Anda di halaman 1dari 20

DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP KETAHANAN PANGAN

GLOBAL DAN NASIONAL

Mata Kuliah Kebijakan dan Ketahanan Pangan


Dosen Pengampu: Dr. Ir. Saipul Bahri, M.Ec

OLEH:

SITI FATIMAH (184210066)

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puja dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukan jalan yang gelap menuju jalan yang terang benderang yaitu Ad-Dinul
Islam wa wai Iman.

Makalah penulis ini berjudul Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Ketahanan


Pangan Global Dan Nasional. Makalah penulis ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Untuk itu, penulis sampaikan banyak terima kasih.

Pekanbaru, 16 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

A. DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP KETAHANAN PANGAN


GLOBAL.......................................................................................................................1

A.1 Gangguan Suplai Pangan................................................................................1

A.2. Penurunan Permintaan Produk Pertanian...........................................................2

A.3. Ancaman Krisis Pangan.....................................................................................3

A.4. Restriksi Ekspor Pangan Global........................................................................4

B. DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP KETAHANAN PANGAN


NASIONAL...................................................................................................................5

B.1. Terganggunya Produksi Pertanian.....................................................................6

B.2. Penurunan Daya Beli Masyarakat Terhadap Permintaan Produk Pertanian......7

B.3. Terganggunya Distribusi Pangan.......................................................................8

B.4. Petani Rentan Terpapar Covid-19......................................................................8

B.5. Potensi Terjadinya Krisis Pangan......................................................................9

B.6. Ancaman Ketersediaan Stok Pangan Nasional Yang Bersumber Dari Impor. 12

C. KEBIJAKAN DAN PROGRAM YANG DILAKUKAN PEMERINTAH BAIK


JANGKA PENDEK, MENENGAH MAUPUN JANGKA PANJANG.....................14

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................16

ii
A. DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP KETAHANAN
PANGAN GLOBAL

Awal tahun 2020, seluruh dunia dihadapkan dengan kondisi darurat yaitu
pandemi Covid-19. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk
mempertahakan hidup. Oleh karena itu, kondisi ketahanan pangan di masa
pandemi Covid-19 menjadi hal yang serius untuk diperhatikan sebab menyangkut
dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat.

A.1 Gangguan Suplai Pangan

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak awal tahun hingga saat
ini memberi dampak yang begitu luas terhadap seluruh aspek kehidupan.
Mulai dari kesehatan, cara bersosialisasi, ekonomi, pariwisata, pendidikan,
bahkan dampak ini juga merambah soal ketersediaan suplai bahan makanan
pokok dunia.
Kondisi krisis ini dipicu oleh adanya penutupan perbatasan, karantina,
gangguan pasar, rantai pasokan, dan perdagangan yang membatasi
masyarakat untuk mendapatkan sumber makanan yang cukup, beragam,
dan bergizi. Terutama terjadi di wilayah negara yang terdampak pandemi
cukup parah, atau negara yang memiliki kerawanan pangan yang tinggi.
Meski begitu, Food and Agriculture Organization (FAO) menyebut
ada cukup stok makanan secara global untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Hanya saja, dibutuhkan kecermatan dan kehati-hatian para
pembuat kebijakan agar krisis pangan sebaggaimana terjadi di tahun 2007-
2008 tidak terulang di tengah krisis kesehatan yang ada sekarang.
Saat ini, gangguan telah diminalkan karena persediaan makanan yang
memadai dan kondisi pasar yang  telah stabil. Namun, ada tantangan dalam
hal pengiriman logistik dari satu titik ke titik yang lain. Ini menyebabkan

1
akan ada sejumlah bahan makanan yang keberadaannya sulit ditemukan di
pasar, karena pengirimannya terhambat.
Dari semua negara, yang akan paling terdampak oleh masalah
makanan ini adalah populasi yang hidup di bawah garis kemiskinan, seperti
para migran, pengungsi, dan korban konflik wilayah.

A.2. Penurunan Permintaan Produk Pertanian

Perkembangan perdagangan enam komoditas pertanian dunia


menunjukkan tren yang berfluktuasi pada sebelum munculnya kasus
Covid-19 pertama di Wuhan . Gandum dan kedelai merupakan komoditas
yang mengalami fluktuasi cukup tinggi dibandingkan empat komoditas
lainnya. Fluktuasi perdagangan gandum dipengaruhi oleh peningkatan
ekspor dan impor pada beberapa negara. Hasil analisis USDA (2020)
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan volume ekspor gandum di
Kanada, dan di sisi lain juga terjadi peningkatan impor gandum di Pakistan.
Sementara pada kedelai, peningkatan volume impor disebabkan
peningkatan permintaan kedelai di pasar Asia terutama untuk industri
pengolahan pakan ternak.
Fluktuasi perdagangan sebelum pandemi juga dipengaruhi oleh efek
perang dagang antara Amerika dan Tiongkok. Secara umum, efek perang
dagang memengaruhi penurunan permintaan global yang mengakibatkan
penurunan impor barang. Pada periode semester pertama 2018 dan
semester pertama 2019, perang dagang mengakibatkan penurunan impor
komoditas pertanian Amerika dari Tiongkok sekitar 40% dan impor
komoditas pertanian Tiongkok dari Amerika lebih dari 50% (Bekkers dan
Schroeter 2020). Penurunan impor ini dapat dimanfaatkan oleh negara lain.
Sebagai contoh, Nicita (2019) mengungkapkan bahwa terjadi pengalihan
negara asal impor komoditas pertanian Tiongkok, yaitu berasal dari negara-
negara Amerika Latin, Australia, Selandia Baru, dan rest of the world

2
selama semester pertama 2019. Banyak pihak menyayangkan perang
dagang ini tidak dapat dimanfaatkan oleh Indonesia.
Memasuki fase awal pandemi Covid-19 di Wuhan pada Desember
2019, semua komoditas pertanian dunia mengalami penurunan. Nilai
perdagangan kedelai paling besar penurunannya dibandingkan komoditas
lainnya. Turunnya kinerja produksi pada industri pakan ternak di Tiongkok
akibat Covid-19 ditengarai menjadi sebab utama penurunan tajam
perdagangan kedelai dunia, mengingat Tiongkok merupakan importir
kedelai terbesar. Sebaliknya, kelapa sawit mengalami peningkatan nilai
perdagangan di awal pandemi Covid19. Gabungan Pengusaha Kelapa
Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat bahwa kenaikan ini disebabkan oleh
peningkatan permintaan gliserin yang merupakan bahan pembuatan hand
sanitizer.
Memasuki fase pandemi Covid-19 pada bulan Maret 2020, enam
komoditas pertanian dunia mengalami penurunan nilai perdagangan.
Kebijakan PSBB dan lockdown di banyak negara menjadi faktor utama
penurunan nilai perdagangan. Kondisi ini diperparah dengan kontraksi
ekonomi dunia sehingga menyebabkan daya beli masyarakat mengalami
penurunan.

A.3. Ancaman Krisis Pangan

Analisis terbaru FAO dan Program Pangan Dunia atau WFP


menunjukkan bahwa pandemi memperparah situasi pangan di negara-
negara yang sebelumnya rentan terhadap krisis dan kelaparan. FAO dan
WFP menyatakan tak ada yang kebal terhadap krisis pangan.
Di Asia, kelaparan mengancam negara-negara seperti Afghanistan dan
Bangladesh, sementara di Amerika Tengah yakni Haiti, Venezuela,
Guatemala, Honduras, El Salvador, Nicaragua, Peru, Ekuador, dan
Kolombia. Adapun di Timur Tengah, risiko krisis pangan juga melanda

3
Irak, Lebanon, Sudan, Yaman dan Suriah. Di Afrika ada pula Burkina
Faso, Kamerun, Liberia, Mali, Niger, Nigeria, Mozambik, Sierra Leone,
Zimbabwe, Kongo, Republik Afrika Tengah.
FAO dan WFP mencatat empat faktor utama bagaimana pandemi virus
corona dapat mendisrupsi krisis pangan lebih dalam. Pertama, lapangan
kerja dan upah yang menurun. Kedua, disrupsi penanganan pandemi pada
produksi dan pasokan pangan dunia. Ketiga, menurunnya pendapatan
pemerintah, dan keempat, meningkatnya ketidakstabilan politik yang
memicu konflik berbasis sengketa sumber daya alam.

A.4. Restriksi Ekspor Pangan Global

Kebijakan restriksi ekspor bahan pangan didasari oleh kepentingan


nasional untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik. Di tengah situasi
global yang tidak menentu akibat pandemi COVID-19, negara-negara
memilih untuk kembali menerapkan proteksionisme perdagangan agar
dapat menjaga kesejahteraan negaranya masing-masing. Dalam situasi ini,
negara-negara pengekspor lebih diuntungkan dari kondisi sumber daya
alam yang strategis. Bagi negara-negara pengekspor, risiko terjadinya
resesi ekonomi global menjadi pertimbangan sekunder, sedangkan
memenuhi kepentingan pribadi menjadi prioritas utama.
Di sisi lain, negara-negara yang sangat bergantung pada impor bahan
makanan harus merasakan imbas negatif dari kebijakan larangan ekspor.
Salah satu contoh kontinen yang paling dirugikan oleh kebijakan ini adalah
Benua Afrika. Selaku salah satu kontinen importir bahan makanan terbesar,
larangan ekspor akan memberi dampak terhadap ketahanan pangan dan
pertumbuhan ekonomi negara-negara di Afrika apabila terus diberlakukan.
Pembatasan perdagangan tidak dapat digunakan sebagai solusi jangka
panjang terhadap isu kekurangan pasokan karena dapat menimbulkan efek
domino yang pada akhirnya dapat merugikan negara pengekspor maupun
pengimpor. Tindakan kebijakan perdagangan yang tidak kooperatif

4
berisiko memperbesar gangguan di pasar pangan global, sehingga dapat
menyebabkan lonjakan harga pangan dunia yang lebih besar. Pada
akhirnya, larangan ekspor hanya dapat dilakukan dengan sementara dan
sebatas memenuhi kebutuhan pangan internal. Dalam jangka panjang,
diperlukan kebijakan yang mampu memberikan efek positif terhadap
perekonomian global. Hal ini dapat dimulai dengan pengadopsian
kebijakan perdagangan yang lebih terbuka untuk semakin memperbaiki
ketahanan pangan dunia.

B. DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP KETAHANAN


PANGAN NASIONAL

Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sejak tahun 2019 lalu


mengganggu banyak sekali sektor-sektor yang menyokong kehidupan
masyarakat, termasuk diantaranya sektor pertanian. Sektor pertanian menjadi
sorotan karena memiliki kaitan erat dengan ketahanan pangan Nasional.
Tentunya pada masa pandemi yang sulit seperti sekarang ini ketahanan pangan
menjadi sesuatu yang harus diupayakan untuk menghindar dari krisis pangan
yang seakan menghantui Indonesia. Ditambah lagi, masa pandemi COVID-19
yang belum pasti kapan akan berakhir memiliki dampak yang sangat terasa di
bidang pertanian.

B.1. Terganggunya Produksi Pertanian

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memberikan


kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB). Sepanjang
tahun 2011 hingga 2019, kontribusi sektor pertanian rata-rata sebesar 13,25
persen dan terbesar kedua setelah industri pengolahan. Kemudian, sektor
pertanian merupakan jenis lapangan usaha yang paling besar menyerap

5
tenaga kerja dengan kontribusi rata-rata sebesar 32,21 persen. Sedangkan
kontribusi sektor lainnya kurang dari 19 persen. Berdasarkan dua indikator
di atas dapat disimpulkan bahwa pertanian memiliki peran strategis bagi
perekonomian nasional.
Memasuki tahun 2020, perekonomian nasional mengalami tekanan
akibat dampak pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid19). Pandemi
Covid-19 telah memberikan tekanan bagi perekonomian domestik sehingga
pada tahun 2020 perekonomian nasional mengalami kontraksi
pertumbuhan sebesar negatif 2,07 persen dibanding tahun 2019. Meskipun
pertumbuhan terkontraksi, PDB sektor pertanian masih mampu tumbuh
positif. Kontribusi positif sektor pertanian terhadap PDB di tengah
pandemi Covid-19 seharusnya berdampak positif juga bagi petani. Namun,
peningkatan kesejahteraan petani yang diukur dengan nilai tukar petani
(NTP) tidak sebanding dengan PDB sektor pertanian yang mampu tumbuh
di atas 2 persen dari kuartal 1 sampai kuartal IV.
Berdasarkan analisis data dari NTP, maka faktor penyebab
pertumbuhan NTP atau kesejahteraan petani tidak sebanding dengan
pertumbuhan PDB sektor pertanian disebabkan oleh meningkatnya semua
biaya produksi pertanian. Kenaikan biaya tertinggi terjadi pada upah buruh
sebesar 1,32 persen. Kemudian bibit sebesar 1,24 persen dan Pupuk sebesar
1,05 persen. Padahal ketiga komponen tersebut merupakan biaya pokok
utama dalam produksi pertanian. Akibatnya banyak petani yang gulung
tikar karna mahalnya biaya produksi dan murahnya hasil produk
pertaniannya.

B.2. Penurunan Daya Beli Masyarakat Terhadap Permintaan Produk


Pertanian

Ramalan banyak pengamat pada awal pandemi bahwa produksi


pertanian akan tertekan, rupanya keliru. Kekhawatiran bahwa petani

6
terkendala ke sawah dan ladang karena terserang penyakit rupanya tidak
terbukti. Justru yang anjlok adalah sisi permintaan.
Kondisi pasokan dan permintaan yang tak seimbang itu terus berlanjut,
dan pada akhirnya membuat produk tidak terbeli. Lambat laun, harga-harga
produk pertanian menjadi anjlok, tercermin dari dua bulan berturut-turut
ekonomi Indonesia mengalami deflasi. Pada Juli 2020 deflasi sebesar
0,10% dan Agustus 2020 terjadi deflasi 0,05%, dengan kelompok bahan
pangan memberi andil terbesar pada kedua bulan tersebut.
Komoditas penyumbang terbesar deflasi berasal dari produk
hortikultura, umumnya bawang merah, bawang putih, tomat, bayam, timun,
hingga cabai rawit dan daging ayam dan telur ayam ras. Rendahnya
serapan pasar untuk produk hortikultura seperti sayuran dan bumbu-
bumbuan serta produk unggas menjadi lebih rumi karena produk-produk
yang tidak bisa bertahan lama.

Penyebabnya adalah karena hasil panen sedang melimpah sementara


daya beli masyarakat sedang rendah. Kerugian yang diderita ini, telah
menyebabkan banyak petani kecil yang terpaksa gulung tikar. Sementara
itu upaya Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH),
Kementerian Pertanian, agar perusahaan integrator menyerap produk
pertanian demi menstabilkan harga tidak berjalan efektif.

B.3. Terganggunya Distribusi Pangan

Dampak Pandemi Covid-19 telah memengaruhi dinamika situasi


pangan secara nasional. Dampak pembatasan mobilitas melalui PSBB dan
protokol kesehatan lainnya, mendorong aktivitas masyarakat untuk
pemenuhan kebutuhan pangan pokok menjadi terbatas. Penerapan PSBB
menjadi kendala bagi kegiatan rantai pasok komoditas pangan pokok dan
strategis sehingga harga eceran umumnya meningkat. Terganggunya sistem
logistik dan distribusi pangan dari produsen ke konsumen, pada kelangkaan

7
pasokan bahan pangan, telah mendorong pada peningkatan harga beberapa
komoditas, termasuk meningkatnya margin pemasaran beberapa kebutuhan
pokok.
Dampak di tingkat produsen, sekalipun tidak banyak berpengaruh pada
proses dan jumlah produksi, namun terjadinya keterbatasan penyerapan
produk akibat PSBB dibandingkan seperti kondisi sebelum pandemi
Covid-19 ke berbagai pasar tujuan menjadi kendala bagi para petani
sebagai produsen. Selain jumlah produk tidak bisa dipasarkan, harga
produk menurun dan pada akhirnya para petani mengalami kerugian usaha
tani.

B.4. Petani Rentan Terpapar Covid-19

Dampak Covid-19 terhadap petani secara individu adalah


terganggunya kesehatan dan keselamatan petani. Pada umumnya,
seseorang yang terpapar virus Covid-19 akan mengalami gangguan
kesehatan dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Covid-19 bersifat
menular antarindividu, terutama pada kelompok rentan, yaitu orang lanjut
usia dan yang memiliki underlying diseases. Usia rata-rata pasien Covid-19
berkisar antara 47‒59 tahun, dan 41,9‒45,7% adalah pasien perempuan.
Penduduk yang berusia lanjut (di atas 50 tahun) sangat rentan terinfeksi
virus Covid19. Kerentanan terpapar Covid-19 menjadi semakin besar
ketika usia lanjut disertai dengan penyakit tertentu seperti diabetes, asma,
jantung, darah tinggi, serta daya tahan tubuh yang rendah.
Data tentang jumlah petani yang terpapar virus Covid-19 tidak tersedia
secara sistematik. Informasi yang beredar hanya kasus-kasus yang
diberitakan oleh media massa. Berdasarkan informasi-informasi tersebut,
petani yang terpapar sebagian besar sedang melakukan kegiatan-kegiatan
lain seperti tugas-tugas kemasyarakatan atau sedang melakukan
pengobatan di rumah sakit. Tidak ada informasi yang melaporkan petani
yang terpapar sedang melakukan kegiatan usaha tani. Namun demikian,

