global
di Masa Pandemi COVID-19. file:///C:/Users/user/Downloads/4308-Article
%20Text-11514-2-10-20201218.pdf/ (diakses pada 17 Desember 2021)
Pusat Kajian Anggaran / Badan Keahlian DPR RI. (2021). Industri dan
Pembangunan Budget Issue Brief.
https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/bib/public-file/bib-public-4.pdf/
(diakses pada 17 Desember 2021)
16
https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/15-BBRC-2020-III-2-3-ISA.pdf/
(diakses pada 17 Desember 2021)
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. (2020). Gerakan Ketahanan Pangan
pada Masa Pandemi Covid-19.
https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/covid-19/program-
kegiatan/367-gerakan-ketahanan-pangan-pada-masa-pandemi-covid-19/
(diakses pada 17 Desember 2021)
17