Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH MASA PANDEMI COVID-19 PADA

PEREKONOMIAN MAKRO DI INDONESIA DAN RESPON


KEBIJAKAN PEMERINTAH

Karya Ilmiah/Tugas Akhir


diajukan untuk melengkapi
persyaratan mencapai
gelar kesarjanaan

OLEH :

FAUZIYAH
030696455
Fauzyahzyah266@yahoo.com
S.1 EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TERBUKA


PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN BIDANG
MINAT EKONOMI PERBANKAN SYARIAH
2022
Pengaruh masa pandemi COVID-19 pada perekonomian makro di Indonesia
dan respon kebijakan pemerintah

Fauziyah
Fakultas Ekonomi, Universitas Terbuka
Program Studi Ekonomi Pembangunan Bidang Minat Ekonomi Perbankan Syariah
Email : fauzyahzyah266@yahoo.com

ABSTRAKS
Pandemi COVID-19 telah menimbulkan dampak multisektor, termasuk mengganggu pertumbuhan ekonomi banyak
negara. Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak pandemi COVID 19 serta perbedaan kawasan dan status
negara terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara terdampak. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif
dengan sampel jenuh 135 negara, dan pendekatan analisis regresi dengan dummy variable. Hasil penelitian
menunjukan, variabel kasus pandemi waktu paparan. jumlah penduduk perbedaan kawasan dan perbedaan status
negara mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara terdampak (R 0.6373). Jika pandemi terkendali serta tidak ada
disparitas tatakelola antara kawasan dan antar status negara, maka pertumbuhan ekonomi global berpotensi positif
0.18%. Tatakelola pandemi di kawasan Asia, Amerika dan Afrika berbeda signifikans dengan tatakelola di kawasan
Australia. Negara miskin berbeda dengan negara maju, tapi tidak berbeda dengan negara menengah, dalam menata
kelola pandemi di wilayahnya. Secara relatif. dampak pandemi di kawasan Asia. Amerika dan Afrika lebih berat
dibanding kawasan lainnya. Kata Kunci: Dampak Covid-19, Pertumbuhan Ekonomi, Negara Terdampak.

ABSTRACT
The COVID-19 pandemic has had multi-sectoral impacts, including disrupting the economic growth of
many countries. This study aims to analyze the impact of the COVID-19 pandemic as well as regional
differences and country status on the economic growth of the affected countries. The method used is a
quantitative method with a saturated sample of 135 countries, and a regression analysis approach with
dummy variables. The results showed that the variables of pandemic cases, exposure time, population,
regional differences and country status differences affected the economic growth of the affected countries
(R2 0.6373). If the pandemic is under control and there is no disparity in management between regions
and between countries, then global economic growth has the potential to be positive at 0.18%. The
management of the pandemic in the Asian, American and African regions is significantly different from
that in the Australian region. Poor countries are different from developed countries, but not different
from middle income countries, in managing a pandemic in their region. In relative terms, the impact of
the pandemic in Asia, America and Africa is heavier than other regions. Keywords: Impact of Covid-19,
Economic Growth, Affected Countries
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di awal tahun 2020, akibat COVID-19, dunia menghadapi krisis kesehatan global dan sosial ekonomi
yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di Indonesia, kehidupan jutaan anak dan keluarga seakan
terhenti. Pembatasan sosial dan penutupan sekolah berdampak pada pendidikan, kesehatan mental, dan
akses kepada pelayanan kesehatan dasar. Meskipun kita sekarang memiliki lebih banyak pengetahuan dan
peralatan untuk menekan penyebaran virus dengan lebih baik, kita harus tetap waspada dan berhati-hati
dalam melindungi diri dan anak-anak kita.

Semenjak Indonesia mengonfirmasi kasus COVID-19 yang pertama, UNICEF telah memimpin
berbagai upaya merespons pandemi awal dan status endemik berkelanjutan, bersama dengan pemerintah,
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan mitra lain.

World Health Organization (WHO) mengungkapkan bahwa Corona viruses (Cov) adalah virus yang
menginfeksi sistem pernapasan. Infeksi virus ini disebut COVID19. Virus Corona mengakibatkan
penyakit flu biasa sampai penyakit yang lebih parah seperti Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS-
CoV) dan Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS-CoV). hingga ketika ini terdapat 188 negara yang
mengkorfirmasi terkena virus Corona. Penyebaran virus Corona yang sudah meluas ke berbagai belahan
dunia membawa akibat pada perekonomian Indonsia, baik dari sisi perdagangan, investasi dan
pariwisata. Penyakit Corona virus 2019 (COVID-19) sudah menginfeksi jutaan orang pada seluruh dunia.
akibat terhadap ekonomi diperkirakan akan besar dan bisa mengakibatkan perekonomian suatu negara
terpuruk. Jutaan orang akan jatuh ke dalam jurang kemiskinan karena semakin banyaknya pengangguran
akibat dari terhentinya beberapa kegiatan produksi karena kurangnya permintaan yang bisa menstimulasi
aktivitas produksi.

Virus Corona atau Corona virus disease 2019 (Covid-19) sudah membuat perekonomian Indonesia
terkontraksi. dampak Virus Corona atau Covid-19 nampaknya berimbas di seluruh sektor terutama
pariwisata serta sektor-sektor lainnya. Bank dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di
tahun ini akan tertekan pada level 2,1 %. Penyebab dari menurunnya pertumbuhan ekonomi ini karena
meluasnya persebaran Covid-19 baik di dalam negeri maupun luar negeri. Pertumbuhan ekonomi RI
sudah diperkirakan di bawah Bank Indonesia (BI) diperkirakan kurang lebih 2,5 persen saja yg umumnya
mampu tumbuh mencapai 5,02 %.

Akibat pandemic Covid 19 terhadap kondisi makro Indonesia bisa dilihat dari beberapa kejadian
yaitu : Pertama, pada bulan April 2020, sekitar 1,5 juta karyawan dirumahkan atau di PHK (Pemutusan
hubungan Kerja). pada mana 1,2 juta pekerja itu berasal dari sektor formal, 265.000 berasal sektor
informal. Kedua, Sektor pelayannan udara kehilangan pendapatan sekitar Rp 207 miliar kehilangan
pendapatan, dimana sekitar Rp. 48 milyar pendapatan yang hilang berasal berasal penerbangan China.
Ketiga, jumlah wisatawan menurun sebesar 6.800 per hari, khususnya wisatawan asal China. Keempat,
dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) bahwa terjadi penurunan tingkat okupansi hotel
pada Indonesia sebesar 50%. sebagai akibatnya terjadi penurunan jumlah devisa pariwisata lebih asal
setengah dibandingakan tahun lalu. Keenam, Hotel, restoran maupun pengusaha retail yg juga adalah
penunjang sektor wisata pun juga akan terpengaruh dengan adanya virus Corona. Okupansi hotel
mengalami penurunan akan mempengaruhi kelangsungan usaha hotel pada jangka panjang. Sepinya
wisatawan juga berdampak pada restoran atau rumah makan yg sebagian besar konsumennya ialah para
wisatawan. Sektor pariwisata yang melemah juga berdampak pada industri retail. Ketujuh, Penyebaran
Covid 19 juga berdampak pada sektor investasi, perdagangan,usaha mikro, kecil serta menengah
(UMKM) karena saat para wisatawan berkunjung ke daerah wisata, para wisatawan tersebut akan
melakukan permintaan atau pembelian oleh-oleh. Kedelapan, terjadi inflasi pada bulan Maret 2020
sebanyak 2,96% year on year (yoy), dengan naiknya harga emas perhiasan serta beberapa harga pangan
yang mengalami kenaikan yg cukup drastis. tetapi di sisi lain terjadi deflasi pada komoditas cabai dan
tarif angkutan udara Kesembilan, Badan pusat Statistik (BPS) menyatakan, terjadi penurunan di
penerimaan sektor pajak sektor perdagangan, padahal sektor pajak mememberikan kontribusi ke 2
terbesar di penerimaan pajak, ditambah lagi ekspor migas serta non migas juga mengalami penurunan
sebab China adalah importir minyak mentah terbesar serta terjadi penurunan hasil yang akan terjadi
produksi pada China padahal China ialah sentra produksi terbesar di global, sehingga Indonesia serta
negaranegara lain bergantung sekali pada produksi-produksi China. Kesepuluh, Virus Corona juga
berdampak pada investasi, sebab adanya ketakutan para investor buat melakukan kegiatan investasi, di
sisi lain para investor menunda investasi sebab kurangnya demand.

1.2 Rumusan Permasalahan

IMF dan Bank dunia telah memprediksi pandemi COVID-19 dapat memicu resesi ekonomi
global. Sejumlah kalangan pakar memperkirakan dampaknya setara atau lebih buruk dari kondisi great
depression pada periode 1920-1930. BI dan Menteri Keuangan RI ikut berpandangan bahwa masa depan
ekonomi Indonesia juga suram. Setidaknya sampai awal tahun 2021. Pertumbuhan ekonomi tertekan
sampai minus-6.13% pada Agustus 2020 (Sri Mulyani, 2020).

Seberapa besar pandemic berdampak bagi pertumbuhan ekonomi negara- negara di dunia ? Aspek
pandemi apa saja yang mempengaruhi perekonomian global? Apakah perbedaan wilayah ikut
mempengaruhi besaran dampak pandemic terhadap perekonomian? Untuk menjawabnya dilakukan
penelitian berjudul: Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara
Terdampak. Waktu penelitian ini dilakukan dalam periode Januari - September 2020.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengeksplorasi dampak pandemi Covid dan populasi terhadap pertumbuhan ekonomi negara-
negara terdampak.
2. Menganalisis pengaruh perbedaan kawasan terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi negara-negara
dalam masa pandemic COVID-19.

2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Metode Penelitian

Penelitiaan ini menggunakan metode analisis kuantitatif dengan teknik pengambilan sampel
jenuh. Data yang digunakan umumnya merupakan data sekunder yang diperoleh dari IMF, WHO, dan
Worldometer, serta sumber- sumber referensi online yang tersebar dalam berbagai portal informasi
maupun berita. Sebagian besar data pertumbuhan GDP. penerimaan. belanja negara dan utang negara
diambil dari Fiscal Monitor IMF Juni 2020, sementara data pandemic COVID-19 diambil dari situs WHO
dan portal coronavirus Worldometer.org.
Data yang terkumpul selanjutnya dikelompokkan menjadi variabel terikat (dependent) dan
variabel bebas (independent). Variabel terikat adalah nilai pertumbuhan PDB (G-GDP). Sedang variabel
bebas adalah jumlah kasus. Kasus aktif, aksus kritis, waktu mulai terpapar, lamanya waktu terpapar,
jumlah kematian, jumlah tes PCR. penerimana, pengeluaran dan utang negara dari 135 entitas negara.
Selain juga ada dua kelompok variabel dummy: perbedaan kawasan (Austrial/Oceania, Afrika, Asia,
Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan), sebagai pembanding atau variabel referensnya adalah negara
Asutaralia/Oceania, variabel dummy lainnya dalah perbedaan status negara: negara maju (Advance
Country), negara berkembang (Emerging Country), dan negara miskin (Low Income Country/LIC)
menurut definisi IMF.

Variabel dummy dibuat untuk melihat pengaruh perbedaan kawasan dan perbedaan status negara.
Untuk katagori kawasan. Australia/Oceania digunakan sebagai sebagai variabel pembanding atau rujukan.
Sementara untuk katagori status negara, negara miskin (LIC) menjadi variabel rujukan.

