Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat.
Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut
dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996). Pertimbangan tersebut
mendasari terbitnya UU No. 7/1996 tentang Pangan. Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak
asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu
bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan
ketidak-stabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan
pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi
dan stabilitas Nasional.

Hal tersebut berpotensi menimbulkan krisis pangan, sehingga produksi pangan perlu
ditingkatkan agar memenuhi kebutuhan tersebut. Tingginya permintaan (demand) terkadang tidak
diimbangi dengan pertumbuhan produksi (supply), sehingga untuk menutup defisit tersebut
pemerintah diharuskan untuk melakukan impor beras. Impor beras yang dilakukan dapat
mengakibatkan inflasi pada perekonomian dan pelemahan nilai kurs mata uang.

Defisit yang terjadi dapat ditutup dengan diversifikasi pangan. Program ini yang
dimaksudkan agar masyarakat tidak terpaku pada satu jenis makanan pokok saja, diversifikasi
pangan dimaksudkan agar masyarakat Indonesia tidak menganggap nasi[1] sebagai satu-satunya
makanan pokok yang tidak dapat digantikan oleh bahan pangan yang lain. Indonesia memiliki
beragam hasil pertanian yang sebenarnya dapat dijadikan makanan pokok seperti jagung, ketela,
dan umbi-umbian lainnya.

Proses diversifikasi pangan masih sangat sulit diterapkan meskipun program tersebut
memiliki beberapa dampak positif. Salah satu kesulitan tersebut disebabkan oleh pola pikir
masyarakat. Berdasarkan hal tersebut penyusun perlu untuk membahas lebih lanjut mengenai
program diversifikasi pangan di Indonesia berdasarkan analisis jurnal.Sehingga permasalahan
yang terjadi dalam program diversifikasi pangan dapat diketahui dan diberikan alternatif
pemecahan masalah.

1.2. RUMUSAN MASALAH

• Seberapa pentingnya diversifikasi pangan di Indonesia?


• Apa kendala dalam diversifikasi pangan di Indonesia?
• Upaya apa yang bisa dilaksanakan dalam pencapaian diversifikasi pangan?

1.3. TUJUAN

• Mengetahui peran diversifikasi pangan dalam memenuhi kebutuhan pangan


Indonesia.
• Mengetahui kendala apa saja dalam diversifikasi pangan di Indonesia
• Mengetahui strategi apa saja yang bisa dilaksanakan dalam pencapaian
diversifikasi pangan.

BAB II

PEMBAHASAN

DIVERSIFIKASI PANGAN DI INDONESIA

2.1. Pengertian Diversifikasi Pangan


Diversifikasi pangan adalah program yang dimaksudkan agar masyarakat tidak terpaku
pada satu jenis makanan pokok saja dan terdorong untuk juga mengonsumsi bahan pangan lainnya
sebagai pengganti makanan pokok yang selama ini dikonsumsinya. Di Indonesia, diversifikasi
pangan dimaksudkan agar masyarakat Indonesia tidak menganggap nasi[1] sebagai satu-satunya
makanan pokok yang tidak dapat digantikan oleh bahan pangan yang lain. Indonesia memiliki
beragam hasil pertanian yang sebenarnya dapat dijadikan makanan pokok seperti sukun, ubi, talas,
dan sebagainya yang dapat menjadi faktor pendukung utama diversifikasi pangan.[2] Diversifikasi
pangan merupakan salah satu cara menuju swasembada beras dengan mengurangi konsumsi beras
sehingga total konsumsi tidak melebihi produksi. Definisi diversifikasi pangan tertuang
dalam Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan.[3]

Diversifikasi pangan juga berperan dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat


sehingga nutrisi yang diterima oleh tubuh bervariasi dan seimbang.[1]

Pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling
berkaitan, yaitu diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan
diversifikasi produksi pangan. Keppres No. 68 tentang Ketahanan Pangan pasal 9 disebutkan
bahwa diversifikasi pangan diselenggarakan untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan
memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal (Hanafie 2010).

Diversifikasi pangan diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi


oleh penambahan konsumsi bahan pangan non-beras diiringi dengan ditambahnya makanan
pendamping. Diversifikasi konsumsi pangan juga dapat didefinisikan sebagai jumlah jenis
makanan yang dikonsumsi, sehingga semakin banyak jenis makanan yang dikonsumsi akan
semakin beranekaragam. Dimensi diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya terbatas pada pangan
pokok tetapi juga pangan jenis lainnya, karena konteks diversifikasi tersebut adalah meningkatkan
mutu gizi masyarakat secara kualitas dan kuantitas, sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia.

2.2. Pentingnya Diversifikasi Pangan


Ketergantungan konsumsi pangan terhadap beras tidaklah menguntungkan bagi ketahanan pangan,
terutama yang terkait dengan aspek stabilitas kecukupan pangan.Dampak positif dari kebijakan
diversifikasi konsumsi pangan antara lain:

1. Memperkuat ketahanan pangan


Masalah ketahanan pangan menjadi isu penting oleh karena itu upaya menurunkan peranan beras
dan menggantikannya dengan jenis pangan lain menjadi penting dilakukan dalam rangka menjaga
ketahanan pangan dalam jangka panjang. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan mengembengkan
dan mengintroduksi bahan pangan alternative pengganti beras yang berharaga murah dan memiliki
kandungan gizi yang tidak jauh berbeda dengan beras.

2. Meningkatkan pendapatan petani dan agroindustry pangan


Petani akan memproduksi komoditas yang banyak dibutuhkan oleh konsumen dan yang memiliki
harga cukup tinggi. Mereka tidak akan lagi tergantung pada komoditas padi sebagi sumber
pendapatan usaha taninya, tetapi dapat mencoba tanaman lain yang memiliki nilai ekonomis lebih
tinggi.

3. Menghemat devisa Negara


Keberhasilan diversifikasi konsumsi tidak hanya memperkuat ketahanan pangan masyarakat tetapi
juga bermanfaat bagi penghematan devisa Negara yang berarti meringankan beban keuangan
Negara apalagi disaat terjadi krisis ekonomi ini.

2.3. Kendala Diversifikasi Pangan

Walaupun upaya diversifikasi sudah dirintas sejak dasawarsa 60-an, namun kenyataan
menunjukkan posisi beras sebagai pangan pokok di semua provinsi semakin kuat. Pangan lokal
seperti jagung dan umbi-umbian ditinggalkan masyarakat, sebaliknya pangan global seperti mie
semakin banyak digemari. Kualitas pangan juga masih rendah, kurang beragam, masih didominasi
pangan sumber karbohidrat terutama dari padi-padian.
Ketergantungan akan beras yang masih tinggi dikalangan masyarakat dan meningkatnya tingkat
partisipasi dan konsumsi mie secara signifikan menjadikan upaya diversifikasi konsumsi pangan
seperti mengalami stagnansi dan salah arah. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut dan
diantara faktor tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain. Pada hakekatnya faktor-faktor yang
mempengaruhi diversifikasi konsumsi pangan adalah sama dengan faktor yang mempengaruhi
konsumsi pangan yaitu sosial, budaya, ekonomi, pengetahuan, ketersediaan pangan dan lain-
lainnya, namun setiap orang mempunyai penekanan yang berbeda. Seperti yang telah disampaikan
oleh Hardjana (1994) bahwa dalam hal konsumsi pangan, konsumen bertindak tidak hanya atas
dasar pertimbangan ekonomi, tetapi juga didorong oleh berbagai penalaran dan perasaan seperti
kebutuhan, kepentingan dan kepuasan baik bersifat pribadi maupun sosial.

Soehardjo (1995) menekankan bahwa walaupun selera dan pilihan konsumen didasari pada nilai-
nilai sosial, ekonomi, budaya, agama dan pengetahuan, namun tampaknya unsur-unsur prestise
menjadi sangat menonjol. Banyak faktor yang menyebabkan terhambatnya diversifikasi
konsumsi pangan. Ariani (2006) menunjukkan kendala tersebut antara lain:

1. Beras memang lebih enak dan mudah diolah


2. Adanya konsep makan yang keliru, belum dikatakan makan kalau belum makan nasi
3. Beras sebagai komoditas superior
4. Ketersediaan beras melimpah dan harganya murah
5. Pendapatan rumah tangga masih rendah
6. Terbatasnya teknologi pengolahan dan promosi pangan non beras (pangan lokal)
7. Kebijakan pangan yang tumpang tindih
8. Adanya kebijakan impor gandum, jenis product development cukup banyak dan promosi yang
gencar.

2.4. Strategi pelaksanaan pencapaian diversifikasi pangan

Strategi umum yang dapat digunakan sebagai pegangan untuk mendorong pencapaian diversifikasi
pangan adalah:
• Diversifikasi pangan bukan tujuan (target), juga bukan instrumen kebijakan, untuk
mencapai tujuan stabilitas beras.

• Diversifikasi pangan tidak dimaksudkan untuk menggantikan beras secara keseluruhan,


dalam upanya penganekaragaman konsumsi pangan, tetapi mengubah pola konsumsi
masyarakat, sehingga masyarakat akan mengonsumsi lebih banyak jenis pangan dengan
gizi yang cukup. berimbang, dan aman.

• Diversifikasi pangan akan berjalan lancar bila dipadukan dengan pengembangan


agroindustri berbahan baku produk pertanian domestik (lokal) yang dibangun di perdesaan.

Untuk lebih mempercepat pencapaian dan pengembangan diversifikasi dan kemandirian pangan
diperlukan strategi penyediaan teknologi dan informasi yang sesuai perangkat kebijakan
operasional yang memadai, dan berfungsinya berbagai lembaga pendukung, seperti penelitian,
penyuluhan, dan pemasaran. Hal penting lainnya yang diperlukan terjalinnya koordinasi antar
instansi terkait, karena secara konstitusional bukan hanya tugas Kementrian Pertanian. Hal ini
mengindikasikan bahwa implementasi strategi operasional, pencapaian dan pengembangan
diversifikasi pangan akan menyangkut deregulasi terkait selain pertanian, yaitu
industri/perdagangan, investasi di bidang sarana/prasana, dan lain-lain.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan kebijakan pemerintah yang lebih fokus
dan berpihak kepada petani. Kebijakan diperlukan untuk memberi ruang yang lebih besar, karena
kebijakan yang ada saat ini masih bias untuk pengembangan padi dalam rangka mempertahankan
swasembada.

Di satu sisi, diperlukan strategi pemantapan ketahanan pangan yang berkaitan erat dengan
upaya peningkatan pendapatan rumah tangga Tingkat pendapatan rumah tangga dapat
mencerminkan dan menjadi salah satu ukuran kemampuan dalam mengakses konsumsi pangan
yang dibutuhkan beserta keragamannya. Berbagai hasil penelitian yang mengemukakan masih
terdapatnya permasalah dalam pencapaian diversifikasi dan kemandirian pangan, masih
terdapatnya penduduk miskin terutama di beberapa daerah marjinal, mengindikasikan masih
banyaknya daerah rawan pangan, yang berdampak terhadap ketahanan pangan. Krisis finansial
global (untuk jangka waktu pendek) dan perubahan iklim (untuk jangka waktu panjang)
mengakibatkan pertumbuhan ekonomi melemah, pengangguran meningkat, dan daya beli
masyarakat menurun, sehingga akses penduduk terhadap pangan menurun. Oleh karena itu,
ketahanan pangan perlu diperkuat, antara lain dengan mengembangkan diversifikasi pangan
berbasis bahan lokal.

Di sisi lain, diperlukan evaluasi kebijakan pembangunan pertanian dari aspek kelembagaan
pangan sehingga strategi dan akurasi kebijakan diversifikasi dan kemandirian pangan ke depan
dapat berimplikasi besar terhadap peningkatan daya saing SDM perdesaan dan pengembangan
agroindustri produk pangan berbahan baku hasil pertanian domestik.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Program diversifikasi pangan bertujuan untuk menggali dan meningkatkan penyediaan berbagai
komoditas pangan sehingga terjadi penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat dengan
kegiatan berupa pemanfaatan sumber daya yang beraneka ragam, pengembangan berbagai hasil
olahan dan penganekaragaman produk dihasilkan untuk dikonsumsi berdasarkan potensi pangan
lokal.

Namun dalam perjalanannya, tujuan diversifikasi konsumsi pangan lebih ditekankan sebagai usaha
untuk menurunkan tingkat konsumsi beras, dan diversifikasi konsumsi pangan hanya diartikan
pada penganekaragaman pangan pokok, tidak pada keanakeragaman pangan secara keseluruhan.
Sehingga banyak bermunculan berbagai pameran dan demo masak-memasak yang menggunakan
bahan baku non beras seperti dari sagu, jagung, ubi kayu atau ubi jalar, dengan harapan masyarakat
akan beralih pada pangan non beras. Namun kenyataanya usaha tersebut kurang berhasil untuk
mengangkat citra pangan non beras dan mengubah pola pangan pokok masyarakat.
3.2. Saran

Peranan dari masyarakat juga dibutuhkan agar program diversifikasi konsumsi pangan dapat
berjalan dengan lancar. Maka dari itu, masyarakat diharapkan agar bisa membantu pemerintah
dalam mengurangi konsumsi terhadap beras dan gandum dan mencoba untuk mengkonsumsi
bahan baku nonberas seperti sagu, jagung, ubikayu, ubi jalar dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, M. (2010). Diversifikasi konsumsi pangan pokok mendukung swasembada beras.


Prosiding Pekan Serealia Nasional, 29(3), 978-979.
Ariani, M. (2019). Arah, Kendala dan PentingnyaDiversifikasi Konsumsi Pangan
di Indonesia.
Elizabeth, R. (2018). Strategi pencapaian diversifikasi dan kemandirian pangan:
Antara harapan dan kenyataan.
Rachman, H. P., & Ariani, M. (2019). Penganekaragaman konsumsi pangan di

Indonesia: permasalahan dan implikasi untuk kebijakan dan program.

Anda mungkin juga menyukai