Anda di halaman 1dari 18

Alih Wahana Teks Mabharata ke dalam Serial Komik Baratayuda dan Bandingannya

dengan Komik Manga Saint Seiya

Oleh Rahmatia A.W

Abstrak

Serial komik Baratayuda merupakan komik wayang yang terpengaruh oleh komik Jepang yang biasa disebut
manga. Komik Baratayudha adalah hasil alih wahana dari teks Mahabharata yang sangat panjang. Proses
pengalihwahanaan yang tidak mudah karena harus mengubah teks menjadi gambar yang menarik, dinamis,
dan kekinian. Tulisan ini berusaha menjelaskan pengertian alih wahana, penerapan alih wahana dalam komik,
unsur-unsur pembentuk komik dan bandingannya dengan komik manga. Sesungguhnya adanya komik
wayang bernuansa manga ini bertujuan untuk mengenalkan cerita pewayangan kepada generasi muda yang
sudah mulai kehilangan identitas diri.

Kata Kunci: Baratayuda; Mahabarata; Komik Wayang; Manga; Saint Seiya; Unsur Komik

1. Pendahuluan
Bila menelusuri riwayatnya, genre komik wayang sudah berusia sangat panjang. Ia
hadir sebagai sebuah respons atas kritik para pendidik yang menganggap komik
bukanlah bacaan yang baik. Masa itu di tahun 50-an yang dapat disebut sebagai tahun-
tahun awal perkembangan komik. Banyak komik lokal dianggap kebarat-baratan,
Misalnya saja kisah-kisah yang mengadopsi gaya Flash Gordon pada masa itu.
Kemudian muncul RA. Kosasih sebagai pelopor pembuatan komik wayang dan juga
kisah legenda. Komik wayang RA. Kosasih menjadi masterpiece dengan
membentangkan epos panjang kisah keluarga Bharata dari Leluhur Pandawa sampai
Parikesit. Periode berikutnya, komik wayang tidak terlalu mendapat perhatian dalam
masyarakat, anak-anak khususnya. Tahun-tahun berlalu, tak ada karya komik wayang
yang benar-benar berhasil dan menjanjikan pembaruan. Sampai adanya sebentuk
kerinduan untuk menghadirkan kembali komik wayang yang pernah berjaya di era tahun
50-an.
Komik wayang Baratayuda adalah satu-satunya komik wayang yang bisa
mengobati kerinduan ini. Berbeda dengan komik wayang sebelumnya, dalam komik
Baratayuda ditampilkan tokoh-tokoh yang sebenarnya tidak ada di pakem cerita
Mahabharata dan penggambaran tokoh-tokoh yang menyerupai komik manga Jepang
menjadi ciri tersendiri untuk komik ini.
Dilihat dari gambar sampul komik ini, sudah bisa dimengerti jenis komik wayang
apa yang ingin diterbitkan dan siapa target utama pembacanya. Yaitu pembaca anak-
anak dan remaja sekarang yang mengonsumsi jenis gambar komik Jepang, tidak
mengherankan bila peng-alih wahana-an epos panjang Mahabharata ke dalam sebuah
cerita bergambar akan terjadi banyak perubahan baik dari segi cerita maupun
penampilan tokoh. Walaupun banyak bagian cerita pakem yang dipotong sana-sini, nilai
inti yang diangkat oleh komik ini kurang lebihnya adalah sama, mengangkat nilai-nilai
luhur budi pekerti.
Tulisan ini akan menjelaskan pengalihwahanaan sebuah epos panjang Mahabarata
menjadi serial komik yang berjudul Baratayuda. Bagian yang dialihwahanakan dalam
epos Mahabarata adalah di akhir parwa empat, ”Kerajaan Wirata”, dan awal parwa lima
epos Mahabharata, yaitu ”Persiapan Perang”. Bagian ini dialihwahanakan dalam komik
seri Baratayuda julid 4 yang berjudul ”Perundingan Tengah Malam”. Kakater tokoh
dalam komik Baratayuda ini pun akan dibandingankan dengan komik manga, Saint
Seiya, bila dilihat melalui aspek keterpengaruhan.
2. Alih Wahana Teks Mabharata ke dalam Serial Komik Baratayuda dan
Bandingannya dengan Komik Manga Saint Seiya
2.1. Pengertian alih wahana
Menurut Sapardi Djoko Damono dalam bukunya Sastra Bandingan, Alih
wahana adalah perubahan dari satu jenis kesenian ke jenis kesenian lain. peng-alih
wahana-an sebuah teks karya sastra menjadi cerita bergambar yang biasa disebut
komik pada dasarnya terjadi banyak perubahan baik dari segi cerita maupun