2.2. Model Ekonometri

Data olahan dianalisis secara kuantitatif deskriptif dengan model regresi berganda dengan dummy
variable. Aplikasi Eviews 10 digunakan untuk menganalisis pengaruh pandemi COVID-19, kemampuan
fiskal, serta perbedaan kawasan dan status negara terhadap dinamika pertumbuah PDB (G-GDP). Model
ekonometrik yang digunakan sebagai berikut:

G-GDP = βo + β1TCases + β2 TDeath + β3 Pop + β4 G-GDP-1+ β5 T-Morbids + β6 Expen + β7 Debt + β8


Amerika + β9 Afrika + β10 Asia + β11 Eropa + β12 ADVANCE + β13 EMERGE + ε

Hipotesis Penelitian
Hipotesis 1
H10 Pandemi COVID-19, kebijakan penanganan pandemi dan kemampuan fiskal moneter tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan PDB
H11 Pandemi COVID-19, kebijakan penanganan pandemi dan kemampuan fiskal moneter
berpengaruh
terhadap pertumbuhan PDB

Hipotesis 2
H20 Perbedaan kawasan dan status negara tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan PDB
H21 Perbedaan kawasan dan status berpengaruh terhadap pertumbuhan PDB
Sebelum dianalisis lebih jauh, dilakukan uji t, uji F dan uji asumsi klasik (multikolinieritas,
heteroskedalitas, autokorelasi, linieritas, dan normalitas).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Selama tiga bulan pertama (kuartal pertama) yaitu bulan Januari hingga bulan Maret tahun 2020,
Virus Covid 19 sangat cepat penyebarannya di Indonesia dan memberikan dampak yang cukup besar bagi
kegiatan kegiatan perekonomian di Indonesia. Perubahan Inventori merupakan penyumbang negatif
pertumbuhan terbesar dengan nilai sebesar -0.33 persen, diikuti oleh Ekspor jasa (-0.32) dan Konsumsi
LNPRT (Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga) (-0.05). Hal ini memperlihatkan bahwa
pandemi telah menekan aktivitas di sektor jasa dan produksi industri pengolahan. Terjadinya
pertumbuhan ekonomi yang positif di Indonesia disebabkan oleh terjadinya peningkatan pada beberapa
sektor usaha dengan pertumbuhan yang cukup tinggi pada sektor Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar
10,67 persen, kemudian sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dengan nilai sebesar 10,39 persen dan
Informasi dan Komunikasi dengan nilai pertumbuhan sebesar 9,81 persen.
Himbauan untuk melakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan himbauanhimbauan
physical distancing lainnya membuat roda perekonomian nyaris berhenti. Jumlah kasus
positif Covid 19 di Indonesia per tanggal 21 Juni 2020 adalah 45.891 orang, di sisi lain banyaknya
pasien yang sembuh dari virus ini di Indonesia, yaitu 18.404 orang dan untuk yag meninggal sebanyak
2.465 orang.

