Jika pemerintahan berkuasa saat ini, Perdana Menteri Vladimir Kostunica, cukup
serius mengenai kurangnya keterlibatan dalam pemberantasan sistematis terhadap
golongan minoritas pada masa lalu, maka jejak rekam mereka semasa konflik
seharusnya merefleksikan usaha adanya rehabilitasi dan reintegrasi.
Pengalaman dari Eropa Barat setelah Perang Dunia II merupakan suatu bukti bahwa
bangsa yang terbagi-bagi perlu dipertemukan kembali dalam tingkatan personal. Apa
yang diperlukan adalah naratif yang sama sebagaimana dengan Komisi Kebenaran
dan Rekonsiliasi di Afrika Selatan membawa cerita-cerita masa lalu dari mereka
yang menderita. Bersama dengan rencana untuk reintegrasi di mana termasuk
dengan kompensasi tempat tinggal dan moneter untuk para pelarian di pengasingan,
hal tersebut mungkin merupakan jalan terbaik untuk meyakinkan bukan hanya
terciptanya perdamaian, tetapi juga menghilangkan rasa trauma masa lalu.
1.
Permohonan Banding
Mahkamah memutuskan agar pihak berwenang di AS harus menerima permohonan
banding dari tiga narapidana asal Meksiko yang yang telah divonis hukuman mati.
Para pejabat Meksiko memuji putusan mahkamah tersebut sebagai kemenangan
hukum internasional. Mereka yakin bahwa AS akan mematuhi putusan mahkamah
tersebut.
Arturo Dajer, penasihat hukum Departemen Luar Negeri Meksiko, mengatakan
bahwa putusan tersebut merupakan perangkat hukum yang penting yang
menentukan masa depan narapidana asal Meksiko di AS.
Departemen Kehakiman AS sampai belum memberikan tanggapan. Namun Duta
Besar AS untuk Belanda, Clifford Sobel, mengatakan bahwa dia turut gembira
dengan beberapa bagian dari putusan tersebut.
Menurut Sobel pemerintahnya akan mempertimbangkan putusan tersebut
berdasarkan wewenang pemerintah federal kepada negara bagian yang memroses
kasus yang melibatkan warga Meksiko.
Putusan mahkamah tersebut bersifat mengikat, mutlak, dan tidak dapat diajukan
banding. Selama ini putusan dari mahkamah tersebut jarang diabaikan. Bila salah
satu pihak yang bersangkutan tidak mematuhi putusan tersebut maka dapat
diadukan ke PBB.
Putusan tersebut diambil berdasarkan Konvensi Wina 1963 yang menjamin orang
yang dituduh melakukan tindak kriminal serius di suatu negara asing memiliki hak
untuk menghubungi pemerintahnya untuk meminta bantuan dan yang bersangkutan
patut diberitahu hak hukumnya oleh pihak yang menahan.
Pihak berwenang di AS dianggap lalai memberi tahu hak hukum tersebut bagi 51
narapidana asal Meksiko. Namun, penasihat hukum AS, William Taft, berargumen
bahwa Meksiko tidak berhak mencampuri sistem pengadilan negaranya berkaitan
hak hukum 51 narapidana tersebut