Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No.

2337- 6597
Vol.2, No.4 : 1634 - 1639 , September 2014

Metil Bromida (CH3Br) Sebagai Fumigan Hama Gudang Areca Nut Weevil
(Araecerus fascicullatus De Geer) (Coleoptera : Anthribidae) Pada Biji Pinang
Methyl Bromide (CH3Br) As Fumigant for Pest Werehouse Areca Nut Weevil (Araecerus
fascicullatus De Geer) (Coleoptera : Anthribidae) on Areca Nut

Nirza Okta Yudistira, Darma Bakti*, Fatimah Zahara

Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, USU, Medan 20155


*Corresponding author:dbakti69@yahoo.com

ABSTRACT

This research aimed to know the apropriate concentration for controlling A. fasciculatus on several
dose and time exposure. This research was conducted in shading house of agriculture quarantine
main centre, Belawan Gedung Johor, ± 25 m above sea level, started on February to April 2014.
This research used randomized complete design, with two factors and three the replicate, firts factor
was replication dose of Methyl Bromide (0 g/m3, 24 g/m3, 32g/m3and 40 g/m3) and second wastime
exposure ( 2 hours, 4 hours and 12 hours). The result showed that dose and time exposure of Methyl
Bromide so significantly affected to mortality percentage, as well as interaction between two
factors. The best result showed on D3 (dose 40 g/m3) with mortality rate 85,16% and T3 (exposure
time 6 hours) with mortality rate 51,09%.
Keywords :Fumigation, A. fascicullatus, Methyl Bromide, Areca nut

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi Metil Bromida dalam pengendalian hama A.
fasciculatus dengan berbagai dosis dan waktu pemaparan. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah
Kassa Mess Balai Besar Karantina Pertanian Belawan Gedung Johor, Medan dengan ketinggian
tempat ± 25 m dpl mulai bulan Februari sampai April 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor pertama yakni dosis (0
g/m3, 24 g/m3, 32g/m3 dan 40 g/m3) dan faktor kedua yakni waktu pemaparan (2 jam, 4 jam dan 12
jam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis dan waktu pemaparan berpengaruh sangat nyata
terhadap persentase mortalitas hama, Sedangkan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata
terhadap persentase mortalitas. Hasil terbaik ditunjukkan pada D3 (dosis 40 g/m 3) untuk
mengendalikan A. fasciculatus dengan persentasi mortalitas 85,16% dan T3 (waktu pemaparan 12
jam) untuk mengendalikan A. fasciculatus dengan persentase mortalitas 51,09%.
Kata kunci :fumigasi, A. fasciculatus, Metil Bromida, biji pinang

PENDAHULUAN dapat dicegah, baik yang melalui darat, laut


maupun udara (Maha, 1997).
Perdagangan komoditas bahan pangan Pinang sebagai salah satu tanaman
dan hasil pertanian serta kehutanan pada palma cukup potensial dan memiliki nilai
umumnya memungkinkan terjadinya ekonomi sebagai bahan baku industri kimia
perpindahan atau penyebaran hama penyakit dan farmasi. Pemanfaatannya terutama untuk
dan hama tanaman dari suatu daerah atau acara seperti ramuan sirih pinang, pada
negara ke negara lain, maka setiap negara upacara adat, atau untuk keperluan rumah
memberlakukan peraturan karantina yang tangga. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan
ketat agar masuknya hama penyakit dan hama dan teknologi, pemanfaatan tanaman pinang
tanaman baru dari luar wilayah teritorialnya untuk keperluan farmasi dan industri makin
1634
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.2, No.4 : 1634 - 1639 , September 2014