Pertumbuhan ekonomi di indonesia


Pada April 2020, IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2020
menjadi -3,0% dari sebelumnya 3,3% (yoy). Ekonomi Indonesia, China, India, Filipina, dan Vietnam
diproyeksikan masih tumbuh positif pada tahun 2020, dengan inflasi volatile food (VF) mencapai 5.04%
yoy di bulan April 2020. Pada April 2020, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menurun menjadi 84,8
dan penjualan ritel kontraksi -5,4% yoy pada Maret 2020. Cadangan devisa pada April meningkat
menjadi $127,9 Miliar. Penurunan jumlah impor barang di kuartal I 2020 juga sedikit menyumbang
positif angka pertumbuhan, yaitu sebesar 0,15 persen. Pada Kuartal I 2020, konsumsi rumah tangga masih
menjadi motor utama pertumbuhan yang menyumbang sebesar 1.56 persen dari
angka pertumbuhan yang sebesar 2.97% (YoY). Selain konsumsi RT, pertumbuhan ekonomi di kuartal
I 2020 secara tahunan juga didorong oleh ekspor barang (0.45), PMTDB (0.55) dan Konsumsi
pemerintah (0.22). Sektor lainnya tetap tumbuh meskipun lebih lambat jika dibandingkan dengan
triwulan lalu maupun periode yang sama tahun lalu.
Gambar 1. Pertumbuhan ekonomi indonesia
Pada kurva di atas menunjukkan penurunan angka pertumbuhan ekonomi yang cukup drastis pada
kuartal pertama tahun 2020. Terjadi trend pertumbuhan yang menurun. Pada kuartal pertama tahun 2020
pertumbuhan ekonomi yang dicapai di Indonesia tercatat sebesar 2,97 persen (Year over Year (yoy),
pencapaian ini lebih rendah daripada proyeksi Bank Indonesia yaitu sebesar 4,4 persen. Penyebab dari
menurunnya pertumbuhan ekonomi ini adalah tidak lepas dari dampak penanganan penyebaran virus
Corona yang mulai mempengaruhi semua aspek kehidupan dan kegiatan perekonomian, baik dari sisi
produksi, distribusi dan konsumsi, investasi, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor). Bank Indonesia
memprediksikan bahwa dampak dari penanganan pandemic Covid ini akan terasa pada bulan April
sampai dengan bulan Juni 2020, namun dampaknya sudah mulai terasa Penanganan pandemic Covid ini
dampaknya lebih cepat terasa di bulan Maret 2020. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I
termasuk salah satu yang tertinggi, lebih baik dari sebagian besar negara-negara lain. Pertumbuhan
ekonomi Tiongkok pada triwulan 1 2020 tercatat -6,8% (yoy), jauh lebih rendah dari pencapaian di
triwulan IV 2019 sebesar 6,0%. Pada triwulan pertama tahun 2020, walaupun terjadi kenaikan
pertumbuhan yang positif, tapi angka ini lebih rendah daripada nilai pertumbuhan yang dicapai pada
triwulan keempat pada tahun 2020 dengan nilai pertumbuhan sebesar 2,3 persen (yoy). Sedangkan
pertumbuhan ekonomi di Eropa, Singapore dan Korea Selatan pada triwulan 1 2020, masing-masing-
masing tercatat sebesar -3,3% (yoy), -2,2% (yoy), Hampir sekitar 60 persen, pergerakan peningkatan
kegiatan ekonomi yang biasanya disumbang 1,3% (yoy).

Dampak Perbedaan Kawasan dan Status Negara


Untuk menjawab pertanyaan apakah perbedaan kawasan dan status negara berpengaruh dalam
tata kelola mengatasi masalah pertumbuhan akibat pandemic COVID-19, digunakan data hasil regresi
ganda dummy variable yang telah memenuhi syarat analisis statistic yang valid. Yakni menggunakan
model regresi yang sudah terbebas dari uji asumsi klasik atau terbebas dari masalah multikolinieritas,
heteroskedalitas, autokorelasi, lineritas dan normalitas. Data yang memenuhi syarat seperti tertera dalam
Tabel 9.
Dari Tabel 9 diketahui bahwa perbedaan kawasan tampak ikut mempengaruhi dinamika
pertumbuhan ekonomi negara-negara terdampak. Perbedaan kawasan terutama di Amerika, Asia dan
Afrika tampak berbeda dengan kondisi di negara-negara Oceania. Sementara idi Eropa kondisinya tidak
berbeda nyata dengan di Australia dan sekitarnya.
Tabel 9 Hasil Regresi Ganda dengan Dummy Variable
Sumber: Data IMF dan Worldometer diolah EViews 10
Dependent Variable: DG GDP Sample (adjusted): 3.217
Method: Least Squares Date: 08/31/20 Time: 17:21
Included observations: 147 after adjustments