8
risiko petani terpapar tetap ada, terlepas kasus terpaparnya pada saat
melakukan kegiatan usaha tani atau bukan.
Data Sensus Pertanian dari BPS (2013) menunjukkan bahwa tenaga
kerja pertanian berusia 40 sampai dengan di atas 55 tahun mencapai 60%.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian PSEKP (2016) yang menunjukkan
bahwa tenaga kerja perdesaan di Jawa yang berusia 45‒ 64 tahun mencapai
sekitar 52%. Kerentanan yang dialami oleh petani usia lanjut ini dapat
menyebabkan penurunan produktivitas mereka.

B.5. Potensi Terjadinya Krisis Pangan

Meskipun menurut data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik


Kementrian Pertanian stok pangan nasional diprediksi akan mengalami
surplus, namun hal ini bukan berarti bahwa Indonesia serta merta terbebas
dari ancaman krisis pangan yang bisa terjadi dimasa mendatang. Ditambah
lagi, masa pandemi COVID-19 yang belum pasti akan berakhir kapan
memiliki dampak yang sangat terasa di bidang pertanian.
Ketahanan pangan sendiri memiliki dua kata kunci penting yaitu
ketersediaan pangan yang cukup dan merata serta akses penduduk terhadap
pangan, baik secara fisik maupun ekonomi. Ketahanan pangan kita secara
umum dapat dikatakan sedang terganggu. Dalam masa pandemi ini
pemerintah telah memberlakukan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial
Berskala Besar) di beberapa daerah, masyarakat juga diminta untuk
mengurangi kontak fisik dan melakukan pekerjaan dari rumah. Hal ini
dapat berpengaruh pada produksi, distribusi, dan juga konsumsi pangan.
Sarana untuk melakukan distribusi pangan menjadi terbatas sehingga
terjadi kurangnya produktifitas pangan. Selain itu, dengan pola hidup
masyarakat yang berubah, otomatis permintaan masyarakat sebagai
konsumen pangan juga berubah. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan
harga-harga pada produk pangan. Salah satu contoh nyata yang dapat

9
dilihat adalah ketika kebanyakan restoran dan kafe ditutup, maka
permintaan bahan pangan pun menurun.
Meskipun jumlah produksi pangan saat ini tidak mengalami banyak
perubahan dan masih dapat dikatakan aman, permasalahan krisis pangan
tetap dapat terjadi kedepannya. Permasalahan yang paling besar terjadi
pada distribusi pangan. Dengan adanya pembatasan-pembatasan, distribusi
pangan menjadi lemah. Akibatnya, stok pangan tidak merata di semua
daerah. Ada daerah yang mengalami defisit dan ada pula yang mengalami
produksi berlebih.
Petani selaku kunci dari pangan Indonesia selama masa pandemi ini
diharapkan dapat tetap sehat dan bekerja dengan maksimal.
Permasalahannya adalah sekarang ini jumlah petani di Indonesia banyak
yang tergolong masuk ke usia tua, minim sekali jumlah petani yang berasal
dari kalangan milenial. Hal ini dapat berpengaruh pada produktivitas
pangan. Mirisnya, penggusuran dan kriminalisasi terhadap petani juga
kerap terjadi, bahkan pada masa-masa pandemi seperti ini yang diharapkan
masyarakat dapat saling berempati satu sama lain. Permasalahan lain yang
berkaitan dengan pangan adalah ketersediaan lahan. Lahan pertanian kerap
kali dialihfungsikan untuk keperluan tambang dan yang lainnya.
Akibatnya, lahan untuk bertani menjadi semakin sempit bahkan lahan
pertanian menjadi rusak tercemar oleh limbah-limbah dari tambang
maupun pabrik.
Pemerintah harus mengambil langkah dalam mencegah terjadinya
krisis pangan. Dimulai dari menyejahterakan petani melalui bantuan dan
fasilitas seperti misalnya bantuan relaksasi kredit kepada para petani
miskin. Para petani juga sebaiknya dikenalkan dengan teknologi untuk
membantu mereka dalam mendistribusikan serta menjaga kestabilan harga
produk pangan dimasa pandemi seperti ini.
Pertanian lokal dan lumbung pangan di tiap wilayah harus dihidupkan
kembali untuk membangun nasionalisme. Selain itu, pemerintah juga

10
dianggap perlu untuk memetakan potensi-potensi pertanian yang ada,
melakukan stabilisasi harga pangan, melakukan konsolidasi terkait lahan
pertanian, dan juga membuat regulasi-regulasi yang berkaitan dengan
permasalahan pangan yang ada.
Selain peran pemerintah, masyarakat juga dapat ikut andil dalam
menjaga ketahanan pangan untuk menghindari adanya krisis pangan.
Masyarakat memiliki peluang untuk membangun kedaulatan dan
kemandirian pangan. Dalam masa pandemi seperti ini, masyarakat
cenderung menjadi lebih kreatif dan bisa berkreasi untuk mengakali situasi
yang ada. Termasuk halnya dalam menjaga akses terhadap pangan.
Masyarakat diharapkan memiliki kesadaran untuk melakukan penanaman
mandiri minimal untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Ada
banyak sekali cara untuk melakukan penanaman mandiri seperti misalnya
urban farming dan juga melakukan penanaman dengan metode hidroponik
dengan memanfaatkan lahan-lahan yang ada di rumah.

B.6. Ancaman Ketersediaan Stok Pangan Nasional Yang Bersumber


Dari Impor

Impor bahan pangan merupakan salah satu upaya yang dilakukan


Kementerian Perdagangan dalam rangka menjaga stabilisasi harga dan
ketersediaan stok. Beberapa alasan utama pelaksanaan impor pangan
adalah kebutuhan pangan Indonesia yang hingga saat ini masih belum
dapat dipenuhi oleh produksi di dalam negeri dan tuntutan akan keragaman
bahan pangan sesuai kebutuhan masyarakat. Selain itu, sebagai anggota
World Trade Organization (WTO), Indonesia tentu juga harus membuka
akses pasar bagi perdagangan internasional.
Covid-19 mengganggu sistem pangan Indonesia. Ketenagakerjaan di
bidang pertanian diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 4,87
persen, sedangkan produksi pertanian domestik akan menyusut sebesar 6,2

11
persen. Impor akan turun sebesar 17,11 persen dan harganya diperkirakan
akan naik sebesar 1,20 persen dalam jangka pendek dan sebesar 2,42
persen pada 2022. Dengan berkurangnya pasokan dalam negeri dan dari
impor, kekurangan pangan dan inflasi harga makanan berpotensi besar
terjadi.
Di wilayah Indonesia yang miskin dan terpencil, kerawanan pangan
telah terjadi bahkan sebelum virus corona melanda. Kini, dengan hilangnya
sumber uang dari remitansi dan mata pencarian di luar pertanian,
kerawanan akan terjadi Ringkasan Kebijakan dalam skala lebih besar,
kecuali pendapatan yang hilang dari pertanian dapat tergantikan. Transfer
tunai rumah tangga tidak akan cukup untuk menutup investasi besar di
muka yang diperlukan untuk mendapatkan input pertanian.
Sampai saat ini, kebijakan ketahanan pangan pemerintah adalah
berfokus menjaga pasokan bahan makanan pokok. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan tidak hanya mengenai berbagai langkah untuk meningkatkan
produksi dalam negeri, tetapi juga tindakan yang bersifat sementara untuk
menghapus tarif dan mengurangi persyaratan lisensi impor nonotomatis
(surat persetujuan impor) untuk bahan makanan penting seperti daging sapi
dan gula. Misalnya, jika tarif dihapuskan, harga impor barang pertanian
masih mungkin akan naik tetapi hanya sebesar 0,65 persen. Upaya lain
termasuk bantuan untuk peternak ayam, peningkatan kredit pertanian, dan
insentif harga untuk sereal.
Namun, pilar utama strategi ketahanan pangan berada di tangan petani
sendiri. Krisis tidak hanya akan memengaruhi konsumsi rumah tangga
mereka, tetapi juga kemampuan mereka untuk menanam dan memanen
tanaman. Indonesia hampir sepenuhnya bergantung pada produksi makanan
pokok dalam negeri, termasuk beras, jagung, dan singkong. Dengan adanya
larangan ekspor beras di Vietnam dan India, pemerintah Indonesia harus
memastikan petani skala kecil tidak melewatkan musim tanam tahun ini.
Hal ini sangat penting mengingat banyak petani yang mungkin menghadapi

12
kesulitan mendapatkan input untuk menanam, baik karena kekurangan atau
kehilangan remitansi dari anggota keluarga maupun hilangnya upah dari
pekerjaan di luar musim tanam.
Ketersediaan bahan pangan pokok pada kondisi pandemi memegang
peranan penting mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar penduduk.
Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat pandemi Covid-19 berpengaruh
pada krisis pangan jika tidak dikelola dengan baik. Di satu sisi, pandemi
Covid-19 mendorong penerapan pembatasan sosial. Di sisi lain, kebutuhan
pangan diperkirakan dikonsumsi dalam kuantitas yang sama meskipun
aktivitas masyarakat lebih terbatas.
Ketersediaan bahan pangan pokok pada kondisi pandemi memegang
peranan penting mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar penduduk.
Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat pandemi Covid-19 berpengaruh
pada krisis pangan jika tidak dikelola dengan baik. Di satu sisi, pandemi
Covid-19 mendorong penerapan pembatasan sosial. Di sisi lain, kebutuhan
pangan diperkirakan dikonsumsi dalam kuantitas yang sama meskipun
aktivitas masyarakat lebih terbatas.

C. KEBIJAKAN DAN PROGRAM YANG DILAKUKAN PEMERINTAH


BAIK JANGKA PENDEK, MENENGAH MAUPUN JANGKA
PANJANG

Sebagai langkah nyata, Kementerian Pertanian melalui Badan Penyuluhan


dan Pengembangan SDM Pertanian  telah merumuskan Metode 4 Cara
Bertindak untuk mencapai ketahanan pangan. Pertama, peningkatan kapasitas
produksi. Kementan mengajak pelaku pertanian melaksanakan percepatan tanam
padi Musim Tanam II 2020 seluas 6,1 juta ha, pengembangan lahan rawa di
Provinsi Kalimantan Tengah 164.598 ha, termasuk intensifikasi lahan rawa
85.456 ha dan ekstensifikasi lahan pertanian 79.142 ha. Kedua, diversifikasi

13
pangan lokal. Kementan akan mengembangkan diversifikasi pangan lokal
berbasis kearifan lokal yang berfokus pada satu komoditas utama. Ketiga,
penguatan cadangan dan sistem logistik pangan dengan cara penguatan cadangan
beras pemerintah provinsi (CBPP), kemudian penguatan cadangan beras
pemerintah kabupaten/kota (CBPK). Keempat, pengembangan pertanian modern,
caranya melalui pengembangan smart farming, pengembangan dan
pemanfaatan screen house untuk meningkatkan produksi komoditas hortikultura
di luar musim tanam, pengembangan korporasi petani, dan pengembangan food
estate untuk peningkatan produksi pangan utama (beras/jagung).
Kementan juga mempunyai agenda yang bersifat jangka pendek, menengah
dan panjang dalam menghadapi pandemi Covid-19. Untuk jangka pendek agenda
SOS atau emergency, diantaranya dengan menjaga stabilitas harga pangan dan
membangun buffer stock pangan utama di daerah,padat karya pertanian, social
safety net, fasilitasi pembiayaan petani melalui KUR dan asuransi pertanian,
memperluas akses pasar melalui pengembangan toko tani dan usaha kemitraan.
Agenda jangka menengah diwujudkan dengan melanjutkan padat karya
pasca Covid-19, diversifikasi pangan lokal, membantu ketersediaan pangan di
daerah defisit, antisipasi kekeringan, menjaga semangat kerja pertanian melalui
bantuan saprodi dan alsintan, mendorong family farming (KPRL), membantu
kelancaran distribusi pangan, meningkatkan ekspor pertanian, dan memperkuat
Kostratani.
Sementara agenda jangka panjang (permanen) dilakukan, antara lain
dengan  mendorong peningatan produksi 7% per tahun, menurunkan kehilangan
hasil (losses) menjadi 5%, ekstensifikasi tanaman pangan pada lahan rawa,
penumbuhan pengusaha petani milenial, pengembangan korporasi petani,
pengembangan B30 dan kelapa sawit, pertanian 4.0., peningkatan ekspor 3 kali
lipat, dan peningkatan NTP.

14
DAFTAR PUSTAKA

Syahyuti, dan Bambang Sayaka. (2020). Enam Bulan Pandemi: Permintaan Produk
Pertanian Anjlok. https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/covid-
19/berita-covid19/568-enam-bulan-pandemi-permintaan-produk-pertanian-
anjlok/ (diakses pada 17 Desember 2021)

Yofa, R. D. dkk. (2020). DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP EKSPOR


DAN IMPOR KOMODITAS PERTANIAN.
https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/08-BBRC-2020-II-2-3-RDY.pdf/
(diakses pada 17 Desember 2021)

Lestari, Reni. (2020). FAO: 27 Negara Dibayangi Krisis Pangan Gara-Gara


Pandemi Covid-19.
https://kabar24.bisnis.com/read/20200720/19/1268360/fao-27-negara-

15
dibayangi-krisis-pangan-gara-gara-pandemi-covid-19/ (diakses pada 17
Desember 2021)

Kementrian Pertanian. (2020). KEBIJAKAN DAN PROGRAM KEMENTERIAN


PERTANIAN DALAM MENJAMIN KETAHANAN PANGAN DI ERA NEW
NORMAL PANDEMI COVID-19. http://akd.sb.ipb.ac.id/wp-
content/uploads/2020/06/Topik-5-1-1.pdf/ (diakses pada 17 Desember 2021)

Fitriah, dkk. (2021). Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Ketahanan Pangan


Indonesia: Sebuah Penelitian Eksploratif.
https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/105347/ (diakses pada 17
Desember 2021)

Mintarja, Kathleen, dkk. (2020). Polemik Pembatasan dan Larangan Ekspor Global
di Masa Pandemi COVID-19. file:///C:/Users/user/Downloads/4308-Article
%20Text-11514-2-10-20201218.pdf/ (diakses pada 17 Desember 2021)

Hirawan, F. B., Akita A. Verselita. (2020). Kebijakan Pangan di Masa Pandemi


COVID-19.
file:///C:/Users/user/Downloads/CSIS_Commentaries_DMRU_048_ID_Hirawa
nVerselita.pdf/ (diakses pada 17 Desember 2021)

Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Tengah. (2021). Ketahanan Pangan di


Masa Pandemi. https://mmc.kalteng.go.id/berita/read/35946/ketahanan-
pangan-di-masa-pandemi/ (diakses pada 17 Desember 2021)

Pusat Kajian Anggaran / Badan Keahlian DPR RI. (2021). Industri dan
Pembangunan Budget Issue Brief.
https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/bib/public-file/bib-public-4.pdf/
(diakses pada 17 Desember 2021)

Anugrah, I. S., dkk. (2020). DAMPAK PANDEMI COVID-19 PADA DINAMIKA


RANTAI PASOK PANGAN POKOK.

16
https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/15-BBRC-2020-III-2-3-ISA.pdf/
(diakses pada 17 Desember 2021)

Sudaryanto, Tahlim dan Sri Suharyono. (2020). PENINGKATAN DAYA TAHAN


PETANI DAN USAHA TANI TERHADAP PANDEMI COVID-19.
https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/35-BBRC-2020-V-1-4-TSD.pdf/
(diakses pada 17 Desember 2021)

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. (2020). Ketahanan Pangan Indonesia di


Masa Pandemi. https://www.umy.ac.id/ketahanan-pangan-indonesia-di-masa-
pandemi/ (diakses pada 17 Desember 2021)

Asmanto, Priadi, dkk. (2020). Menjaga Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi


Covid-19. http://tnp2k.go.id/download/92111PB8%20Ketahanan
%20PanganFA-Jul2020.pdf/ (diakses pada 17 Desember 2021)

Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri. (2020). LAPORAN AKHIR ANALISIS


DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP KETERSEDIAAN PANGAN
NASIONAL.
http://bppp.kemendag.go.id/media_content/2020/12/lampiran_kajian_2021081
4091529Analisis_Dampak_Pandemi_Covid-
19_Terhadap_Ketersediaan_Pangan_Nasional.pdf/ (diakses pada 17 Desember
2021)

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. (2020). Gerakan Ketahanan Pangan
pada Masa Pandemi Covid-19.
https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/covid-19/program-
kegiatan/367-gerakan-ketahanan-pangan-pada-masa-pandemi-covid-19/
(diakses pada 17 Desember 2021)

17

Anda mungkin juga menyukai