Anda di halaman 1dari 19

Transformasi Ekonomi Yang Mempengaruhi Harga Beras Setelah Pandemi Covid 19

Dosen Pengampu: Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si.

Disusun Oleh:
Revy Ardian Pradana (D0312088)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Saya yang bertanda di bawah ini,


Nama : Revy Ardian Pradana
NIM : D0321088
Program Studi : S1 Sosiologi
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Dengan ini menyatakan bahwa proposal berjudul “Transformasi Ekonomi Yang
Mempengaruhi Harga Beras Setelah Pandemi Covid-19” tidak memiliki kesamaan dengan
milik orang lain secara keseluruhan kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dan terdapat
di bagian referensi. Apabila terbukti bahwa saya melakukan plagiasi, maka saya siap menerima
sanksi yang diberikan.

Surakarta, 20 Oktober 2022

Revy Ardian Pradana


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Ta’ala atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas proposal “Transformasi Ekonomi Yang Mempengaruhi
Harga Beras Setelah Pandemi Covid-19” untuk memenuhi nilai tugas akhir mata kuliah
Sosiologi Ekonomi.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan saya semangat dan motivasi dalam pembuatan proposal ini. Kepada dosen
pengampu saya yang telah memberikan banyak kontribusi bagi saya, Bapak Dr. Drajat Tri
Kartono, M.Si selaku dosen mata kuliah Sosiologi Ekonomi, Narasumber yang bersedia untuk
menjadi subjek penelitian, pacar saya dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang
membantu saya dalam berbagai hal.Saya berharap informasi dan materi yang terdapat dalam
proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah
SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu saya memohon kritik dan saran yang
membangun bagi perbaikan proposal ini agar menjadi lebih baik.

Demikian proposal yang saya buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian dalam proposal ini, saya mohon maaf.

Surakarta, 20 Oktober 2022

Revy Ardian Pradana

iii
ABSTRAK

Pada masa pandemi Covid-19 kondisi perekonomian di Indonesia sangat menurun terutama
dalam segi penjualan bahan pangan. Perekonomian yang menurun ini disebabkan karena adanya
kebijakan dimana pemerintah mewajibkan masyarakat untuk tetap dirumah dan tidak melakukan
kontak fisik. Kebijakan tersebut berdampak pada usaha bahan pangan di Indonesia. Karena
beberapa usaha di Indonesia terpaksa untuk tutup sementara. Dampak tersebut membuat adanya
perubahan sosial. Pandemi Covid-19 ini juga menyebabkan ketidakstabilan harga beras. Selain
itu juga pemerintah memiliki kebijakan dimana masyarakat tidak boleh hanya bergantung pada
satu bahan pangan saja. Secara tidak langsung, pemerintah membuat tingkat konsumsi beras
menurun karena masyarakat tidak lagi menjadikan beras sebagai bahan pangan utama mereka.

Kata kunci : transformasi ekonomi, beras, ketidakstabilan, pandemi Covid-19.

iv
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR................................................................................................................................iii
ABSTRAK.................................................................................................................................................iv
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................v
BAB 1.........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian.........................................................................................................................3
BAB 2.........................................................................................................................................................4
LANDASAN TEORI..............................................................................................................................4
2.1 Review Jurnal................................................................................................................................4
2.2 Review Teori Sosiologi Yang Digunakan......................................................................................8
BAB 3.........................................................................................................................................................9
METODE PENELITIAN........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................10