Dari hasil analisis regresi berganda dengan dummy variabel sepintas diperoleh informasi bahwa
variabel-variabel bebas secara simultan tampak mepengaruhi perkembangan pertumbuhan GDP dengan
tingkat determinasi 63.73% (ditunjukkan R-squared 0.6373). Artinya model regresi dapat menjelaskan
sebanyak 63.73%, sisanya sebesar 26,27% dipengrauhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Secara
parsial, pada level kepercayaan 90% (standar error 10%), jumlah kasus, waktu paparan, kemampuan
bekanja, serta perbedaan kawasan (Amerika, Asia, Afrika) dan status negara (Advance) mempengaruhi
secara signifikans dinamika pertumbuhan GDP. Sementara jumlah tes dan utang negara tidak nyata
berpengaruh terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi.
Koefisien relasi untuk variabel dummy Asia tampak lebih besar di Asia dibanding Amerika dan
Afrika. Ini memberi makna pengarus kawasan di Asia relatif lebih sensitif di banding dampak kawasan di
Amerika dan Afrika, apalagi dengan negara-negara Asutralia/Oceania. Sementara kawasan Eropa tidak
berbeda dengan pengaruh kawasan di Asutralia/Oceania.
Variabel dummy Advance tampak berpengaruh signifikans terhadap dinamika pertumbuhan
GDP. Sementara variabel dummy Emerge tampak tidak berpengaruh. nyata terhadap dinamika
pertumbuhan ekonomi. Ini memberi indikasi bahwa tatakelola dampak pandemi di negara maju terbukti
lebih baik dibanding negara miskin. Sementara tatakelola dampak pandemi negara berkembang dan
menengah ternyata tidak jauh berbeda dengan kemampuan negara-negara berpenghasilan rendah. Dengan
demikina, perlu upaya ih untuk meningkatkan efsiensi dan efektivitas penaanganan dampak pandemi
coronavirus. Akhirnya dari penelitian ditemukan fakta bahwa uji hipotesis terhadap model ekonometri:

Menghasilkan model ekonometri yang vaid pada level kepercayaan 90% atau α 10% dan koefisien
determinasi 63,73% (R2 0.6373) sebagai berikut :
G-GDP = 0.180117 + 0.00000415DTCASES – 0.303046T_MORBID + 0.000349G – GDP –
3.261571LOGP0P – 12.92822AFRIKA – 14.40056AMERICA – 15.65950ASIA – 15.53806Advance –
27.97337EXP01

Dari model ekonometri yang sudah valid dan sahih ini, diperoleh intrepretasi sebagai berikut:

 Variabel kasus pandemic, waktu paparan, jumlah penduduk, perbedaan kawasan dan perbedaan
status negara dapat menjelaskan dinamika pertumbuhan ekonomi negarta terdampak sebesar
63,73%, sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
 Jika pandemic terkendali (dalam kasus dan waktu paparan) serta tidak ada disparitas tatakelola
antara kawasan dan antar status negara, maka pertumbuhan ekonomi global berpotensi positif
0.18%.
 Jika jumlah kasus meningkat 1 juta, maka pertumbuhan ekonomi akan cenderung tertekan seebsar
sebesar 0,415%.
 Jika waktu terpapar COVID-19 meningkat satu satuan, maka pertumbuhan ekonomi tidak ada
pandemic dan jumlah tidak ada pengaruh kawasan Jika pertumbuhan ekonomi sebelumnya
tumbuh 1%, maka pertumbuhan ekonomi tahun berikutnya akan tumbuh sebesar 0,000349%.
 Jika jumlah penduduk naik 1 juta, maka pertumbuhan ekonomi akan cenderung tergerus sebesar
bilangan logaritma 0.00326 atau setara 1,007 poin.
 Jika kasus pandemic berlangsung di kawasan Afrika, maka dampak terhadap pertumbuhan
ekonomi di kawasan ini cenderung lebih buruk sekitar 112,93 kali dari dampak pandemic di
kawasan Australia/Oceania.
 Jika kasus pandemi terjadi di kawasan Amerika, dampak terhadap pertumbuhan ekonomi di
kawasan ini cenderung lebij buruk 14,4 kali dari dampak pandemi di kawasan Australia/Oceania.
 Jika kasus pandemi terjadi di kawasan Asia, dampak terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan
ini cenderung lebi) buruk 15,66 kall dari dampak pandemi di kawasan Australia/Oceania.
 Dampak pandemi terhadap pertumbuhan ekonomi negara di kawasan Eropa tidak berbeda nyata
dengan dampak pandemic di kawasan Australia/Oceania.
 Secara relatif, dampak pandemi terhadap pertumbuahn ekonomi di kawasan Asia lebih berat
dibanding kawasan lainnya. Urutan dampak pendemi terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan
berturut-turut dari yang terbeerat ke yang teringan adalah: Asia, Amerika, Afrika, Eropa dan
Australia/Oceania.
 Jika pandemic menimpa negara-negara dengan status negara maju (Advance), maka dampaknya
cenderung lebih buruk 15.53 kali dari dampak pandemi yang dialami negara miskin.
 Dampak pandemi yang menimpa negara – negara menengah tidak berbeda alias hampir sama
dengan dampak yang diterima oleh negara – negara miskin. Artinya, tata kelola negara menengah
harus dikoreksi agar lebih baik dan efektif hasilnya.
 Jika belanja pemerintah untuk engatasi pandemi dinaikan sebesar satu juta dolar, maka langkah
ini berpotensi mengurangi dampak kontraksi sebesar 0.027%.

KESIMPULAN

Pada kuartal pertama tahun 2020 pertumbuhan ekonomi yang dicapai di Indonesia tercatat
sebesar 2.97 persen (Year over Year (yoy), Penyebab dari menurunnya pertumbuhan ekonomi ini adalah
tidak lepas dari dampak penanganan penyebaran virus Corona yang mulai mempengaruhi semua aspek
kehidupan dan kegiatan perekonomian. Cadangan devisa pada April meningkat menjadi $127,9 Miliar.
Penurunan angka inflasi, peningkatan industri pengolahan, peningkatan nilai investasi, penurunan jumlah
impor barang di kuartal I 2020 juga sedikit menyumbang positif angka pertumbuhan, yaitu sebesar 0,15.
Pada Kuartal I 2020, konsumsi rumah tangga masih menjadi motor utama pertumbuhan yang
menyumbang sebesar 1.56 dari angka pertumbuhan yang sebesar 2.97 (%YoY). Selain konsumsi RT,
pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2020 secara tahunan juga didorong olch ekspor barang (0.45), PMTDB
(0.55) dan Konsumsi pemerintah (0.22). Selama tiga bulan pertama (kuartal pertama) yaitu bulan Januari
hingga bulan Maret tahun 2020, Virus Covid 19 sangat cepat penyebarannya di Indonesia dan
memberikan dampak yang cukup besar bagi kegiatan kegiatan perekonomian di Indonesia. Penurunan
konsumsi swasta, kontraksi pada sektor riil, perubahan Inventori merupakan penyumbang negatif
pertumbuhan terbesar (-0.33), diikuti oleh Ekspor jasa (- 0.32) dan Konsumsi LNPRT (Lembaga Non
Profit yang melayani Rumah Tangga) (-0.05). Kebijakan pemerintah yang harus ditempuh dalam upaya
mengatasi masalah-masalah ekonomi makro selama pandemi Covid yaitu terbagi dalam 2 jaring
pengaman yaitu, Jaring Pengaman Sosial dengan cara penambahan dan dukungan dan pembiayaan APBN
dan Jaring Pengaman Ekonomi dengan cara pemberian insentif fiskal dan non fiskal. Stimulasi-stimulasi
lain yang juga dilakukan untuk meningkatkan perekonomian adalah Pertama, dikeluarkan, Perppu 1
Tahun 2020. Kedua, dikeluarkan kebijakan perpajakan Ketiga, dikeluarkan Kehijakan di Sektor
Kenangan

DAFTAR PUSTAKA
Erlina, 2020, Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Perekonomian Indonesia, Jurnal Benefita,
Volume 5 nomor 2, Universitas Sumatera Utara,
Estro Dariatno Sihaloho, April 2020, Dampak Covid-19 Terhadap Perekonomian Indonesia,
Researchgate,
Departemen Ilmu Ekonomi Universitas Padjadjaran
Bank Indonesia, April 2020, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia.
Mulyani, Sri. 2020. Pemerintah Waspada Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Ekonomi Indonesia.
Siaran Pers Kementrian Keuangan RI pada 17 April 2020. Diaksi dari portal
https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/siaran-pers/siaran-pers-pemerintah
waspada-dampak-pandemi-covi pada 7 Mei 2020 pukul 11.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai