Analisis Bahan dan Produk Agroindustri Dosen : Dr. Ir. Mulyorini R, M.Si
Kelompok :1
Golongan : P2
Asisten :
Oleh
BOGOR
2014
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR.i
DAFTAR ISI...ii
DAFTAR TABEL...iii
DAFTAR LAMPIRAN..iv
DAFTAR GAMBAR.v
I. PENDAHULUAN..7
1.1. LATAR BELAKANG.7
1.2. TUJUAN..8
II. METODOLOGI..9
2.1. ALAT DAN BAHAN..9
2.2. METODE..........9
III. HASIL DAN PEMBAHASAN...15
3.1. HASIL PENGAMATAN.15
IV. 3.2. PEMBAHASAN..15
3.2.1. ANALISIS SIFAT FISIK....15
3.2.2. ANALISIS PROKSIMAT...16
3.2.3. POTENSI PEMANFAATAN JAGUNG....22
3.2.4. PENANGANAN DAN PENYIMPANAN JAGUNG23
V. PENUTUP...26
4.1. KESIMPULAN26
4.2. SARAN26
DAFTAR PUSTAKA..27
LAMPIRAN....29
iii
DAFTAR TABEL
HALAMAN
DAFTAR LAMPIRAN
HALAMAN
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
PENDAHULUAN
Minyak dan lemak terdiri atas trigliserida campuran, yang merupakan ester
dari gliserol dan asam lemak rantaipanjang. Minyak dan lemak dapat diperoleh
dari hewan maupun tumbuhan. Minyak nabati terdapat dalam buah-buahan,
kacang-kacangan, biji-bijian, akar tanaman, dan sayuran. Trigliserida dapat
berwujud padat atau cair, bergantung pada komposisi asam lemak yang
menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung
sejumlah asam lemak tidak jenuh, sedangkan lemak hewani pada umumnya
berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak jenuh.
Setiap bahan pakan ternak pada dasarnya mengandung zat-zat nutrisi yang
kandungannya satu sama lain berbeda. Posisi masing-masing zat-zat tersebut
dapat diketahui suatu analisis yang disebut analisis proksimat. Analisis proksimat
dapat mengetahui bahwa nutrisi bahan pakan ternak terdiri dari : air, abu, mineral,
protein kasar, lemak, karbohidrat, serat kasar, dan bahan ekstrak yang tidak
mengandung nitrogen (Kartadisastra 1994).
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui analisis proksimat berupa kadar
air, kadar abu, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar. Dapat menentukan
komponen bahan atau nutrien yang terkandung dan menentukan kadarnya.
BAB II
METODOLOGI
2.2 Metode
Ditimbang
Ditimbang
Ditimbang
Blangko dibuat dari 25ml air destilata dan 25ml larutan Luff
Schroll
Ditimbang
Data dan hasil
Disiapkan bahan
Ditimbang 5 gram
Disiapkan bahan
PEMBAHASAN
[Terlampir]
3.2 Pembahasan
3.2.1 Analisis Sifat Fisik Zat
Jagung ( Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk
ke dalam famili Graminae, termasuk dalam tumbuhan yang menghasilkan biji
(Spermatophyta), sedangkan bijinya tertutup oleh bakal buah sehingga termasuk
dalam golongan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae), dimasukkan ke dalam
kelas Monocotyledoneae, ordo Graminaceae dan digolongkan ke dalam genus Zea
dengan nama ilmiah Zea mays. L (Rukmana, 2006).
Buah jagung terdiri atas tongkol, biji, dan daun pembungkus. Biji jagung
mempunyai bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi tergantung
pada jenisnya. Pada umumnya, biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat
secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung
terdiri dari tiga bagian utama, yaitu; a) pericarp yang merupakan lapisan tipis
terluar pada biji, (b) endosperm (82%) sebagai cadangan makanan, dan (c) embrio
(11,6%) (Rukmana, 2006).
Pada praktikum ini dilakukan analisis sifat fisik jagung. Berdasarkan hasil
analisis, jagung terdiri dari tongkol jagung dengan berat 78,2 gram, rambut jagung
dengan berat 2,3 gram, daun pembungkus dengan berat 72 gram. Jagung utuh
berbentuk lonjong dengan berat 317,7 gram. Biji jagung berbentuk pipih seperti
gigi dengan berat total biji 153,1 gram dan volume biji 140, sehingga diperoleh
densitas kamba sebesar 1,0936.
3.2.2 Analisis Proksimat
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya
simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari
suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun
pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Kadar air yang melebihi standar
akan menyebabkan produk tersebut rentan ditumbuhi mikroba atau jasad renik
lainnya sehingga akan mempengaruhi kestabilannya. Penentuan kadar air dalam
bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode
pengeringan (dengan oven), metode destilasi, metode kimia dan metode khusus
(kromatografi, nuclear magnetic resonance) (Winarno 1997).
Pada praktikum ini , metode yang digunakan dalam penentuan kadar air
jagung adalah metode pengeringan dengan oven. Alat yang digunakan dalam
penetapan kadar air adalah, desikator, tang penjepit, oven pengering (105 sampai
1100 C), dan timbangan analitik. Bahan yang digunakan dalam penetapan kadar
air adalah biji jagung yang telah dipipil sebanyak 2 gram kemudian dihaluskan.
Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan cawan aluminium dan
dikeringkan dalam oven 105o sampai 1100 C selama 1 jam lalu didinginkan
dalam desikator selama 1 jam. Pemanasan pada suhu 105-110 C diharapkan pada
suhu tersebut air yang terkandung dalam biji jagung tersebut telah menguap
semua sehingga diperoleh bobot yang tetap (Kamal,1994). Cawan aluminium
digunakan karena lebih kuat panas dan desikator terbuat dari besi berfungsi untuk
menstabilkan suhu. Sampel (jagung) ditimbang dan dihitung beratnya setelah
dikeringkan dalam oven. Berdasarkan percobaan diperoleh kadar air jagung
sebesar 13,39%. Nilai kadar air ini sesuai dengan nilai SNI kadar air jagung
maksimal 14%.
Istilah dari serat makanan (dietary fiber) harus dibedakan dengan istilah
serat kasar (crude fiber) yang biasanya digunakan dalam analisa proksimat bahan
pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
bahan-bahan kimia, yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu
asam sulfat (H2SO4) dan natrium hidroksida ( NaOH). Serat kasar merupakan
senyawa yang biasa dianalisa di laboratorium, yaitu senyawa yang tidak dapat
dihidrolisa oleh asam atau alkali. Di dalam buku daftar komposisi bahan
makanan, yang dicantumkan adalah kadar serat kasar bukan kadar serat makanan.
Tetapi kadar serat kasar dalam suatu makanan dapat dijadikan indeks kadar serat
makanan, karena umumnya didalam serat kasar ditemukan 0,2-0,5 bagian jumlah
serat makanan(Sardesai 2003).
Serat kasar adalah bahan organik yang tahan terhadap hidrolisis asam dan
basa lemah (Utomo et al., 2008). Alat yang digunakan dalam penetapan kadar
serat kasar adalah erlenmeyer 500 ml, oven, alat penyaring Buchner atau
Crucible, otoklaf, kertas saring, dan neraca analitik. Bahan yang digunakan dalam
penetapan kadar serat kasar adalah jagung hasil uji lemak, H2SO4 0,325 N, NaOH
1,25 N, dan ethyl alkohol 95%. H2SO4 0,325 N digunakan untuk menghidrolisis
karbohidrat dan protein. NaOH 1,25 N digunakan untuk penyabunan lemak.
Penetapan kadar serat kasar dilakukan dengan cara bahan(hasil dari uji
lemak kasar) dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml dan tambahkan 100 ml
H2SO4 0,325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di dalam otoklaf bersuhu 105oC
selama 15 menit. Dinginkan bahan, kemudian tambahkan 50 ml NaOH 1,25 N,
hidrolisis kembali bahan di dalam otoklaf bersuhu 105oC selama 15 menit. Saring
bahan menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan (diketahui beratnya).
Setelah itu, cuci kertas saring berturut-turut dengan air panas 25 ml H2SO4 0,325
N dan air panas + 25 ml aseton/alkohol, angkat dan keringkan kertas saring dan
bahan dalam oven bersuhu 110o C selama kurang lebih 2 jam. NaOH digunakan
untuk penyabunan lemak. Fungsi perebusan dengan larutan asam terlebih dahulu
baru kemudian larutan basa karena disesuaikan dengan sistem pencernaan pada
hewan monogastrik yang tidak bisa mencerna serat kasar.
Kadar abu yaitu sisa yang tertinggal bila suatu bahan pangan dibakar
sempurna dalam suatu tungku pengabuan. Prinsip penentuan kadar abu didalam
bahan pangan adalah menimbang berat sisa mineral hasil pembakaran bahan
organik pada suhu sekitar 550 C. Tujuan utama dari analisa kadar abu didalam
bahan pangan adalah untuk mengetahui secara umum kandungan mineral yang
terdapat dalam bahan (Agus 2008).
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Yaitu garam
organik misalnya asetat, pektat, mallat dan garam anorganik misalnya karbonat,
fosfat, sulfat, dan nitrat. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa
pembakaran disebut pengabuan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada
bahan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya(Widowati 2006).
Metode yang digunakan untuk mengukur kadar protein dalam pangan
adalah Metode Kjeldahl. Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk
penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang
mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat. Setelah
pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara
kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Reaksi titrasi, hasil destilasi dititrasi dengan HCL 0,1 N sampai timbul
perubahan warna. Reaksi ini bertujuan untuk mengetahui jumlah N yang
terdestilasi. Kemudian kadar protein kasar dihitung dan didapatkan kadar protein
kasar. Berdasarkan data hasil pengujian diperoleh kadar protein pada jagung
sebesar 6,85%. Nilai kadar protein ini tidak sesuai dengan hasil SNI jagung yaitu
kadar protein minimum 7,5%.
Metode Luff Schroll menggunakan reagen alkalin yang mengandung
tembaga sitrat (ion Cu2+). Setelah memanaskan reagen ini dengan larutan yang
mengandung gula pereduksi lalu kalium iodida (KI) dan asam (asam sulfat)
ditambahkan setelah didinginkan, iodin dibebaskan dari reaksi redoks berikut: 2I-
+Cu2+I2+Cu+. Iodin yang dibebaskan sepadan dengan tembaga non-pereduksi
(cu2+), yaitu 1 mol I2 dari 1 mol Cu2+. Iodin yang dibebaskan (berwarna coklat
hitam) kemudian dititrasi (menjadi tidak berwarna) dengan agen pereduksi yaitu
natrium tiosulfat.reagen Luff Schroll memiliki sedikit alkali daripada larutan
fehling. Akibatnya, Luff Schroll merupakan agen oksidasi yang lebih lemah dan
memerlukan pemanasan sampel yang lebih lama daripada teknik Lane dan Eynon
(Nielsen 1998).
Proses iodometri adalah proses titrasi terhadap proses iodium (I2) bebas
dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam
larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam, penambahan ion iodida berlebih
akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara
jumlahnya dengan banyaknya oksidator (Winarno 1997).
Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa
glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin.
Polimer linear dari D-glukosa membentuk amilosa dengan 1,4-glukosa.
Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk dari ikatan 1,6-glukosida. @
ikatan 1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatan pati dihasilkan dari
proses fotosintesis tanaman yang dibentuk (disintesa) di dalam daun (plastid) dan
amiloplasseperti umbi, akar atau biji dan merupakan komponen terbesar pada
singkong, beras, sagu, jagung, kentang, talas, dan ubi jalar. Berdasarkan hasil
pengujian, kadar pati jagung diperoleh sebesar 42,21%.
[Terlampir]
3.2.4 Penanganan dan Penyimpanan Ideal
Waktu panen menentukan mutu biji jagung, pemanenan yang terlalu awal
menyebabkan banyak butir muda sehingga kualitas rendah dan tidak tahan
simpan. Pemanenan yang terlambat menurunkan kualitas dan meningkatkan
kehilangan hasil. Jagung siap panen ditandai dengan daun dan batang tanaman
mulai menguning dan berwarna kecoklatan pada kadar air sekitar 35-40%. Panen
optimum merupakan saat panen yang paling tepat untuk mendapatkan kualitas
hasil panen yang baik. Pada umumnya kadar air jagung yang dipanen pada
kondisi optimal tersebut sesuai untuk konsumsi sebagai pangan, pakan dan
industri. Penundaan kegiatan panen akan menurunkan kualitas jagung. Perlu
dihindari tumbuhnya jamur dan cendawan dengan tanda-tanda klobot dan atau biji
jagung berwarna kehitam-hitaman, kehijauan dan putih. Salah satu jamur yang
menyerang jagung adalah Aspergillus sp. yang menghasilkan senyawa atau racun
aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Sampai saat ini mutu jagung di tingkat petani pada umumnya kurang
memenuhi persyaratan kriteria mutu jagung yang baik, karena tingginya kadar air
dan banyaknya butir rusak. Pada Waktu panen produksi jagung melimpah
sehingga harganya murah, sedangkan pada waktu paceklik harganya menjadi
mahal. Oleh karena itu, penyimpanan sangat diperlukan untuk mengatasi
kelebihan produksi pada musim panen raya untuk dimanfaatkan pada saat
paceklik.
Untuk penyimpanan jagung yang perlu diperhatikan adalah kadar air 1-
2% dibawah kadar air seimbang dengan kelembaban maksimum 80%. Usahakan
wadah dapat mempertahankan bahan tetap kering dan dingin serta dapat
melindungi terhadap serangan serangga dan tikus. Biji jagung yang disimpan
harus benar benar bersih dan mulus, hal ini dapat dilihat dari hasil sortasi bijinya.
Dalam bentuk pipilan, jagung dapat disimpan dalam karung goni, karung
plastik, bakul besar dan kotak kayu. Bahkan dalam jumlah yang besar dapat
disimpan dalam bentuk curah di dalam gudang atau silo-silo. Dalam kondisi
demikian, perlu pengaturan terhadap kadar air, suhu penyimpanan dan
kelembaban udara (RH) secara stabil. Penyimpanan dalam bentuk pipilan
sebaiknya kadar airnya diatur setelah mencapai 13-14%. Karena kadar air di atas
14% merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan jamur.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Hartadi HS, Reksohadiprodjo, Tillman AD. 2008. Tabel Komposisi pakan untuk
Indonesia. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press.
Kamal M. 1994. Nutrisi Ternak I. Yogyakarta(ID): Fakultas Peternakan,
Universitas Gadjah Mada.
Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian secara
Klinis. Jakarta(ID): UI-Press.
Nielsen SS. 1998. Food Analysis Second Edition. New York(US): Aspen
Publishers, Inc.
Purwono, Purnamawati H. 2007. Budi Daya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.
Jakarta(ID): Penebar Swadaya.
Rukmana R.2006. Budi Daya Jagung dan Pasca Panen. Yogyakarta(ID):
Kanisius.
Sardesai V. 2003. Introduction to Clinical Nutrition . New York(US): Marcel
Dekker Inc.
Sudarwati. 1993. Teknologi Penyimpanan Jagung[internet].[diacu pada tanggal 9
Desember 2014].Tersedia dari:
http://203.176.181.70/bppi/lengkap/bpp10021.pdf
Tilman AD, Hartadi, Reksohadiprojo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S.
1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada
University Pers.
Utomo RS, Budhi B, Agus A, Noviandi CT, Anim M. 2008. Bahan Pakan dan
Formulasi Ransum. Yogyakarta(ID):Fakultas Peternakan Universitas
Gadajah Mada.
Widowati S, Santosa BA, Suarni. 2005. Mutu gizi dan sifat fungsional jagung.
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Makassar, 29-30 September 2005. p.
343-350.
Winarno FG. 1997. Keamanan Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.