Anda di halaman 1dari 29

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Senin/ 8 Desember 2014

Analisis Bahan dan Produk Agroindustri Dosen : Dr. Ir. Mulyorini R, M.Si

Kelompok :1

Golongan : P2

Asisten :

1. Ardhi Novrialdi Ginting F34100037


2. Febriani Purba F34100118
3. Ratna Rucitra F34100031

UJI ANALISIS ZAT PADA BAHAN DAN

PRODUK INDUSTRI PERTANIAN

Oleh

Diwya Diwangkara F34130099

Elva Nurshobah F34130047

Hanny Kertsana F34130049

Khoirul Umam F34130043

Krisnawan Yudiastian F34130074

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014
i

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulliah, kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya,


penulis dapat menyelesaikan laporan proksimat yang berjudul Uji Analisis
Proksimat Jagung dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
analisis bahan dan produk agroindustri, Dr.Ir.Mulyorini R, Msi, dan asisten
praktikum yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan praktikum uji
analisis proksimat.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini,


sehingga saran dan kritik sangat membantu dalam penyempurnaan laporan ini.
Penulis juga meminta maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan atau kata-kata
yang kurang berkenan dalam laporan ini. Harapan penulis semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan semua pihak yang
membutuhkannya.

Bogor, 8 Desember 2014

Penulis
ii

DAFTAR ISI

HALAMAN

KATA PENGANTAR.i

DAFTAR ISI...ii

DAFTAR TABEL...iii

DAFTAR LAMPIRAN..iv

DAFTAR GAMBAR.v

I. PENDAHULUAN..7
1.1. LATAR BELAKANG.7
1.2. TUJUAN..8
II. METODOLOGI..9
2.1. ALAT DAN BAHAN..9
2.2. METODE..........9
III. HASIL DAN PEMBAHASAN...15
3.1. HASIL PENGAMATAN.15
IV. 3.2. PEMBAHASAN..15
3.2.1. ANALISIS SIFAT FISIK....15
3.2.2. ANALISIS PROKSIMAT...16
3.2.3. POTENSI PEMANFAATAN JAGUNG....22
3.2.4. PENANGANAN DAN PENYIMPANAN JAGUNG23
V. PENUTUP...26
4.1. KESIMPULAN26
4.2. SARAN26

DAFTAR PUSTAKA..27

LAMPIRAN....29
iii

DAFTAR TABEL

HALAMAN

1. Kandungan gizi dalam tiap 100 gram jagung22


iv

DAFTAR LAMPIRAN

HALAMAN

1. Analisis Sifat Fisik Jagung.29


2. Analisis Sifat Proksimat Jagung.30
3. SNI Jagung Bahan Baku Pakan..33
v

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN

1. Pohon Industri Jagung32


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mengidentifikasi


kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat
makanan dari bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat memiliki manfaat
sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat
makanan yang seharusnya terkandung di dalamnya.

Menurut Kamal (1998) disebut analisis proksimat karena hasil yang


diperoleh hanya mendekati nilai yang sebenarnya, oleh karena itu untuk
menunjukkan nilai dari system analisis proksimat selalu dilengkapi dengan istilah
minimum atau maksimum sesuai dengan manfaat fraksi tersebut. Dari sisitem
analisis proksimat dapat diketahui adanya 6 macam fraksi, yaitu air, abu, protein
kasar, lemak kasar (ekstrak ether), serat kasar, ekstrak tanpa nitrogen (ETN).
Khusus untuk ETN nilainya dicari hanya berdasarkan perhitungan yaitu: 100%
dikurangi jumlah dari kelima fraksi yang lain.

Protein, karbohidrat, dan air merupakan kandungan utama dalam bahan


pangan. Protein dibutuhkan terutama untuk pertumbuhan dan memperbaiki
jaringan tubuh yang rusak. Karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi
dalam aktivitas tubuh manusia, sedangkan garam-garam mineral dan vitamin juga
merupakan faktor penting dalam kelangsungan hidup. Lemak yang dioksidasi
secara sempurna dalam tubuh menghasilkan 9,3 kalori/g lemak, sedangkan protein
dan karbohidrat masing-masing menghasilkan 4,1 dan 4,2 kalori/g.

Minyak dan lemak terdiri atas trigliserida campuran, yang merupakan ester
dari gliserol dan asam lemak rantaipanjang. Minyak dan lemak dapat diperoleh
dari hewan maupun tumbuhan. Minyak nabati terdapat dalam buah-buahan,
kacang-kacangan, biji-bijian, akar tanaman, dan sayuran. Trigliserida dapat
berwujud padat atau cair, bergantung pada komposisi asam lemak yang
menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung
sejumlah asam lemak tidak jenuh, sedangkan lemak hewani pada umumnya
berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak jenuh.

Kacang-kacangan (Leguminoceae) merupakan bahan pangan yang kaya


akan protein dan lemak. Agar asam-asam lemak dalam kacang-kacangan dapat
ditentukan, terlebih dahulu dilakukan ekstraksi minyak dan lemak antara
lainekstraksi dengan pelarut (solvent extraction) menggunakan heksan dan
seperangkat soklet. Selanjutnya dilakukan esterifikasi untuk mengubah asam-
asam lemak trigliserida menjadi bentuk ester. Pengubahan bentuk ini dilakukan
untuk mengubah bahan yang nonvolatil menjadi volatil.

Setiap bahan pakan ternak pada dasarnya mengandung zat-zat nutrisi yang
kandungannya satu sama lain berbeda. Posisi masing-masing zat-zat tersebut
dapat diketahui suatu analisis yang disebut analisis proksimat. Analisis proksimat
dapat mengetahui bahwa nutrisi bahan pakan ternak terdiri dari : air, abu, mineral,
protein kasar, lemak, karbohidrat, serat kasar, dan bahan ekstrak yang tidak
mengandung nitrogen (Kartadisastra 1994).

Jagung (Zea mays) mempunyai kandungan protein rendah dan beragam


dari 8 sampai 13%, tetapi kandungan serat kasarnya rendah (3,2%) dan
kandungan energi metabolismenya tinggi yaitu 3130 kkal/kg. oleh karena itu,
jagung merupakan sumber energi yang baik. Kandungan serat kasarnya yang
rendah memungkinkan jagung digunakan dalam tingkat yang lebih tinggi. Jagung
juga mempunyai kandungan asam linoleat yang baik dan juga sumber asam lemak
esensial yang baik. Kandungan protein dan serat kasar jagung lebih rendah
dibandingkan pada barley, oats, dan gandum. Biji jagung pada umumnya secara
analisis memiliki beberapa komponen zat, antara lain air, N, K2O, CaO, MgO,
P2O5, SO3, SiO2, dan Cl. Zat-zat tersebut diperlukan untuk kehidupan makhluk
lain, baik sebagai pakan maupun untuk proses lainnya(Aak 1993)

1.2 Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui analisis proksimat berupa kadar
air, kadar abu, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar. Dapat menentukan
komponen bahan atau nutrien yang terkandung dan menentukan kadarnya.
BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain oven, cawan aluminium,


neraca/timbangan analitik, tanur, cawan porselin, labu enlenmeyer, otoklaf, gelas
piala dan soxhlet. Bahan yang digunakan adalah jagung.

2.2 Metode

1. Uji Kadar Air

Disiapkan biji jagung

Ditimbang 1-2 gram dan


dimasukkan cawan

Dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105oC


selama 3-5 jam

Didinginkan dalam desikator

Ditimbang

Data dan hasil

2. Uji Kadar Abu

Disiapkan biji jagung


Ditimbang dalam cawan porselen
yang kering dan telah diketahui
beratnya sebanyak 2-10 gram

Dibakar di atas kompor hingga asap


hilang

Dipijarkan di dalam tanur selama 6


jam, sampai diperoleh abu berwarna
keputih-putihan

Data dan hasil

Didinginkan dalam desikator

Ditimbang

Data dan hasil

3. Uji Kadar Serat

Disiapkan biji jagung

Ditimbang sebanyak 1 gram dan


dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml
Ditambah 100 ml H2SO4 0,325 N

Dihidrolisis dalam Otoklaf bersuhu


105oC selama 15 menit

Didinginkan di dalam desikator

Ditambah 50ml NaOH 1,25 N

Dihidrolisis dalam Otoklaf bersuhu


105oC selama 15 menit

Disaring dengan kertas saring yang telah


dikeringkan dan telah diketahui beratnya

Kertas dicuci dengan air panas + 25ml H2SO4


0,325 N dan air panas + 25ml Aceton/alkohol

Kertas saring dan bahan dikeringkan dalam


oven bersuhu 110oC selama 1-2 jam

Ditimbang

Data dan hasil

4. Uji Luff Schroll

Disiapkan biji jagung


Ditimbang 1gram, dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 500ml dan
ditambah 200ml HCl 3%

Dihidrolisis selama 1-3jam di dalam


otoklaf dengan suhu 105oC

Didinginkan didalam desikator

Data dan hasil

Dinetralkan dengan NaOH 40%

Sampel dimasukkan kedalam labu takar 250ml


dan ditambah air destilata sampai tanda tera

Dipipet sebanyak 10ml, dimasukkan ke dalam erlenmeyer


250ml dan ditambah 25ml larutan Luff Schroll

Dididihkan selama 10 menit pada pendingin tegak

Sampel didinginkan di bawah air mengalir, kemudian


tambahkan 20ml H2SO4 25%

Dititrasi dengan Na2S2O3 dengan indikator kanji hingga warnanya hilang

Blangko dibuat dari 25ml air destilata dan 25ml larutan Luff
Schroll

Ditimbang
Data dan hasil

5. Uji Lemak Kasar

Disiapkan bahan

Ditimbang 5 gram

Dimasukkan ke dalam kertas saring

Dimasukkan ke dalam tabung


soxlet

Tabung ekstraksi dipasang pada alat


destilasi

Tabung soxlet diisi pelarut petroleum eter 2/3 isi


volume labu

Diekstraksi selama 4 jam

Tabung kosong dipasang kembali dan dipanaskan untuk


memisahkan lemak

Didinginkan dan contoh yang terbungkus diambil

Lemak yang tertinggal dalam labu soxlet di keringkandalam oven selama 1


jam, kemudian didinginkan dan ditimbang
Data dan hasil

6. Penentuan kadar protein dengan metode Kjeldahl

Disiapkan bahan

Ditimbang 0,1 gram

Ditambah katalis (CuSO4 dan Na2SO4) dengan


perbandingan 1:1,2 dan H2SO4 pekat

Didestruksi sampai bening (hijau)

Didinginkan dan dicuci dengan


dengan aquades

Didestilasi dan ditambah NaOH 15% sebanyak


15ml

Hasil destilasi ditampung dengan HCL 0,02N

Hasil destilasi di titrasi dengan NaOH 0,02 N dengan


indikator mensel (campuran metil red dan metil blue)

Destilasi dihentikan saat volume 2 kali volume awal

Data dan hasil


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan

[Terlampir]

3.2 Pembahasan
3.2.1 Analisis Sifat Fisik Zat

Jagung ( Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk
ke dalam famili Graminae, termasuk dalam tumbuhan yang menghasilkan biji
(Spermatophyta), sedangkan bijinya tertutup oleh bakal buah sehingga termasuk
dalam golongan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae), dimasukkan ke dalam
kelas Monocotyledoneae, ordo Graminaceae dan digolongkan ke dalam genus Zea
dengan nama ilmiah Zea mays. L (Rukmana, 2006).

Buah jagung terdiri atas tongkol, biji, dan daun pembungkus. Biji jagung
mempunyai bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi tergantung
pada jenisnya. Pada umumnya, biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat
secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung
terdiri dari tiga bagian utama, yaitu; a) pericarp yang merupakan lapisan tipis
terluar pada biji, (b) endosperm (82%) sebagai cadangan makanan, dan (c) embrio
(11,6%) (Rukmana, 2006).

Pada praktikum ini dilakukan analisis sifat fisik jagung. Berdasarkan hasil
analisis, jagung terdiri dari tongkol jagung dengan berat 78,2 gram, rambut jagung
dengan berat 2,3 gram, daun pembungkus dengan berat 72 gram. Jagung utuh
berbentuk lonjong dengan berat 317,7 gram. Biji jagung berbentuk pipih seperti
gigi dengan berat total biji 153,1 gram dan volume biji 140, sehingga diperoleh
densitas kamba sebesar 1,0936.
3.2.2 Analisis Proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu metode analisis dan menggolongkan


komponen yang ada pada makanan (Hartadi et al., 2005). Disebut analisis
proksimat karena nilai yang diperoleh hanya mendekati nilai komposisi yang
sebenarnya. Hal ini disebabkan dalam satu fraksi hasil analisis masih terdapat zat
lain yang berbeda sifatnya dalam jumlah yang sangat sedikit. analisis proksimat
terdiri dari kadar air,abu, lemak kasar, serat kasar, protein kasar dan pati
(Lehninger 1982).

Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya
simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari
suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun
pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Kadar air yang melebihi standar
akan menyebabkan produk tersebut rentan ditumbuhi mikroba atau jasad renik
lainnya sehingga akan mempengaruhi kestabilannya. Penentuan kadar air dalam
bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode
pengeringan (dengan oven), metode destilasi, metode kimia dan metode khusus
(kromatografi, nuclear magnetic resonance) (Winarno 1997).

Pada praktikum ini , metode yang digunakan dalam penentuan kadar air
jagung adalah metode pengeringan dengan oven. Alat yang digunakan dalam
penetapan kadar air adalah, desikator, tang penjepit, oven pengering (105 sampai
1100 C), dan timbangan analitik. Bahan yang digunakan dalam penetapan kadar
air adalah biji jagung yang telah dipipil sebanyak 2 gram kemudian dihaluskan.
Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan cawan aluminium dan
dikeringkan dalam oven 105o sampai 1100 C selama 1 jam lalu didinginkan
dalam desikator selama 1 jam. Pemanasan pada suhu 105-110 C diharapkan pada
suhu tersebut air yang terkandung dalam biji jagung tersebut telah menguap
semua sehingga diperoleh bobot yang tetap (Kamal,1994). Cawan aluminium
digunakan karena lebih kuat panas dan desikator terbuat dari besi berfungsi untuk
menstabilkan suhu. Sampel (jagung) ditimbang dan dihitung beratnya setelah
dikeringkan dalam oven. Berdasarkan percobaan diperoleh kadar air jagung
sebesar 13,39%. Nilai kadar air ini sesuai dengan nilai SNI kadar air jagung
maksimal 14%.

Penetapan Kadar Lemak Kasar. Alat yang digunakan dalam penetapan


kadar lemak kasar adalah seperangkat alat ekstraksi dan selongsong dari Soxhlet,
labu penampung, alat pendingin, oven pengering, desikator, tang penjepit,
timbangan analitik, dan kertas saring bebas lemak. Bahan yang digunakan dalam
penetapan kadar lemak kasar adalah biji jagung yang telah dihaluskan dan
dikeringkan(bahan hasil dari uji kadar air). Ektraktor Soxhlet adalah alat yang
digunakan untuk memisahkan suatu komponen dalam suatu padatan dengan
menggunakan suatu pelarut cair. Larutan pengekstrak ditempatkan pada labu alas
bulat. Sampel yang telah dibungkus dengan kertas saring ditempatkan pada
tabung ekstraktor. Bagian ujung atas merupakan pendingin Allihn atau pendingin
bola. Ekstraktor Soxhlet ini merupakan ektraktor kontinyu, pelarut pada labu
dipanaskan dan akan menguap, terkondensasi pada pendingin, selanjutnya pelarut
akan masuk pada ektraktor. Apabila pelarut telah mencapai batas atas kapiler
pelarut yang telah kontak dengan sampel akan masuk pada labu (Linder 1992).

Lemak kasar adalah campuran beberapa senyawa yang larut di dalam


pelarut lemak misalnya eter, petroleum, bezen, dan alkohol 100% (Kartadisatra,
1997). Pelarut lemak yang digunakan dalam praktikum adalah petroleum benzene.
Penggunaan petroleum benzene disebabkan karena harganya lebih murah.
Penetapan kadar lemak kasar yaitu bahan(jagung) hasil dari uji kadar air dan
dibungkus dengan kertas saring bebas lemak. Kemudian dimasukkan ke dalam
oven pengering 105 sampai 110OC selama semalam. Bungkusan cuplikan
ditimbang. Bungkusan dimasukkan ke dalam alat ekstraks Soxhlet. Labu
penampung diisi denga petroleum benzen sekitar volume. Alat ekstraksi Soxhlet
juga diisi sekitar volume dengan petroleum benzen. Labu penampung dan
abung Soxhlet dipasang, pendingin dan penangas dihidupkan. Ekstraksi selama 4
jam (sampai petroleum benzene dalam alat ekstraks berwarna jernih). Pemanas
dimatikan, kemudian sampel diambil dan dipanaskan dalam oven pengering (105-
110oC) selama semalam. Dimasukkan dalam desikator semalaman lalu ditimbang.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh kadar lemak kasar jagung sebesar 4,43%.
Nilai kadar lemak yang diperoleh sesuai dengan SNI yaitu kadar lemak kasar
dalam jagung minimal 3,00%.

Istilah dari serat makanan (dietary fiber) harus dibedakan dengan istilah
serat kasar (crude fiber) yang biasanya digunakan dalam analisa proksimat bahan
pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
bahan-bahan kimia, yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu
asam sulfat (H2SO4) dan natrium hidroksida ( NaOH). Serat kasar merupakan
senyawa yang biasa dianalisa di laboratorium, yaitu senyawa yang tidak dapat
dihidrolisa oleh asam atau alkali. Di dalam buku daftar komposisi bahan
makanan, yang dicantumkan adalah kadar serat kasar bukan kadar serat makanan.
Tetapi kadar serat kasar dalam suatu makanan dapat dijadikan indeks kadar serat
makanan, karena umumnya didalam serat kasar ditemukan 0,2-0,5 bagian jumlah
serat makanan(Sardesai 2003).

Serat kasar adalah bahan organik yang tahan terhadap hidrolisis asam dan
basa lemah (Utomo et al., 2008). Alat yang digunakan dalam penetapan kadar
serat kasar adalah erlenmeyer 500 ml, oven, alat penyaring Buchner atau
Crucible, otoklaf, kertas saring, dan neraca analitik. Bahan yang digunakan dalam
penetapan kadar serat kasar adalah jagung hasil uji lemak, H2SO4 0,325 N, NaOH
1,25 N, dan ethyl alkohol 95%. H2SO4 0,325 N digunakan untuk menghidrolisis
karbohidrat dan protein. NaOH 1,25 N digunakan untuk penyabunan lemak.

Penetapan kadar serat kasar dilakukan dengan cara bahan(hasil dari uji
lemak kasar) dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml dan tambahkan 100 ml
H2SO4 0,325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di dalam otoklaf bersuhu 105oC
selama 15 menit. Dinginkan bahan, kemudian tambahkan 50 ml NaOH 1,25 N,
hidrolisis kembali bahan di dalam otoklaf bersuhu 105oC selama 15 menit. Saring
bahan menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan (diketahui beratnya).
Setelah itu, cuci kertas saring berturut-turut dengan air panas 25 ml H2SO4 0,325
N dan air panas + 25 ml aseton/alkohol, angkat dan keringkan kertas saring dan
bahan dalam oven bersuhu 110o C selama kurang lebih 2 jam. NaOH digunakan
untuk penyabunan lemak. Fungsi perebusan dengan larutan asam terlebih dahulu
baru kemudian larutan basa karena disesuaikan dengan sistem pencernaan pada
hewan monogastrik yang tidak bisa mencerna serat kasar.

Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh kadar serat kasar pada jagung


sebesar 2,86%. Nilai tersebut sesuai dengan SNI jagung yaitu kadar serat
maksimumnya sebesar 3%. Menurut Tillman (1998), semakin tua umur sesuatu
tanaman, semakin tinggi serat kasar yang dimiliki. Semakin muda umur tanaman
kadar serat kasarnya semakin rendah sebab, umur tanaman, jenis tanaman,
komposisi tanaman mempengaruhi kadar serat kasar dalam bahan.

Kadar abu yaitu sisa yang tertinggal bila suatu bahan pangan dibakar
sempurna dalam suatu tungku pengabuan. Prinsip penentuan kadar abu didalam
bahan pangan adalah menimbang berat sisa mineral hasil pembakaran bahan
organik pada suhu sekitar 550 C. Tujuan utama dari analisa kadar abu didalam
bahan pangan adalah untuk mengetahui secara umum kandungan mineral yang
terdapat dalam bahan (Agus 2008).

Penetapan Kadar Abu atau mineral diperoleh dengan jalan membakar


sempurna bahan pada temperatur 550o C sampai semua bahan organik terbakar
atau selama 2-8 jam dan kemudian menimbang sisa pembakaran yang tertinggal
sebagai abu (Utomo et al., 2008). Tujuan sampel ditanur pada suhu 550 sampai
6000C untuk mengoksidasi semua zat organik. Setelah itu suhu diturunkan hingga
120C kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama setengah jam. Fungsi
sampel dimasukkan kedalam desikator untuk menghindari terkontaminasinya
sampel oleh udara luar. Setelah dingin ditimbang. Kemudian kadar abu dihitung.
Berdasarkan pengujian diperoleh kadar abu jagung sebesar 1,83%. Nilai kadar
abu ini sesuai dengan SNI jagung yaitu kadar abu maksimal 2,00%.

Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Yaitu garam
organik misalnya asetat, pektat, mallat dan garam anorganik misalnya karbonat,
fosfat, sulfat, dan nitrat. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa
pembakaran disebut pengabuan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada
bahan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya(Widowati 2006).
Metode yang digunakan untuk mengukur kadar protein dalam pangan
adalah Metode Kjeldahl. Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk
penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang
mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat. Setelah
pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara
kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.

Penetapan kadar protein dilakukan melalui 3 tahap yaitu destruksi,


destilasi, dan titrasi. Reaksi destruksi, cuplikan bahan ditimbang seberat 0,5 gram
tergantung dari macam bahan. Dua butir batu didih, 20 ml H2SO4 pekat dan
seperempat tablet Kjeltab disiapkan kemudian cuplikan dimasukkan ke dalam
tabung destruksi yang bersih dan kering. Kompor destruksi dihidupkan kemudian
tabung destruksi ditempatkan pada lubang yang ada pada kompor dan pendingin
dihidupkan. Skala yang ada pada kompor destruksi diset kecil kurang lebih 1 jam.
Destruksi diakhiri bila larutan berwarna jernih kemudian didinginkan dan
dilanjutkan proses destilasi.

Reaksi destilasi, hasil destruksi diencerkan dengan air sampai volumenya


300 ml kemudian dikocok agar larutan homogen. Erlenmeyer 650 ml diisi dengan
50 ml H3BO3 0,1 N dan 100 ml air serta 3 tetes indikator mix. Penampung dan
labu Kjeldahl dipasang dalam alat destilasi. Air pendingin dihidupkan (panas
maksimum pendingin 800 F) dan tombol ditekan hingga menyala hijau. NaOH
50% dimasukkandengan cara dispersing ditekan ke bawah dan harus melalui
dinding tabung. Handle steam diturunkan ke bawah sehingga larutan dalam
tabung mendidih. Setelah destilat mencapai 200 ml, destilasi diakhiri lalu blanko
dibuat menggunakan ciplikan berupa H2O dan didestilasi seperti cara di atas.

Reaksi titrasi, hasil destilasi dititrasi dengan HCL 0,1 N sampai timbul
perubahan warna. Reaksi ini bertujuan untuk mengetahui jumlah N yang
terdestilasi. Kemudian kadar protein kasar dihitung dan didapatkan kadar protein
kasar. Berdasarkan data hasil pengujian diperoleh kadar protein pada jagung
sebesar 6,85%. Nilai kadar protein ini tidak sesuai dengan hasil SNI jagung yaitu
kadar protein minimum 7,5%.
Metode Luff Schroll menggunakan reagen alkalin yang mengandung
tembaga sitrat (ion Cu2+). Setelah memanaskan reagen ini dengan larutan yang
mengandung gula pereduksi lalu kalium iodida (KI) dan asam (asam sulfat)
ditambahkan setelah didinginkan, iodin dibebaskan dari reaksi redoks berikut: 2I-
+Cu2+I2+Cu+. Iodin yang dibebaskan sepadan dengan tembaga non-pereduksi
(cu2+), yaitu 1 mol I2 dari 1 mol Cu2+. Iodin yang dibebaskan (berwarna coklat
hitam) kemudian dititrasi (menjadi tidak berwarna) dengan agen pereduksi yaitu
natrium tiosulfat.reagen Luff Schroll memiliki sedikit alkali daripada larutan
fehling. Akibatnya, Luff Schroll merupakan agen oksidasi yang lebih lemah dan
memerlukan pemanasan sampel yang lebih lama daripada teknik Lane dan Eynon
(Nielsen 1998).

Proses iodometri adalah proses titrasi terhadap proses iodium (I2) bebas
dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam
larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam, penambahan ion iodida berlebih
akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara
jumlahnya dengan banyaknya oksidator (Winarno 1997).

Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa
glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin.
Polimer linear dari D-glukosa membentuk amilosa dengan 1,4-glukosa.
Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk dari ikatan 1,6-glukosida. @
ikatan 1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatan pati dihasilkan dari
proses fotosintesis tanaman yang dibentuk (disintesa) di dalam daun (plastid) dan
amiloplasseperti umbi, akar atau biji dan merupakan komponen terbesar pada
singkong, beras, sagu, jagung, kentang, talas, dan ubi jalar. Berdasarkan hasil
pengujian, kadar pati jagung diperoleh sebesar 42,21%.

Penetapan kadar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen. Bahan ekstrak tanpa


nitrogen terdiri atas karbohidrat yang mudah larut terutama pati yang
kecernaannya tinggi (Utomo et al., 2008). Penetapan kadar BETN diperoleh
dengan dilakukan perhitungan menggunakan rumus 100% - jumlah % dari kelima
fraksi lain. Fraksi-fraksi tersebut yaitu air, abu, serat kasar, protein kasar, dan
ekstrak eter (Tillman, 1998). Didapatkan hasil perhitungan BETN sampel
jagung 67,448%.

3.2.3 Potensi Pemanfaatkan Bahan Uji

per 100 gram


Informasi Gizi
(g)
360 kj
Energi
86 kkal
Lemak 1,18 g
Lemak Jenuh 0,182 g
Lemak tak Jenuh
0,559 g
Ganda
Lemak tak Jenuh
0,347 g
Tunggal
Kolesterol 0 mg
Protein 3,22 g
Karbohidrat 19,02 g
Serat 2,7 g
Gula 3,22 g
Sodium 15 mg
Kalium 270 mg
Sumber: http://www.fatsecret.co.id

Kegunaan jagung dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu bahan pangan,


pakan ternak, dan bahan baku industri. Di Indonesia banyak makanan yang dibuat
dari jagung, seperti nasi jagung, bubur jagung, dan jagung campur beras. Jagung
sebagai bahan baku industri pengolahan dapat berupa industri giling kering
(tepung dan bahan makanan pagi), industri giling basah(pati, sirup, gula jagung,
minyak, dan dekstrin), industri destilasi dan fermentasi(etil alkohol, asam cuka,
aseton, asam laktat, asam sitrat dan gliserol).

Akhir-akhir ini penggunaan tanaman jagung semakin meningkat. Hampir


seluruh bagian tanaman jagung dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam
keperluan, antara lain pakan ternak(batang dan daun muda), pupuk hijau atau
kompos(batang dan daun kering), pulp atau bahan kertas(batang jagung), serta
sayuran, perkedel, bakwan dan sambal goreng(buah jagung)(Purwono dan
Purnamawati 2007)

Gambar Pohon Industri ada di bawah ini:

[Terlampir]
3.2.4 Penanganan dan Penyimpanan Ideal

Teknologi penanganan pascapanen jagung terdiri dari 5 (lima) kelompok


kegiatan yaitu pemanenan, pengangkutan, pengeringan, pemipilan dan
penyimpanan. Tujuan penanganan pascapanen jagung adalah untuk mendapatkan
butiran jagung dengan kualitas yang baik yang dimulai dengan penentuan umur
panen yang tepat, mengurangi susut panen dan perontokan, cepat melakukan
penjemuran biji dan penyimpanan pada kadar air dan wadah yang tepat, sehingga
mendapatkan harga jual yang tinggi.