penyampaiannya kepada pembaca. Walaupun dalam hal ini, keduanya sama-sama
berbentuk buku—bisa dibawa kemana saja dan dibaca kapan saja—tetapi tetap saja
ada perubahan-perubahan mendasar dari sebuah teks menjadi cerita teks yang
bergambar. Bila teks adalah sebuah cerita yang disusun dengan barisan kata yang
panjang di atas kertas, lain halnya dengan cerita bergambar yang lebih kaya akan
guratan ekspresi tokoh yang digambarkan, warna latar, dialog-dialog singkat,
beserta panel yang menghubungkan antara satu gambar dengan gambar lainnya.
Perbedaan yang paling mendasar antara cerita teks dengan cerita bergambar
adalah dalam hal pengembangan imajinasi tim penyusun dengan pembaca. sebuah
karya sastra yang berbentuk teks, hanya dibutuhkan satu orang pengarang yang
menyusun cerita tersebut, sedangkan dalam cerita bergambar, dibutuhkan sebuah
kerja sama dari masing-masing orang yang ahli di bidang seni lain karena cerita
bergambar memuat unsur teks, rupa, warna, dan estetika.
Alih wahana suatu karya tulis menjadi gambar bukanlah urusan mudah.
karena bahasa verbal dan bahasa gambar itu memiliki ciri yang berbeda-beda.
Ketika sebuah teks yang panjang, wiracarita Mahabharata, di-alihwahana-kan
menjadi sebuah komik yang ditujukan sebagai bahan bacaan anak-anak dan remaja,
tidak dapat dipindahkan begitu saja dari teks yang panjang dan memuat kisah yang
kompleks menjadi sebuah bacaan yang ringan dan menarik untuk dibaca oleh anak-
anak.
2.2. Cerita Mahabrata yang dialihwahanakan ke dalam komik
Seperti yang telah dibahas bahwa tidak mudah mengalihwahanakan sebuah
teks tertulis ke dalam sebuah gambar, akan ada banyak perubahan dan akan ada
penafsiran berbeda dari apa yang ditampilkan kemudian. Komik merupakan media
visual, bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan pembacanya adalah
bahasa visual. Meskipun bahasa visual yang digunakan dalam komik dapat berbeda
tergantung dengan latar belakang budaya dan semacamnya, tujuan dasarnya
tetaplah sama seperti karya tulis—teks—yaitu bercerita. Dalam bercerita, tujuan
yang ingin disampaikan pengarang pada penikmatnya adalah cerita yang
disampaikan dipahami dan cerita yang disajikan dilihat atau dibaca sampai selesai.
Untuk itulah diperlukan cara berkomunikasi yang jelas dan pemahaman
tentang elemen-elemen yang dapat membujuk pembaca agar tetap memperhatikan.
Dalam komik, cerita tersebut dituangkan dalam bentuk rangkaian visual (citra) dan
bisa juga dilengkapi kata-kata. Penggabungan antara kejelasan dan komunikasi
merupakan syarat utama agar suatu komik dapat mencapai tujuan utamanya untuk
bercerita.
2.3. Komik wayang bernuansa manga
Riwayat komik wayang di Indonesia, diawali tahun 50-an oleh R.A.
Kosasih. Kemudian muncul kembali komik Baratayuda dikemas dengan sangat
apik. sasaran utama adalah anak-anak dan remaja yang menyukai komik-komik
adaptasi luar. Agar akrab dengan dunia anak-anak, komik Baratayuda ini dibuat
dengan tampilan gambar visual yang sangat menarik, yaitu menyerupai tokoh-tokoh
dalam komik Jepang yang lebih dikenal dengan Manga. Tokoh-tokoh tersebut
cenderung divisualisasikan menyerupai karakter komik Manga daripada karakter
komik Indonesia pada umumnya.
Kata manga sendiri merupakan bahasa Jepang untuk komik. Komik sendiri
adalah gambar bercerita yang sekuensial (berturutan). Meskipun komik dan manga
memiliki arti harfiah yang sama, seiring berjalannya waktu manga menjadi sebuah
genre sendiri dalam dunia komik.
Komik serial Baratayuda merupakan satu-satunya komik wayang Indonesia
yang mengadaptasi model komik Manga. Dalam hal ini, komik Baratayuda
memiliki banyak persamaan dengan komik Manga Jepang, yaitu Saint Seiya.
Saint Seiya juga ditayangkan dan menjadi terkenal di berbagai negara,
seperti Indonesia, Prancis, Italia, dan negara-negara Amerika Latin
Saint Seiya (Seinto Seiya ) ialah anime dan manga karya Masami Kurumada.
Anime Saint Seiya diproduksi oleh Toei Animation dan pertama kali disiarkan di
TV Asahi , Jepang pada tanggal 11 Oktober 1986 . Anime Saint Seiya disiarkan di
Indonesia oleh stasiun televisi TVRI Yogyakarta pada tahun 1987 hingga 1990,
TVRI Pusat Jakarta pada tahun 1988 sampai 1991, RCTI pada akhir 1991 sampai
pertengahan 1995 dan Indosiar pada 2001-2002 dan pertengahan 2005 hingga akhir
2005, dan manganya masuk ke Indonesia melalui Rajawali Grafiti yang juga dikenal
dengan judul Ksatria Zodiak.
Manga ini bercerita tentang lima pendekar yang diberi julukan "Saint" dan
memiliki kekuatan berdasar pada pelindung tubuh (armor) yang disebut "Cloth" ,
yang berasal dari rasi bintang masing-masing pemiliknya. Setiap Saint memiliki
kekuatan khusus yang disebut "Cosmo" . Mereka diberi tugas untuk melindungi
Saori Kido , reinkarnasi dari Dewi Athena (Dewi perang dan kebijakan).
Hades Chapter adalah seri terakhir dari Saint Seiya. berkisah mengenai
pertarungan Bronze Saint melawan Hades, penguasa dunia kematian. Secara garis
besar, cerita dalam Hades dapat dibagi tiga: pertarungan di Sanctuary/bumi,
Meikai/alam maut, dan Elision/nirwana
Meski komik Baratayuda bernuansa Manga, komik ini menyimpan potensi
memiliki identitas budaya bangsa Indonesia karena dari sisi artistik, tampak
pengerjaannya begitu serius dengan garis gambar yang begitu rapi. Karakter yang
ditampilkan oleh setiap tokoh pun sudah merepresentasikan sesuai perwatakannya.
Selain itu, teknik pewarnaan yang sangat bagus dapat berfungsi untuk mengisi
bidang kosong dalam beberapa panel. Komik Baratayuda dengan nuansa manga
ini adalah upaya untuk mengenalkan wayang pada generasi muda masa kini yang
sepertinya tidak tertarik lagi membaca wiracarita yang begitu panjang dalam
Mahabharata.
 Karakter komik Saint Seiya dan pengaruhnya dalam komik Baratayuda
Sastra Bandingan adalah pendekatan dalam ilmu sastra yang tidak
menghasilkan teori tersendiri. Namun, dalam penerapannya, terdapat banyak
sekali teori sastra yang dapat digunakan untuk mendalami studi ini. Sastra
bandingan tidak hanya melingkupi dunia tulis menulis. Menurut Remak (dalam
Sapardi Djoko Damono, 2009: 1) kajian sastra dapat melintasi hubungan
dengan bidang ilmu lain, misalkan seni lukis, seni ukir, seni musik, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini, komik termasuk genre tersendiri karena komik
memuat unsur visual tapi tetap menggunakan unsur sastra.
Menurut Jost (Dalam Damono, 2009: 8) sastra bandingan tidak hanya
mencakup satu bidang kajian, tetapi merupakan pandangan yang menyeluruh
mengenai sastra, kebudayaan, dan ekologi kemanusiaan secara menyeluruh.
Jost membagipendekatan dalam sastra bandingan menjadi empat, yaitu
pengaruh dan analogi; gerakan dan kecenderungan; genre dan bentuk; dan
motif, tipe, dan tema.
Dalam studi mengenai pengaruh terdapat dua metode yang dapat dipakai,
yaitu metode yang menekankan sisi pihak yang dipengaruhi atau sisi pihak
yang mempengaruhi. Melalui metode ini pula dapat diperkecil lagi fokus yang
akan diteliti yaitu mengenai tema, gaya, genre, atau gagasan.
Pembahasan dalam tulisan ini akan melihat kecenderungan bentuk
karakater—baik tokoh, background, maupun panel—komik Baratayuda yang
mengadaptasi model komik manga, Saint Seiya. Komik Baratayuda pada
dasarnya tidak serta merta meniru secara langsung karakter tokoh ksatria dalam
Saint Seiya. Namun, ketika membaca komik Barayuda asosiasi pembaca akan
langsung tertuju pada komik manga karena karakter yang ditonjolkan sangat
mirip dengan karakter komik ksatria manga.
Pengambilan sudut pandang juga terkesan terpengaruh yang dapat dilihat
dalam cuplikan gambar berikut,

(Pandawa Lima) (Ksatria Saint Seiya)

Selanjutnya dalam unsur-unsur pembentuk komik akan dijelaskan bagaimana


pengalihwahanaan teks panjang Mahabarata menjadi komik Baratayuda dan
bandingannya dengan komik Saint Seiya. yaitu:
 Ilustrasi
Komik Baratayuda merupakan sebuah pembaharuan bagi genre komik
wayang yang telah ada sebelumnya. Dengan menampilkan karakter-karakter
tokoh Pandawa Lima, Prabu Kresna hingga Drupadi seperti karakter tokoh
ksatria manga Jepang. tokoh ditampilkan dengan gaya Ksatria manga Jepang
namun tetap mempertahankan unsur Indonesianya. Hal tersebut terlihat dari
tampilan wajahnya dengan mata, hidung, dan garis muka yang sangat khas.
bila manga Jepang selalu menampilkan wajah tokoh dengan mata bulat besar,
wajah mungil, dan kulit putih. Tokoh-tokoh yang ada dalam komik
Baratayuda ini justru sangat Indonesia dengan mata tajam, kening tebal,
bentuk tulang rahang yang menonjol, jenggot, kumis , kulit sawo matang dan
rambut hitam.
Telah disinggung sebelumnya, bahwa dalam alih wahana terdapat banyak
unsur yang menjadi penyebab berubahnya suatu karya menjadi media lain.
Salah satunya unsur pencitraan. Bila pembaca membaca teks Mahabharata,
imajinasi pembaca akan pencitraan suatu tokoh adalah bebas. Pembaca dapat
mengimajinasikan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita sesuai dengan
bayangannya. Namun bila teks tersebut telah beralih wahana menjadi suatu
cerita yang didominasi oleh gambar, mau tidak mau, pembaca telah diberikan
suatu gambaran tentang tokoh yang diceritakan. imajinasi pembaca terbatas
pada gambar yg dilihatnya.
Tentu saja perihal pemilihan citra ini tidak hanya terbatas pada karakter
komik saja melainkan meliputi background dan detil-detilnya. Pemilihan
citra yang baik akan sangat mempengaruhi kesan pembaca terhadap dunia di
dalam komik itu sendiri.
Latar epos Mahabharata adalah kerajaan Hastinapura yang dikuasai oleh
Kurawa dan kerajaan Indrapasta yang diduduki oleh Pandawa Lima. Dalam
komik ini, di serial keempat bercerita tentang pernikahan Abimanyu dengan
putri Utari dan tentang perundingan Pandawa lima dan para petinggi kerajaan
untuk mengambil kembali hak mereka yang telah dirampas secara licik oleh
pihak Kurawa.
Kisah ini juga tercantum di akhir Parwa Empat: ”Kerajaan Wirata” dan
awal Parwa Lima epos Mahabharata, yaitu ”Persiapan Perang”. Kisah yang
demikian panjangnya tersebut hanya diilustrasikan dengan potongan gambar
yang dapat mewakili keseluruhan bagian tersebut. seperti pada kisah
menangisnya Drupadi karena menahan dendamnya pada Dursasana, seperti
pada kutipan,
”...Dengan tersedu-sedu Drupadi yang bermata bagaikan bunga
padma itu berjalan mendekati Kresna, mengangkat kepangan
rambutnya yang biru gelap, wangi, berombak, dan mengkilat
seperti kulit ulat dengan tangan kirinya, dan berkata, ”Lihatlah
rambut ini, Kresna! Lihat rambut ini baik-baik karena rambut ini
telah dijambak oleh Dursasana yang jahat itu! kalau Arjuna dan
Bima tak mau membalaskan dendamku, ayahku yang sudah tua
akan melakukannya, putra-putraku akan melakukannya. Aku
takkan mengenal kedamaian sebelum tangan Dursasana
diputuskan dari tubuhnya dan dihancurkan....” (Lal, P. 2008:
203-204)
diilustrasikan menjadi,

(Baratayuda, 2011: 51-57)

 Susunan panel
Kejelasan suatu alur cerita dan tempat dalam sebuah komik di tentukan
oleh dengan tata panel. Tujuan utama pemilihan alur adalah untuk menuntun
pembaca mengikuti jalan cerita komik dari awal sampai akhir. Dalam komik,
alur baca yang baik ditentukan dengan pengaturan panel ke panel yang tepat,
baik itu penempatan panel maupun jarak antar panel. Di berbagai negara, alur
baca yang disepakati oleh komikus dan pembaca melalui perjanjian tidak
tertulis adalah dari kiri-kanan dan dari atas-bawah.
Balon kata digunakan untuk menujukkan dialog tokoh, kadang kala kata-
kata tertentu diberi tekanan dengan dicetak tebal atau dengan bentuk tipografi
khusus. Meskipun dalam kasus-kasus tertentu ada komik yang murni gambar
namun karena sebagian besar komik menggunakan gambar sekaligus kata,
maka pemilihan kata menjadi hal yang penting. Ada beberapa konsep dan
nama tertentu yang hanya dapat dijelaskan dengan kata-kata. Tentu saja
ketika komik menampilkan percakapan, kata-kata menjadi sangat penting.
Dalam komik, kata dapat muncul dalam beberapa hal. Pertama, kata dapat
menjadi narasi untuk menjelaskan gambar. Kemudian kedua, kata dapat
berperan maksimal sebagai dialog atau percakapan dalam komik. Hal ini
terwujud dalam bentuk balon kata dan semacamnya. Yang ketiga, kata juga
dapat mengambil menjadi efek suara untuk membuat pembaca ”mendengar”
bunyi yang terjadi dalam komik.
 Sudut pandang
Karena menggunakan bahasa visual, penceritaan dalam komik harus
mampu mengambil sudut pandang pembaca sebagai sudut angle karena inilah
yang membuat sebuah komik terasa hidup dan dinamis. menentukan seberapa
dekat bingkai sebuah aksi untuk menunjukkan rincian yang pantas atau
seberapa jauh bingkai agar pembaca dapat melihat tempat aksi berlangsung
dan mungkin membangkitkan kesan berada di tempat kejadian. Proses ini
ditentukan oleh faktor-faktor komposisi seperti cropping (tata pandang),
balance (keseimbangan), dan tilt (kemiringan), yang memengaruhi tanggapan
pembaca terhadap dunia di dalam komik serta posisi mereka di sana. Dalam
proses cropping misal, memilih pegambilan sudut pandang
atas/tengah/bawah maupun close up/middle shot/long shot sedangkan dalam
balance, harus mengatur rana agar keseimbangan fokus dalam panel tepat.
Adapun tilt digunakan untuk memberi efek tertentu seperti kesan gerak
maupun dramatis.
menentukan sudut pandang dalam komik sama seperti memilih angle
kamera dalam fotografi dan film. Perbedaannya tentu saja adalah ukuran,
bentuk, dan posisi dalam panel komik. Dibandingkan dengan fotografi dan
film, panel dalam komik jauh lebih beragam dalam bentuk panel-panel yang
diatur. Meskipun demikian fungsi pemilihan sudut pandang sama saja dengan
pada fotografi dan film yaitu sebagai alat untuk mengarahkan pembaca ke
titik yang tepat.
 Pengurangan
Mengubah suatu teks menjadi gambar berarti meringkas suatu cerita
panjang menjadi sebuah paduan gambar yang menarik. Sama seperti komik
Baratayuda ini, yang menceritakan tentang terjadinya peristiwa perang
Baratayuda. dalam proses peng-alihwahana-an cerita Mahabharata menjadi
komik, terdapat beberapa bagian cerita yang tidak ditampilkan ke dalam
komik Baratayuda ini. Seperti pengurangan dari segi dialog, adanya kisah
yang dihapus, yaitu saat Duryodana dan Arjuna pergi ke tempat Kresna,
pendeta Drupada yang menghadap di Istana Kurawa sebelum Kresna sendiri
yg datang, dan penghilangan tokoh Sanjaya.
Hal seperti itu wajar terjadi karena komik adalah cerita bergambar,
sehingga setiap adegan ataupun kisah haruslah diwakili oleh sebuah gambar
dan dalam komik tidak memungkin adanya dialog panjang yang
membosankan. Apalagi sasaran pembaca komik ini adalah anak-anak dan
remaja, sehingga sebisa mungkin komik tampil dengan gambar yang
menarik, dialog yang tidak betele-tele dan cerita yang sederhana yang tidak
sekompleks di dalam cerita Mahabharata aslinya.
 Penambahan
Hampir sama dengan pengurangan, penambahan dilakukan untuk
tujuan tertentu dalam penampilan komik. Bila di dalam epos Mahabharata,
kisah yang diceritakan seputar orang-orang mulia yang hebat ataupun titisan
dewa. Jarang bahkan tidak ditemukan parwa yang menceritakan tingkah laku
rakyat biasa maupun para prajurit kerajaan yang setia. Dalam komik ini,
pembaca diajak untuk bersantai sejenak dengan tingkah lucu emban dengan
prajurit kerajaan, kisah khas anak-anak yang suka bercanda dan bermain.
Sasaran utama komik ini ditujukan untuk pembaca remaja, maka
ditampilkan pula tokoh utama generasi muda Pandawa yaitu Irawan, putra
Arjuna. Dalam kisah awal ini, Irawan dipertemukan dengan generasi muda
Kurawa yaitu Lesmana, sosok ksatria yang dikenal manja dan pengecut.
Menariknya komik ini, penulis memasukkan tokoh lain di luar pakem. Tentu
sesuai target pembaca, yang muncul adalah tokoh fiktif belia. Sebagai
sahabat Irawan, tokoh fiktif anak dampit (kembar lelaki/perempuan) bernama
Jaras dan Asoka, sedangkan di kubu Lesmana dimunculkan tokoh bernama
Genji dan Maesa.
Dimunculkannya tokoh-tokoh fiktif seperti Jaras dan Asoka, kemudian
tokoh Irawan dan Lesmana yang sebenarnya tidak penting dalam epos
Mahabharata dan dalam perang Baratayuda itu sendiri. Namun agar lebih
dekat dengan anak-anak, kedua tokoh ini diolah sedemikian rupa sehingga
selalu menjadi bagian dari cerita dan sebagai selingan dari cerita inti. seperti
halnya Pandawa sebagai simbol kebajikan dan Kurawa simbol kejahatan,
tokoh Irawan, Jaras dan Asoka adalah gambaran anak-anak yang baik.
Sedangkan tokoh Lesmana, Maesa, dan Genji adalah gambaran anak-anak
nakal yang pemalas, manja, dan rakus.
3. Penutup
Berdasarkan penjelasan tentang alih wahana teks Mahabarata menjadi cerita
bergambar yang menarik, dapat disimpulkan bahwa alih wahana adalah perubahan
dari satu jenis kesenian ke jenis kesenian lain. pengalihwahanaan sebuah teks karya
sastra menjadi cerita bergambar dalam komik Baratayuda mengalami beberapa
pengurangan dan penambahan, baik dari segi cerita maupun penokohan. Hal ini
disebabkan oleh tujuan pembuatan komik tersebut untuk pembaca remaja.
Sehingga alur cerita dibuat sederhana dengan penekanan-penekanan pada adegan-
adegan tertentu dan penokohan tokoh diilustrasikan menyerupai ksatria-ksatria
pada komik manga Jepang namun tetap mempertahankan keasliannya.
Keterpengaruhan karakter komik wayang Baratayuda hanya sekedar untuk
mengadopsi apa yang diminati oleh kalangan remaja mengenai karakter tokoh
manga yang memang sudah mempunyai penggemar sendiri. Adanya komik
wayang dengan nuansa manga ini hanya bertujuan untuk menarik minat baca anak
muda terhadap cerita wayang dengan memvisualisasi karakter tokoh dan latar
semenarik mungkin.
Untuk bercerita dalam sebuah komik, memilih momen yang tepat untuk
dituangkan dalam panel, memilih angle yang pas, menuntun mata pembaca,
memilih kata dan gambar yang saling melengkapi, serta mengatur alur yang
memudahkan pembaca dalam mengikuti cerita dari awal sampai akhir merupakan
suatu kesatuan unsur yang saling melengkapi satu sama lain. Penguasaan teknik,
penjiwaan, intuisi, serta pemahaman terhadap kisah Mahabarata yang begitu
kompleks adalah tantangan tersendiri dalam membuat komik bergenre wayang
bernuansa manga karena tidak mudah sebenarnya bercerita untuk pembaca kanak-
kanak atau pembaca awam tentang cerita wayang, sementara kisah wayang sendiri
memiliki bangunan cerita yang kompleks. Apalagi adanya rambu-rambu untuk
tidak mengisahkan berbagai persoalan yang tidak sesuai dengan pembacanya.
Dengan berbagai rambu inilah kisah diolah. Butuh pemahaman utuh tentang kisah
epos besar ini, bagaimana menyunting dan menonjolkan kisah-kisah penting tanpa
kehilangan spirit cerita.
Daftar Pustaka

 Data Publikasi:
Judul komik : Baratayuda 4: Perundingan di Tengah Malam
Produksi : Caravan Studio
Penulis : Andik Prayogo
Gambar : Rahmat M Handoko, Julia Laud, Arif Numbo
Warna : Rizal Algren, Blue Monkey Studio, Lasahido & Fandi
Teks : Adrian
Tebal : 64 halaman
Penerbit : Unima
Tahun terbit : Maret 2011

 Acuan
 Lal, P. 2008. cetakan ke-3. Mahabarata. Jakarta:Pustaka Jaya.

 Referensi
 Damono, Sapardi Djoko. 2009. Sastra Bandingan. Jakarta: Editum
 Anto. 2010. Delapan Unsur Pembentuk Komik. Diakses pada tanggal 22 Desember
2011 pukul 20:40 WIB dari alamat laman:
http://cornerstonestudio.wordpress.com/2010/01/25/delapan-unsur-pembentuk-
komik/
 Fauziyah, Ana. 2011. Unsur-Unsur Komik. Diakses pada tanggal 22 Desember
2011 pukul 22:25 WIB dari alamat laman:
http://mbokmenik.wordpress.com/2011/11/25/unsur-unsur-komik/
 Gambar Saint Seiya : http://alllisyad.blogspot.com/2011/04/saint-seiya.html
Lampiran

3.3.1 Unsur pembentuk komik

 Ilustrasi
o Halaman sampul

o Karakter wajah tokoh Baratayuda dibandingkan tokoh Saint Seiya


o Background dan detail dalam komik Baratayuda

 Susunan Panel

o alur baca panel dalam komik, dari kiri-kanan dan dari atas-bawah.

(Baratayuda, 2011: 30-31)

o Kata sebagai narasi untuk menjelaskan gambar


o Kata sebagai dialog (balon kata)

o Kata sebagai efek suara


 Beberapa sudut pandang dalam komik Baratayuda

3.3.3 Penambahan

 Cerita Emban dan Prajurit

 Tokoh Jaras, Asoka, dan Irawan serta tokoh Lesmana, Genji, dan Maesa

Anda mungkin juga menyukai