v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Covid-19 atau Coronavirus disesase 2019 adalah virus yang ditemukan oleh WHO yang
berpotensi menular. Virus tersebut terus berkembang hingga menunjukan adanya penularan virus
human to human (Handayani, 2020). Penyebaran ini semakin lama menjadi penyebaran yang
lebih agresif. Penyebaran virus Covid-19 ini telah menekan perkembangan ekonomi secara
menyeluruh. Pandemi Covid-19 ini juga memunculkan banyak masalah seperti situasi krisis di
banyak daerah dan negara. Banyak perusahaan juga yang mengurangi jumlah tenaga kerja untuk
membantu biaya dalam usaha itu sendiri.
Pembatasan tenaga kerja ini berdampak buruk dalam bidang kehidupan. Pada sektor
pertanian juga salah satu sektor yang terdampak karena Pandemi Covid-19 ini. Sektor pertanian
ini merupakan kebutuhan yang sangat prioritas karena berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
pangan. Dalam hal ini perlu adanya peran dalam pemerintah untuk menjaga harga dari produk
pertanian tersebut.
Bahan pangan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi, maka dari itu pemerintah
selalu memperhatikan setiap isu pangan. Kecukupan bahan pangan adalah suatu hal yang penting
untuk mewujudkan pembangunan SDM yang aktif, sehat, dan produktif. Komoditas bahan
pangan yang sering dikonsumsi adalah beras, umbi-umbian, sagu, dan jagung. Namun dari
beberapa bahan pangan tersebut, banyak masyarakat yang lebih memilih beras untuk dijadikan
sebagai bahan pangan dalam sehari-hari. Seperti pada data statistik yang dilaporkan oleh Badan
Pusat Statistik (2020), masyarakat lebih dominan mengkonsumsi beras dibandingkan bahan
pangan lain dengan rata-rata konsumsi hingga 2.047 kilogram per kapita, per minggu.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilakukan guna memutus penyebaran
virus Covid-19 mempengaruhi kelancaran pasokan dari beberapa daerah pusat dari produsen
beras. Pemerintah memiliki strategi untuk menjaga agar harga dan pasokan pangan di Indonesia
stabil. Strategi tersebut adalah menyederhanakan rantai pasokan dan intervensi distribusi produk
pangan, melakukan koordinasi dan sinergitas antar pelaku logistik (Anggraini, 2020).
Produksi bahan pangan perlu ditingkatkan untuk menjaga stok bahan pangan dan
menghindari adanya kelangkaan bahan pangan pada masa pandemi Covid-19. Pemerintah telah
melakukan beberapa cara untuk mengoptimalkan produksi bahan pangan dengan menerapkan

1
beberapa program, seperti bantuan subsidi, intensifikasi, dan ekstensifikasi. Menteri Pertanian
memperkenalkan Gerakan Ketahanan Pangan yang memiliki tujuan untuk mendorong petani dan
melakukan percepatan tanam komoditas bahan pangan. Selain itu pemerintah juga menyalurkan
bantuan sosial yang berbentuk beras melalui Bulog dalam rangka membantu masyarakat.
Diperkirakan tingkat konsumsi beras akan menurun karena adanya peningkatan program
diversifikasi pangan oleh pemerintah. Program tersebut memiliki tujuan agar masyarakat tidak
bergantung pada satu bahan pangan saja dan mendapatkan gizi yang lebih baik (Dewi dan
Ginting , 2012).
Berdasarkan data yang didapat dari BPS, tingkat konsumen beras di Indonesia mengalami
penurunan di setiap tahunnya. Pada tahun 2019 tingkat konsumen beras adalah 94,9 kg per kapita
per tahun yang sebelumnya pada tahun 2018 konsumsi bahan pangan berasnya sebesar 111,58
kg per kapita per tahun. Meskipun adanya penurunan tingkat konsumsi di Indonesia, Indonesia
masih memiliki tingkat konsumsi beras di atas rata-rata.
Dari data yang dijelaskan tersebut, menurunnya tingkat konsumen beras menyebabkan
adanya transformasi ekonomi. Transformasi ekonomi merupakan cara yang digunakan untuk
meningkatkan produktivitas dengan mengubah struktur dari perekonomian yang awalnya
memilki produktivitas rendah menuju ke produktivitas tinggi. Pada beberapa strategi yang
dibuat oleh pemerintah tersebut dalam rangka menjaga masyarakat agar tetap mendapatkan
pasokan bahan pangan ini membuat produktivitas beras menurun karena tingkat konsumsi beras
menurun. Hal ini dikarenakan pada strategi pemerintah, strategi diversifikasi pangan membuat
harga beras yang dijual menurun, terutama pihak wiraswasta dan juga tingkat konsumsi bahan
pangan beras menurun.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang saya jelaskan maka saya selaku penulis ingin
mengetahui perubahan atau transformasi ekonomi beras setelah adanya pandemi Covid-19 dan
apa penyebab dari transformasi ekonomi tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perubahan beras yang terjadi karena dampak dari
pandemi Covid-19 dan penyebab dari transformasi tersebut.

2
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai perubahan harga
yang terjadi setelah terjadinya pandemi Covid-19 beserta penyebabnya.
Asrin, S., Putri, T. A., & Utami, A. D. (2022). Transmisi Harga Beras di Indonesia Pada Masa
Pandemi Covid-19. Jurnal Agribisnis Indonesia (Journal of Indonesian Agribusiness), 10(1),
159-168.https://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jagbi/article/view/37473/23643
https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/AGROMIX/article/view/2621/1944

3
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Review Jurnal
a. Review Jurnal Internasional
1. Boyacι-Gündüz, C. P., Ibrahim, S. A., Wei, O. C., & Galanakis, C. M. (2021).
Transformation of the food sector: Security and resilience during the
COVID-19 pandemic. Foods, 10(3), 497.
Pandemi COVID-19 mengantarkan era baru dalam rantai pasokan
makanan karena kami masih mencoba mencari tahu konsekuensinya terhadap
kemanusiaan, ekonomi, keamanan pangan, dan ketahanan pangan. Panic Buying,
kekurangan pangan, dan lonjakan harga, hingga dampak sosial dan ekonomi
lainnya, serta masalah kehilangan dan pemborosan pangan, krisis ini telah
menunjukkan bahwa sistem pangan kita rapuh dan perlu dirancang ulang untuk
meningkatkan ketahanan pangan. Memperbaiki sistem pangan agar lebih
berkelanjutan dan tangguh harus menjadi prioritas yang mendesak. Selama
dekade berikutnya, populasi global dan urbanisasi akan tumbuh, pandemi akan
lebih sering terjadi, dan perubahan iklim akan meningkat. Akibatnya, transisi
masyarakat kita menuju pembangunan berkelanjutan dan ekonomi netral iklim
harus didasarkan pada sistem pangan yang tangguh. Sistem tersebut harus
mencakup rencana kontinjensi dan strategi mitigasi berdasarkan inovasi, masalah
produktivitas, dan pola konsumsi yang akan memungkinkan respons dan adaptasi
yang cepat terhadap kejadian ekstrem, serta memastikan bahwa krisis yang tak
terhindarkan akan berdampak minimal pada rantai makanan dan populasi kita
yang paling rentan.
2. Rozaki, Z. (2020). COVID-19, agriculture, and food security in Indonesia.
Reviews in Agricultural Science, 8, 243-260.
Pandemi COVID-19 telah mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia, baik
ekonomi maupun non-ekonomi, termasuk pertanian. Sebagai negara yang
menempatkan pertanian pada posisi strategis, Indonesia sangat merasakan
dampak dari hal ini pandemi. Kenaikan harga input di masa pandemi membuat
petani menghadapi situasi sulit. Menanggapi COVID 19, Kementerian Pertanian

4
Republik Indonesia mengeluarkan beberapa strategi yang lebih fokus pada
bagaimana pemerintah dapat memenuhi makanan untuk semua orang. Ketahanan
pangan setelah pandemi ini adalah kerja keras, berdasarkan analisis SWOT,
Indonesia dapat menerapkan dua strategi: strategi darurat dan strategi jangka
panjang. Strategi darurat termasuk mengendalikan harga pangan, mengatur
distribusi pangan selama PSBB, meningkatkan kesadaran membuang-buang
makanan, memberikan kompensasi atau subsidi petani, membeli hasil pertanian
yang tidak laku, meminimalkan impor pangan yang tidak perlu, mengoptimalkan
peran BULOG dalam pelepasan stok makanan, dan meningkatkan kesadaran diet
untuk meningkatkan kekebalan. Strategi jangka panjang termasuk membuat rantai
pasokan yang lebih efektif, mendukung produksi pertanian melalui subsidi,
kompensasi, dan input pengendalian harga, diversifikasi sistem dan produk
pertanian, serta optimalisasi peran BULOG di bidang stabilisasi harga pangan,
pengendalian stok pangan, minimalisasi impor, dan edukasi pemanfaatan pangan.
Kedua jenis Strategi sangat penting untuk mengamankan ketahanan pangan
Indonesia pasca COVID-19. Meskipun WHO telah menyatakan bahwa COVID-
19 mungkin tidak akan pernah hilang sama sekali, dengan menerapkan protokol
kesehatan, petani dan masyarakat sudah bisa kembali ke kegiatan yang dapat
menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi dan mengamankan ketahanan
pangan.
3. Erlina, Y., & Elbaar, E. F. (2021). Impact of COVID-19 Pandemic on Local
Rice Supply Chain Flow Patterns In Kapuas Regency, Central Kalimantan,
Indonesia. WSEAS Trans. Bus. Econ, 18, 941-948.
Artikel ini menunjukkan perubahan yang lebih baik terkait dengan kinerja
agribisnis padi lokal dan dampak Covid-19 terhadap pola aliran rantai pasok beras
lokal di wilayah studi. Pola aliran rantai pasok beras lokal selama pandemi Covid-
19 terdiri dari aliran produk, aliran uang, dan informasi mengalir. Di tingkat
petani, dampak Covid 19 tidak berpengaruh signifikan terhadap kegiatan
usahatani. hanya 29,77 persen petani yang menyatakan ada adalah efek, terutama
pada pengurangan intensitas berkumpul dalam kegiatan kelompok tani. Transaksi
keuangan Dampak Covid-19 adalah pembayaran tunai. Informasi dan Komunikasi

5
dilakukan melalui ponsel atau melalui kelompok tani. Dalam kondisi Covid,
informasinya Kendala yang dihadapi adalah kesulitan sinyal dan pembengkakan
biaya pulsa atau paket data dari kondisi normal sebelumnya. Dampak dari Covid-
19 terutama mempengaruhi tingkat pedagang di hal proses distribusi beras.
Panjang pola aliran produk oleh pelaku usaha adalah dipersingkat dengan jalur
distribusi yang pendek. Lain efeknya adalah ketidaktepatan waktu kedatangan
produk karena keterlambatan proses pemeriksaan produk di lokasi penelitian.
Dampak Covid-19 adalah terutama dirasakan oleh distributor/grosir yang
mendistribusikan produk ke daerah lain (Banjarmasin Palangka Raya), terutama
karena peningkatan biaya tambahan berupa surat rapid test selama pelaksanaan
PSBB dan persyaratan lain terkait Covid-19. Lembaga rantai pasok beras lokal
adalah dianggap sangat panjang. Karena keterbatasan dalam fasilitas pengolahan,
petani sebagai produsen adalah lebih cenderung menjual dalam bentuk gabah
karena keterbatasan peralatan yang dimiliki baik secara transportasi dan dalam
pengolahan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan bagian hasil yang diterima
petani, diharapkan pemerintah dapat membantu petani dalam peralatan pasca
panen untuk kelompok tani, jadi bahwa bagian yang diterima petani lebih tinggi.
Di untuk mengurangi risiko yang disebabkan oleh Covid-19, khususnya di
lembaga perantara, pemerintah atau instansi terkait dapat memastikan
kesinambungan distribusi beras lokal dari tingkat petani/produsen sampai ke
konsumen akhir.

b. Review Jurnal Nasional


1. Sari, N. A. (2021). Potret Perbandingan Kebijakan Harga Pangan dengan
Realita Harga Beras, Gula dan Kedelai di Tahun Pertama Pandemi Covid-
19, Indonesia: The Portrait Comparison of Food Price Policies with Reality
of Rice, Sugar and Soybean Prices in the First Year of Covid-19 Pandemic,
Indonesia. Open Science and Technology, 1(1), 82-104.

6
Artikel ini menjelaskan kebijakan harga yang berlaku di awal munculnya
pandemi Covid-19 terutama yang telah tercantum dalam Permendag No. 7 Tahun
2020 untuk komoditi beras, gula dan kedelai yang belum mendapat perlindungan
untuk petani atau produsen ketiga komoditi tersebut. Pada komoditi beras ini,
masih terdapat kasus harga Gabah Kering Giling dan Gabah Kering Panen di
bawah Harga Pokok Penjualan. Selain itu juga, kebijakan harga tidak memihak
kepada petani.Kemudian Pada komoditi gula, kebijakan HAP masih tidak dapat
melindungi petani tebu karena adanya perbedaan margin keuntungan di tingkat
petani dan pedagang eceran. Selain itu, petani juga rugi karena adanya impor gula
yang telah dilakukan disaat petani melakukan panen raya yang menyebabkan
harga gula pada petani menjadi turun. Adapun suatu kebijakan penghapusan tarif
menjadi 0% pada kedelai di Indonesia. Hal ini perlu dievaluasi lagi karena harga
kedelai lokal harus berlawanan dengan kedelai impor yang harganya lebih murah.
2. Wijayati, P. D., Laily, D., & Atasa, D. (2022). Volatilitas harga pangan pokok
di pasar global sebagai dampak pandemi COVID-19 dan resesi ekonomi
dunia. AGROMIX, 13(1), 89-103.
Pada artikel ini menjelaskan bahwa harga setiap komoditas pertanian itu
berbeda. Hal ini dikarenakan bervariasinya produsen dan konsumen. Berdasarkan
dalam analisis volatilitas setiap bahan pangan memiliki respon yang berbeda
terhadap krisis. Beras, jagung, sawit, dan sawit merupakan bahan pangan yang
responsif pada krisis tahun 2008 karena bahan pangan tersebut memiliki tingkat
volatilitas yang tinggi. Volatilitas tersebut dapat membahayakan ketahanan
pangan pada setiap negara karena akan berketergantungan terhadap barang impor.
Maka dari itu, pemerintah harus meningkatkan tingkat produsen bahan pangan.

7
2.2 Review Teori Sosiologi Yang Digunakan

Pada saat Pandemi Covid-19, perekonomian di Indonesia mengalami penurunan yang


sangat drastis. Penurunan perekonomian tersebut disebabkan oleh suatu kebijakan pemerintah
dimana masyarakat harus menjaga jarak dan tetap dirumah. Kebijakan tersebut menyebabkan
adanya perubahan sosial. Perubahan sosial tersebut menyebabkan ketidakstabilan harga beras.
Perubahan Sosial merupakan proses yang terjadi secara alamiah dan sifatnya tidak pasti. Seperti
yang dijelaskan oleh Suparlan bahwa perubahan sosial merupakan wujud perubahan dalam
struktur sosial dan pola hubungan sosial. Hal ini berkaitan dengan situasi yang dialami saat
pandemi Covid-19, dimana semua orang harus tetap dirumah dan menjaga jarak serta tidak
melakukan kontak fisik.

8
BAB 3
3.1 Lokasi, Waktu, dan Jadwal Penelitian
3.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai Transformasi Ekonomi Yang Mempengaruhi Harga Beras Setelah
Pandemi Covid 19 ini dilakukan di Karanganyar, Jawa Tengah. Alasan memilih tempat tersebut
karena narasumber bertempat tinggal di Karanganyar. Selain itu lokasi tersebut juga mudah
dijangkau dalam proses berlangsungnya penelitian. Penelitian ini dilakukan sekitar bulan
Oktober-Desember 2022.
3.1.2 Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Oktober November Desember

Minggu ke-

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1.  Persiapan Penelitian / proposal

2. Konsultasi

3. Penelitian lapangan: wawancara

4. Penyusunan hasil laporan penelitian

5. Pengumpulan hasil penelitian

3.2 METODE PENELITIAN


Metode penelitian yang saya gunakan adalah metode deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan data
yang diperoleh dari wawancara, observasi, kuesioner, focus group, rekaman, studi pustaka, dan
dokumen. Penulis memilih menggunakan pengumpulan data dengan wawancara dan studi
pustaka.
Penulis akan mewawancarai beberapa wirausahawan beras yang berjualan disaat masa
pandemi Covid-19 maupun setelah pandemi Covid-19. Kemudian penulis juga melakukan studi
pustaka dengan mencari beberapa artikel atau jurnal yang sebelumnya sudah ada guna untuk
mendapatkan informasi yang lebih banyak.

9
BAB 4
Hasil dan Pembahasan

Kendala Berjualan Beras Saat Pandemi COVID-19


Pada masa Pandemi Covid-19 tentu merupakan suatu hal yang buruk bagi seorang
wirausaha. Seperti penjual beras yang memiliki beberapa kendala dalam menjual produknya.
Kendala tersebut antara lain tingkat produksi pertanian yang menurun. Tingkat produksi
pertanian yang menurun dikarenakan pada masa pandemi pertumbuhan ekonomi secara global
melambat sehingga harga produk pertanian meningkat secara global.

Peluang pasar dalam penjualan beras masih terbuka lebar namun terdapat kendala juga
dibagian distribusi dikarenakan terdapat pembatasan sosial berskala besar atau PSBB dan Social
Distancing. Hal ini tentu akan menyebabkan lesunya permintaan dan menurunkan harga produk
pertanian dan peternakan di masa panen raya (Muliati, 2020). Selain itu terdapat juga dari hasil
penelitian dimana kualitas beras pada masa pandemi menurun. Menurut Buletin Perencanaan
Pembangunan Pertanian (2020) hal tersebut dikarenakan Adanya penyebaran Covid-19 akan
berakibat pada menurunnya produksi sebesar 5% karena harga sarana produksi termasuk benih,
pupuk, dan pestisida mahal dan ditribusi yang tidak lancar.

Perkembangan Harga Beras


Harga beras pada awal Pandemi Covid 19 mengalami perubahan di Indonesia. Salah satu
fenomena yang terjadi sebagai respon dari peristiwa Covid-19 tersebut adalah terjadinya panic
buying di tengah masyarakat, sehingga terjadi kenaikan permintaan beberapa komoditas pangan
(Ardyan et al 2021; Wijaya et al. 2020). Kemudian pemerintah mengeluarkan surat edaran
mengenai pembatasan penjualan bahan pangan sehingga fenomena panic buying ini tidak
berlangsung lama.
Menjaga kestabilan harga merupakan hal penting dalam kondisi pandemi Covid-19.
Produk pertanian diperlukannya perlindungan untuk menjaga harga di tingkat konsumen dan
petani agar tidak ada kerugian pada petani.Rantai pemasaran dalam waktu yang panjang
menimbulkan adanya disparitas harga yang tinggi terhadap bahan pangan. Pada masa pandemi
Covid-19, disparitas tersebut semakin tinggi akibat terhambatnya distribusi komoditas pangan
(Anugrah et al. 2020).
Fluktuasi harga beras di tingkat produsen disebabkan oleh produksi beras yang bersifat
musiman sedangkan konsumsi beras cenderung stabil sepanjang waktu (Bustaman, 2003).
Kondisi Fluktuasi harga beras saat pandemi mengalami penurunan jika dibandingkan disaat
sebelum pandemi. Dalam pembentukan harga beras pada setiap lembaga itu berbeda. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan modal yang dikeluarkan dengan untung yang mereka terima.
Harga beras secara umum dalam kondisi panen harganya lebih murah dibandingkan disaat
kondisi umum dan pada saat paceklik harga beras lebih mahal dari pada saat kondisi normal.

10
Kemudian terdapat pedagang besar sebagai pihak yang membeli beras dari para petani.
Pedagang besar tersebut berperan penting dalam membentuk harga beras. Pedagang eceran yang
merupakan urutan terakhir dalam distribusi sebelum ke tangan konsumen, tidak memiliki
kekuatan dalam merubah harga beras. Pergerakan harga beras di tingkat eceran mengkuti
pergerakan harga yang ditetapkan oleh pedagang besar (Bhinadi, 2012).

Perbedaan Tingkat Penjualan Beras Pada Sebelum Pandemi Hingga Setelah Pandemi
Tingkat penjualan beras sebelum adanya pandemi bisa dibilang tinggi dikarenakan harga
bahan yang murah sehingga harga beras juga murah. Namun setelah munculnya pandemi
terdapat beberapa bahan produksi yang langka sehingga harga bahan produksi tersebut mahal.
Selain itu pada masa pandemi jugha penanganan pasca panen kurang terkendali sehingga
memunculkan kualitas beras yang kurang baik.

Kelangkaan bahan produksi beras tersebut membuat harga beras melonjak tinggi. Selain
itu juga tingkat persaingan dalam usaha beras juga meningkat. Narasumber kami juga
menceritakan jika pada sebelum Pandemi, beliau dapat mengirim 5 ton beras ke konsumen
namun setelah munculnya pandemi beliau hanya dapat mengirim hanya 2-3 ton beras. Beliau
juga menjelaskan jika harga beras yang awalnya Rp 9.000 – Rp 10.500 menjadi Rp 10.700 – Rp
11.600 karena mahalnya harga bahan.

11
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam penjualan beras.
Perbedaan tersebut diawali karena adanya beberapa kendala seperti tingkat produksi pertanian
yang menurun, menurunnya peminat karena harga beras mengalami fluktuasi, kualitas beras
menurun, bahan pokok yang mahal, distribusi yang tidak lancar. Fluktuasi harga beras di tingkat
produsen disebabkan oleh produksi beras yang bersifat musiman sedangkan konsumsi beras
cenderung stabil sepanjang waktu. Menjaga kestabilan harga merupakan hal penting dalam
kondisi pandemi Covid-19. Produk pertanian diperlukannya perlindungan untuk menjaga harga
di tingkat konsumen dan petani agar tidak ada kerugian pada petani. Kondisi Fluktuasi harga
beras saat pandemi mengalami penurunan jika dibandingkan disaat sebelum pandemi dan
Pedagang besar berperan penting dalam membentuk harga beras.

5.2 Saran
Dalam meningkatkan tingkat penjualan beras dapat di seimbangkan dengan kualitas
beras. Selain itu dalam meningkatkan penjualan beras kita juga harus mempromosikan beras kita
agar produk beras kita dikenal oleh masyarakat. Dalam mempromosikan beras kita dapat melalui
aplikasi media sosial dan kita juga dapat menjual beras secara online agar seluruh indonesia
dapat membeli produk kita.

DAFTAR PUSTAKA

Boyacι-Gündüz, C. P., Ibrahim, S. A., Wei, O. C., & Galanakis, C. M. (2021). Transformation of
the food sector: Security and resilience during the COVID-19 pandemic. Foods, 10(3),
497.
Rozaki, Z. (2020). COVID-19, agriculture, and food security in Indonesia. Reviews in
Agricultural Science, 8, 243-260.
Erlina, Y., & Elbaar, E. F. (2021). Impact of COVID-19 Pandemic on Local Rice Supply Chain
Flow Patterns In Kapuas Regency, Central Kalimantan, Indonesia. WSEAS Trans. Bus.
Econ, 18, 941-948.

12
Sari, N. A. (2021). Potret Perbandingan Kebijakan Harga Pangan dengan Realita Harga Beras,
Gula dan Kedelai di Tahun Pertama Pandemi Covid-19, Indonesia: The Portrait
Comparison of Food Price Policies with Reality of Rice, Sugar and Soybean Prices in
the First Year of Covid-19 Pandemic, Indonesia. Open Science and Technology, 1(1),
82-104.
Wijayati, P. D., Laily, D., & Atasa, D. (2022). Volatilitas harga pangan pokok di pasar global
sebagai dampak pandemi COVID-19 dan resesi ekonomi dunia. AGROMIX, 13(1), 89-
103.
Asrin, S., Putri, T. A., & Utami, A. D. (2022). Transmisi Harga Beras di Indonesia Pada Masa
Pandemi Covid-19. Jurnal Agribisnis Indonesia (Journal of Indonesian Agribusiness),
10(1), 159-168.
Marius, J. A. (2006). Perubahan sosial. Jurnal Penyuluhan, 2(2).

LAMPIRAN
Instrumen Penelitian
1. Boleh tolong perkenalkan diri?
2. Sudah berapa lama menjalankan usaha beras?
3. Adakah kendala selama berjualan saat pandemi covid-19? Jika ada boleh dijelaskan?
4.  Adakah sisi positif yang dirasakan saat pandemi covid-19? Jika ada boleh dijelaskan?
5.  Apakah ada perbedaan harga beras sebelum, saat, setelah pandemi? Jika ada berapa
perbedaanya. 
6. Apakah terdapat perbedaan jumlah penjualan sebelum, saat, setelah pandemi? Jika ada
seperti apa perbedaanya.

13
7. Menurut anda apa penyelesaian dari masalah ini?
Identitas Informan
Nama : Sejati Kusuma Ningsih
Usia : 56 Tahun
Hasil Wawancara
Pertanyaan Jawaban
Boleh tolong perkenalkan diri? Sejati Kusuma Ningsih, Usia 56 Tahun
Sudah berapa lama menjalankan usaha beras? Saya memiliki usaha beras sejak tahun 1990,
sekitar 32 tahun.
Adakah kendala selama berjualan saat Kendalanya banyak seperti menurunnya
pandemi covid-19? Jika ada boleh dijelaskan? penjualan, bertambahnya pesaing, sulit untuk
menemukan pelanggan baru saat pandemi
covid-19 dan tingkat kualitas panen yang
buruk.
 Adakah sisi positif yang dirasakan saat Sama sekali tidak ada.
pandemi covid-19? Jika ada boleh dijelaskan?
 Apakah ada perbedaan harga beras sebelum, Untuk harga naik yang awalnya Rp 9.000 –
saat, setelah pandemi? Jika ada berapa Rp 10.500 menjadi Rp 10.700 – Rp 11.600
perbedaanya.  karena mahalnya harga bahan.
Apakah terdapat perbedaan jumlah penjualan Jumlah penjualan beras saya dari awal
sebelum, saat, setelah pandemi? Jika ada pandemi hingga setelah pandemi otomatis
seperti apa perbedaanya. menurun. Misal hari ini dapet kiriman ke solo
5 ton sekarang bisa menurun hanya 3 ton
beras saja karena banyak saingan.
Menurut anda apa penyelesaian dari masalah Penyelesaian setelah pandemi Covid-19 ini
ini? adalah dengan meningkatkan tingkat promosi
beras dan juga meningkatkan kualitas beras.

14

Anda mungkin juga menyukai