PENDAHULUAN
Hadirnya pandemi COVID-19 telah membawa perubahan terhadap dunia dengan berbagai
tantangan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Di Indonesia, COVID-19 telah
menjangkiti lebih dari 1,3 juta orang sejak kasus pertama diumumkan pada bulan Maret 2020,
setidaknya 35.000 orang telah meninggal dunia. Namun, upaya untuk menghambat penyebaran
virus COVID-19 telah menghambat kegiatan perekonomian dan dampaknya terhadap tingkat
kesejahteraan sosial semakin dirasakan masyarakat. Setelah menunjukkan pencapaian penurunan
kemiskinan beberapa tahun belakangan ini, tingkat kemiskinan kembali meningkat setelah
pandemi COVID-19 . Satu dari 10 orang di Indonesia hari ini hidup di bawah garis kemiskinan
nasional. Tingkat kemiskinan anak juga dapat meningkat secara signifikan. Dampak negatif
terhadap keadaan sosial-ekonomi dari pandemi bisa menjadi jauh lebih buruk tanpa adanya
bantuan sosial dari pemerintah.
Covid-19 atau yang lebih dikenal sebagai Virus Corona telah menjadi perhatian publik
sejak kemunculannya terdeteksi di Tiongkok untuk kali pertama di awal tahun 2020.
Meninggalnya ribuan jiwa akibat virus ini membuatnya menjadi pusat perhatian banyak negara,
termasuk Indonesia.
Pandemi COVID-19 terbukti telah memberikan tekanan pada kondisi ekonomi dan sosial di
Indonesia sejak akhir tahun 2019. Dampak ekonomi ini berdampak luas di seluruh wilayah
Indonesia. Perekonomian masing-masing daerah terancam, ditambah dengan kondisi daerah
yang lebih buruk dari sebelumnya. Karena hal tersebut, pemerintah Indonesia langsung
mengambil
langkah agresif agar angka penyebaran bisa ditekan semaksimal mungkin.
Indonesia lebih memilih pembatasan sosial (social distancing) sebagai solusi daripada
melakukan lockdown yaitu mengunci akses masuk dan keluar wilayah bagi siapapun untuk
mencegah penyebaran virus yang umumnya digunakan oleh kebanyakan negara. Inti dari
pembatasan sosial adalah menjauhi diri dari aktivitas sosial secara langsung dengan orang lain,
sedangkan lockdown berarti suatu wilayah akan diisolasi dan terjadi pemberhentian total semua
aktivitas di wilayah tersebut. Alasan fundamental kenapa Indonesia lebih memilih
memberlakukan pembatasan sosial adalah banyak masyarakat Indonesia yang mengandalkan
upah harian, jadi akan rawan mereka tidak bisa mencari mata pencaharian apabila lockdown
diberlakukan.
Karena Indonesia adalah negara berkembang, maka masalah kemiskinan merupakan
masalah yang penting dan pokok dalam upaya pembangunannya. Keberagaman pandangan
tentang kemiskinan menunjukan bahwa kemiskinan merupakan fenomena multi dimensi.
Fenomena ini membuat pengukuran kemiskinan menjadi tidak mudah. Namun demikian,
kemiskinan tetap harus diukur sebagai gambaran dan bahan pengambilan kebijakan
penanggulangan kemiskinan.
Kelompok ini yang saat ini tengah mendominasi Indonesia. Menurut Asian Development
Bank, middles class Indonesia adalah mereka yang punya pengeluaran mulai dari US$2-20 per
harinya. Apabila menggunakan perhitungan ini ada lebih dari 100 juta penduduk Indonesia yang
hidup di taraf ini.
Indonesia di hadapkan dengan banyak persoalan dalam aspek ekonomi akibat dari pandemi
Covid-19. Kondisi ekonomi di Indonesia nampak memprihatinkan, ekonomi secara global 2020
diperkirakan bisa jatuh seperti depresi 1930, bukan lagi seperti tahun 2008 atau 1998. Kondisi ini
juga memicu penurunan perdagangan bahkan perdagangan internasional. Di Indonesia sendiri
berbagai sektor harus terkendala dalam proses operasi, seperti pabrik-pabrik yang harus
menghentikan proses operasi karena kondisi tidak memungkinkan.
Kondisi perekonomian di Indonesia dan upaya pemulihannya saat ini menjadi fokus baru
dalam upaya penanganan. Trend ekonomi ini menjadi topik kajian Ekonomi dalam Pandemi: Asa
Ekonomi dan Langkah Pemulihan yang diadakan oleh Lembaga Eksekutif Mahasiswa
Universitas Islam Indonesia (LEM UII), secara daring pada Selasa, (30/6).
Dosen program studi Manajemen Institut Teknologi & Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta,
Muhammad Sarwani, S.E., M.M. selaku pembicara menjelaskan adanya dampak Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) dalam jumlah yang besar, sebagai bagian dari krisis ekonomi. “PHK
sendiri sudah pasti. Kementerian ketenagakerjaan sendiri melaporkan ada 2,9 Juta karyawan
yang di PHK (per Mei 2020), sedangkan KADIN (Kamar Dagang dan Industri Indonesia) justru
lebih tinggi, ada 6,4 juta karyawan,” Jelasnya.
Tidak hanya PHK secara massal, dari bagian pemilik usaha sendiri juga mendapati kerugian.
“Selain PHK, permintaan, suplai, produksi, tersendat. Kemudian usaha-usaha jadi gulung tikar,
ya itu sudah pasti seperti yang kita sering lihat,” Imbuhnya.
Wartawan Senior sekaligus dosen manajemen ini juga menyampaikan beberapa perkiraan
pelemahan ekonomi akibat pandemi. Di antaranya adalah penurunan angka perekonomian
Indonesia dalam beberapa kuartal. “Pada Kuartal II 2020, diperkirakan akan mengalami
penurunan sebesar 3,8 persen. Lalu pada kuartal ke III diperkirakan akan menurun sebesar 1,6
persen. Jadi kalau berturut-turut minus, Indonesia sudah masuk resesi,” tuturnya.
Kami mengacu pada guncangan ekonomi yang terjadi dalam periode 2005–2006 sebagai
tolok ukur dalam melakukan simulasi. Dalam periode tersebut pertumbuhan ekonomi Indonesia
melambat dan, pada saat yang sama, tingkat kemiskinan naik.
Hasil simulasi dampak pandemi COVID-19 pada tingkat kemiskinan di Indonesia dibagi
menjadi tiga skenario berdasarkan tingkat keparahan, yaitu paling ringan, moderat, dan paling
berat. Dalam skenario paling ringan, ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 4,2% dan tingkat
kemiskinan akan naik dari 9,2% (angka pada September 2019) menjadi 9,7% pada akhir 2020,
atau sekitar 1,3 juta lebih orang akan menjadi miskin. Dalam skenario moderat, ekonomi
Indonesia akan tumbuh sebesar 2,1% dan tingkat kemiskinan akan mencapai 11,4%, atau akan
ada 6 juta orang miskin baru. Dalam skenario paling berat, ekonomi Indonesia hanya akan
tumbuh sebesar 1% dan tingkat kemiskinan akan naik menjadi 12,4%, atau sebanyak 8,5 juta
lebih orang akan jatuh miskin.
Jika tingkat kemiskinan sebesar 12,4% benar-benar terjadi, upaya untuk menurunkannya akan
sangat sulit dilakukan. Dalam kondisi seperti itu, Pemerintah Indonesia perlu melakukan upaya
yang sangat besar dan masif untuk mencapai target RPJMN 2024.
Di samping itu, masyarakat dan pelaku usaha termasuk UMKM juga mempunyai peran
yang strategis dalam mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia. Pemerintah memberikan
kemudahan/stimulus fiskal dan moneter, seyogyanya disambut dengan positif oleh pelaku usaha
dengan menggerakkan usahanya secara baik.
Pemulihan ekonomi nasional dilakukan dengan mengambil kebijakan fiskal dan moneter
yang komprehensif. Di samping itu, Pemerintah juga mengalokasikan dana APBN untuk
pemulihan ekonomi sebesar Rp 695,2 triliun.
Pemulihan ekonomi nasional diharapkan mulai terasa pada triwulan III. Meskipun tidak
bertumbuh positif, diharapkan ekonomi nasional tidak berkontraksi sebesar triwulan II.
Selanjutnya triwulan IV, diharapkan ekonomi nasional bertumbuh positif sehingga kontraksi
tahun 2020 bisa ditekan sekecil mungkin. Sementara itu, pada tahun 2021, diharapkan ekonomi
nasional akan mengalami recovery secara siginifkan.
Untuk mencapai tujuan di atas, terdapat 3 (tiga) kebijakan yang dilakukan yaitu
peningkatan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha serta menjaga stabilitasi
ekonomi dan ekpansi moneter. Kebijakan tersebut dilaksanakan secara bersamaan dengan
sinergy antara pemegang kebijakan fiskal, pemegang kebijakan moneter dan institusi terkait.
Salah satu penggerak ekonomi nasional adalah konsumsi dalam negeri, semakin banyak
konsumsi maka ekonomi akan bergerak. Konsumsi sangat terkait dengan daya beli masyarakat.
Oleh sebab itu, Pemerintah telah mengalokasi anggaran sebesar Rp172,1 triliun untuk
mendorong konsumsi/kemampuan daya beli masyarakat. Dana tersebut disalurkan melalui
Bantuan Langsung Tunai, Kartu Pra Kerja, pembebasan listrik dan lain-lain. Pemerintah juga
mendorong konsumsi kementerian/Lembaga/pemerintah daerah melalui percepatan realisasi
APBN/APBD. Konsumsi juga diarahkan untuk produk dalam negeri sehingga memberikan
multiplier effects yang signifikan.
. Pandemi Covid-19 memang memberikan luka bagi sektor kesehatan, sosial, dan juga
perekonomian. Berdasarkan hasil riset Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Badan Riset dan
Inovasi Nasional (BRIN), pandemi Covid-19 ini sangat berpengaruh terhadap ekonomi
keluarga.
Hasil riset tersebut menunjukkan, tak sedikit masyarakat kecil yang terdampak perekonomiannya
pandemi Covid-19 akhirnya mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
“Individu atau rumah tangga banyak melakukan cara untuk bertahan di masa pandemi, antara
lain mencoba keuntungan pekerjaan lain, beralih ke pekerjaan lain seperti pertanian atau
perkebunan,” demikian video pemaparan hasil risel tersebut, Senin (13/12).
Tak hanya mencari pundi-pundi rupiah tambahan, masyarakat bahkan ada yang mengurangi
konsumsi alias berhemat. Selain itu, mereka yang berdagang juga melakukan pemasaran secara
daring.
Kemudian, untuk meningkatkan daya tahan tubuh, tak sedikit yang membuat ramuan tradisional
dan meminumnya.
Saat ini, beberapa upaya telah dilakukan pemerintah, contohnya melalui kebijakan
restrukturisasi pinjaman, bantuan modal tambahan, pelonggaran pembayaran tagihan listrik, dan
dukungan pembiayaan lainnya. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga
dikembangkan untuk mendukung UMKM. Sejumlah Rp 112,84 triliun telah diterima oleh lebih
dari 30 juta UMKM pada tahun 2020.
Salah satu kebijakan yang menonjol yaitu pembebasan pajak bagi UMKM selama pandemi.
UMKM sangat terpengaruh dengan adanya penurunan konsumsi dan penjualan, maka
perpanjangan pembebasan pajak harus dipertimbangkan. UMKM dapat menyisihkan uang pajak
untuk pengeluaran operasional/modal kerjanya, sehingga mereka dapat bertahan selama
pandemi. Pemerintah pun dapat mengelola penerimaan pajak untuk mendorong konsumsi dan
pertumbuhan.
Sementara itu, sistem rantai pasokan yang lebih transparan dan efisien perlu diterapkan bagi
produsen lokal. Start-up atau e-commerce dapat berkontribusi sebagai inkubator UMKM dalam
memastikan kualitas produk dan pengembangan bisnis.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jadi berdasarkan informasi diatas dappat kita simpulkan bahwa Pandemi Covid -19 benar benar
memberikan dampak yg buruk bagi perekonomian masyarakat.Pandemi covid -19 telah membuat
para pelaku UMKM kehilangan penghasilan mereka,begitu juga dengn masyarakat kelas
menengah lainnya.Namun Pemerintah telah berupaya keras untuk menghadapi Pandemi yang
terjadi saat ini.Kiranya karya ilmiah ini dapat menjawab topik yang kami bahas yaitu
“Perekonomian di Era Pandemi”
4.2 Saran
Melalui tulisan di atas kita telah tahu bahwa covid-19 sangat berbahaya dan dapat merusak
perekonomian kita.Maka dengan itu seyogianya kita semua dapat menjaga diri satu sama lain
dari covid -19.Dan mari kita bantu pemerintah menangani masallah Pandemi ini dengan cara
patuh pada protokol kesehatan dan memakai masker saat keluar rumag.
Daftar Pustaka
https://www.modalrakyat.id/blog/kelas-menengah\
https://www.uii.ac.id/ekonomi-di-masa-pandemi-covid-19/
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13287/Strategi-Kebijakan-Pemulihan-Ekonomi-
Nasional.html
https://amp.kontan.co.id/news/begini-upaya-umkm-bertahan-di-tengah-pandemi-covid-19
https://amp.kontan.co.id/news/begini-cara-masyarakat-kecil-bertahan-di-tengah-pandemi-covid-
19
https://smeru.or.id/id/content/estimasi-dampak-pandemi-covid-19-pada-tingkat-kemiskinan-di-
indonesia
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pandemi_Covid-19