Waktu panen menentukan mutu biji jagung, pemanenan yang terlalu awal
menyebabkan banyak butir muda sehingga kualitas rendah dan tidak tahan
simpan. Pemanenan yang terlambat menurunkan kualitas dan meningkatkan
kehilangan hasil. Jagung siap panen ditandai dengan daun dan batang tanaman
mulai menguning dan berwarna kecoklatan pada kadar air sekitar 35-40%. Panen
optimum merupakan saat panen yang paling tepat untuk mendapatkan kualitas
hasil panen yang baik. Pada umumnya kadar air jagung yang dipanen pada
kondisi optimal tersebut sesuai untuk konsumsi sebagai pangan, pakan dan
industri. Penundaan kegiatan panen akan menurunkan kualitas jagung. Perlu
dihindari tumbuhnya jamur dan cendawan dengan tanda-tanda klobot dan atau biji
jagung berwarna kehitam-hitaman, kehijauan dan putih. Salah satu jamur yang
menyerang jagung adalah Aspergillus sp. yang menghasilkan senyawa atau racun
aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Jagung dipanen dalam bentuk tongkol berkelobot, kemudian dikupas


untuk menghilangkan klobotnya. Pemanenan jagung bergantung pada lokasi
penanaman, jenis lahan dan ketersediaan teknologi. Petani pada lahan tadah hujan
dan kering umumnya memanen dalam bentuk tongkol berklobot yang umumnya
masih cukup basah. Hal ini karena panen dilakukan pada musim hujan. Pada
kondisi tersebut kadar air berkisar antara 35-40%. Sedangkan pada sawah irigasi
pemanenan dalam bentuk klobot biasanya pada kadar air yang lebih rendah yaitu
berkisar antara 25-30% karena dipanen pada bulanbulan kering. Tongkol
kemudian diangkut ke tempat pengumpulan, kemudian diangin-anginkan
beberapa saat lalu dikupas, dan jagung bertongkol yang diperoleh dikeringkan
lanjutan sampai siap dipipil(Balai Besar Litbang Pascapanen 2010).

Sampai saat ini mutu jagung di tingkat petani pada umumnya kurang
memenuhi persyaratan kriteria mutu jagung yang baik, karena tingginya kadar air
dan banyaknya butir rusak. Pada Waktu panen produksi jagung melimpah
sehingga harganya murah, sedangkan pada waktu paceklik harganya menjadi
mahal. Oleh karena itu, penyimpanan sangat diperlukan untuk mengatasi
kelebihan produksi pada musim panen raya untuk dimanfaatkan pada saat
paceklik.
Untuk penyimpanan jagung yang perlu diperhatikan adalah kadar air 1-
2% dibawah kadar air seimbang dengan kelembaban maksimum 80%. Usahakan
wadah dapat mempertahankan bahan tetap kering dan dingin serta dapat
melindungi terhadap serangan serangga dan tikus. Biji jagung yang disimpan
harus benar benar bersih dan mulus, hal ini dapat dilihat dari hasil sortasi bijinya.

Upaya untuk mempertahankan kualitas jagung pada waktu penyimpanan


dan pergudangan dapat ditempuh dengan menggunakan kabon disulfida (CS2),
penyimpanan diatas para-para, penyimpanan dengan karung dan penyimpanan
dengan silo bambu semen, sedangkan untuk penyimpanan benih jagung dengan
menggunakan jerigen plastik, botol dan wadah dari logam.

Penggunaan karbon disulfida (CS2) cair dapat menekan kerusakan jagung


pipil selama penyimpanan. Teknik penggunaan CS2 tidak sulit, karena CS2 cair
mudah teroksidasi, sehingga terbentuk CO2 dan SO2 yang bersifat toksin
terhadap serangga (inago, larva dan telur), serta menghambat mikroorganisme.
Penggunaan CS2 dosis 0.25 cc/kg jagung pipil dapat memperpanjang daya simpan
jagung pipil sampai dua tahun dengan kerusakan kurang dari satu persen.

Penyimpanan di atas para-para memiliki metode yang memperoleh asap


dari kayu yang dibakar sewaktu masak di dapur. Asap tersebut meninggalkan
residu yang bersifat anti terhadap bakteri, jamur maupun serangga. Dengan
demikian dapat menjamin jagung disimpan dalam waktu yang cukup lama.

Penyimpanan dengan karung akan mempermudah dalam pengangkutan


serta akan mengurangi kehilangan hasil akibat banyaknya jagung yang tercecer
selama dalam pengangkutan. Khususnya bagi jagung pipilan, tingkat kehilangan
karena tercecer kemungkinan lebih besar bila dibanding dengan jagung tongkol.

Dalam bentuk pipilan, jagung dapat disimpan dalam karung goni, karung
plastik, bakul besar dan kotak kayu. Bahkan dalam jumlah yang besar dapat
disimpan dalam bentuk curah di dalam gudang atau silo-silo. Dalam kondisi
demikian, perlu pengaturan terhadap kadar air, suhu penyimpanan dan
kelembaban udara (RH) secara stabil. Penyimpanan dalam bentuk pipilan
sebaiknya kadar airnya diatur setelah mencapai 13-14%. Karena kadar air di atas
14% merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan jamur.