berkembang. Disamping prospektif untuk Karantina (OPTK). Karena dapat merusak


ekspor, pinang juga dapat dikategorikan ozon, maka penggunaan metil bromida pada
sebagai tanaman perkebunan serbaguna. Di tindakan perlakuan karantina harus dilakukan
pasar internasional dikenal sebagai areca nut oleh Pengguna dengan keahlian, keterampilan
atau batt nut yang dapat diekspor dalam khusus serta bersertifikat. metil bromida
bentuk biji atau buah utuh. Bagian lain dari masih digunakan dikarenakan belum adanya
tanaman pinang yang bermanfaat, antara lain zat pengganti seefektif metil bromida. OPTK
sebagai bahan bangunan, tanaman hias, dan adalah semua organisme yang dapat merusak,
banyak digunakan dalam acara adat yang mengganggu kehidupan atau menyebabkan
melambangkan hubungan sosial dan budaya kematian tumbuhan karenanya perlu dicegah
(Mustika, dkk, 2010). pemasukan dan penyebarannya didalam
A. fasciculatus merupakan hama wilayah Negara Republik Indonesia
primer yang sangat banyak ditemukan pada (Barantan, 2006).
penyimpanan buah pinang sehingga perlu
upaya pengendalian untuk mengurangi hama BAHAN DAN METODE
selama penyimpanan. Akibat dari serangan
hama ini pemerintah masih Penelitian ini dilaksanakan di rumah
merekomendasikan penggunaan bahan kassa Mess Balai Besar Karantina Pertanian
fumigan metil bromida sebagai salah satu Belawan Gedung Johor, Medan. Dengan
bentuk perlakuan untuk buah pinang yang ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan
akan diekspor laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
(Ditjend PPHP Kementan, 2011). Februari sampai April 2014. Bahan yang
Fumigasi merupakan cara yang digunakan dalam penelitian ini antara lain biji
digunakan dalam upaya pemberantasan hama, pinang, metil bromida, A. fasciculatus,
baik pada produk segar seperti buah dan benang, kain kassa dan lakban.. Alat yang
sayuran, maupun pada produk yang dapat digunakan dalam penelitian ini antara lain
disimpan lama seperti biji-bijian. Sejak Alat pelindung diri, Alat monitor gas, Alat
fumigasi dengan etilen dibromida (EDB) aplikasi fumigan, Alat petunjuk bahaya,
dilarang oleh Badan Perlindungan Dokumen fumigasi, karung goni jute.
Lingkungan Amerika (USEPA) pada tahun Penelitian ini menggunakan metode
1984 dan oleh Departemen Pertanian Jepang rancangan acak lengkap (RAL) faktorial
pada tahun 1984, kemudian diikuti pula oleh dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor 1 :
negara-negara lain karena ternyata berbahaya Dosis metil bromida dengan 4 taraf, terdiri
bagi kesehatan pekerja, konsumen dan dari D0 = 0 (kontrol) 0 g/m3, D1 = 24 g/m3,
lingkungan, maka saat ini tinggal dua macam D2 = 32 g/m3 dan D3 = 40 g/m3. Faktor 2 :
bahan kimia utama untuk fumigasi komoditas Waku pemaparan dengan 3 taraf, terdiri dari
pertanian, yaitu metil bromida dan fosfin T1 = 2 Jam, T2 = 4 Jam dan T3 = 12 Jam.
(Maha, 1997). Dilanjutkan analisis lanjutan dengan
Sampai saat ini fumigasi dengan metil menggunakan uji beda rataan Duncan
bromida merupakan salah satu standar Berjarak Ganda ( DMRT ) dengan taraf 5 %.
perlakuan yang digunakan untuk keperluan Peubah amatan dalam penelitian ini adalah
karantina dan pra pengapalan karena dapat mortalitas hama dan morfologi biji.
membunuh hama dalam berbagai stadia Tahapan perbanyakkan dilakukan
hingga 100%. dengan mengumpulkan 30 pasang imago A.
Metil bromida memang perusak ozon, fasciculatus yang diperoleh dari gudang ±
tetapi perlu tindakan perlakuan karantina dan gudang penyimpanan biji pinang milik
perlakuan pra-pengapalan. Tujuannya adalah pengguna jasa karantina (eksportir) didaerah
untuk membebaskan media pembawa, orang, kecamatan Medan Sunggal. Kemudian
alat angkut, peralatan, dan pembungkus dari ditangkarkan dalam stoples perbanyakkan.
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Tahapan infestasi atau memasukkan serangga
atau Organisme Pengganggu Tumbuhan uji pada masing-masing karung biji pinang
1635
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.2, No.4 : 1634 - 1639 , September 2014

dilakukan dengan bantuan tabung kecil (tube)


ukuran diameter 3 x 5 cm yang dimasukkan
melalui lubang pada karung yang sudah Jumlah hama mati
Persentase Mortaitas = x 100%
disediakan sebelumnya, setelah itu ditutup Jumlah hama seluruhnya
atau dijahit. Jumlah serangga uji yang
dimasukkan sebanyak 15 ekor perkarung biji 2. Morfologi biji pinang
pinang. Karung-karung biji pinang yang Pengamatan secara visual dilakukan
terinfeksi serangga uji kemudian disusun rapi dengan mengamati perubahan atau sejauh
didalam rangka kotak perlakuan. dan mana kerusakkan yang terjadi pada biji
dibiarkan selama ± 2 hari didalam gudang, pinang meliputi perubahan warna dan
untuk menyesuaikan dengan kondisi yang tampilan morfologis biji pinang.
baru bagi hama tersebut.
Pemasangan alat monitor atas, tengah, .
bawah pada komoditas yang akan difumigasi. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemudian dilakukan pemasangan selang 1. Persentase mortalitas (%)
distributor gas metil bromida ke ruangan Hasil analisis statistika (lampiran 2 )
fumigasi. Tiap-tiap sudut rangka ditutup menunjukkan bahwa perlakuan dosis dan
plastic sheet dengan lebar 0,5 m, sisa sheet waktu pemaparan memberikan pengaruh yang
dengan lebar 0,5 m tersebut dilakukan sangat nyata terhadap parameter mortalitas
pemasangan guling pasir (sandsnake). hama, sedangkan interaksi antara keduanya
Pemasangan tanda bahaya (hazard area) yang hanya berpengaruh nyata saja terhadap
merupakan batas keamanan ± 6m dari parameter mortalitas hama. Rataan mortalitas
tumpukkan komoditas yang difumigasi dan hama setelah dilakukan fumigasi dapat dilihat
air dipanaskan dengan evaporizer. Kemudian pada Tabel 1.
dilakukan penghitungan dosis dan Tabel 1. Rataan Persentase Mortalitas A.
pengukuran volume fumigasi yang akan
digunakan. Tabung metil bromida diletakkan Waktu Dosis
Rataan
diatas timbangan, kemudian dengan Pemaparan
D0 D1 D2 D3
memastikan tidak ada orang yang dekat
15.53 fg 44.40 e 71.07 c 32.75 c
disekelilingnya, fumigator melepas gas secara T1 0.00 h
perlahan dengan waktu ± 30 detik, kemudian T2 2.22 h
20.00 f 57.77 d 86.63 b 41.66 b
dibiarkan kipas angin nyala terus selama ± 15 37.77 e 62.17 d 97.77 a 51.09 a
T3 6.65 gh
menit, untuk mendistribusikan gas secara
24.43 c 54.78 b 85.16 a
merata didalam ruangan. Monitoring awal Rataan 2.96 d
dilakukan 30 menit setelah selesainya fasciculatus(%)
pelepasan gas yang bertujuan untuk
mengetahui kecukupan dan penyebaran gas, Keterangan:Angka yang diikuti dengan notasi
Monitoring akhirdilakukan untuk mengetahui huruf yang sama pada kolom
berhasil tidaknya proses pelaksanaan yang sama tidak berbeda nyata
fumigasi, dilihat pada akhir masa fumigasi. pada Uji Jarak Duncan taraf
Aerasi dilakukan dengan cara membuka 5%.
penutup sheetdari depan secara perlahan oleh Persentase mortalitas hama tertinggi
dua orang hingga terbuka sampai atas (tinggi) (85.16 %) terdapat pada perlakuan pemberian
dan dijepit dengan penjepit (clamp). Kipas dosis D3 (40 g/m3) dan terendah (2,96 %)
angin dibiarkan menyala sampai dengan ± 15 terdapat pada perlakuan D0 (kontrol). Hal
menit. inimenunjukkan bahwa perlakuan D3 lebih
Peubah amatan yang diamati adalah efektif dibandingkan dengan perlakuan lain
1. Persentase mortalitas karena pada perlakuan terserbut semakin
Persentase mortalitas A. tinggi dosis yang digunakan maka semakin
fascicullatusyangdapat diketahui dengan tinggi tingkat kematian hama. Hal tersebut
menggunakan rumus(Jufrihadi, 2009) : terjadi karena metil bromida mengandung zat
1636
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.2, No.4 : 1634 - 1639 , September 2014

yang memiliki daya penetrasi yang cukup ditetapkan maka fumigasi tersebut dinyatakan
besar sehingga dapat mematikan jaringan tepat sasaran dengan waktu pemaparan yang
organ hama tersebut, CH3Br mempunyai terlama.
kapasitas penetrasi yang cukup besar, cepat
menembus kulit, mata dan saluran pernafasan. 60.00 51.09

Mortalitas (%)
Jika kulit bersinggungan dengan benda-benda 41.66

Persentase
yang terkontaminasi dengan fumigasi cair 40.00 32.75
dapat menyebabkan dermatitis akut dan
kematian organ. 20.00
Dari hasil sidik ragam terdapat tingkat
0.00
mortalitas hama tertinggi (51,09%) pada
1 2 3
perlakuan waktu pemaparan T3 (12 jam) dan
terendah (32,75%) pada perlakuan waktu Waktu Pemaparan (Jam)
pemaparan T1 (2 jam). Ini menunjukkan
bahwa perlakuan fumigasi dengan waktu Gambar 15. Hubungan persentase mortalitas
pemaparan yang lebih lama memiliki dengan waktu pemaparan (jam)
efektifitas racun yang lebih besar dan dapat T1(2 Jam) T2(4 Jam) T3(12Jam)
menyebabkan kematian (mortalitas), hal ini
sesuai dengan literatur dari Jufrihadi (2008) Terdapat beberapa ketentuan apabila
yang menyatakan bahwa tidak dapat fumigasi tidak dilakukan berdasarkan standar
melakukan kontak terus menerus dengan yang ada, diantaranyaadanya hambatan atau
metil bromida (CH3Br) selama beberapa jam penyumbatan diselang monitor, adanya
karena akan mengakibatkan kematian. masalah dengan peralatan monitoring, lantai
Hubungan persentase mortalitas tempat fumigasi tidak kedap gas serta
dengan dosis dapat dilihat pada Gambar 14. sirkulasi yang tidak baik (kipas angin) hal ini
sesuai dengan literatur Jufrihadi (2008) yang
100.00 85.16 menyatakan Jika dari hasil pengukuran
Mortalitas (%)

80.00 konsentrasi gas dalam ruangan ternyata tidak


Persentase

54.78 sesuai (lebih rendah) dari yang ditentukan, hal


60.00
40.00 24.43 ini dikarenakan : distribusi fumigan yang
tidak merata diseluruh ruangan, adanya
20.00 2.96 hambatan atau penyumbatan diselang
0.00 monitor, adanya masalah dengan peralatan
D0 D1 D2 D3 monitoring, lembaran fumigasi rusak/bocor,
Dosis (gr/m3)
lantai tempat fumigasi tidak kedap gas,
Gambar 14. Hubungan persentase mortalitas pemasangan sandsnake tidak benar,
dengan dosis(g/m3) D0 (0 g/m3) D1(24g/m3) penutupan ruang fumigasi tidak sempurna,
D2(32g/m3) D3(40g.m3) sirkulasi yang tidak baik (kipas angin),
perhitungan volume tidak tepat, pengukuran
Gambar 14 menunujukkan bahwa jumlah fumigan tidak tepat.
persentase mortalitas tertinggi terdapat pada
perlakuan D3 yaitu 85,16% dan terendah D0 2. Morfologi biji pinang
yaitu 2,96%. Dari hasil pengamatan visual yang
telah dilakukan tidak ditemukannya
Gambar 15 menunjukkan waktu kerusakkan yang terjadi pada biji pinang
pemaparan fumigasi yang dilakukan meliputi perubahan warna maupun tampilan
menghasilkan jumlah persentase mortalitas morfologis dari biji pinang itu sendiri. Hal ini
yang berbeda-beda tergantung dari berapa karena biji pinang memiliki struktur biji yang
lama waktu fumigasi yang dipaparkan. keras dan kasar sehingga sulit untuk gas metil
Apabila fumigasi dilaksanakan dengan baik bromida tersebut masuk dan merusak
dan sesuai dengan standar prosedur yang telah tampilan visual morfologinya, maka ini
1637
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.2, No.4 : 1634 - 1639 , September 2014

menunjukkan bahwa fumigasi yang dilakukan kerusakkan yang terjadi pada biji pinang
dengan metil bromidatidak berbahaya untuk meliputi perubahan warna maupun tampilan
biji pinang sehingga dapat dilaksanakan untuk morfologis dari biji pinang itu sendiri.
tujuan kegiatan ekspor maupun impor. Hal ini Hal ini karena biji pinang memiliki
dapat dilihat dalam Tabel 2. struktur biji yang keras dan kasar sehingga
sulit untuk gas metil bromida tersebut masuk
Tabel 2. Pengamatan Visual Morfologi Biji dan merusak tampilan visual morfologinya,
Pinang hal ini karena metil bromida hanya dapat
bereaksi dengan molekul yang mengandung
sulfur seperti yang ditemukan pada karet alam
No Sebelum Sesudah Keterangan dan bulu-buluan, serta dapat melarutkan
1. bahan-bahan yang mengandung aspal dan
Tidak ditemukan
perubahan warna batu bara muda, apabila bertemu dengan
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
unsur-unsurtersebut barulah metil bromida
akan dapat merubah sifat dari bahan yang
2. Tidak ditemukan difumigasikan.
perubahan warna
maupun kerusakkan
Hal ini sesuai dengan literatur Badan
morfologis lainnya Karantina Pertanian (2006) yang menyatakan
bahwa metil bromidaadalah bahan kimia yang
No Sebelum Sesudah Keterangan reaktif, dapat bereaksi dengan unsur-unsur
dan merubah sifat dari bahan yang difumigasi.
. Tidak ditemukan Diketahui bahwa metil bromidabereaksi
perubahan warna
maupun kerusakkan
dengan molekul yang mengandung sulfur
morfologis lainnya seperti yang ditemukan pada karet alam dan
4. Tidak ditemukan bulu-buluan. metil bromidaakan membentuk
perubahan warna
maupun kerusakkan suatu zat yang mudah meledak dengan
morfologis lainnya
alumunium dalam keadaan tidak ada oksigen.
Tidak ditemukan
Cairan metil bromidaadalah pelarut kuat yang
5. perubahan warna akan melarutkan bahan-bahan bitumin (yang
maupun kerusakkan
morfologis lainnya mengandung aspal dan batu bara muda) serta
menyebabkan melembek dan memuainya
6. Tidak ditemukan beberapa plastik, terutama PVC (polyvinyl
perubahan warna
maupun kerusakkan cloride).
morfologis lainnya
SIMPULAN

7. Tidak ditemukan
perubahan warna Dosis fumigasi metil bromida ; D0 (0
maupun kerusakkan
morfologis lainnya g/m3) D1 (24g/m3) D2 (32g/m3) dan D3
(40g/m3) berpengaruh sangat nyata terhadap
8. Tidak ditemukan persentase mortalitas hama dengan hasil
perubahan warna
maupun kerusakkan
terbaik pada Dosis D3 (40g/m3).Waktu
morfologis lainnya pemaparan metil bromida ; T1 (2Jam) T2 (4
Jam) dan T3(12 Jam) berpengaruh sangat
9. Tidak ditemukan
nyata terhadap persentase mortalitas hama
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
dengan hasil terbaik pada waktu pemaparan
T3 (12 Jam).Interaksi antara dosis perlakuan
dengan waktu pemaparan metil bromida
Dari pengamatan visual yang telah berpengaruh nyata terhadap mortalitas hama
dilakukan,diperoleh hasil dari ke sembilan A. fascicullatus.Dosis, waktu pemaparan serta
kombinasi perlakuan (D1T1, D2T1, D3T1, interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata
D1T2, D2T2, D3T2, D1T3, D2T3dan D3T3) serta terhadap perubahan visual morfologi biji
ke 3 ulangannya tidak ditemukannya pinang.
1638
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.2, No.4 : 1634 - 1639 , September 2014

Perlu dilakukan penelitian lanjutan Maha, M. 1997. IradiasinSebagai Salah Satu


tentang pengaruh mortalitas hama A. Alternatif Perlakuan Karantina.
fascicullatus terhadap fumigasi yang Proshiding Seminar Teknologi
dilakukan pada berbagai suhu dan Pangan. Pusat Aplikasi Isotop dan
kelembaban. Radiasi Badan. Tenaga Atom
Nasional.
DAFTAR PUSTAKA Mustika, S. Fathurrahman, Mahfudz dan M.S.
Saleh. 2010. Perkecambahan Benih
Badan Karantina Pertanian. 2006.Manual Pinang Berbagai Cara Benih dan
Fumigasi Metil Bromida (Untuk Setyolaksono, M.P. 2011. Ekologi Hama
Perlakuan Karantina Tumbuhan). Pascapanen (Hama Gudang). Diunduh
Departemen Pertanian, Jakarta. dari http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2
Bakoh, B. 2012. Hama Gudang Araecerus tp/ekologi-hama-pascapanen-hama
fasciculatus Pada Biji Kakao. Diunduh gudang. Pada tanggal 11 Maret 2012.
dari http://ditjenbud@deptan.go.id. Sinulingga, D.H. 2010. Pengaruh Jarak Bilah
Pada tanggal 11 Maret 2013. Pisau dan RPM Pisau Bawah
Balai Besar Pengkaji dan Pengembangan Terhadap Hasil Pengupasan Buah
Teknologi Pertanian Ambon. 2012. Pinang Muda. Jurusan Teknologi
Hama Gudang Araecerus fasciculatus Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Pada Biji Kakao. Diunduh dari Skripsi. (3-4).
http://ditjenbun@deptan.go.id. Pada Sulaeha, Melina dan Sylvia S. 2007.
tanggal 11 Maret 2013. Preferensi Hama Gudang
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Araecerus fasciculatus (De Geer)
1989. Materia Medika Indonesia. Jilid (Coleoptera : Anthribidae) terhadap
V, P. 55-58. Makanan dan Pencampuran Makanan
Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian dengan Bahan Alami Tanaman
Pertanian. 2012. Manual Fumigasi Acorus colomus L. Dalam Bentuk
Metil Bromida (Untuk Perlakuan Pellet. Dalam Proshiding Seminar
Karantina Tumbuhan). Departemen Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI
Pertanian, Jakarta. dan PFI XVIII Komda Sul-Sel. Hal
Harahap, L.H. 2010. Mengenal Lingkungan 217-221.
Perkembangan Hama Pascapanen. Wang, C.K., and Lee, W.H., 1996.
POPT Balai Besar Karantina Belawan, Separation, Characteristics, and
Belawan. Biological Activities of
Jufrihadi. 2009. Efektifitas Fumigan Metil Phenolicsin Areca Fruit. J Agric. Food
Bromida (CH3Br) untuk Chem., 44, 2014 -2019.
Pemberantasan Tikus di Kapaldengan
Menggunakan Sistem Manual dan
Sistem Penguapan di Peabuhan
Tanjung PinangTahun 2009. Sekolah
Pascasarjana, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Jurnal Makalah Keperawatan dan Budidaya.
2008. Budidaya Pinang. Diunduh
dari http://www.Makalahkeperawatan
-dan-budidaya/html pada tanggal 11
Maret 2013.
Kalshoven , L.G.E. 1981. The Pest of Crops
In Indonesia. Revised and Transated
By Vader Laan. Ichtiar Baru Van
Hoeve, Jakarta.
1639

Anda mungkin juga menyukai