php/jkki/article/view/2576
Abstract
Awal tahun 2020 ini umat manusia di seluruh dunia digoncang dengan pandemi
Virus Corona (Covid-19) yang membuat kepanikan dimana-mana. Ratusan ribu
manusia terinfeksi dan ribuan lainnya meninggal dunia. WHO semenjak Januari
2020 telah menyatakan dunia masuk ke dalam darurat global terkait virus ini.
Kondisi ini memicu juga terjadinya kerawanana pangan. Kita juga harus
memperhatikan ketahanan pangan keluarga di masa pandemi COVID 19 ini,
karena ketahanan pangan keluarga dapat memengaruhi terhadap kesanggupan
dalam membeli bahan pangan yang bergizi seimbang sehingga berpengaruh bagi
ketahanan imun tubuh. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi ketahanan
pangan keluarga saat pandemi Covid-19 di lingkungan rumah tahun 2020. Jumlah
responden dalam penelitian ini sebanyak 95 KK. Pengambilan sampel
menggunakan metode purposif, dengan menggunakan metode wawancara
dengan instrument kuesioner dan google form yang dilaksanakan pada tanggal 10
Juli 2020
Keywords
Ketahanan pangan keluarga, Covid-19
Full Text:
PDF
References
Buana, D. R. (2020). Analisis Perilaku Masyarakat Indonesia dalam Menghadapi Pandemi Virus Corona
(Covid-19) dan Kiat Menjaga Kesejahteraan Jiwa, Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. 7(3): 217-226.
Faizah S. N. et al. (2018). Peran Keanekaragaman Hayati untuk Mendukung Indonesia sebagai Lumbung
Pangan Dunia, Jurnal UNS. 2(1): 27-35.
Indonesia, P. R. (2003). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 68 tahun 2002 tentang
ketahanan pangan, Lembaga Informasi Nasional.
Muchsin R. et al. (2017). Pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap daya tahan hidup usaha mikro kecil
dan menengah kelompok pengolahan hasil perikanan di Kota Makassar, Jurnal Analisis. 6(2): 188-193.
Maharani, D. H. R. (2018). Hubungan paparan media dan dukungan orang tua dengan pemerikasaan
payudara sendiri (SADARI) pada remaja di Madrasah Aliyah Al Wathoniyyah Tlogosari Wetan, Repository
UNIMUS.
Oelviani, R., & Utomo, B. U. D. I. (2015). Sistem pertanian terpadu di lahan pekarangan mendukung
ketahanan pangan keluarga berkelanjutan : Studikasus di Desa Plukaran, Kecamatan Gembong,
Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Pros SemNasMasyBiodivIndon, 1(5): 1197-1202.
Purwantini, T. B. (2016). Potensi dan prospek pemanfaatan lahan pekarangan untuk mendukung
ketahanan pangan, Forum Penelitian Agro Ekonomi. 30(1): 13-30.
Simatupang, P. (2016). Analisis kritis terhadap paradigma dan kerangka dasar kebijakan ketahanan
pangan nasional, Forum Penelitian Agro Ekonomi. 25(10): 1-18
Refbacks
https://localisesdgs-indonesia.org/beranda/v/pentingnya-menjaga-ketahanan-pangan-di-masa-
pandemi-covid-19
Pentingnya Menjaga Ketahanan Pangan di Masa Pandemi COVID-
19
October 20, 2020
Di awal tahun ini, pandemi COVID-19 melanda Indonesia sehingga mengganggu seluruh
sektor dalam kehidupan masyarakat, termasuk salah satu yang paling strategis, yaitu
ketahanan pangan. Pada akhirnya, produksi dan distribusi pangan masyarakat ikut terganggu
dan bahkan, Food and Agriculture Organization (FAO) mengatakan bahwa dampak pandemi
COVID-19 dapat menimbulkan krisis pangan baru.
World Food Summit pada tahun 1996 menjelaskan bahwa ketahanan pangan adalah situasi
dimana saat semua orang, kapan saja, memiliki akses fisik dan ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dan preferensi makanan yang aman serta bergizi, dengan jumlah yang cukup untuk
kehidupan yang sehat dan aktif. Untuk mengukurnya, ada empat indikator, yaitu ketersediaan
pangan secara fisik (physical availability), akses secara ekonomi dan fisik untuk
mendapatkan pangan (food utilisation), dan stabilitas dari ketiga tersebut. Oleh karena itu,
ketahanan pangan yang efektif bergantung pada ketersediaan, distribusi, dan konsumsi.
Namun, pandemi COVID-19 merubah itu semua dengan terganggunya sistem logistik pangan
karena aktivitas terbatas selama pandemi, serta rantai pasok atau supply chain pangan
sehingga masyarakat akan kehilangan akses pangan yang mengancam kehidupan mereka.
Distribusi pangan yang belum merata juga dikhawatirkan akan menyebabkan kelebihan atau
kekurangan komoditas pangan di banyak daerah. Contohnya, laporan dari data Badan
Ketahanan Pangan (BKP) menyebutkan bahwa Maluku dan Kalimantan Utara mengalami
defisit ketersediaan beras hingga 10 sampai 25 persen pada April 2020. Hal ini tentunya
sangat mengkhawatirkan mengingat stok beras pada saat itu surplus 6.35 juta ton.
Pemerintah daerah mempunyai peran yang signifikan dalam menjaga ketahanan pangan di
masa pandemi melalui berbagai strategi seperti mendorong pemanfaatan lahan, mencegah
alih fungsi lahan produktif. Pemerintah daerah juga harus mampu memetakan daerah rawan
pangan dan mengantisipasi dampak COVID-19 yang terjadi di sana
Sebagai bentuk respon, LOCALISE SDGs, program kerjasama United Cities and Local
Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC) dan APEKSI, dengan dukungan finansial oleh
Uni Eropa mengadakan acara Diskusi Daring TPB dan COVID-19 #4 pada 1 Oktober lalu
dengan membahas ketahanan pangan. Diskusi itu bertujuan untuk mengetahui dan
mendiskusikan bagaimana pemerintah membuat kebijakan dan strategi untuk menjaga
ketahanan pangan selama masa pandemi COVID-1, terutama dalam konteks pencapaian
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau TPB.
Narasumber pertama adalah Dr. Ir. Agus Hendriadi, M.Eng selaku Kepala BKP, Kementerian
Pertanian, yang memaparkan beberapa strategi yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat
untuk membangun sistem pangan nasional. Contohnya, terdapat sistem SIMONTOK yang
digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi ketahanan pangan di tiap provinsi.
Untuk CB terakhir tentang pertanian modern, Pemerintah Kota Makassar ternyata telah
mengembangkan pertanian 4.0 atau urban farming selama dua tahun, seperti yang dipaparkan
oleh Dra. Hj. Sri Sulsilawati selaku Kadis Ketahanan Pangan. Yang dilakukan adalah
pemasangan alat pendeteksi yang efektif serta alat pengontrol sistem penyiraman,
pengendalian hama dan kualitas udara menggunakan teknologi artificial intelligence.
Hal yang serupa juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung dengan berpandang ke
hutan sebagai sumber alam yang seringkali dianggap sebagai cadangan. “Padahal hutan
secara tidak langsung berpengaruh pada ketahanan pangan, seperti stabilitas, atau
kemampuan untuk mendapatkan makanan dari waktu ke waktu.” ujar Kusnardi, selaku Kadis
Ketahanan Pangan dan Holtikultura Provinsi Lampung. Contohnya adalah agroforestri,
dimana saat ini kawasan hutan sudah dimanfaatkan masyarakat melalui Perhutanan Sosial
dengan keterlibatan 77,991 KK, dengan pemanfaatan paling tinggi yakni hutan lindung yang
di dalamnya juga terdapat hutan desa. Selebihnya, upaya yang dilakukan Provinsi Lampung
adalah Program Kartu Pertani Berjaya, peningkatan produksi pangan dan penguatan lembaga
pertanian.
Terakhir, Dr. Bayu Krisnamurthi selaku Ketua IPB SDGs Network mengajak kita untuk
memandang konsep ketahanan pangan dari segi konsumsi juga. Contohnya, Dr. Bayu
mengingatkan kita untuk mengurangi food waste yang berlebihan. Selain itu, beliau
menjelaskan bahwa ada 5,200 penderita gizi buruk di NTT dari 5.4 juta penduduk, dan 1 dari
3 balita Indonesia stunting akibat sanitasi dan akses air bersih yang buruk.
Maka, pandangan tentang ketahanan pangan juga harus mempertimbangkan aspek gizi.
Dengan kata lain, pangan dan gizi merupakan masalah yang saling berkesinambungan karena
optimalisasi gizi yang baik memiliki dampak jangka panjang. Pada akhirnya merumuskan
bahwa produksi dan konsumsi yang berkelanjutan adalah kunci dari solusi menjaga
ketahanan pangan, terutama dalam pasa pandemi. Bahkan, menurutnya, pandemi COVID-19
telah membuka peluang baru untuk memperbaiki jalan menuju pencapaian TPB dari segi
ketahanan pangan.
Terlihat bahwa banyak tantangan yang dihadapi untuk menjaga ketahanan pangan di masa
pandemi. Namun, perkembangan yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah juga
sebenarnya dapat menjadi dasar dalam upaya pemberian bantuan sosial atau bantuan pangan
bagi mereka yang membutuhkan. Selain bentuk respon dampak pandemi, bantuan sosial juga
bentuk perlindungan bagi masyarakat yang terpengaruh oleh kondisi ekonomi yang melemah,
seperti kehilangan pekerjaan. Agar tidak ada yang tertinggal atau No one left behind,
dibutuhkan kualitas dan sinkronisasi data yang efektif untuk mewujudkan jaring pengaman
sosial yang tepat sasaran dan berkeadilan. Dengan demikian, daya beli masyarakat dapat
terjaga dan kebutuhan dasar masyarakat yang terkena dampak pandemi dapat dipenuhi
dengan baik dan merata.
https://www.itera.ac.id/ketahanan-pangan-saat-pandemi/
Ditulis Oleh:
David Septian Marpaung, S.T.P, M.Sc.
Dosen Prodi Teknik Biosistem ITERA
Pandemi yang disebabkan Covid-19 menjadi perhatian seluruh warga dunia. Virus yang bermula dari
Wuhan, Tiongkok, ini masih terus memperbanyak diri ke inang barunya, yang terjadi melalui transmisi
antarmanusia dan mengakibatkan banyak korban baru. Masih belum diketahui pasti kapan pandemi ini
akan berakhir, meskipun telah muncul berbagai skema prediksi akhir masa pandemi ini dari berbagai
pakar.
Perubahan yang terjadi di masa pandemi ini memang tidak hanya pada sektor ekonomi. Ada berbagai
sektor yang ikut terdampak seperti pariwisata, pendidikan, dan salah satu sektor yang krusial adalah
pertanian. Di tengah imbauan untuk tetap jaga jarak dan tetap di rumah, kebutuhan akan pangan menjadi
sesuatu yang tidak dapat ditunda, sehingga menjaga ketahanan pangan di tengah pandemi menjadi
tantangan tersendiri.
Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) telah mengingatkan negara di seluruh dunia tentang adanya
potensi krisis pangan dunia akibat pandemi Covid-19. Lalu apakah kita akan hidup dalam kekurangan
pangan di sepanjang pandemi ini? Mungkin saja jika pemerintah lengah dalam menjaga ketahanan pangan
negara kita.
Ketahanan pangan bukan berarti tahan tidak makan. Bukan pula menahan-nahan sumber makanan kita
untuk beberapa periode waktu. Menurut UU No 18/2012 tentang Pangan, ketahanan pangan merupakan
kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tecermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan.
Ketahanan pangan bukan berarti tahan tidak makan. Bukan pula menahan-
nahan sumber makanan kita untuk beberapa periode waktu. Menurut UU No
18/2012 tentang Pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya
pangan bagi negara sampai dengan perseorangan.
Tiga Pilar
Setidaknya, ada tiga pilar dalam ketahanan pangan, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, dan stabilitas.
Sebagai pilar pertama, ketersediaan pangan menggambarkan bagaimana suatu sistem pertanian dapat
menyediakan kebutuhan pangan masyarakat.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang juga Ketua BNPB Doni Monardo
menyampaikan hasil diskusinya dengan Kementerian Pertanian menyebut amannya ketersediaan bahan
pangan tiga sampai empat bulan ke depan. Ketersediaan bahan pangan sendiri dipengaruhi ketersediaan
bahan baku, yang berarti bergantung pada produksi dari kegiatan pertanian.Di masa pandemi ini, petani
tetap terus bekerja di lahan menyesuaikan protokol produksi untuk menjamin kualitas dan kuantitas serta
keamanan pangan di tengah pandemi.
Strategi Kementerian Pertanian (Kementan) dalam meningkatkan produksi pangan dan menjaga agar
petani tetap berproduksi selama pandemi, di antaranya relaksasi kredit usaha rakyat (KUR) sektor
pertanian dan mempercepat bantuan sarana dan prasarana pertanian. Dalam hal relaksasi KUR, pemerintah
memberikan pembebasan pembayaran bunga dan penundaan pembayaran pokok KUR dan akan diikuti
dengan memberikan perpanjangan jangka waktu dan tambahan plafon.Hal tersebut membantu petani
menjalankan kegiatan pertanian. Sebab, mulai dari penanaman hingga panen, petani membutuhkan modal.
Dari aspek sarana dan prasarana pertanian, Kementan fokus pada akselerasi perbaikan sarana irigasi,
penyediaan alsintan, benih, bibit, pupuk, pakan ternak, obat hewan, vaksin, serta bantuan sarana produksi
lain. Ketersediaan sarana dan prasarana memegang peran penting dalam percepatan pemenuhan
ketersediaan bahan pangan di masyarakat. Alat mesin pertanian seperti traktor akan membantu
mempercepat proses produksi dibandingkan hanya dengan penggunaan kerbau atau tenaga manusia.
Sistem pertanian modern terbukti lebih cepat meningkatkan nilai produksi dibanding dengan sistem
konvensional.
Selain kedua strategi itu, warga juga diimbau untuk dapat melakukan kegiatan pertanian sendiri di
pekarangan rumah ataupun melakukan sistem pertanian vertikal bagi yang tidak mempunyai lahan kosong
di rumah. Hal tersebut akan membantu petani dalam menjaga ketersediaan pangan di tengah pandemi ini.
Sementara itu, dari aspek ketersediaan bahan pangan di konsumen, terjadi banyak perubahan pola karena
kebijakan physical distancing. Pola jalur pasokan lebih banyak menuju pasar-pasar modern dan pasar yang
berbasis daring. Dari sisi transaksi yang dilakukan konsumen, pandemi membuat perubahan pola transaksi
ke arah ke platform digital atau online.
Setelah memastikan ketersediaan bahan pangan aman di masa pandemi ini, tugas selanjutnya dalam
menjaga ketahanan pangan adalah memastikan bahan tersebut terjangkau bagi warga. Komponen penting
lainnya dalam menjaga ketahanan pangan adalah stabilitas pangan. Meski terlihat stabil, pemerintah perlu
waspada terhadap lonjakan harga bahan pangan, terutama saat menjelang Lebaran. Stabilitas bahan pangan
merupakan hal penting. Upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas bahan pangan ditunjukkan dengan
memastikan ketersediaan stok bahan pangan untuk tiga sampai empat bulan ke depan.
https://unnes.ac.id/gagasan/membangun-ketahanan-pangan-di-era-pandemi
Sumber: www.liputan6.com
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan terganggunya kegiatan perekonomian di semua lini usaha,
termasuk sektor pertanian. Salah satu dampak yang harus diantisipasi terkait dampak Covid-19
adalah ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat. Gerakan Ketahanan Pangan (GKP) yang
diperkenalkan Kementerian Pertanian di tengah ancaman virus corona saat ini harus didukung oleh
semua pihak, khususnya petani dan penyuluh sebagai ujung tombak dan penggerak sektor pertanian.
Dikutip dari liputan6.com (12/6/2020), Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan bahwa
Covid-19 telah meluluhlantakkan semua sektor kehidupan. Kegiatan perekonomian masyarakat
banyak terhenti, pelayanan jasa terhambat, dan sektor pertanian mengalami pukulan yang cukup
berat. Gangguan yang lebih serius dideteksi pada sistem distribusi dan pemasaran. Oleh karena itu,
Mentan mendorong petani dan penyuluh melakukan percepatan tanam untuk mendukung GKP
secara nasional.
Sebagai langkah nyata, Kementerian Pertanian melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM
Pertanian telah merumuskan Metode 4 Cara Bertindak untuk mencapai ketahanan
pangan. Pertama, peningkatan kapasitas produksi. Kementan mengajak pelaku pertanian
melaksanakan percepatan tanam padi Musim Tanam II 2020 seluas 6,1 juta ha, pengembangan
lahan rawa di Provinsi Kalimantan Tengah 164.598 ha, termasuk intensifikasi lahan rawa 85.456 ha
dan ekstensifikasi lahan pertanian 79.142 ha. Kedua, diversifikasi pangan lokal. Kementan akan
mengembangkan diversifikasi pangan lokal berbasis kearifan lokal yang berfokus pada satu
komoditas utama. Ketiga, penguatan cadangan dan sistem logistik pangan dengan cara penguatan
cadangan beras pemerintah provinsi (CBPP), kemudian penguatan cadangan beras pemerintah
kabupaten/kota (CBPK). Keempat, pengembangan pertanian modern, caranya melalui
pengembangan smart farming, pengembangan dan pemanfaatan screen house untuk meningkatkan
produksi komoditas hortikultura di luar musim tanam, pengembangan korporasi petani, dan
pengembangan food estate untuk peningkatan produksi pangan utama (beras/jagung).
Kementan juga mempunyai agenda yang bersifat jangka pendek, menengah dan panjang dalam
menghadapi pandemi Covid-19. Untuk jangka pendek agenda SOS atau emergency, diantaranya
dengan menjaga stabilitas harga pangan dan membangun buffer stock. Agenda jangka menengah
diwujudkan dengan melanjutkan padat karya pasca Covid-19, diversifikasi pangan lokal, membantu
ketersediaan pangan di daerah defisit, antisipasi kekeringan, menjaga semangat kerja pertanian
melalui bantuan saprodi dan alsintan, mendorong family farming, membantu kelancaran distribusi
pangan, meningkatkan ekspor pertanian, memperkuat Kostratani. Sementara agenda jangka panjang
(permanen) dilakukan, antara lain dengan mendorong peningatan produksi 7% per tahun dan
menurunkan kehilangan hasil (losses) menjadi 5%.
Sumber: https://www.liputan6.com/bisnis/read/4277499/mentan-all-out-gerakan-ketahanan-pangan-
nasional