Kontaminasi jamur dapat memproduksi bermacam-macam toxin (racun)


antara lain aflatoksin dan hama-hama gudang, sehingga menyebabkan kerusakan.
Wadah yang digunakan sebaiknya menggunakan karung plastik (plyethelene),
karena jagung yang disimpan dalam karung plastik ternyata mempunyai daya
simpan lebih lama dibanding jagung yang disimpan dalam karung goni. Wadah
yang digunakan sebaiknya dibersihkan terlebih dulu, bila perlu disemprot dengan
cairan insektisida Silosan 25 EC 2% dan Damfin 50 EC dosis 500 cc / 10 lt untuk
500 m2.
Untuk tujuan konsumsi, jagung dapat disimpan dalam silo bambu semen.
Silo ini mudah didapat karena bahan bangunannya mudah diperoleh di pedesaan.
Kapasitas silo adalah 1.000 kg (1ton) dengan ukuran 125 cm dan tinggi 100 cm.
Silo tersebut dapat digunakan selama 20 tahun. Cara penyimpanannya yaitu
jagung pipilan dikeringkan sampai kadar air mencapai 12,5 13 %, kemudian
diangin-anginkan selama 2 4 jam dan dimasukkan ke dalam silo. Sebelum
jagung dimasukkan ke dalam silo, pada dasar silo dilapisi plastik satu lapis untuk
menghindari masuknya lengas tanah secara kapiler ke dalam silo. Cara lain yang
dapat ditempuh adalah membuat landasan silo dari lapisan kerikil dan lapisan
pasir. Penyimpanan jagung dengan silo bambu semen dapat bertahan 4 - 8 bulan
tanpa ada hama gudang(Sudarwati 1993).
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa bahan pakan yang


digunakan dalam praktikum ini adalah jagung. Ada pun berat kering yang
diperoleh sebanyak 42,21%, protein kasar 6,825%, serat kasar 2,858%, lemak
kasar 4,432 %, abu 1,83 %, air 13,39% dan BETN 70,118%.

4.2 Saran

Untuk pengembangan lebih lanjut maka penulis memberikan saran yang


sangat bermafaat dan dapat membantu memperbaiki hasil analisis sifat fisik dan
proksimat jagung untuk masa yang akan datang, yaitu :

Perlunya penambahan peralatan dalam pelakasanaan uji dengan sistem yang


dijalankan dalam laboratorium oleh praktikan sehingga operasi kerja sangat
cepat dan tepat.
Untuk mengoptimalkan hasil akhir, dianjurkan untuk melatih dan membimbing
praktikan lebih lanjut sehingga dapat menjadi peneliti professional.

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi


pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan
sampaikan kepada kami.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya,
karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, Alfa dan lupa.
DAFTAR PUSTAKA

Agus, A. 2008. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Yogyakarta(ID):


Ardana Media.
Aak. 1993. Seri Budi Daya Jagung.Yogyakarta(ID): Kanisius.

Balai Besar Litbang Pascapanen. 2010. Penanganan Pascapanen


Jagung[internet]. [diacu pada tanggal 9 Desember 2014]. Tersedia dari:
http://kaltim.litbang.pertanian.go.id/ind/pdf/penyimpananjagung.pdf

Hartadi HS, Reksohadiprodjo, Tillman AD. 2008. Tabel Komposisi pakan untuk
Indonesia. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press.
Kamal M. 1994. Nutrisi Ternak I. Yogyakarta(ID): Fakultas Peternakan,
Universitas Gadjah Mada.

Lehninger AL. 1982. Principles of Biochemistry (Dasar-dasar Biokimia Jilid 1,


Diterjemahkan oleh M. Thenawijaya). Jakarta(ID): Erlangga.

Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian secara
Klinis. Jakarta(ID): UI-Press.
Nielsen SS. 1998. Food Analysis Second Edition. New York(US): Aspen
Publishers, Inc.
Purwono, Purnamawati H. 2007. Budi Daya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.
Jakarta(ID): Penebar Swadaya.
Rukmana R.2006. Budi Daya Jagung dan Pasca Panen. Yogyakarta(ID):
Kanisius.
Sardesai V. 2003. Introduction to Clinical Nutrition . New York(US): Marcel
Dekker Inc.
Sudarwati. 1993. Teknologi Penyimpanan Jagung[internet].[diacu pada tanggal 9
Desember 2014].Tersedia dari:
http://203.176.181.70/bppi/lengkap/bpp10021.pdf
Tilman AD, Hartadi, Reksohadiprojo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S.
1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada
University Pers.
Utomo RS, Budhi B, Agus A, Noviandi CT, Anim M. 2008. Bahan Pakan dan
Formulasi Ransum. Yogyakarta(ID):Fakultas Peternakan Universitas
Gadajah Mada.
Widowati S, Santosa BA, Suarni. 2005. Mutu gizi dan sifat fungsional jagung.
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Makassar, 29-30 September 2005. p.
343-350.
Winarno FG. 1997. Keamanan Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai