Latar Belakang
Tikus merupakan salah satu hama tanaman padi yang paling sulit dalam
paling pintar, dimana banyak alternative penanganan kurang efektif jika dilakukan
membutuhkan metode yang khusus. Beberapa kelebihan tersebut yaitu (1) tikus
mampu merusak tanaman budidaya dalam waktu yang singkat dan menimbulkan
kehilanagan hasil dalam jumlah yang besar, walaupun hal itu hanya dilakukan
oleh beberapa ekor tikus saja, (2) tikus mampu merusak tanaman budidaya dalam
vegetative, fase generative bahkan pada hasil panen di tempat penyimpanan, (3)
penggunaan musuh alami berupa predator), (4) tikus mempunyai mobilitas yang
banyak dilakukan oleh manusia baik secara non kimia maupun secara kimia
yang dapat dilakukan dalam mengendalikan tikus sawah, tikus pohon dan tikus
rumah yaitu dengan cara kultur teknis, mekanik dan secara biologis dengan
dan menggunakan bahan kimia seperti rodentisida dan fumigan (Permada, 2009).
dalam pengendalian tikus sawah adalah bahan yang dapat menghasilkan asap
belerang oksida. Gas ini dihasilkan dari pembakaran belerang dicampur dengan
jerami. Selain fumigasi yang berasal dari jerami, adapula beberapa jenis fumigant
yang menghasilkan gas beracun jika terjadi kontak langsung dengan udara dan air
(Sitepu, 2008).
Tujuan
dimiliki oleh tikus sebagai hewan percobaan, yaitu memiliki kesamaan fisiologis
dengan manusia, siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Superfamilia : Muroidea
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Tikus sawah mempunyai ciri morologi yaitu tekstur rambut agak kasar,
bentuk hidung kerucut, bentuk badan silindris, warna badan dorsal coklat kelabu
kehitaman, warna badan ventral kelabu pucat atau putih kotor, warna ekor ventral
coklat gelap, bobot badan antara 70-300 gram, panjang badan 130-210 mm,
panjang ekor antara 110-160 mm, panjang secara keseluruhan dari kepala sampai
ekor 240-370 mm, lebar daun telinga 19-22 mm, panjang telapak kaki 32-39 mm,
lebar sepasang gigi seri yang sering digunakan untuk mengerat 3 mm, formula
dunia sehingga disebut sebagai hewan kosmopolit. Tikus sawah mudah ditemukan
di perkotaan dan pedesaan di seluruh penjuru Asia Tenggara. Hewan pengerat ini
menyukai persawahan, ladang, dan padang rumput tempat tikus ini memperoleh
makanannya berupa bulir padi, jagung, atau rumput. Tikus sawah membuat sarang
di lubang-lubang, di bawah batu, atau di dalam sisa-sisa kayu. Tikus sawah ini
adalah jenis hama pengganggu pertanian utama dan sulit dikendalikan karena
Tikus menyerang padi pada malam hari, pada siang hari tikus bersembunyi
di dalam lubang pada tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah
perkampungan dekat sawah. Pada periode sawah bera sebagian tikus bermigrasi
dideteksi dengan memantau keberadaan jejak kaki (foot print), jalur jalan
mengalami masa bunting sekitar 21-23 hari dan mampu beranak rata-rata
mengandung zat tepung. Populasi tikus sawah sangat ditentukan oleh ketersediaan
antara lain tanaman, semak belukar, rumpun bambu, pematang sawah yang
Fumigasi
terhadap suatu komoditi dengan menggunakan pestisida berbentuk padat atau cair
yang akan berubah bentuk menjadi gas pada suhu dan tekanan tertentu. Fumigasi
Plant Protection Convention (IPPC), dimana setiap negara mempunyai hak untuk
Pestisida yang yang ideal sebagai fumigasi harus memiliki ciri-ciri sangat
beracun terhadap hama sasaran, tidak beracun untuk tanaman dan vertebrata
komoditas, murah, tidak mudah meledak, tidak mudah terbakar, larut dalam air,
tidak persisten, mudah dan cepat berdifusi menembus komoditas, stabil dalam
keadaan gas (tidak akan mengembun menjadi cairan), serta mudah terdeteksi oleh
indera manusia. Pestisida yang terdaftar dan memperoleh izin Menteri Pertanian
untuk keperluan fumigasi terdiri dari 9 pestisida berbahan aktif metil bromida, 13
fosfida, 1 pestisida berbahan aktif sulfuril fluorida, dan 1 pestisida berbahan aktif
digunakan secara komersial lebih dari 40 tahun untuk mengeradikasi hama seperti
jamur, bakteri, virus soil-borne, serangga, tungau, nematoda, dan tikus, akan
tetapi metil bromida merupakan fumigan yang merusak lapisan ozon pada lapisan
6
stratosfer. Metil bromida dikategorikan sebagai BPO pada tahun 1992, dan
tidaklagi menggunakan metil bromida (phase out) pada tahun 2015 kecuali untuk
keperluan karantina dan pra pengapalan. EPA (1995) memberikan critical use
exemption (CUE) untuk penggunaan pasca panen seperti food processing dan
2010).
pengganti metil bromida pada kayu pinus. Kayu pinus yang difumigasi (10 x 10 x
30 cm) dengan metil bromida dan sulfuril fluorida masing-masing dengan dosis
48 mg/l serta fosfin dengan dosis 1 mg/l selama 48 jam menunjukkan bahwa kayu
pinus menyerap 70% metil bromida, 35% sulfuril fluorida, dan 25% fosfin. Dari
hasil penelitian tersebut, Ren et al. menyimpulkan bahwa sulfuril fluorida dan
fosfin dapat digunakan sebagai alternatif pengganti metil bromida yang cukup
efektif.
terhadap bambu yang akan diekspor dari China ke Amerika Serikat dengan dosis
96 g/m3 pada 15,9 °C, 80 g/m3 pada 21,5 °C, dan 64 g/m3 pada 26 °C selama 24
dosis 104 g/m3 pada suhu 15,6 °C selama 24 jam paparan (Barak et al. 2006).
7
Rajendra dan Kumar (2008) melaporkan bahwa sulfuril fluorida dengan
dosis 40 g/m3 untuk 24 jam pemaparan dan fosfin (magnesium fosfida dalam
bentuk tablet) pada dosis 2 g/m3 untuk 96 jam pemaparan terbukti efektif untuk
mengendalikan hama Lyctus africanus dan Sinoxylon sp., dan Dinoderus ocellaris
pada palet kayu. Hasil uji terhadap S. zeamais, T. confusum, dan O. surinamensis
Bahan
Alat
1. Wajan.
2. Kompor.
3. Spatula.
4. Alu.
5. Lesung.
6. Timbangan
7. Koran.
8. Saringan.
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 04 dan 11 Mei 2018
pada pukul 17.00 WITA–Selesai yang bertempat di Samping Rumah Kaca Jurusan
Prosedur Kerja
belerang dan arang yang telah dihaluskan, aduk sampai semua tercampur rata.
7. Meletakkan semua bahan yang sudah tercampur rata di atas koran dan
diangin-anginkan.
8. Memasukkan bahan yang sudah kering dan sumbunya ke dalam selongsong
Hasil
Hasil dari praktikum ini dapat dilihat pada beberapa tabel berikut :
1. Menghaluskan belerang.
2. Menyaring belerang
Tabel 1. Lanjutan
11
6. Menimbang belerang.
8. Menimbang arang.
Tabel 1. Lanjutan
12
Pembahasan
Salah satu pengganggu tanaman pangan adalah serangan hama yaitu tikus
sawah (Rattus argentiventer). Serangan tikus biasanya terjadi pada malam hari
sedangkan pada siang hari tikus lebih banyak bersembunyi di dalam lubang.
14
Seluruh bagian tanaman padi pada berbagai stadia pertumbuhan dapat
dirusak oleh tikus. Walaupun demikian, tikus paling senang memakan bagian
malai atau bulir tanaman padi pada stadia generatif. Pada stadia persemaian, tikus
mencabut benih yang sudah mulai tumbuh (bibit) untuk memakan bagian biji
yang masih tersisa (endosperm). Pada stadia vegetatif, tikus memotong bagian
pangkal batang untuk memakan bagian batangnya. Adapun pada stadia generatif,
tikus memotong pangkal batang untuk memakan bagian malai atau bulirnya.
Tikus dapat menyerang tanaman padi pada berbagai fase tanaman padi. Pada
fase vegetatif, tikus akan memutuskan batang padi sehingga tampak berserakan,
tikus akan menggigit lebih dari jumlah yang dibutuhkan untuk makan. Kerusakan
yang ditimbulkan oleh tikus bersifat khas, yaitu ditengah-tengah petakan sawah
tampak gundul, sedangkan bagian tepi biasanya tidak diserang. Mereka juga
mencabut tanaman-tanaman yang baru tumbuh. Kerusakan oleh satu ekor tikus
adalah 5 rumpun padi per malam pada stadia 1 – 3 minggu, 5 rumpun per malam
pada stadia anakan, maksimal 7 rumpun padi per malam pada stadia premordia
bagi tikus untuk menemukan tempat hidup dan berkembangbiak dengan baik.
Aktifitas membuat liang merupakan salah satu kemampuan tikus sawah untuk
tinggal di persawahan dan lingkungan sekitar sawah. Daya adaptasi yang tinggi
15
menyebabkan mudahnya tersebar di dataran rendah dan dataran tinggi. Tikus
makanan berlimpah mereka cenderung memilih yang paling disukai, yaitu biji-
bijian atau padi yang tersedia di sawah. Pada kondisi bera, tikus sering berada di
tanaman.
Pengendalian hama tikus yang paling tepat adalah dengan cara fumigasi.
sawah paling cepat. Rata-rata kematian tikus di bagian tengah arena lebih cepat
perbedaan bobot dan jenis kelamin tikus pada tiap perlakuan, tidak mempengaruhi
serbuk mercon yang terbakar. Bahan baku mercon belerang terdiri dari belerang,
serbuk mercon dan kertas sebagai pembungkus sehingga dihasilkan gas SO2
dengan konsentrasi yang tinggi segera setelah dilakukan pembakaran, serta terjadi
penjenuhan liang tikus dengan gas SO2 mercon belerang lebih cepat. Gas SO2 ini
16
menimbulkan gangguan pada pembuluh-pembuluh sistem pernafasan tikus sawah
Kesimpulan
1. Faktor Salah satu pengganggu tanaman pangan adalah serangan hama yaitu
malam hari sedangkan pada siang hari tikus lebih banyak bersembunyi di
dalam lubang.
2. Tikus dapat menyerang tanaman padi pada berbagai fase tanaman padi. Pada
berserakan, tikus akan menggigit lebih dari jumlah yang dibutuhkan untuk
makan.
rendah dan dataran tinggi. Tikus sawah suka menggali liang untuk berlindung
dan irigasi.
4. Pengendalian hama tikus yang paling tepat adalah dengan cara fumigasi.
mempunyai keuntungan yaitu kemampuan membunuh tikustikus muda yang
berada di dalam liang dan juga ektoparasit.
sawah paling cepat. Rata-rata kematian tikus di bagian tengah arena lebih
18
cepat dibandingkan dengan bagian tepi arena untuk semua perlakuan
Saran
tikus meggunakan mercon tikus ini, agar hama tikus yang banyak merusak
tanaman padi bisa dikendalikan diatasi atau dicegah dengan lebih cepat, sehingga
Besselsen, D.G. 2004. Biology of Laboratory Rodent. Medical Books. New York.
[EPA] Environmental Protection Agency. 1995. Pesticide Fact Sheet Number 51:
Sulfuryl.
Holil et al. 2014. Air Pump MF (Mouse Fumigasi) Alat Empos Tikus Sawah
dengan Memanfaatkan Tenaga Tekan Pompa Angin sebagai Efektivitas
Penyaluran Asap Pengomposan Lubang Tikus Pematang Sawah. Laporan
Akhir Program Kreativitas Mahasiswa Penerapan Teknologi. Institut
Pertanian Bogor.
Permada, Johan, 2009. Tingkat Kejeraan Racun dan Umpan pada Tikus Sawah
(Rattus agentiventer Rob. & Klo.), Tikus Rumah (Rattus rattus Diardii
Linn.) dan Tikus Pohon (Rattus tiomanicus Mill.). Departemen Proteksi
Tanaman. Institut Pertanian Bogor.