BAB V
A. PENDAHULUAN
Pembangunan pangan dan perbaikan gizi masyarakat yang
bertumpu pada swasembada pangan yang dinamis disertai dengan
keseimbangan mutu dan pola konsumsi pangan yang memenuhi
pedoman umum gizi seimbang merupakan upaya mendasar untuk
mempertahankan kelangsungan peningkatan kualitas sumber daya
manusia Indonesia.
V/4
Pembangunan pangan dan perbaikan gizi sampai dengan tahun
kedua Repelita VI telah menghasilkan banyak kemajuan sehingga
makin memperkukuh landasan peningkatan kualitas manusia Indo -
nesia.
B. PANGAN
V/5
Untuk mencapai-sasaran tersebut, kebijaksanaan yang
ditempuh dalam R e p e l i t a V I adalah Mengupayakan
peningkatan ketahanan pangan, yang meliputi peningkatan
produksi, daya beli masyarakat, distribusi dan peningkatan
kemampuan penyediaan pangan serta terkoordinasinya
kebijaksanaan harga; mendorong diversifikasi konsumsi pangan
dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
pola pangan yang beranekaragam untuk meningkatkan gizinya;
meningkatkan keamanan pangan untuk melindungi masyarakat
dari pangan yang berbahaya untuk kesehatan dan bertentangan
dengan keyakinan; dan mengembangkan kelembagaan pangan
yang efektif dan efisien dengan meningkatkan keterpaduan,
koordinasi dan kerja sama lembaga-lembaga yang terkait dalam
pembangunan pangan, antara Pemerintah dan masyarakat, dan
antarkelompok masyarakat.
V/6
Pada tahun kedua Repelita VI, ketersediaan pangan secara umum
meningkat baik beras maupun bahan pangan lainnya. Keadaan ini
diikuti dengan meningkatnya diversifikasi pangan yang tersedia untuk
dikonsumsi masyarakat yang ditandai oleh kenaikan skor mutu
pangan. Pada saat yang sama, sumbangan beras relatif turun dalam
pola ketersediaan pangan sedangkan bahan pangan lain seperti daging,
ikan, sayuran dan biji-bijian meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa
kualitas konsumsi pangan masyarakat semakin baik dan meningkat.
a. Program Pokok
a) Harga Dasar
V/7
Dalam Tabel V-1 dapat-dilihat bahwa pada tahun 1995 harga
dasar gabah kering panen (GKP), gabah kering simpan (GKS) dan
gabah kering giling (GKG), berturut-turut adalah sebesar Rp330,-;
Rp385; dan Rp450,- per kilogram yang berarti meningkat sebesar
15,8 persen, 13,2 persen dan 12,5 persen dibanding harga dasar
gabah pada tahun 1994. Kenaikan harga dasar tersebut yang berada di
atas laju inflasi menghasilkan peningkatan nyata pendapatan petani
yang berarti meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan.
V/8
meningkat pesat, yaitu masing masing sebesar 57,3 persen, 49,1
persen, 121,0 persen, dan 185,4 persen dari pembelian pada tahun
1994/95. Pada tahun 1995/96 pengadaan gabah dan beras masih
bersumber dari daerah produsen utama yaitu Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan, masing-masing sebesar
7,1 persen, 11,9 persen., 30,4 persen dan 25,6 persen dari total
pembelian nasional. Andil Sulawesi Selatan terhadap pengadaan beras
nasional pada tahun 1995/96 tersebut meningkat pesat dari andilnya
tahun 1994/95 yaitu 17,8 persen. Perkembangan yang mengesankan
juga ditunjukkan oleh Sumatera Selatan, yang andilnya meningkat dari
3,4 persen pada tahun 1994/95 menjadi 8,8 persen pada tahun
1995/96. Dengan demikian peran Sumatera Selatan pada tahun
1995/96 telah lebih besar dibanding peran Jawa Barat.
V/9
Perbedaan antara harga rata-rata gabah di musim panen dan
musim paceklik di daerah perdesaan pada tahun 1995/96 mencapai
13,0 persen, jauh lebih rendah dibanding perbedaan harga pada tahun
1994/95 yang mencapai 27,8 persen (Tabel V-4). Penurunan
perbedaan harga di perdesaan ini berarti bahwa harga lebih stabil,
sehingga tidak membebani masyarakat yang berpendapatan tetap dan
rendah. Pada tahun 1995/96 perbedaan antara harga rata-rata beras di
musim panen dan musim paceklik di beberapa kota penting tercatat
sebesar 15,8 persen, yang berarti lebih tinggi dari perbedaan harga
pada tahun 1994/95 sebesar 13,2 persen (Tabel V-5).
V/10
Tabel V-7 menunjukkan perkembangan harga rata-rata beras dan
perbandingan antara harga beras tertinggi dan terendah di beberapa
kota penting. Perbedaan harga beras antara kota-kota penting pada
tahun 1995/96 turun menjadi 31,0 persen, dari sekitar 33,0 persen
pada tahun sebelumnya. Penurunan tersebut secara relatif
menunjukkan perbaikan ditinjau dari tingkat stabilitas harga.
V/11
c) Sarana Penyangga
V/12
Dengan perkembangan produksi serta pengadaan dalam negeri dan
impor tahun 1995/96, maka memasuki tahun 1996/97 posisi stok
beras Pemerintah telah mencapai 2,4 juta ton.
V/13
penggunaan tepung terigu sebagai bahan pangan, termasuk pula untuk
memenuhi kebutuhan industri pengolahan pangan yang terus
berkembang.
V/14
2) Program Diversifikasi Pangan
V/15
pembentukan ketersediaan protein hampir tidak berubah. Adapun
sumbangan bahan pangan lainnya terutama susu dan ikan mengalami
peningkatan. Keadaan ini menunjukkan bahwa komposisi ketersediaan
pangan semakin seimbang.
V/16
pengolahan untuk kelompok wanita tani sebanyak 102 ribu kepala
keluarga yang tersebar di 2.667 desa. Di samping bantuan paket
pemanfaatan pekarangan tersebut, dilaksanakan pula bantuan bagi
pengembangan kebun sekolah sebanyak 1.172 paket dengan tujuan
agar murid-murid sekolah dasar dapat mengetahui secara lebih dini
manfaat langsung dari komoditas pertanian di kebun sekolah yang
diusahakan untuk peningkatan gizi.
b. Program Penunjang
V/17
2) Program Penelitian dan Pengembangan Pangan
V/18
Pada tahun 1995/96 telah disusun Rancangan Undang-Undang
(RUU) Pangan sebagai tindak lanjut atas penyusunan Naskah
Akademis RUU Pangan yang telah diselesaikan pada tahun 1994/95.
Tujuan RUU Pangan tersebut antara lain adalah memberikan
perlindungan kepada konsumen dan produsen serta memberikan
kepastian hukum pada usaha di bidang pangan, dan memberikan
perlindungan bagi konsumen terhadap konsumsi pangan yang sehat,
aman dan halal; meningkatkan perdagangan pangan baik dalam negeri
maupun luar negeri dengan mendorong sistem perdagangan yang jujur
sekaligus untuk meningkatkan citra pangan secara nasional; dan
memberikan wadah bagi peraturan perundangan yang diperlukan
dalam pengembangan pangan.
V/19
TABEL V — 1
HARGA DASAR GABAH DI TINGKAT KUD 1)
1993, 1994 — 1995
(Rp/kg)
Repelita VI
No. Jenis Harga Dasar 1993 1994 1995
V/20
TABEL V - 2
HASIL PEMBELIAN GABAH DAN BERAS DALAM NEGERI
MENURUT DAERAH TINGKAT I 1)
1993/94, 1994/95 - 1995/96
(ton setara beras)
Repelita VI
No. Daerah Tk I/Propinsi 1993/94 1994/95 1995/96 2)
1) Angka tahunan
2) Angka sementara
V/21
TABEL V – 3
PERKEMBANGAN HARGA RATA-RATA GABAH
DI PERDESAAN INDONESIA 1)
1993/94, 1994/95 – 1995/96
(Rp/kg)
V/22
TABEL V—4
PERBEDAAN ANTARA HARGA RATA—RATA GABAH DI MUSIM PANEN
DAN MUSIM PACEKLIK DI DAERAH PERDESAAN 1)
1993/94, 1994/95 — 1995/96
(Rp/kg)
Repelita VI
No. Uraian 1993/94 1994/95 2) 1995/96 3)
Repelita VI
No. U r a i a n 1993/94 1994/95 1995/961)
1) Angka Sementara
V/24
TABEL V – 6
HARGA RATA-RATA TERTIMBANG BERAS BULANAN DI BEBERAPA KOTA
PENTING
1993/94, 1994/95 – 1995/96
(Rp/Kg)
1) Angka sementara
V/25
TABEL V – 7
PERBANDINGAN ANTARA HARGA BERAS TERTINGGI DAN TERENDAH
DENGAN HARGA RATA-RATA DIBEBERAPA KOTA PENTING
1993/94, 1994/95 – 1995/96
(Rp/Kg)
1) Angka sementara
V/26
TABEL V—8
HARGA BATAS TERTINGGI BERAS
1993/94, 1994/95 — 1995/96
(Rp/kg)
Repelita VI
No. Daerah 1993/94 1994/95 1995/96 1)
1) Angka sementara
V/27
TABEL V — 9
JUMLAH PENYALURAN BERAS
1993/94, 1994/95 — 1995/96
(ribu ton)
Repelita VI
No. Sasaran Penyaluran 1993/94 1994/95 1995/96 2)
2. PN / PNP 92 86 77
4. Ekspor/Pinjaman 596 53 0
1) Angka tahunan
2) Angka sementara
V/28
TABEL V — 10
JUMLAH GUDANG GABAH BERAS DI JAKARTA DAN DI DAERAH—DAERAH
1993/94, 1994/95 — 1995/96
Repelita VI
No. Daerah Satuan 1993/94 1994/95 1995/96 2)
1. DKI Jakarta
— Gudang unit 104,0 104,0 157,0
— Kapasitas ribu ton 371,0 371,0 878,3
2. Daerah—daerah Lain
— Gudang unit 1.443,0 1.443,0 1.545,0
— Kapasitas ribu ton 3.145,0 3.145,0 3.553,0
3. Jumlah
— Gudang unit 1.547,0 1.547,0 1.702,0
— Kapasitas ribu ton 3.516,0 3.516,0 4.431,3
1) Angka kumulatif
2) Angka sementara (termasuk gudang Bulog sewa/swasta)
V/29
TABEL V — 11
IMPOR DAN PENYALURAN GANDUM 1)
1993/94, 1994/95 — 1995/96
(ribu ton)
Repelita VI
No. Ura ian 1993/94 1994/95 1995/96 2)
1) Angka tahunan
2) Angka sementara
V/30
TABEL V—12
PENYEDIAAN BEBERAPA
KOMODITAS PANGAN PENTING
1993, 1994 — 1995
(kg/kapita/tahun)
Repelita VI
No. Jenis Komoditas 1993 19941) 1995 2)
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
V/31
TABEL V 13
JUMLAH ENERGI DAN PROTEIN YANG TERSEDIA
UNTUK DIKONSUMSI BERDASARKAN KELOMPOK JENIS BAHAN MAKANAN
1993, 1994 - 1995
Repelita VI
No. Jenis Bahan Makanan 1993 19941) 1995 2)
Energi Protein Energi Protein Energi Protein
Repelita VI
No. Jenis Komoditas 1993 1994 1) 1995 2)
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
V/33
4) Program Perbaikan Gizi
C. PERBAIKAN GIZI
V/34
Kebijaksanaan upaya perbaikan gizi dalam Repelita VI adalah
meningkatkan penyuluhan gizi pada masyarakat; meningkatkan
kegiatan upaya penanggulangan masalah gizi-kurang seperti gangguan
akibat kekurangan iodium (GAKI), anemia gizi besi (AGB) terutama
pada ibu hamil, wanita pekerja, dan balita, menanggulangi kurang
vitamin A (KVA), dan kurang energi protein (KEP); meningkatkan
kualitas dan kuantitas pengelolaan upaya perbaikan gizi dengan
peningkataan di bidang penelitian unggulan, tenaga gizi yang
profesional, penerapan teknologi pascapanen, dan peningkatan
kemitraan antara dunia usaha, masyarakat, lembaga kemasyarakatan
dan pemerintah.
V/35
a. Program Pokok
V/36
petugas penyuluh mengenai isi, tugas dan cara-cara penggunaan serta
penyebarluasan UPGK kepada masyarakat. Pada tahun 1995/96 untuk
melatih calon pelatih PUGS telah dilaksanakan pelatihan terhadap 848
petugas gizi dan penyuluh kesehatan masyarakat tingkat kabupaten.
Penyampaian pesan-pesan gizi khususnya penyebarluasan informasi
mengenai PUGS, bila dibandingkan dengan tahun 1994/95 dimana
melalui media elektronika dilakukan 46 kali tayangan, maka pada
tahun 1995/96 telah dilakukan 52 kali tayangan baik oleh pemerintah
maupun swasta. Penyampaian pesan-pesan gizi secara menyeluruh
melalui siaran RRI pada tahun 1995/96 meningkat menjadi 52 kali
dibandingkan dengan tahun 1994/95 sebanyak 46 kali siaran.
Kemudian melalui media cetak telah diperbanyak buku PUGS
sebanyak 24.000 buah untuk disebarkan kepada seluruh pelaksana
program.
V/37
perdesaan terutama wanita pranikah, ibu hamil, ibu menyusui, bayi,
dan anak balita. Kegiatannya meliputi penyuluhan gizi masyarakat
perdesaan, pelayanan gizi posyandu, dan peningkatan pemanfaatan
lahan pekarangan.
V/38
jadwal pemberian imunisasi tahun pertama anak balita, jadwal
pemberian ASI dan makanan tambahan kepada bayi, dan waktu
pemberian kapsul vitamin A pada balita. Dengan penyempurnaan itu
pelayanan terhadap anak balita diharapkan menjadi lebih bermutu.
V/39
hamil (Tabel V-16). Peningkatan kemandirian masjarakat terhadap
masalah AGB pada ibu hamil dan cara penanggulangannya
diupayakan melalui penyuluhan tentang manfaat tablet besi dan
sumber pangan yang kaya akan zat besi. Penyebaran informasi
tersebut dilakukan melalui media cetak dan elektronika. Tablet besi
disediakan pada pos obat desa (POD) dan warung-warung di
perdesaan untuk memudahkan masyarakat mendapatkannya secara
mandiri. Pada tahun 1995/96 telah dilakukan uji coba pengembangan
kegiatan pemberian sirop besi kepada balita secara terbatas di
beberapa daerah untuk melihat dampak pemberian sirop besi terhadap
kadar Hb dalam darah, dan cara pendistribusian sirop besi. Hasilnya
membuktikan adanya penurunan anemia gizi besi pada anak balita
dengan meningkatnya kadar Hb dalam darah. Penelitian selanjutnya
akan dilakukan pada tahun 1996/97 mengenai dosis dan waktu
pemberian yang tepat.
V/40
Upaya penurunan kekurangan energi dan protein (KEP) terutama
pada anak balita, kegiatan pelayanan dan penyuluhan gizi di posyandu
ditingkatkan melalui partisipasi aktif masyarakat perdesaan.
Penyuluhan gizi ditunjang oleh makin luas dan meningkatnya
pelayanan kesehatan dasar terutama imunisasi, pengadaan air bersih,
dan pemanfaatan pekarangan sebagai bahan makanan tambahan anak
balita di posyandu disamping ASI. Pada tahun 1995/96 ditingkatkan
kegiatan penyuluhan terpadu antara petugas gizi, petugas kesehatan,
penyuluh pertanian lapangan, dan tokoh masyarakat perdesaan.
V/41
Agar pemanfaatan lahan pekarangan semakin berhasil guna, pada
tahun 1995/96 dikembangkan model penyuluhan penganekaragaman
pangan dan gizi untuk berbagai sasaran seperti KWT, Taruna Tani,
dan anak sekolah SD/MI sehingga menjadi bagian dari program
penyuluhan pertanian yang dilaksanakan melalui balai penyuluhan
pertanian di tingkat kecamatan.
V/42
penyuluhan secara aktif kepada anak didik mengenai kebersihan diri
dan lingkungan. Pada tahun 1995/1996 diadakan biaya sebesar
Rp650,- - Rp750,- berupa paket per anak, yang digunakan untuk
pengadaan makanan jajanan, obat cacing, tablet anemia darah dan
kegiatan penunjang seperti penyuluhan, pelatihan, dan supervisi. Pada
tahun 1995/96 telah dilakukan, survei terhadap 600 ribu anak sekolah
dasar di 27 propinsi. Hasil survei menunjukkan adanya gangguan
pertumbuhan berkisar antara 13,6 persen (DKI Jakarta) dan 43,7
persen (Kalimantan Tengah). Selain itu anak didik hanya mengon -
sumsi 70 persen dari kebutuhan energinya setiap hari, kemudian
diperberat dengan keadaan kurang darah karena anemia sekitar 30-40
persen dan tingginya prevalensi kecacingan sebesar 50-80 persen.
V/43
4) Upaya Fortifikasi Bahan Pangan
/ V/44
sistem kewaspadaan konsumsi dan status gizi. masyarakat (SKKG)
yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan. Ketiga sub sistem ini
dikoordinasikan oleh Kantor Menteri Negara Urusan Pangan dan
digunakan sebagai dasar bagi perencanaan, pengelolaan dan evaluasi
program pangan dan perbaikan gizi.
V/45
Pemantauan status gizi tingkat posyandu merupakan salah satu
cara pemantauan yang dapat menghasilkan informasi secara teratur
setiap tahun mengenai keadaan gizi anak. Kegiatan ini telah
dilaksanakan dengan uji coba pertama kali pada tahun 1992/93 di 6
propinsi dengan hasil yang baik dan telah dikembangkan di 27
propinsi. Pada tahun 1995/96 hasil pemantauan menggambarkan
bahwa prevalensi KEP total di Indonesia secara keseluruhan terjadi
penurunan rata-rata dari 41 persen pada tahun 1994/95 menjadi 39
persen berkisar antara 20 persen (Sultra) dan 46 persen (Aceh dan
Kalbar).
V/46
B. Program Penunjang
V/47
dan pengujian laboratorium produk buah-buahan impor terutama ter -
hadap cemaran pestisida dan insektisida, serta pembahasan akademik
rancangan Undang-Undang Pangan untuk kemudian diajukan ke DPR.
Disamping itu telah disusun peta industri makanan dan minuman skala
besar, menengah dan rumahtangga, dan penyusunan standar upaya
pengendalian mutu makanan dan minuman dalam bentuk monografi
bahan tambahan makanan (BTM) sebanyak 100 jenis.
V/48
3) Program Penelitian dan Pengembangan Gizi
V/49
TABEL V - 1 5
KEGIATAN USAHA PERBAIKAN GIZI KELUARGA
1993/94,1994/95 — 1995/96
V/50
T A B E L V - 16
PELAKSANAAN PENCEGAHAN GONDOK ENDEMIK ANEMIA GIZI, DAN
KEKURANGAN VITAMIN A
1993/94, 1994/95 — 1995/96
Repelita VI
No. Uraian Satuan 1993/94 1994/95 1995/96
V/51