Anda di halaman 1dari 4

KONSEP JAWABAN WAWANCARA RTV

TERKAIT KOMODITI KEDELAI

1. Apa penyebab kedelai impor mahal?


Jawaban
a. Saat ini berdasarkan data CBOT rata-rata harga kedelai internasional per Minggu ke-1 Oktober
sebesar 492 USD/ton, mengalami penurunan dari rata-rata harga bulan September sebesar 508
USD/ton. Penurunan harga kedelai internasional terjadi seiring dengan telah dimulainya musim
panen kedelai di negara produsen dan adanya penurunan permintaan kedelai dari China.
b. Namun demikian, berdasarkan data pantauan harga jual kedelai di tingkat KOPTI, harga kedelai
per 6 Oktober 2022 masih cukup tinggi yaitu sebesar Rp13.044/kg. Masih tingginya harga kedelai
di dalam negeri disebabkan karena harga yang terjadi saat ini merupakan pengadaan kedelai di
bulan September dimana harga kedelai internasional berkisar 514 USD/ton s.d 578 USD/ton.
Berdasarkan informasi dari importir kedelai (AKINDO), menyebabkan harga kedelai di dalam
negeri masih cukup tinggi antara lain:
- melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar; dan
- adanya kenaikan harga BBM dunia yang berdampak pada kenaikan biaya distribusi/freight
(kenaikan biaya distribusi ini terjadi sejak bulan Juli dan diperkirakan mulai menurun untuk
pengiriman bulan November).
2. Bagaimana dengan pasokan dalam negeri?
Jawaban
Perkembangan Produksi Kedelai
a. Berdasarkan data dan informasi Kementerian Pertanian, produksi kedelai nasional periode
tahun 2015 – 2019 masih fluktuatif dan cenderung menunjukkan tren penurunan, dimana
penurunan cukup signifikan terjadi pada tahun 2017 (sebesar 37,33% dibandingkan tahun
sebelumnya).
b. Produksi kedelai pada tahun 2015 sebesar 963,18 ribu ton, tahun 2016 turun menjadi 859,65
ribu ton, dan tahun 2017 turun kembali menjadi 538,73 ribu ton. Pada tahun 2018 produksi naik
20,65% menjadi 650,00 ribu ton, namun pada tahun 2019 kembali turun 34,74% atau sebesar
424,19 ribu ton. Dengan demikian, secara rata-rata lima tahun terakhir produksi kedelai nasional
mengalami penurunan sebesar 15,54% per tahun.
c. Penurunan produksi kedelai nasional lima tahun terakhir merupakan dampak dari:
- adanya persaingan penggunaan lahan dengan komoditas lain; dan
- adanya transformasi atau alih fungsi lahan pertanian sebagai tuntutan ekonomi dan laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi.

1
Peningkatan Produksi Kedelai Nasional
a. Sesuai dengan arahan Bapak Presiden (dalam Rapat Terbatas 19 September 2022), Pemerintah
perlu melakukan sejumlah upaya untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Hal ini
perlu dilakukan guna mengurangi ketergantungan terhadap kedelai impor yang harganya
cenderung fluktuatif karena terpengaruh oleh harga internasional. Untuk itu, Pemerintah
melalui Kementerian/Lembaga terkait bersinergi dalam rangka mendukung program dimaksud.
Adapun bentuk langkah sinergi dimaksud, yaitu:
‐ Kementerian Pertanian akan menyiapkan bibit kedelai dengan varietas unggulan guna
meningkatkan produktivitas kedelai nasional. Selanjutnya, akan dilakukan perluasan lahan
tanam kedelai guna meningkatkan produksi kedelai nasional.
‐ Badan Pangan Nasional akan merumuskan kebijakan Harga Acuan Pembelian Kedelai dalam
rangka menjaga harga di tingkat petani sekaligus menumbuhkan minat petani dalam
menanam kedelai.
‐ Perum BULOG diharapkan ke depan dapat menjadi off taker dengan penyerapan kedelai
nasional di tingkat petani, untuk selanjutnya disalurkan kepada perajin tahu dan tempe dan
jika dimungkinkan untuk dijadikan sebagai buffer stock guna mengantisipasi jika terjadi
gejolak harga di masa mendatang.
b. Sesuai amanat Rakortas Tingkat Menteri Bidang Perekonomian dan adanya permohonan
pelaksanaan penugasan dari Badan Pangan Nasional, Kementerian Perdagangan masih diberikan
tanggung jawab untuk melakukan perpanjangan Program Pemberian Bantuan Selisih Harga
Kedelai kepada perajin tahu dan tempe melalui melalui penugasan kepada Perum BULOG hingga
akhir tahun 2022.
Untuk itu, dalam rangka mendukung upaya peningkatan produktivitas kedelai dimaksud serta
menumbuhkan minat petani dalam menanam kedelai dan menunjukkan keberpihakan kepada
petani, Perum BULOG dalam pemenuhan kebutuhan kedelai dalam Program Pemberian Bantuan
Selisih Harga Kedelai dimaksud, diharapkan dapat mengutamakan pengadaan/penyerapan
kedelai lokal di tingkat petani.

3. Berapa kebutuhan dan berapa volume pasokan?


Jawaban
Berdasarkan prognosa Badan Pangan Nasional, perkiraan ketersediaan kedelai nasional pada tahun
2022 sebesar 391.285 ton yang terdiri dari:
a. Stok Awal sebesar 190.970 ton (carry over); dan
b. Perkiraan Produksi sebesar 200.315 ton.
Sementara itu, kebutuhan kedelai nasional sekitar 2.983.511 ton dengan rata-rata kebutuhan per
bulan sebesar 248.626 ton, sehingga masih memerlukan tambahan pasokan dari impor sekitar
2.592.226 ton.

2
4. Bagaimana kelanjutan subsidi harga kedelai?
Jawaban
a. Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, sesuai amanat Rakortas Tingkat Menteri
Bidang Perekonomian dan menindaklanjuti permohonan pelaksanaan penugasan dari BAPANAS,
Kementerian Perdagangan masih diberikan tanggung jawab untuk melakukan perpanjangan
Program Pemberian Bantuan Selisih Harga Kedelai kepada perajin tahu dan tempe sebesar
Rp1.000/kg yang disalurkan melalui KOPTI (Koperasi Produsen Tempe Tahu) hingga akhir tahun
2022. Hal ini dilakukan guna menjaga stabilitas harga kedelai di tingkat perajin sehingga
diharapkan para perajin tahu dan tempe bisa mendapatkan harga kedelai yang terjangkau serta
dapat menjaga keberlangsungan usahanya memproduksi tahu dan tempe dengan harga yang
wajar dan terjangkau masyarakat.
b. Selanjutnya, dalam rangka mendukung keberhasilan Program Pemberian Bantuan Selisih Harga
Kedelai perlu dukungan dan kerja sama berbagai pihak baik K/L terkait, Pemerintah Daerah,
Perum BULOG (sebagai operator penugasan) guna menghindari adanya penyimpangan dalam
pelaksanaannya melalui upaya pemantauan terhadap:
1. Kesesuaian pengadaan dengan data penerima dan data kebutuhan yang telah ditetapkan.
2. Kesesuaian penyaluran dengan data penerima dan data kebutuhan yang telah ditetapkan.
3. Kesesuaian pemanfaatan/peruntukkan kedelai dalam Program Pemberian Bantuan (mitigasi
resiko adanya praktik penjualan kembali kepada pihak lain).
4. Kesesuaian skala usaha/kapasitas produksi dengan jumlah kebutuhan kedelai yang diterima
Perajin.
5. Harga pembelian oleh PUSKOPTI/PRIMKOPTI/KOPTI dari Perum BULOG dan harga
penjualan oleh PUSKOPTI/PRIMKOPTI/KOPTI kepada Perajin.
6. Harga pembelian kedelai di tingkat Perajin dan besaran selisih harga pembelian kedelai
yang diterima Perajin.
7. Legalitas usaha PUSKOPTI/PRIMKOPTI/KOPTI berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Selain itu, perlu komitmen dari GAKOPTINDO dan PUSKOPTI/PRIMKOPTI/KOPTI sebagai wadah
perajin tahu dan tempe dalam:
‐ memenuhi persyaratan untuk melakukan penyaluran kedelai Program Pemberian Bantuan
kepada Perajin;
‐ memastikan penyaluran kedelai melalui Program Pemberian Bantuan sesuai data penerima
dan data kebutuhan yang telah ditetapkan Kementerian Koperasi dan UKM;
‐ memastikan penyaluran kedelai melalui Program Pemberian Bantuan kepada anggota
Perajin sesuai peruntukkanya, sesuai dengan kebutuhan dan skala usaha/kapasitas produksi
anggota perajin tahu dan tempe;
‐ memastikan anggota Perajin tidak melakukan praktik penjualan kembali kepada pihak lain.

3
‐ menjain kepada anggota Perajin tidak melakukan praktik penjualan kembali kepada pihak
lain;
‐ pengendalian biaya-biaya yang timbul dalam penyaluran kedelai kepada anggota Perajin,
sehingga pemberian selisih harga Rp1.000,00/kg (seribu rupiah per kilogram) dapat diterima
secara optimal oleh pengrajin tempe dan tahu; dan
‐ menyampaikan informasi harga pembelian kedelai petani dan/atau af gudang importir
kepada anggota Perajin secara terbuka dan transparan.

5. Mengapa impor di-handle swasta? Kenapa bukan BULOG ?


Jawaban
a. Saat ini belum ada pengaturan tata niaga impor kedelai, mengingat pasokan kedelai nasional
mayoritas masih dipenuhi dari impor, untuk itu, pelaku usaha swasta dan BUMN (termasuk
Perum BULOG) dengan mekanisme business to business diberikan keleluasan untuk melakukan
importasi sesuai dengan kebutuhannya guna memenuhi pasokan kedelai di dalam negeri.
b. Selanjutnya, dalam pengelolaan kedelai nasional guna mendukung program peningkatan
produksi kedelai, Perum BULOG diharapkan dapat menjadi off taker dengan menyerap kedelai
nasional di tingkat petani, untuk selanjutnya dijadikan sebagai buffer stock sebagai instrumen
mengantisipasi jika terjadi gejolak harga di masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai