PENDAHULUAN
Hal tersebut berpotensi menimbulkan krisis pangan, sehingga produksi pangan perlu
ditingkatkan agar memenuhi kebutuhan tersebut. Tingginya permintaan (demand) terkadang tidak
diimbangi dengan pertumbuhan produksi (supply), sehingga untuk menutup defisit tersebut
pemerintah diharuskan untuk melakukan impor beras. Impor beras yang dilakukan dapat
mengakibatkan inflasi pada perekonomian dan pelemahan nilai kurs mata uang.
Defisit yang terjadi dapat ditutup dengan diversifikasi pangan. Program ini yang
dimaksudkan agar masyarakat tidak terpaku pada satu jenis makanan pokok saja, diversifikasi
pangan dimaksudkan agar masyarakat Indonesia tidak menganggap nasi[1] sebagai satu-satunya
makanan pokok yang tidak dapat digantikan oleh bahan pangan yang lain. Indonesia memiliki
beragam hasil pertanian yang sebenarnya dapat dijadikan makanan pokok seperti jagung, ketela,
dan umbi-umbian lainnya.
Proses diversifikasi pangan masih sangat sulit diterapkan meskipun program tersebut
memiliki beberapa dampak positif. Salah satu kesulitan tersebut disebabkan oleh pola pikir
masyarakat. Berdasarkan hal tersebut penyusun perlu untuk membahas lebih lanjut mengenai
program diversifikasi pangan di Indonesia berdasarkan analisis jurnal.Sehingga permasalahan
yang terjadi dalam program diversifikasi pangan dapat diketahui dan diberikan alternatif
pemecahan masalah.
1.3. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling
berkaitan, yaitu diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan
diversifikasi produksi pangan. Keppres No. 68 tentang Ketahanan Pangan pasal 9 disebutkan
bahwa diversifikasi pangan diselenggarakan untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan
memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal (Hanafie 2010).
Walaupun upaya diversifikasi sudah dirintas sejak dasawarsa 60-an, namun kenyataan
menunjukkan posisi beras sebagai pangan pokok di semua provinsi semakin kuat. Pangan lokal
seperti jagung dan umbi-umbian ditinggalkan masyarakat, sebaliknya pangan global seperti mie
semakin banyak digemari. Kualitas pangan juga masih rendah, kurang beragam, masih didominasi
pangan sumber karbohidrat terutama dari padi-padian.
Ketergantungan akan beras yang masih tinggi dikalangan masyarakat dan meningkatnya tingkat
partisipasi dan konsumsi mie secara signifikan menjadikan upaya diversifikasi konsumsi pangan
seperti mengalami stagnansi dan salah arah. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut dan
diantara faktor tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain. Pada hakekatnya faktor-faktor yang
mempengaruhi diversifikasi konsumsi pangan adalah sama dengan faktor yang mempengaruhi
konsumsi pangan yaitu sosial, budaya, ekonomi, pengetahuan, ketersediaan pangan dan lain-
lainnya, namun setiap orang mempunyai penekanan yang berbeda. Seperti yang telah disampaikan
oleh Hardjana (1994) bahwa dalam hal konsumsi pangan, konsumen bertindak tidak hanya atas
dasar pertimbangan ekonomi, tetapi juga didorong oleh berbagai penalaran dan perasaan seperti
kebutuhan, kepentingan dan kepuasan baik bersifat pribadi maupun sosial.
Soehardjo (1995) menekankan bahwa walaupun selera dan pilihan konsumen didasari pada nilai-
nilai sosial, ekonomi, budaya, agama dan pengetahuan, namun tampaknya unsur-unsur prestise
menjadi sangat menonjol. Banyak faktor yang menyebabkan terhambatnya diversifikasi
konsumsi pangan. Ariani (2006) menunjukkan kendala tersebut antara lain:
Strategi umum yang dapat digunakan sebagai pegangan untuk mendorong pencapaian diversifikasi
pangan adalah:
• Diversifikasi pangan bukan tujuan (target), juga bukan instrumen kebijakan, untuk
mencapai tujuan stabilitas beras.
Untuk lebih mempercepat pencapaian dan pengembangan diversifikasi dan kemandirian pangan
diperlukan strategi penyediaan teknologi dan informasi yang sesuai perangkat kebijakan
operasional yang memadai, dan berfungsinya berbagai lembaga pendukung, seperti penelitian,
penyuluhan, dan pemasaran. Hal penting lainnya yang diperlukan terjalinnya koordinasi antar
instansi terkait, karena secara konstitusional bukan hanya tugas Kementrian Pertanian. Hal ini
mengindikasikan bahwa implementasi strategi operasional, pencapaian dan pengembangan
diversifikasi pangan akan menyangkut deregulasi terkait selain pertanian, yaitu
industri/perdagangan, investasi di bidang sarana/prasana, dan lain-lain.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan kebijakan pemerintah yang lebih fokus
dan berpihak kepada petani. Kebijakan diperlukan untuk memberi ruang yang lebih besar, karena
kebijakan yang ada saat ini masih bias untuk pengembangan padi dalam rangka mempertahankan
swasembada.
Di satu sisi, diperlukan strategi pemantapan ketahanan pangan yang berkaitan erat dengan
upaya peningkatan pendapatan rumah tangga Tingkat pendapatan rumah tangga dapat
mencerminkan dan menjadi salah satu ukuran kemampuan dalam mengakses konsumsi pangan
yang dibutuhkan beserta keragamannya. Berbagai hasil penelitian yang mengemukakan masih
terdapatnya permasalah dalam pencapaian diversifikasi dan kemandirian pangan, masih
terdapatnya penduduk miskin terutama di beberapa daerah marjinal, mengindikasikan masih
banyaknya daerah rawan pangan, yang berdampak terhadap ketahanan pangan. Krisis finansial
global (untuk jangka waktu pendek) dan perubahan iklim (untuk jangka waktu panjang)
mengakibatkan pertumbuhan ekonomi melemah, pengangguran meningkat, dan daya beli
masyarakat menurun, sehingga akses penduduk terhadap pangan menurun. Oleh karena itu,
ketahanan pangan perlu diperkuat, antara lain dengan mengembangkan diversifikasi pangan
berbasis bahan lokal.
Di sisi lain, diperlukan evaluasi kebijakan pembangunan pertanian dari aspek kelembagaan
pangan sehingga strategi dan akurasi kebijakan diversifikasi dan kemandirian pangan ke depan
dapat berimplikasi besar terhadap peningkatan daya saing SDM perdesaan dan pengembangan
agroindustri produk pangan berbahan baku hasil pertanian domestik.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Program diversifikasi pangan bertujuan untuk menggali dan meningkatkan penyediaan berbagai
komoditas pangan sehingga terjadi penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat dengan
kegiatan berupa pemanfaatan sumber daya yang beraneka ragam, pengembangan berbagai hasil
olahan dan penganekaragaman produk dihasilkan untuk dikonsumsi berdasarkan potensi pangan
lokal.
Namun dalam perjalanannya, tujuan diversifikasi konsumsi pangan lebih ditekankan sebagai usaha
untuk menurunkan tingkat konsumsi beras, dan diversifikasi konsumsi pangan hanya diartikan
pada penganekaragaman pangan pokok, tidak pada keanakeragaman pangan secara keseluruhan.
Sehingga banyak bermunculan berbagai pameran dan demo masak-memasak yang menggunakan
bahan baku non beras seperti dari sagu, jagung, ubi kayu atau ubi jalar, dengan harapan masyarakat
akan beralih pada pangan non beras. Namun kenyataanya usaha tersebut kurang berhasil untuk
mengangkat citra pangan non beras dan mengubah pola pangan pokok masyarakat.
3.2. Saran
Peranan dari masyarakat juga dibutuhkan agar program diversifikasi konsumsi pangan dapat
berjalan dengan lancar. Maka dari itu, masyarakat diharapkan agar bisa membantu pemerintah
dalam mengurangi konsumsi terhadap beras dan gandum dan mencoba untuk mengkonsumsi
bahan baku nonberas seperti sagu, jagung, ubikayu, ubi jalar dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA